Oleh : Patrick Cockburn
Ketika kerumunan massa rakyat Turki berdemo menolak
kudeta sambil meneriakkan yel-yel yang menyerukan eksekusi bagi mereka yang
terlibat percobaan kudeta yang gagal pada Jumat (15/07) malam lalu, terdapat
kekhawatiran terutama di kalangan Kemalis sekuler di dalam negeri termasuk
saudara-saudara se-ideologi mereka di seluruh dunia bahwa Turki modern yang
“sekuler” secara pelan namun pasti akan berbelok ke arah Islamisasi secara
total.
Kekhawatiran Kemalis Terhadap Islamisasi AKP
Berbagai pihak/entitas anti-Islam, Presiden Recep
Tayyip Erdogan dituding sedang memanfaatkan momentum kegagalan kudeta militer
sebagai justifikasi untuk “bersih-bersih” di jajaran pejabat negara dan
perwira-perwira militer yang tidak memberikan loyalitas penuh kepadanya. Hal
itu akan membuka jalan bagi Erdogan untuk membangun sebuah lembaga kepresidenan
yang sangat kuat di berbagai segi, sementara di saat yang sama masyarakat dunia
melihat adanya proses Islamisasi masyarakat Turki hingga ke taraf yang belum
pernah terjadi sebelumnya sejak berakhirnya era Khilafah Utsmaniyah.
Hingga hari Senin (18/07) operasi pembersihan itu
masih terus berlanjut di mana terjadi penangkapan besar-besaran terhadap 8.000
anggota polisi dan 30 gubernur, termasuk 52 orang pejabat tinggi pegawai sipil.
Angka tersebut semakin menambah daftar penangkapan sebelumnya terhadap 70 orang
perwira angkatan laut dan jenderal militer lainnya bersama dengan 3.000 tentara
plus 2.700 pejabat/pegawai lembaga peradilan yang telah diberhentikan atau
ditahan sejak kudeta yang gagal pada hari Sabtu (16/07) sebelumnya.
Faktor Dukungan Rakyat
Pada saat pasukan pro-kudeta menyerbu sejumlah kota
selama akhir pekan yang lalu, rakyat Turki merespon dengan melakukan protes di
jalan-jalan sambil meneriakkan “Allahu Akbar”, sementara dari sejumlah speaker
raksasa di Taksim Square – ikon alun-alun di jantung kota Istanbul – terdengar
bacaan ayat-ayat suci al-Quran. Seruan “adzan” dari 85.000 masjid di seluruh
pelosok Turki ikut memainkan peran signifikan dalam memobilisasi massa
demonstran beberapa jam setelah sekelompok pasukan kudeta mulai melancarkan
aksi mereka. Di taman Gezi Park Istanbul yang merupakan lokasi favorit kaum
Kemalis-Liberal-Sekuler saat mereka berdemo memprotes kekuasaan Erdogan tiga
tahun silam, pada hari Jumat (15/07) malam itu dipenuhi oleh massa rakyat Turki
yang loyal kepada presiden mereka.
Rakyat Turki turun ke jalan (Al-Jazeera)
Gelora Islamis, Ketakutan Kaum Sekuler
Gelora semangat kaum Islamis yang semakin meningkat
telah berpengaruh pada kehidupan sosial di Istanbul. Selin Derya, seorang
wanita berusia 26 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan perekrut manajer
bisnis mengatakan, sejak massa pendukung Erdogan dalam jumlah besar membanjiri
pusat kota tidak lama setelah kudeta berlangsung, “Saya takut keluar rumah
dengan hanya mengenakan pakaian yang barangkali akan dianggap terlalu ketat
atau karena rok bawahan saya pendek di atas lutut.” Sejumlah wanita sekuler
lainnya di Istanbul menjelaskan bahwa saat ini mereka tidak berani memasuki
pusat kota (Istanbul) karena takut dengan apa yang mereka sebut sebagai ancaman
kaum ekstrimis.
Terdapat data yang oleh kaum Kemalis dianggap sebagai
aksi “intoleran” yang semakin eskalatif terhadap gaya hidup sekuler dalam
beberapa tahun terakhir. Contoh kasus, terjadi sebuah insiden pada bulan Juni
lalu di mana sekitar dua puluh empat orang melakukan sweeping terhadap sebuah
toko musik di Istanbul. Orang-orang itu juga melakukan aksi pemukulan terhadap
para penggemar kelompok musik Radiohead karena ketahuan minum minuman
beralkohol (miras) selama bulan suci Ramadhan. Selanjutnya, ketika para
pemrotes berkumpul menentang insiden penyerangan itu, polisi malah membubarkan
mereka dengan gas air mata dan water cannon.
Titik Balik Sekulerisme Turki
Program Erdogan dan partainya, AKP, sejak mereka
pertama kali memenangi pemilu tahun 2002 adalah memutar balik arus sekulerisasi
yang diperkenalkan oleh Kemal Ataturk, pendiri republik Turki pada tahun 1923.
Sejak AKP semakin mendominasi kekuasaan, mereka telah berupaya
menjauhkan/meminggirkan nilai-nilai sekulerisme dari institusi negara,
sebaliknya mendorong Islamisasi di bidang pendidikan dan perilaku sosial,
sementara di waktu yang sama menyingkirkan para pejabat dan perwira-perwira
militer yang tidak sejalan dengan agenda Islamis.
Erdogan pernah mengatakan bahwa ia ingin melihat
tumbuhnya sebuah generasi baru yang religius, yang akan menggantikan atau
mengambil alih dominasi sekulerisme generasi tua yang sudah terlalu lama
menjerumuskan bangsa Turki. Kebijakan luar negeri Erdogan sejak Arab Spring
2011 adalah memberikan dukungan berskala luas terhadap revolusi rakyat
Arab-Sunni di Suriah dengan berkoalisi dengan Arab Saudi & Qatar, meskipun sejauh
ini upaya menggulingkan Basyar Assad masih belum berhasil.
Irisan Dengan Jihadis dan Amerika
Kebijakan & strategi ini berarti memberikan
“toleransi” terhadap gerakan-gerakan Islamis Jihadis yang dianggap ekstrim oleh
Barat, seperti: JN (al-Qaidah), dan
Ahrarus Syam, sehingga memungkinkan gerakan-gerakan jihadis itu membangun
jaringan pendukung di dalam wilayah Turki. Namun demikian, pada musim panas
2015 pemerintah Turki setuju memberikan ijin kepada AS dan empat negara lainnya
termasuk Inggris untuk menggunakan Lanud (pangkalan udara) Incirlik di bagian
tenggara Turki bagi kampanye udara internasional melawan kelompok ISIS. Pada
akhir Juni lalu, sekelompok kecil pejuang bersenjata yang diduga terkait dengan
ISIS menyerang dan membom bandara Ataturk Havalimani di Istanbul menewaskan 42
orang.
Peta di perbatasan Aleppo-Turki
Jalan Lebar Obsesi Erdogan
Kudeta militer yang gagal pada medio Juli itu juga
membuka ruang bagi Erdogan mewujudkan obsesi lamanya untuk membangun sistem
pemerintahan presidensial yang berbasis pada nilai-nilai Islam. Dalam situasi
seperti sekarang ini nampaknya tidak mungkin bagi rakyat untuk melawan karena
tidak ingin dilabeli sebagai simpatisan pro-kudeta. Sejumlah besar tentara dan
pejabat bukan hanya ditangkapi, tetapi mereka juga secara terbuka dipermalukan
dengan dipukuli dan ditelanjangi hingga hanya mengenakan pakaian dalam lalu
dibiarkan begitu saja di lantai dengan berdesak-desakan di lokasi penahanan,
termasuk seorang komandan Lanud Incirlik, Jenderal Bekir Ercan Van terlihat
dalam video diborgol tangannya lalu diangkut bersama dengan tahanan lain di
bagian belakang mobil van.
Saat ini Erdogan nampaknya akan semakin mudah membuat
sebuah sistem eksekutif kepresidenan di mana segala wewenang & kekuasaan
sedang berada di tangannya, ditambah aura/kharisma kemenangan pasca kegagalan
kudeta telah menarik dukungan luas rakyat terhadapnya. Meskipun secara umum
rakyat Turki terbelah antara para pendukungnya dan rival-rivalnya, dan bahkan
ada sebagian kecil komponen kekuatan yang menginginkan dirinya digantikan oleh
sebuah junta militer. Namun sejak pasca pemilu 7 Juni 2015 yang lalu, Erdogan
telah berhasil memperluas basis politik dengan meningkatnya dukungan dari
kalangan nasionalis setelah ia memutuskan mundur dari pembicaraan dengan
kelompok Kurdi. Dan kini, ia bahkan memperoleh lebih banyak lagi dukungan
menyusul kegagalan kudeta militer.
Demokrasi, “Genuine Value” atau “Genuine Tool”
Perkembangan politik di Turki baru-baru ini secara
tidak langsung merupakan ujian bagi kekuatan nilai-nilai demokrasi dan
konsistensi demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang terlahir dari peradaban kuno
Barat yang kini dipaksakan di hampir seluruh negara-negara di dunia seharusnya
akan semakin terlihat apakah sejatinya demokrasi merupakan “genuine value” yang
bisa dipercaya menjadi pedoman bersama secara universal, ataukah sekedar
“genuine tool” yang pada akhirnya hanya akan dijadikan alat untuk memaksakan
kehendak. Di jam-jam pertama kudeta bersenjata oleh militer diklaim bahwa aksi
kekerasan berdarah itu dilakukan untuk menyelamatkan demokrasi, demikian juga
setelah kudeta berhasil digagalkan oleh mobilisasi aksi damai rakyat sipil
akhirnya diumumkan oleh pemerintah Turki sebagai kemenangan demokrasi.
Respon negara-negara Barat termasuk AS sebagai “rujukan
standar” demokrasi terhadap kudeta di Turki lebih dominan mencerminkan
demokrasi sebagai “genuine tool”. Hal itu terlihat dari euphoria umum yang
berkembang di media-media mainstream Barat yang dengan gegap gempita mendukung
kudeta untuk menjatuhkan rezim Islamis, diikuti dengan penggiringan opini
seolah-olah kudeta sudah berhasil dan harus diterima. Tidak kurang Kedubes AS
di Ankara langsung mengeluarkan pernyataan bahwa aksi “people power” rakyat
Turki menentang kudeta malam itu dibelokkan menjadi aksi “Turkish Spring” yaitu
pemberontakan rakyat Turki kepada pemerintah otoriter.
Sikap Hipokrit Barat Selalu Memihak Sang Pemenang
Beberapa jam kemudian setelah hasil di lapangan
menjadi semakin jelas bahwa otoritas Turki telah berhasil mengendalikan situasi
dan kudeta militer berhasil digagalkan, baru kemudian Amerika menarik
pernyataannya. Bahkan Presiden Obama langsung berkomentar,”Rakyat harus
mendukung pemerintahan yang sah.” Begitu pula Sekjen PBB Ban Ki-Moon tidak mau
kalah dengan mengatakan, “PBB menolak upaya kudeta di Turki”.
Sikap yang berbeda ditunjukkan AS dan PBB saat terjadi
kasus yang sama, yaitu kudeta militer di Mesir menggulingkan pemerintahan yang
sah pada bulan Juli 2013. Selanjutnya, pejabat-pejabat AS dan Uni Eropa
menyerukan pemerintah Turki menghormati aturan hukum di tengah situasi dan
kebijakan pembersihan di lingkungan institusi negara setelah percobaan kudeta
terbukti gagal.
Gulen Mantan Sekutu yang Terduga di Balik Kudeta
Terkait otak di belakang kudeta berdarah tersebut,
nampaknya gerakan Fethullah Gulen merupakan satu-satunya pihak tertuduh yang
memiliki koneksi dengan jaringan di internal militer Turki untuk mengorganisir
sebuah konspirasi besar semacam itu, meskipun di lain pihak Gulen sendiri dan
para pendukungnya menyangkal terlibat dalam bentuk apapun. Sebagian melihat
kudeta yang terjadi tidak sebesar seperti apa yang dikatakan pemerintah,
melainkan supaya bisa menjadi justifikasi untuk menyingkirkan seluruh
lawan-lawan politik pemerintah.
Barangkali penjelasannya bahwa ketika Gulen dan para
pendukungnya masih bersekutu dekat dengan Erdogan & AKP antara tahun 2006
dan 2012, pada saat itu mereka memainkan peran kunci membantu Erdogan
“menyingkirkan” ancaman di tubuh militer. Ratusan perwira tentara dipecat atau
ditangkap atas tuduhan merencanakan kudeta yang barangkali wujudnya tidak
pernah ada. Kesempatan inilah yang nampaknya dimanfaatkan kelompok Gulen untuk
mengisi dan menempatkan orang-orangnya menggantikan posisi para perwira yang
dipecat. Lalu, para simpatisan atau orang-orang Gulen di tubuh militer itulah
yang pada hari Jumat malam pekan lalu diaktifasi dan mendapat perintah untuk
mengeksekusi rencana kudeta mereka sendiri.
*Diterjemahkan Yasin Muslim (Kiblat) Dari UNZ.com
Dua
Faktor Gerakan Islam Kedepan Akan Menguasai
Indonesia
by Hudzaifah Muhibullah*
Wirtschaft und
Politik HTW Berlin, Germany
1. Saya sangat yakin
bahwa gerakan Islam kedepan akan menguasai Indonesia. Ada dua faktor yang bisa
saya katakan.
2. Yang pertama
adalah kualitas kader2 gerakan Islam di masa depan. Kader2 muda gerakan Islam
sangat luar biasa.
3. Banyak lulusan
Luar negeri, bukan hanya timteng, tapi Eropa bahkan US. Bahkan banyak Doktoran2
luar biasa dari kader2 muda gerakan Islam.
4. Seperti mrk:
@AryaSandhiyudha @muhammadelvandi @hasmi_bakhtiar @rihandaulah @udayusuf. Kualitas
kader gerakan Islam yg luar biasa :))
5. Kader2 muda
seperti mereka mau tidak mau akan menjadi pemimpin di garda paling depan. Dan
kualitas mereka tidak diragukan.
6. Tinggal di beri
kesempatan saja dari skr utk menimba ilmu. Terus di beri kesempatan untuk
aktualisasi diri. Jangan malah jd mentok.
7. Dan faktor kedua
selain kualitas kader masa depan adalah jumlah suara di masa depan
bagi gerakan Islam.
8.gerakan Islam di
Indonesia yg bertarung di panggung politik mempunyai tradisi investasi yg menjanjikan.
9. Mereka
berinvestasi Suara yang banyak untuk masa depan. Kita asumsikan kader gerakan
Islam saat ini adalah 600.000.
10. Dengan 600k
kader bisa meraih 8jt suara. Lalu kita berbicara tradisi investasi para kader
gerakan Islam ini.
11. Tradisinya
adalah beranak banyak. Kita asumsikan lagi, bahwa jumlah kader 600k. Single ada
100k dan sisanya adalah pasangan kader.
12. Kita taruh lah
pasangan kader yg bisa beranak pinak adalah 300k. Dan setiap pasangan itu
memiliki minimal 5 anak. Total 1,5jt suara.
13. Dan juga proses
pengkaderan terus berlangsung. Kita asumsikan Dua puluh tahun lagi gerakan
Islam memiliki jumlah kader sekitar 4jt.
14. Dengan
perhitungan pemilu= 600k mendapat 8jt suara= artinya satu kader menghasilkan 13
suara. 4 juta kader bisa mendapat
52.000.000 suara.
15. Disamping
manusia lain hanya berjargon 2 anak cukup. Ini menjadi senjata utama di masa
depan.
16. Kemenangan
sedikit lagi. Tinggal kita bersiap-siap terus untuk menyambut kemenangan itu.
Terus meng aktualisasi diri.
17. Terus merevisi
apa yang salah. Terus berinovasi. Terus bekerja dan bekerja. Hingga Allah beri
kemenangan,gerakan Islam itu siap total.
*Disampaikan melalui
akun twitternya @DZAIF_ (21/7/2016)
Mengapa Erdogan Dijelek-jelekkan
Barat?
Recep Tayyip Erdogan: Ada Yang Tidak Suka (Barat) Turki
Menjadi Negara Kuat
http://www.eramuslim.com/berita/recep-tayyip-erdogan-ada-yang-tidak-suka-turki-menjadi-negara-kuat.htm
Mantan Panglima Tertinggi
NATO: Di Bawah Erdogan, Turki Memiliki Kekuatan Dahsyat Untuk Mendukung NATO
http://www.portalpiyungan.com/2016/07/mantan-panglima-tertinggi-nato-di-bawah.html
CIA di
Balik Kudeta Militer Turki
Intelijen Turki: CIA Gelar
Pertemuan Rahasia di Istanbul pada Malam Kudeta(Yeni Safak)
Kudeta
Militer Turki sudah ‘dibahas’ dalam Bilderberg Meeting 2016
Nah Loh ! Jaksa Turki: CIA dan FBI Latih Komplotan Kudeta