Antara Khowarij Dan Murji`Ah ( lamurkha ) july
27, 2015
Para ulama berbeda pandangan
mana diantara keduanya yang lebih buruk bagi Islam dan kaum muslimin. Sebagian
ulama mengatakan Murji’ah lebih buruk, sebagian lain mengatakan sebaliknya
(yaitu Khawaarij lebih buruk).
Diantara ulama yang
mengatakan Murji’ah lebih buruk atau mengklasifikasikannya sebagai golongan
paling buruk dalam Islam adalah:
1.Syariik bin ‘Abdillah
Al-Qaadliy rahimahumallah sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي أَبِي نا حَجَّاجُ، سَمِعْتُ شَرِيكًا
وَذَكَرَ الْمُرْجِئَةَ، فَقَالَ: هُمْ أَخْبَثُ قَوْمٍ وَحَسْبُكَ بِالرَّافِضَةِ
خُبْثًا وَلَكِنِ الْمُرْجِئَةُ يَكْذِبُونَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى "
Telah menceritakan kepadaku
ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Hajjaaj : Aku mendengar Syariik (bin
‘Abdillah Al-Qaadliy) menyebutkan tentang Murji’ah, ia berkata : “Mereka adalah
kaum yang paling buruk. Engkau mengira Raafidlah lebih buruk, padahal Murji’ah
lah yang lebih buruk karena mereka berdusta atas nama Allah” [Diriwayatkan oleh
‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 614; shahih].
2.Ibraahiim An-Nakha’iy
rahimahullah sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي أَبِي نا مُؤَمَّلٌ، نا سُفْيَانُ، نا
سَعِيدُ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ: قَالَ إِبْرَاهِيمُ: " لأَنَا لِفِتْنَةِ
الْمُرْجِئَةِ أَخْوَفُ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ مِنْ فِتْنَةِ الأَزَارِقَةِ "
Telah menceritakan kepadaku
ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyaan : Telah mengkhabarkan kepada
kami Sa’iid bin Shaalih (Al-Asadiy)[1], ia berkata : Telah berkata Ibraahiim
(An-Nakha’iy) : “Sungguh, fitnah Murji’ah terhadap umat ini lebih aku
khawatirkan daripada fitnah Azaariqah (salah satu kelompok dari Khawaarij –
Abul-Jauzaa’)” [Idem no. 617; shahih].
3.Yahyaa bin Abi Katsiir dan
Qataadah bin Di’aamah rahimahumullah sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي أَبِي نا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو،
نا أَبُو إِسْحَاقَ، قَالَ: قَالَ الأَوْزَاعِيُّ: كَانَ يَحْيَى، وَقَتَادَةُ،
يَقُولانِ: " لَيْسَ مِنَ الأَهْوَاءِ شَيْءٌ أَخْوَفُ عِنْدَهُمْ عَلَى
الأُمَّةِ مِنَ الإِرْجَاءِ "
Telah menceritakan kepadaku
ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Mu’aawiyyah bin ‘Amru : Telah
mengkhabarkan kepada kami Abu Ishaaq (Al-Fazaariy), ia berkata : Telah berkata
Al-Auzaa’iy : Yahyaa dan Qataadah pernah berkata : “Tidak ada hawa nafsu yang
lebih dikhawatirkan di sisi mereka (ulama) yang akan menimpa umat daripada
(pemahaman) irjaa’” [idem, no. 641; shahih].
4.Al-A’masy rahimahullah,
sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ
عَامِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بنَ عَيَّاشٍ، ذَكَرَ أَبَا حَنِيفَةَ
وَأَصْحَابَهُ الَّذِينَ يُخَاصِمُونَ، فَقَالَ: كَانَ مُغِيرَةُ يَقُولُ :
وَاللَّهِ الَّذِي لا إِلَهُ إِلا هُوَ لأَنَا أَخْوَفُ عَلَى الدِّينِ مِنْهُمْ
مِنَ الْفُسَّاقِ، وَحَلَفَ الأَعْمَشُ، قَالَ: وَاللَّهِ الَّذِي لا إِلَهُ إِلا
هُوَ مَا أَعْرِفُ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُمْ....
Telah menceritakan kepadaku
ayahku : Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir, ia berkata : Aku
mendengar Abu Bakr bin ‘Ayyaasy menyebutkan Abu Haniifah dan para
shahabatnya[2] yang sedang berdebat, lalu ia berkata : Al-Mughiirah pernah
berkata : “Demi Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah selain-Nya,
sungguh aku lebih khawatir terhadap mereka atas agamaku daripada orang-orang fasiq”.
Dan Al-A’masy pun bersumpah seraya berkata : “Demi Allah yang tidak ada tuhan
yang berhak disembah selain-Nya, aku tidak tahu siapakah yang lebih jelek/buruk
daripada mereka[3]…” [idem no. 258; shahih].
5.Dan yang lainnya.
Tidak ada hadits marfuu’ yang
shahih dari Nabi ﷺ yang menyebutkan tentang
Murji’ah selain hadits berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ بْنُ مَسْعَدَةَ
الأَصْبَهَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحُسَيْنِ، قَالَ:
حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الْحَلَبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا قَبْلِي
قَطُّ فَاجْتَمَعَتْ لَهُ أُمَّتُهُ إِلا كَانَ فِيهِمْ مُرْجِئَةٌ وَقَدَرِيَّةٌ
يُشَوِّشُونَ عَلَيْهِ أَمْرَ أُمَّتِهِ مِنْ بَعْدِهِ، أَلا وَإِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ لَعَنَ الْمُرْجِئَةَ وَالْقَدَرِيَّةَ عَلَى لِسَانِ سَبْعِينَ
نَبِيًّا أَنَا آخِرُهُمْ "
Telah menceritakan kepada
kami Abul-‘Abbaas bin Mas’adah Al-Ashbahaaniy, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Ibraahiim bin Al-Husain, ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami Abu Taubah Al-Halabiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syihaab
bin Khiraasy, dari Muhammad bin Ziyaad, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu
‘alaihii wa sallam, beliau bersabda : “Allah tidak mengutus seorang nabi pun
sebelumku lalu umatnya berkumpul untuknya, kecuali ada pada mereka kelompok
Murji’ah dan Qadariyyah yang mengacaukan perkara umatnya sepeninggalnya.
Ketahuilah, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla melaknat Murji’ah dan Qadariyyah
melalui lisan tujuh puluh orang nabi dan aku yang terakhir dari mereka”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah no. 1219 (Al-Iimaan) &
no. 1530 (Al-Qadar) – ini lafadh no. 1530; shahih[4]].
Adapun ulama yang mengatakan
Khawaarij lebih buruk karena mereka termasuk golongan yang paling buruk dalam
Islam, antara lain adalah:
1.‘Abdullah bin ‘Umar
radliyallaahu ‘anhumaa sebagaimana dikatakan Al-Bukhaariy rahimahullah:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ
اللَّهِ، وَقَالَ إِنَّهُمُ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ
فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Ibnu ‘Umar memandang mereka
(Khawaarij) adalah sejelek-jelek makhluk Allah. Ia (Ibnu ‘Umar) berkata :
‘Mereka membawa ayat-ayat yang turun kepada orang-orang kafir dan mengenakannya
pada orang-orang beriman[5]” [Shahiih Al-Bukhaariy 4/280].
2.Abu Umaamah radliyallaahu
‘anhu, sebagaimana riwayat:
حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ أَبِي سَهْلٍ، حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَبِي غَالِبٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، يَقُولُ:
" شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ، وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ
قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ، قَدْ كَانَ هَؤُلَاءِ مُسْلِمِينَ فَصَارُوا
كُفَّارًا "، قُلْتُ يَا أَبَا أُمَامَةَ: هَذَا شَيْءٌ تَقُولُهُ، قَالَ:
بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada
kami Sahl bin Sahl : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari
Abu Ghaalib, dari Abu Umaamah, ia berkata : “Sejelek-jelek orang yang terbunuh
di bawah kolong langit dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang
mereka bunuh; mereka itu adalah anjing-anjing penghuni neraka. Sungguh, mereka
itu dulunya muslim, namun berubah menjadi kafir”. Aku (Abu Ghaalib) berkata :
“Wahai Abu Umaamah, apakah ini sekedar perkataanmu saja ?”. Ia menjawab :
“Bahkan, itu adalah yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 176; dishahihkan oleh Al-Albaaniy
rahimahullah dalam Shahiih Sunan Ibni Maajah 1/76].
3.Ahmad bin Hanbal
rahimahumallah sebagaimana riwayat:
أَخْبَرَنِي حَرْبُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ
الْكَرْمَانِيُّ، أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: الْخَوَارِجُ قَوْمُ سُوءٍ،
لا أَعْلَمُ فِي الأَرْضِ قَوْمًا شَرًّا مِنْهُمْ. وَقَالَ: صَحَّ الْحَدِيثُ فِيهِمْ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْ عَشَرَةِ وُجُوهٍ
Telah mengkhabarkan kepadaku
Harb bin Ismaa’iil Al-Karmaaniy, bahwasannya Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal)
pernah berkata : “Khawaarij adalah kaum yang buruk. Aku tidak tahu ada satu
kaum di muka bumi yang lebih buruk/jahat daripada mereka. Telah shahih dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka, dan dari sepuluh sisi”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah, 1/145 no. 110; shahih].
4.Ibnu Taimiyyah rahimahullah,
sebagaimana perkataannya:
فإنهم لم يكن أحد شرا على المسلمين منهم لا
اليهود ولا النصارى فإنهم كانوا مجتهدين في قتل كل مسلم لم يوافقهم مستحلين لدماء
المسلمين وأموالهم وقتل أولادهم مكفرين لهم وكانوا متدينين بذلك لعظم جهلهم
وبدعتهم المضلة
“Sesungguhnya mereka
(Khawaarij), tidak ada seorang pun yang lebih jelek (dampaknya) terhadap kaum
muslimin daripada mereka. Tidak Yahudi, tidak pula Nashaara[6]. Mereka
(khawaarij) bersungguh-sungguh dalam memerangi kaum muslimin yang tidak sesuai
dengan mereka, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin, serta membunuh
anak-anak mereka (kaum muslimin). Mereka melakukannya berdasarkan keyakinan
agama dimana itu disebabkan oleh besarnya kebodohan dan kebid’ahan mereka yang
menyesatkan” [Minhaajus-Sunnah, 5/248].
Diantara dalil yang menjadi
sandaran adalah sabda Nabi ﷺ yang menyatakan Khawaarij
sebagai kelompok yang paling dibenci Allah ta’ala:
مِنْ
أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيْهِ
“Khawaarij termasuk makhluk
Allah yang paling dibenci” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1066].
Juga anjing-anjing penduduk
neraka:
شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ
السَّمَاءِ، وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ، قَدْ كَانَ
هَؤُلَاءِ مُسْلِمِينَ فَصَارُوا كُفَّارًا
“Sejelek-jelek orang yang
terbunuh di bawah kolong langit dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah
orang yang mereka bunuh; mereka itu adalah anjing-anjing penghuni neraka.
Sungguh, mereka itu dulunya muslim, namun berubah menjadi kafir” [Diriwayatkan
oleh Ibnu Maajah no. 176; dishahihkan oleh Al-Albaaniy rahimahullah dalam
Shahiih Sunan Ibni Maajah 1/76].
Golongan yang keluar dari
agama[7]:
يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ
السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ........
“Mereka keluar dari agama
seperti keluarnya anak panah dari busurnya.....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 5058].
Golongan yang kelak
mendampingi Dajjaal:
كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ " أَكْثَرَ
مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً، " حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ
“Setiap muncul satu generasi
akan tertumpas – lebih dari dua puluh kali kemunculannya – hingga Dajjaal
keluar bersama pasukan mereka (Khawaarij)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no.
174; hasan].
Orang yang paling
dikhawatirkan Nabi ﷺ ada di tengah-tengah umat
Islam:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
" إِنَّ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى
رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ، وَكَانَ رِدْئًا لِلإِسْلامِ، غَيَّرَهُ إِلَى مَا
شَاءَ الِلَّهِ، فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى
جَارِهِ بِالسَّيْفِ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ "، قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ
اللَّهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ، الْمَرْمِيُّ أَمِ الرَّامِي ؟ قَالَ:
" بَلِ الرَّامِي "
Dari Hudzaifah (bin
Al-Yamaan), ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ :
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas diri kalian adalah seseorang
yang membaca Al-Qur’an hingga ketika terlihat kefasihan/kebagusan padanya dan
menjadi pembela Islam, maka ia menggantinya pada sesuatu sesuai yang
dikehendaki Allah. Maka ia pun menanggalkan semua hal itu dan membuangnya ke
belakang punggungnya. Ia berjalan ke tetangganya dengan menghunus pedang dan
menuduhnya dengan kesyirikan”. Aku (Hudzaifah) berkata : “Wahai Nabi Allah,
siapakah di antara keduanya yang lebih layak dengan kesyirikan, yang dituduh
ataukah penuduh ?”. Beliau ﷺ menjawab : “Si penuduh”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar 2/324 no. 825,
Al-Bazzaar dalam Al-Bahr 7/220 no. 2793, Ibnu Hibban 1/282-282 no. 81, dan yang
lainnya; Al-Arna’uth mengatakan : “Sanadnya hasan”].
Lantas, manakah yang lebih
raajih ?
Wallaahu a’lam, dari segi
dalil Khawaarij lebih kuat penunjukkannya sebagai kelompok yang lebih
buruk/berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin. Namun kadang, penilaian tersebut
tidak mutlak, karena masing-masing punya keburukan yang lebih berbahaya dari
yang lain dari sisi tertentu.
Misalnya, dalam hal peremehan
terhadap syari’at, Murji’ah lebih berbahaya. Mereka memandang kedudukan pelaku
maksiat dan orang yang shalih dan adalah sama, karena kemaksiatan tidak dinilai
mempengaruhi keimanan. Selain itu, amal perbuatan juga tidak mereka masukkan
dalam cakupan iman. Dari sinilah, Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah
mengatakan bahwa terkadang madzhab Khawaarij lebih ringan bahayanya karena
mereka lebih dekat dengan sikap menjauhi kemaksiatan dan taubat; sedangkan
madzhab Murji’ah lebih berbahaya karena mereka bermudah-mudah dalam melakukan
maksiat dan serta malas untuk bertaubat. Silakan simak rekaman suara beliau
hafidhahullah berikut (lihat source):
Adapun dalam masalah
kehormatan, harta, dan darah; Khawaarij – si ‘pengawal Dajjaal’ – tentu jauh
lebih buruk. Mereka mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin, namun
membiarkan orang-orang kafir penyembah berhala.[8]
Anyway,… permasalahan manakah
yang paling bahaya antara Murji’ah dengan Khawaarij bukanlah sesuatu yang penting.
Jauh lebih penting daripada itu adalah belajar dan senantiasa waspada terhadap
bahaya dan kesesatan kedua kelompok/golongan ini. Kita bantu peringatkan umat
Islam untuk menjauhi pemikiran kedua kelompok ini beserta orang-orangnya.
Cabang Masalah
Ada beberapa kekeliruan
penerapan dalam menyikapi kewaspadaan terhadap dua golongan/kelompok sesat ini.
a.Untuk kasus Murji’ah, ada
sekelompok orang yang menghukumi irjaa’ pada orang yang tidak mengkafirkan
orang yang meninggalkan shalat karena malas. Ini kesalahan besar karena
ketidakpahamannya tentang Murji’ah itu sendiri. Tidak mengkafirkan orang yang
meninggalkan shalat karena malas – selama yang bersangkutan masih mengakui
kewajibannya – merupakan pendapat jumhur ulama. Abul-Fadhl As-Saksakiy Al-Hanbaliy
rahimahullah telah membantah kekeliruan ini semenjak ratusan tahun yang
lalu[9]:
إن تارك الصلاة - إذا لم يكن جاحدا - فهو مسلم -
على الصحيح من مذهب أحمد - ، وإن المنصورية يسمون أهل السنة مرجئة؛ لأنهم يقولون
بذلك، ويقولون : هذا يؤدي إلى أن الإيمان عندهم قول بلا عمل
“Sesungguhnya orang yang
meninggalkan shalat – apabila ia tidak mengingkari (kewajibannya) – maka
statusnya muslim berdasarkan yang shahih dari madzhab Ahmad. Dan sesungguhnya
kelompok Manshuuriyyah (yaitu salah satu pecahan Khawaarij – Abul-Jauzaa’)
menamakan Ahlus-Sunnah sebagai Murji’ah karena mereka (Ahlus-Sunnah)
berpendapat demikian. Mereka (Manshuuriyyah) berkata : ‘Pendapat ini
mengkonsekuensikan bahwa iman menurut mereka hanyalah perkataan saja tanpa
amal” [Al-Burhaan, hal. 35].
Ada juga yang menuduh orang
yang memberikan ketaatannya kepada penguasa dan tidak ikut mengangkat senjata
melawannya meskipun ia (penguasa) dhalim, sebagai Murji’ah; yang kemudian
menukil riwayat dari An-Nadlr bin Syumail:
سئل النضير بن شميل عن الإرجاء فقال: ذلك دين
يعجب الملوك
“An-Nadliir[10] bin Syumail
penah ditanya tentang irjaa’, lalu ia berkata : ‘Itu adalah agama yang membuat
senang para raja”.
Atau riwayat An-Nadlr bin
Syumail yang lain:
دخلت على المأمون فقال لي كيف أصبحت يا نضر قال
قلت بخير يا أمير المؤمنين قال تدري ما الإرجاء قال قلت دين يوافق الملوك يصيبون
به من دنياهم وينقص من دينهم قال لي صدقت
“Aku masuk ke tempat
Al-Ma’muun, lalu ia bertanya : ‘Bagaimana kabarmu pagi ini, wahai Nadhr?’. Aku
menjawab : ‘Baik-baik saja wahai Amirul-Mukminin’. Ia bertanya lagi : ‘Apakah
engkau mengetahui apa irjaa’ itu?’. Aku menjawab : ‘(Irjaa’ adalah) agama yang
menyesuaikan para raja. Mereka mendapatkan dunia dengannya dengan mengurangi
agama mereka’. Al-Makmuun berkata : ‘Engkau benar”.
Ini tidak tepat. Pertama, ditinjau
dari kualitas riwayatnya, maka riwayat pertama tidak diketahui darimana
sumbernya yang disertai sanadnya, sedangkan riwayat kedua lemah[11] dengan
sebab Al-Musaddad bin ‘Aliy[12] dan jahalah dari Abu ‘Abdillah As-Sijistaaniy.
Kedua, seandainya benar irjaa’ adalah paham yang disenangi para penguasa, maka
maksudnya – wallaahu a’lam – adalah sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyyah
rahimahullah:
المرجئة وأمثالهم ممن يسلك مسلك طاعة الأمراء
مطلقاً وإن لم يكونوا أبراراً
“Murji’ah dan yang semisalnya
yang menempuh jalan ketaatan terhadap para penguasa secara mutlak, meskipun
mereka (penguasa) bukan orang yang baik/shalih” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 28/508].
Hal itu dikarenakan ketaatan
kepada penguasa itu hanya pada yang ma’ruuf yang tidak bertentang dengan
syari’at, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ
فِي الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada ketaatan dalam
maksiat. Ketaatan hanya pada yang ma’ruuf (sesuai syari’at)” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 7257 dan Muslim no. 1840].
Ketiga, taat kepada penguasa
muslim meskipun dhalim, merupakan perintah dari Nabi ﷺ
sebagaimana riwayat:
عَنْ جُنَادَةَ بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ، قَالَ:
" دَخَلْنَا عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَهُوَ مَرِيضٌ، قُلْنَا:
أَصْلَحَكَ اللَّهُ، حَدِّثْ بِحَدِيثٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِ سَمِعْتَهُ مِنَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ
بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا
وَيُسْرِنَا، وَأَثَرَةً عَلَيْنَا، وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ
إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ "
Dari Junaadah bin Abi
Umayyah, ia berkata : “Aku pernah masuk menemui ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit yang
wakti itu sedang sakit. Kami berkata : “Semoga Allah memperbaiki keadaanmu.
Ceritakanlah kepada kami satu hadits yang Allah telah memberikan manfaat
kepadamu dengannya yang engkau dengar dari Nabi ﷺ. Ia
(‘Ubaadah) berkata : “Beliau ﷺ menyeru kami, dan kami
pun berbaiat kepada beliau. Lalu beliau ﷺ
bersabda dalam hal yang beliau ambil perjanjian dari kami yaitu kami bersumpah
setia untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan kami agar kami berbaiat untuk senantiasa mendengar
dan taat baik dalam keadaan senang ataupun benci, dalam keadaan kami sulit dan
dalam keadaan mudah, ketika kesewenang-wenangan menimpa kami; dan juga agar
kami tidak mencabut perkara (kekuasaan) dari ahlinya (yaitu penguasa). Lalu
beliau ﷺ bersabda : “Kecuali bila
kalian melihat kekufuran yang jelas/nyata berdasarkan keterangan dari Allah”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7056].
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ: "
إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا، قَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، كَيْفَ تَأْمُرُ مَنْ أَدْرَكَ مِنَّا ذَلِكَ؟، قَالَ:
تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ "
Dari ‘Abdullah (bin Mas’uud),
ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Akan
ada sepeninggalku nanti ‘atsarah’ (penguasa yang dhalim – Abul-Jauzaa’) dan
perkara-perkara yang kalian ingkari”. Para shahabat bertanya : “Wahai
Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami jika diantara kami
menemuinya ?”. Beliau ﷺ menjawab : “Tunaikan hak
(mereka) yang dibebankan/diwajibkan atas kalian, dan mintalah hak kalian kepada
Allah” [Diriwayatkan oleh Muslim no.
1843].[13]
b.Untuk kasus Khawaarij, ada
sebagian orang yang bermudah-mudah mengecap orang-orang yang kontra dengan
penguasa sebagai Khawaarij sehingga halal darahnya untuk ditumpahkan, termasuk
para pelaku aksi demonstrasi. Ini tidak benar. Permasalahan ini butuh
perincian. Pertama, tidak semua orang yang kontra penguasa disebut Khawaarij.
Kesalahan mereka tidaklah dalam satu tingkatan. Disebut Khawaarij apabila sikap
kontra tersebut diikuti dengan pengkafiran[14]. Kedua, tidak boleh
bermudah-mudahan berfatwa dalam masalah darah. Harus ekstra hati-hati karena
Nabi ﷺ pernah bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ
مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Lenyapnya dunia lebih rendah
kedudukannya di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim” [Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy no. 1395, An-Nasaa’iy no. 3987, dan yang lainnya; shahih].
Ketiga, keliru karena tidak
membunuh orang yang boleh dibunuh lebih ringan daripada keliru karena membunuh
orang yang tidak boleh dibunuh. Keempat, seandainya benar mereka Khawaarij dan
halal ditumpahkan darahnya, apakah boleh setiap orang main hakim sendiri ?.
Tentu tidak boleh. Kelima, perlu pertimbangan maslahat dan mafsadat dalam
menyikapi orang yang kontra dengan penguasa, dan ini perlu bimbingan para ulama
karena Allah ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” [QS. An-Nahl :
43].
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya.
Somewhere, 19 Dzulqa’dah
1437.
[1]Seorang yang tsiqah [Al-Jarh wat-Ta’diil,
4/34 no. 145].
[2]Abu Haniifah dan
shahabat-shahabat dari kalangan penduduk Kuufah dikritik para ulama karena
ketergelinciran mereka dalam masalah irjaa’.
[3]Perkataan Al-A’masy ini
sebenarnya tidak selalu mengkonsekuensikan bahwa Murji’ah adalah kelompok yang paling
buruk dalam Islam, karena boleh jadi perkataannya tersebut dalam konteks
mubalaghah untuk mentahdzir agar tidak tertipu oleh paham irjaa’ yang dibawa
oleh orang-orang faqih, yaitu Abu Haniifah dan para shahabatnya, wallaahu
a’lam.
[5]Riwayat ini mu’allaq,
disambungkan sanadnya oleh Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam
Tahdziibul-Aatsaar – sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liiq
5/259; shahih].
[6]Ibnu Taimiyyah
rahimahullah mempunyai perkataan lain selain ini yang menyatakan Raafidlah dan
Jahmiyyah lebih jelek daripada Khawaarij. Beliau rahimahullah berkata:
وحال الجهمية والرافضة شر من حال الخوارج فإن
الخوارج كانوا يقاتلون المسلمين ويدعون قتال الكفار وهؤلاء أعانوا الكفار على قتال
المسلمين وذلوا للكفار فصاروا معاونين للكفار أذلاء لهم معادين للمؤمنين أعزاء
عليهم كما قد وجد مثل ذلك في طوائف القرامطة والرافضة والجهمية النفاة والحلولية
ومن استقرأ أحوال العالم رأى من ذلك عبرا وصار في هؤلاء شبه من الذين قال الله
تعالى فيهم : { ألم تر إلى الذين أوتوا نصيبا من الكتاب يؤمنون بالجبت والطاغوت
ويقولون للذين كفروا هؤلاء أهدى من الذين آمنوا سبيلا * أولئك الذين لعنهم الله
ومن يلعن الله فلن تجد له نصيرا } [ النساء : 51 - 52 ]
“Keadaan Jahmiyyah dan
Raafidlah yang lebih jelek/buruk dibandingkan keadaan Khawaarij, dikarenakan
Khawaarij memerangi kaum muslimin dan meninggalkan peperangan terhadap orang
kafir. Adapun mereka (Jahmiyyah dan Raafidlah) menolong orang-orang kafir untuk
memerangi kaum muslimin dan tunduk kepada orang-orang kafir. Mereka menjadi
penolong bagi orang-orang kafir dan sangat tunduk kepada mereka untuk memusuhi
orang-orang beriman dan bersikap keras terhadap mereka. Hal itu seperti itu
didapati pada kelompok Qaraamithah, Raafidlah, dan Jahmiyyah yang menafikkan
sifat-sifat Allah dan mempunyai keyakinan huluuliyyah (bersatunya Allah dengan
hamba-Nya). Barangsiapa yang memperhatikan keadaan-keadaan dunia niscaya akan
melihat hal tersebut sebagai pelajaran. Oleh karenanya, keadaan mereka
(Jahmiyyah dan Raafidlah) menyerupai orang yang difirmankan Allah ta’ala
tentangnya: ‘Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian
dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada
orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari
orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barang siapa
yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong
baginya’ (QS. An-Nisaa’ : 51-52)” [Dar’ut-Ta’aarudl, 3/364].
[7]Para ulama berselisih
pendapat apakah Khawaarij telah murtad dari Islam. Yang raajih, mereka adalah
kelompok sesat yang masih berada dalam lingkaran/lingkup Islam. Silakan baca
artikel : Apakah Khawaarij Kafir ?.
[8]Persis seperti kelakuan
ISIS dewasa ini yang memerangi kaum muslimin di Timur Tengah, namun malah
membiarkan aman orang Yahudi (Israel).
Menyedihkannya, pengikut ISIS
ini mulai bertumbuhan di tanah air, Allaahul-musta’aan.
[10]Yang benar An-Nadlr bin
Syumail.
[11]Sanad lengkapnya adalah
sebagai berikut:
أخبرنا أبو الحسين بن أبي الحديد أنا جدي أبو عبد
الله أنا أبو المعمر المسدد بن علي بن عبد الله بن العباس بن أبي السجيس الحمصي
قدم علينا نا أبو بكر محمد بن سليمان بن يوسف الربعي نا أبو إسحاق إبراهيم بن محمد
بن أبي ثابت العطار نا أبو عبد الله السجستاني مستملي أبي أمية عن أبي داود
المصاحفي سليمان بن سلم قال سمعت النضر بن شميل : .....
[Taariikh Dimasyq, 33/301].
[12]Al-Kattaaniy rahimahullah
berkata : “Padanya terdapat sikap bermudah-mudahan” [Taariikhul-Islaam, 7/86].
[13]An-Nawawiy rahimahullah
menjelaskan hadits ini:
وَفِيهِ : الْحَثّ عَلَى السَّمْع وَالطَّاعَة ،
وَإِنْ كَانَ الْمُتَوَلِّي ظَالِمًا عَسُوفًا ، فَيُعْطَى حَقّه مِنْ الطَّاعَة ،
وَلَا يُخْرَج عَلَيْهِ وَلَا يُخْلَع ؛ بَلْ يُتَضَرَّع إِلَى اللَّه تَعَالَى
فِي كَشْف أَذَاهُ ، وَدَفْع شَرّه وَإِصْلَاحه
“Di dalam (hadits) ini
terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun ia seorang
yang dhalim dan sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai pemimpin) yaitu
berupa ketaatan, tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak menggulingkannya. Bahkan
(perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim adalah) dengan
sungguh-sungguh lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala supaya Dia
menyingkirkan gangguan/siksaan darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah
memperbaikinya (kembali taat kepada Allah meninggalkan kedhalimannya)” [Syarh
Shahiih Muslim, 12/232].
COMMENTS
Niko Putra Pratama
mengatakan...
Jadi mereka yang
melakuan pemberontakan kepada penguasa muslim namun tidak disertai pengkafiran
terhadap mereka secara otomatis tidak boleh langsung disebut Khawarij ya?
21 Agustus 2016
19.57
Abu Al-Jauzaa' :
mengatakan...
Yap (Jawaban ada di
artikel termasuk link di bawahnya)
Buka juga link fatwa
Asy-Syaikh 'Abdul-Muhsin Al-'Abbaad hafidhahullah yang membedakan antara bughat
dengan Khawarij:
ما هو الفرق بين الخوارج والبغاة ؟ الشيخ عبد
المحسن العباد
21 Agustus 2016 20.13