Khutbah
Jum'at Masjid Nabawi (Terjemahan) , 9 Suawal1437 H
Khotib : Syekh Abdul Bari Bin
Awadh Al-Tsubaiti
Khotbah Pertama
Selanjutkan :
Ketika kita merenungkan petunjuk
dan sejarah Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dapat kita temukan bahwa apa
yang beliau contohkan sungguh jauh dari sikap berlebihan dan mempersulit diri
dalam ucapan dan perbuatan, termasuk dalam pembiayaan hidup. Islam mengajarkan
kepada kita bahwa setinggi apapun derajat suatu amal perbuatan tidaklah patut
dibanggakan manakala kosong dari nilai-nilai keimanan. Firman Allah :
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَوُونَ
عِنْدَ اللَّهِ ،[ التوبة/19]
“Apakah kalian
menyamakan upaya (mereka) yang memberi minuman orang yang haji dan pengurusan
Masjidil-haram dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta
bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah”.Qs At-Taubah : 19
Sesungguhnya
berbangga diri, suka memperlihatkan kelebihan, kepangkatan, status sosial,
garis keturunan, keunggulan, kekaguman terhadap diri, mempertontonkan nikmat
karena kesombongan, semuanya adalah sifat-sifat tercela yang muncul akibat
kelabilan kemanusiaan sekaligus pertanda kekeroposan dan kevakuman kepribadian
seseorang.
Firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ لا
يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ [ لقمان/18]
"Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi suka membanggakan diri”.Qs
Luqman : 18
Perasaan bangga yang
paling membahayakan dan mengancam akidah (ideologi) seorang muslim ialah
keinginan untuk dipuji orang (riya)yang dikategorikan oleh nabi –shallallahu
alaihi wa sallam- sebagai “syirkul-Asghar” (kemusyrikan kecil), sebagaimana
tergambar dalam hadis :
"أنْ يَقوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّى فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ
لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ" رواه ابن ماجه
“Seseorang sedang
shalat lalu memperbagus gerak-gerik shalatnya karena dilihat orang lain”.HR
Ibnu Majah
Termasuk kategori
berbangga diri ialah suka mempertontonkan perbuatan maksiat, suatu perangai
tercela yang membuat penyandangnya terancam Su’ul-Khotimah (kondisi yang buruk
ketika tutup usia). Firman Allah :
كَلا إِذَا بَلَغَتِ
التَّرَاقِيَ ، وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ ، وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ ، وَالْتَفَّتِ
السَّاقُ بِالسَّاقِ ، إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ ، فَلا صَدَّقَ وَلا
صَلَّى ، وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى ، ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى ،
أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى ، ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى [ القيامة/ 26 – 35 ]
“Sekali-kali jangan.
Apabila nafas telah sampai di kerongkongan, dan dikatakan: “Siapakah yang dapat
menyembuhkan?”. Orang itu yakin bahwa sesungguhnya sudah saatnya berpisah
(dengan dunia), dan betis kiri dengan betis kanan telah bergandengan erat.
Kepada Tuhanmulah pada hari itu penghalauan. Dia (sebelumnya) tidak percaya dan
tidak mengerjakan shalat, tetapi selalu mendustakan dan berpaling. Kemudian
pergi kepada keluarganya dengan berlagak sombong. Celakalah engkau (hai orang
kafir), kemudian celakalah engkau”. Qs Al-Qiyamah :26-35
Orang yang tersiksa
ketika menghadapi sekarat maut itu gara-gara sebelumnya dia melalaikan
kewajiban, dan ketika pulang untuk berjumpa dengan keluarganya membanggakan
diri dan membusungkan dada atas perilakunya yang suka menyia-nyiakan kewajiban
itu.
Sikap berbangga dan
merasa paling unggul dapat mencoreng nilai-nilai keluhuran akibat seseorang
berlaku over dan boros sampai pada tingkat yang membuatnya melakukan kebodohan,
pengingkaran terhadap nikmat dan penghamburan yang dilarang dalam Islam.
Termasuk sikap
berbangga dan merasa paling unggul ialah
saling bersaing dan berbanyak harta yang didasari oleh rasa pamer dan
kesombongan semata. Firman Allah :
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ، حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ [ التكاثر/1-2]
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur”.Qs At-Takatsur : 1-2
Orang yang berbangga
diri selalu berpegang pada tampang luarnya saja disebabkan ketimpangan tolok
ukur dan berspekulasi dalam pemanfaatan sumber daya kehidupan yang selalu
berubah-ubah dan akan fana. Maka orang yang berharta merasa bangga dengan harta
kekayaannya, padahal bisa jadi sekarang dia kaya besok menjadi miskin atau
sebaliknya.
Orang yang berpikiran
cerdas menyadari bahwa harta, kesehatan, ketampanan dan kedudukan tidak lain
adalah pemberian Allah yang bersifat fluktuatif. Maka seyogianya bagi seseorang
menyikapinya dengan rasa rendah hati, bukan dengan membanggakan diri dan
membusungkan dada.
Al-Qur’an
menggambarkan keadaan orang-orang yang berbangga dan membusungkan dada. Mereka
bersumbar :
وَقَالُوا نَحْنُ
أَكْثَرُ أَمْوَالا وَأَوْلادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ [ سبأ/35]
“Mereka berkata:
"Kami lebih banyak memiliki harta dan anak- anak (dari pada kamu)dan kami
sekali-kali tidak akan diazab”.Qs Saba’ :35
Allah –subhanahu wa
ta’ala- menyanggah anggapan mereka itu :
لَنْ تُغْنِيَ
عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا [ آل عمران/116]
“Harta benda dan
anak-anak mereka tidak akan dapat menghindarkan mereka sedikit pun dari azab
Allah”.Qs Ali Imran : 116
Popularitas
(Ketenaran nama) merupakan penyakit mematikan yang sering diburu oleh kaum
pemburunya dari belakang fatamorgana meskipun dengan cara-cara yang melanggar
agama dan moral. Orang yang mencari ketenaran nama akan menjadi tawanan bagi
angan-angannya sendiri karena selalu ingin dilihat oleh para penggemarnya.
Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :
" مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ " رواه أبو داود وابن ماجة
“Barang siapa memakai
baju ketenaran /popularitas, maka Allah akan memakaikan kepadanya baju kehinaan
kelak di hari kiamat”. HR Abu Daud dan Ibnu Majah.
Dampak negatif dari
berbangga diri yang paling membahayakan; ialah rusaknya agama seorang muslim.
Agama bisa menjadi rusak gara-gara rakus akan kedudukan duniawi yang mentereng,
apalagi bila seseorang bermaksud riya' (memamerkannya di depan orang lain) dan
mencari popularitas semata. Perilaku yang demikian itu menyebabkan
kehina-dinaan dan terkena skandal yang memalukan. Rasulullah –shallallahu
alaihi wa sallam- bersabda :
" مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ . وَمَنْ يُرَائِيْ
يُرَائِي اللهُ بِهِ " رواه البخاري
“Barangsiapa suka
menyiarkan amalnya, maka Allah akan menyiarkan aibnya, dan barangsiapa yang
suka memamerkan amalnya, maka Allah akan membeberkan niatnya”.” HR. Bukhari.
Demikian pula
berbangga diri dalam urusan ibadah; dapat menghilangkan dan menghapuskan
keberkahan amal. Firman Allah :
أَيَوَدُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ
وَلَهُ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ [
البقرة / 266]
“Apakah ada salah
seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; di dalam kebun itu dia memiliki segala
macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua bagi dirinya sedang dia
mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil, tiba-tiba kebun itu ditiup angin
kencang yang mengandung api, hingga akhirnya hangus terbakar”. Qs Al-Baqarah :
266
Amal saleh pada
hakikatnya seperti kebun luas yang penuh dengan aneka macam buah-buahan itu,
sementara memamerkannya di depan orang lain dengan maksud membanggakan diri dan
unjuk kebolehan adalah angin kencang yang menerpanya dan membuatnya tersapu
habis sehingga musnahlah seluruh kebun itu beserta keberkahannya.
Mungkin saja
seseorang terjatuh di lingkungan tempat tinggalnya dan di tengah-tengah
keluarganya oleh sikap pembanggaan diri dalam pola kehidupan sosial yang sedang
ngetren dan boros dalam berbagai perabot rumah dan patung-patung hiasan,
termasuk di dalamnya berlebihan dalam pembayaran maskawin dan penyelenggaraan
pesta pernikahan.
Berbangga diri bisa
membuat orang jatuh terkilir yang menyebabkannya lupa bersyukur dan memuji
kepada Tuhan yang memberi nikmat dan anugerah. Firman Allah :
وَإِذَا مَسَّ
الإنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً
مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ [ الزمر/8]
“Dan apabila manusia
itu ditimpa kemudharatan, segera memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan
kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat kepadanya lupalah
dia akan kemudharatan yang sebelumnya pernah dia mohonkan untuk (dihilangkan)”.
Qs Az-Zumar : 8
Itu disebabkan karena
dirinya selalu membusungkan dada dan membanggakan nikmat, lalu melupakan
Tuhannya yang sebelumnya ia selalu memohon kepadaNya dengan penuh kerendahan
hati.
Sikap berbangga diri
juga bisa menjadi pemicu pelecehan terhadap orang lain. Kenyataan ini terlihat
pada diri Iblis ketika ia bersumbar :
" قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ
وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ " [ الأعراف/12]
“Iblis berkata,
"Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedang Dia
(Adam) Engkau ciptakan dari tanah".Qs Al-A’raf : 12
Di sini Iblis
melimpahkan kecurangan kepada Tuhannya – semata-mata karena dugaannya yang
meleset - bahwa dirinya lebih super dari pada Adam –alaihissalam-.
Pemaksaan kehendak
untuk menjadi superior dapat menghambat kecerdasan berpikir seorang muslim
dalam menjalankan misi pengembangan dan peningkatan diri. Keterkecohan seseorang
di balik propaganda-propaganda yang kosong, dan penampilan-penampilan yang
menipu menyebabkannya terperangkap dalam kubangan hawa nafsu dan hanyut dalam
perbuatan yang sia-sia.
Rasa berbangga diri
menyebabkan terpuruknya umat Islam. Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-
bersabda :
" إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ
بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ " رواه النسائي
“Allah menolong umat
ini tidak lain karena orang-orang lemah di antara mereka, (yaitu) berkat doa, shalat
dan keikhlasan mereka”.HR An-Nasai.
Hadis ini memperjelas
bahwa perilaku seseorang yang suka memperlihatkan amalnya dan hanya
memperhatikan fenomena yang tampak dipermukaan saja akan menyebabkan kekalahan
dan keterpurukan umat Islam.
Demikian pula
berbangga-bangga dalam kemakmuran, akan menyulut emosi kaum muslimin, terutama
dari kalangan yang nasibnya kurang beruntung karena keterbatasan ekonomi yang
merundungnya.
Sikap
berbangga-bangga juga dapat menyebarkan penyakit kedengikan. Hal itu terjadi ketika
seseorang bercerita tentang kesejahteraan yang sedang dinikmatinya dengan penuh
kesombongan dan dengan cara-cara yang dapat membangkitkan kedengkian dan
perasaan iri hati.
Itulah sebabnya
mengapa Islam memberi peringatan keras kepada orang yang suka
membangga-banggakan diri dan membusungkan dada dalam berbagai bentuknya,
termasuk dalam gaya jalannya. Maka Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-
memperingatkan :
" بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ
قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللَّهُ بِهِ الْأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ
فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ" رواه مسلم
"Ketika
seseorang yang bertingkah dan menyombongkan diri berjalan dengan mengenakan dua
kain bajunya, merasa kagum terhadap dirinya, tiba-tiba Allah membenamkannya di
bumi sehingga ia bergerak-gerak di dalam bumi hingga hari kiamat". HR
Muslim
●●●●●●●●●●
Khotbah Kedua
Namun demikian,
apabila ada orang yang ingin memperlihatkan nikmat Allah tanpa bermaksud
memamerkannya atau menyombongkan diri terhadap orang lain, maka hal itu
tidaklah menjadi masalah. Firman Allah :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ
زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
[الأعراف/ 32]
“Katakanlah:
"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik?". Qs Al-A’raf
: 32
Seorang muslim memang
diperintahkan untuk memperlihatkan nikmat-nikmat Allah –subhanahu wa ta'ala-
yang ada padanya, karena Allah senang melihat nikmat-nikmatNya berdampak
positif pada hambaNya selama hal itu dilakukan atas dorongan rasa syukur atas
karunia-Nya sebagai bentuk pemujian kepadaNya, bukan bermaksud untuk
berbangga-bangga dan menyombongkan diri. Firman Allah :
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ
رَبِّكَ فَحَدِّثْ [ الضحى/11]
“Dan terhadap nikmat
Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan”. Qs Ad-Dhuha :11
Menyembunyikan nikmat
pun tidak masalah dalam pandangan Islam, bahkan cara inilah yang seharusnya
dilakukan manakala seseorang khawatir bahwa dengan menyiarkan nikmat itu justru
akan menimbulkan kedengkian orang lain yang sangat membahayakan dirinya.
Allah –subhanahu wa
ta'ala- berfirman ketika menceritakan Nabi-Nya, Ya'qub –alaihissalam- :
قَالَ يَا بُنَيَّ
لا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ
الشَّيْطَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ [ يوسف/5]
“Dia (Ya’qub)
berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu,
nanti mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya setan adalah
musuh yang nyata bagi manusia." Qs Yusuf : 5
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :
"اسْتَعِيْنُوْا عَلى إنْجَاحِ حَوَائجكمْ
بِالكِتْمَانِ، فَإنَّ كُلّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُوْدٌ" رواه الطبراني بإسناد
صحيح
"Mohonlah
pertolongan dalam meloloskan hajat kalian dengan cara menyembunyikannya. Sebab
setiap orang yang mendapatkan anugerah nikmat menjadi sasaran kedengkian".
HR At-Tabrani dengan sanad yang shahih.
Terapi penyakit
berbangga diri ini hanyalah dengan selalu merasakan kehadiran Allah –subhanahu
wa ta'ala- dan pengawasanNya tanpa menghiraukan apakah dirinya dilihat oleh
manusia ataukah tidak. Selain itu, dengan bersyukur dan mengenang anugerah Allah
yang Maha Pemberi, seseorang akan terdidik dan terlatih untuk menghargai
nikmat, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan rasa rendah hati. Firman Allah :
" تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا
يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ " [ القصص/83]
"Itulah negeri
akhirat yang kami tetapkan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan
diri di muka bumi dan tidak berbuat kerusakan. Dan kesudahan yang baik hanyalah
menjadi milik orang-orang yang bertakwa". Qs Al-Qashash : 83
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :
" إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوْا حَتَّى
لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ , وَ لاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ"
رواه مسلم
“Sesungguhnya Allah
telah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati sehingga seseorang
tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berlaku zhalim terhadap orang
lain.” HR Muslim.
=== Doa
Penutup ===
Penerjemah:
Usman Hatim
firanda.com