A-KAELIA.LIVEJOURNAL.COM
Sebuah perdagangan antara Kufah - Najaf
melalui Sungai Eufrat
Oleh: Nugra Abu Fatah
KUFAH, daerah Persia yang ditaklukkan
Khalid bin Walid di masa khalifah Abu Bakar ra. Belakangan menyisakan catatan
noda hitam panjang sejarah peradaban Islam. Kufah yang terletak antara Baghdad
dan Basrah (Kuwait) telah melahirkan malapetaka buruk dalam tubuh umat Islam.
Dari wilayah Kufah inilah khawarij lahir,
kaum Majusi-Persia yang baru beberapa tahun memeluk Islam, hebat menukil ayat
Al-Quran di masa Ali ra, namun ringan menumpahkan darah. Dari Kufah ini pulalah
pembunuh Ali ra dan penyebab terbunuhnya Husein ra berasal, merekalah
Majusi-Persia yang baru setengah-setengah belajar Islam hingga mengental
menjadi aliran Syiah.
Sebagaimana diketahui, wilayah sekitar
Kufah ditaklukkan Khalid bin Walid setelah 3 perang sebelumnya menewaskan
puluhan ribu prajurit Persia. Dilanjutkan 3 perang di sekitar Kufah menewaskan
ribuan tentara penyembah api dan kaisar, hingga disempurnakan Saad bin Abi Waqqash
ra menaklukkan Ctesiphon-Madain-Baghdad, kota tua Babilonia terbesar di wilayah
barat Persia, daerah dimana Namruj pernah membakar Nabi Ibrahim As.
Jika saat itu telah ada ilmu sosiologi
niscaya akan ditemukan catatan perspektif sosial, apa yang menyebabkan
Khalid-Saad-Abu Bakar ra menjadi sasaran caci maki Syiah-Persia, dikarenakan
dendam korban puluhan ribu prajurit persia yang tewas di sekitar Kufah.
Penaklukkan Persia yang begitu cepat dan
wilayah yang sangat luas, tidak dibarengi ketersediaan ulama yang dapat
mengajarkan Islam di puluhan kota-kota, ratusan kampung-kampung dan jutaan
lebih penduduk Persia.
Itulah sebabnya Islam masuk Persia berasimilasi
dengan Majusi yang menyembah sosok manusia (kaisar) sebagai dewa-tuhan,
bertransformasi menjadi pemujaan pada para Imam yang dianggap ma’sum.
Kufah dijadikan pusat pembangunan oleh
Umar Bin Khattab ra dan sudah menunjukkan petakanya. Seorang sahabat yang
ditunjuk sebagai Wali Kota Kufah mendapat aduan dari rakyatnya. Saad bin Abi
Waqqash bahkan mengeluh, “Orang Badui (Kufah) hendak mengajari saya shalat!”
Beberapa kali pemimpin Kufah gonta-ganti hingga membuat Khalifah Umar bin
Khathab ra marah.
Ketika Umar mengecek ke Kufah, Kaab
al-Ahbar berkata, “Di sana banyak orang-orang durhaka dan penyakit rusak dari
hawa nafsu yang tidak ada obatnya.”
Setiba Umar di Kufah, muncullah sang
provokator memfitnah Saad hingga Saad mendoakan adzab menimpa tukang fitnah.
Allah pun kabulkan doa Saad, pahlawan Qadisiyah, perang yang meruntuhkan
imperium persia.
Di masa khalifah Utsman bin Affan ra.,
beberapa kali kembali terjadi pergantian Wali Kota Kufah dikarena kericuhan
penduduknya. Dan penduduk dari Kufah ini termasuk pemberontak yang mengepung
menantu baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, akibat fitnah Marwan bin
Hakam, keluarga Utsman, hingga terjadinya pembunuhan durjana pemimpin muslimin
yang sedang membaca mushaf Quran itu.
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda sambil menujuk jari ke arah
Iraq,”Akan keluar dari sana suatu kaum yang membaca al-Quran, tidak sampai
melewati tenggorokannya. Mereka keluar dari Islam sebagaimana panah melesat
dari busurnya.”
Selepas wafatnya Utsman ra, banyak
sahabat membaiat Ali ra sebagai khalifah. Sementara Aisyah-Thalhah-Zubair di
Basrah (Kuwait) dan Muawiyah-Amru di Syam (Suriah) menunda baiat dan terlebih
dahulu menuntut qishash pembunuh Utsman Bin Affan ra yang berada di Kufah dan
bergabung dalam barisan Ali ra.
Sementara Ali ra meminta untuk
menenangkan kondisi dahulu barulah melakukan qishash. Akibat perselisihan ini
ditambah provokasi orang-orang yang dengki dan dendam dengan Islam hingga
pecahlah Perang Jamal dan Perang Shifin yang memakan korban ribuan jiwa.
Sebelum Perang Shifin antara pihak Ali
dan Muawiyah berlangsung, muncullah khawarij di sekitar Kufah yang melakukan
kerusakan dan pembunuhan. Mereka membaca al-Quran, kuat shalat dan puasanya,
namun mereka menghalalkan darah pihak yang tidak bergabung dengannya hingga
sahabat pun menjadi korban pembantaian keji.
Mengetahui hal tersebut, Ali membelokkan
pasukannya untuk menekan khawarij untuk bertobat. Namun keyakinan mereka amat
kokoh dikarenakan kebodohannya dalam memahami Islam. Dengan berat hati Ali
memadamkan pemberontakan khawarij dalam Perang Nahrawan.
Pasca kemenangan Ali dalam Perang Shifin
namun kalah dalam diplomasi oleh Muawiyah. Sisa khawarij muncul kembali dengan
mengirimkan Ibnu Muljam di Kufah untuk membunuh Ali ra sebagai balasan Perang
Nahrawan. Selesaikah Kufah menumpahkan darah dan membuat kerusuhan?
Belum. Pasca wafatnya Ali ra, Hasan bin
Ali ra membaiat Muawiyah karena tidak ingin pertumpahan darah sesama
muslimin, menyebabkan kekecewaan tentaranya
hingga menyerang Hasan dan merobek pahanya.
Setelah sembuh beberapa bulan kemudian
Hasan berkutbah di Madain, Iraq. Begini
kata-katanya;
“Wahai penduduk Kufah ! Jiwaku menjadi
kalut karena tiga hal yang kalian lakukan, kalian telah membunuh ayahku, kalian
menikam pahaku, dan kalian merampas barangku!”
Hasan memilih perdamaian, padahal saat
itu Hasan memiliki pasukan besar seperti gunung ungkap Amru bin Ash.
Tidak sedikit Syiah (pengikut) Ali-Hasan
berbalik mencela dan menghina Hasan karena penduduk Iraq (Persia) tak ingin
tunduk pada Muawiyah, simbol Arab-Quraisy.
Dan puncak pengkhianatan masyarakat Kufah
terjadi yang mengakibatkan terbunuhnya Hussein bin Ali ra.
Pasca wafatnya Muawiyah dan naiknya Yazid
bin Muawiyah, muncullah dukungan dari Kufah membaiat Hussein. Penduduk Kufah
mengundang Husein ke Kufah untuk dibaiat, surat menyurat dilakukan intensif
sampai Husein bertekad berangkat ke Kufah meski dicegah para sahabat di Makkah.
Namun saat Husein mulai melangkahkan kaki meninggalkan Makkah menuju Kufah,
Iraq, di Kufah mendukung Husein telah mencabut dukungannya karena tekanan
Gubernur Kufah-Basrah, yakni Ubaidullah bin Ziyad.
Husein tidak menerima surat terakhir dari
sepupunya Muslim bin Aqil yang berbunyi;
“Kembalilah, dan bawalah keluargamu pulang, jangan tertipu seruan
penduduk Kufah. Mereka memang pernah membela ayahmu namun ingatlah ayahmu ingin
sekali berpisah dari mereka baik karena kematian ataupun terbunuh. Sungguh
mereka telah mendustai kita. Sungguh seruan para pembohong tidak patut
didengarkan.”
Kufah sebuah kota di Iraq. Terletak 10 KM
di timur laut Najaf dan 170 KM di selatan Bagdad
Akhirnya tragedi Karbala seburuk-buruk
peristiwa terjadi hanya beberapa kilometer dari Kufah, tanpa ada orang Kufah
(Syiah-Persia) pun yang rela mengorbankan dirinya untuk keselamatan Husein.
Lalu untuk apa Syiah saat ini merayakan
tragedi Karbala dengan tangisan dan siksaan? Menyesali dosa mereka pada
keluarga Nabi ? Atau membuat sinetron untuk memutarbalikkan fakta dan mencari
simpati?
Pasca tragedi Karbala, keluarga Husein
yang tersisa dievakuasi ke Kufah. Fatimah binti Husein marah pada penduduk
Kufah, “Wahai penduduk Kufah! Kalian adalah para penipu dan pengkhianat!”
Ali Zainal Abidin ikut berteriak,”Kenapa
kalian menangisi dan meratapi kami? Kalian pikir siapa yang telah membunuh
kami?”
Itulah Kufah dan penduduknya, kota
warisan Majusi-Persia yang bertemorfosis menjadi Syiah-Khawarij dengan ribuan
dusta yang menjadikan pembunuh Abu Lulu pembunuh Khalifah Umar ra sebagai
pahlawan.
Mereka juga yang membunuh Ali dan Husein,
lalu mereka pula yang mempropagandakan keimaman Ali-Husein dan keturunannya.
Ataukah karena Husein suami dari putri terakhir Kaisar Persia ?
Semoga pengikut Syiah membaca artikel
singkat ini, meluruskan pemahaman dan bertaubat dari menjadi kaki tangan
Majusi-Persia-Iran.*
Penulis buku Panglima Surga. Bahan
diambil dari -Mausuah al Hasan wal Husein dan
Fitnah Kubra oleh Muhammad Amhazun. Twitter: @nugrazee