Syiah, sebagai sempalan dalam Islam yang
kini terus melahirkan masalah yang tidak berkesudahan. Karena itu, para ulama,
intelektual, hingga cedekiawan Islam, khususnya Ahlussunnah terus-menerus
melakukan berbagai macam upaya dalam menangkal penyesatan yang dilakukan
penganut Syiah secara terorganisir, simultan, dan sporadis.
Berbeda dengan sempalan lainnya dalam
Islam. Syiah adalah satu-satunya aliran sesat yang kesesatannya dapat eksis,
awet, bahkan tumbuh dan terus berkembang. Aliran Mu'tazilah misalnya, hanya
bertahan beberapa abad saja, dan setelah itu terkubur dalam kubang sejarah.
Sedang Ahmadiyah, secara resmi di beberapa negara, seperti Pakistan telah
menjadi agama mandiri dengan "Tazkirah" sebagai kitab sucinya, dan
"Mirza Ghulan Ahamd" sebagai nabinya.
Ada pun kasus Syiah, mereka sungguh
rumit. Namun secara umum, dapat dipetakan masalah utamanya, kenapa mereka bisa
eksis dari masa ke masa. Pertama. Syiah memiliki sejarah panjang, dengan
pengalamannya menguasai suatu negara, atau daulah selama berabad-abad, termasuk
saat ini, Iran sebagai pos kekuatan dan kekuasaan mereka.
Kedua. Kedudukan Iran sebagai negara yang
memegang peranan penting di dunia Islam khususnya Timur Tengah, bermula pasca
lahirnya revolusi Iran di akhir tahun 1979 yang berhasil melahirkan tokoh utama
bernama Ayatollah Khomeini. Sejak saat itu, Khomeini terus menerus melakukan
ekspansi pada negara-negara Ahlussunnah, memperkenalkan Syiah dengan berbagai
tipu daya dan kebohongan. Banyak yang terkecoh, termasuk pemerintah dan masyarakat
Indonesia yang terus menerus melakukan kerjasama dengan cara mengirim para
pelajar ke Iran, dan pada saat yang sama, Ayatollah bertebaran di Indonesia
melakukan penyesatan.
Ketiga. Ulama su' yang terus-menerus
diproduksi Iran. Banyaknya ulama su' yang menjadi gudang ilmu sesat akan terus
menerus mengalirkan bah kesesatan di
penjuru dunia yang kini sudah tak mengenal seting ruang dan waktu. Kita
saksikan, beberapa waktu lalu, Ayatollah Iran sudah berani masuk di Masjid
Istiqlal memberikan ceramah, mengajak pada persatuan dan kesatuan umat.
Padahal, kita sama-sama ketahui, justru Syiah yang selama ini menjadi tumor
ganas dalam tubuh umat Islam. Saksikanlan, dimana ada Syiah, di sana gejolak
horizontal terus berkembang seperti Iraq, Syiria, Lebanon, Mesir, Pakistan,
bahkan kantong-kantong penganut Syiah di Indonesia memiliki potensi besar
terjadi perpecahan dan kerusuhan, sebagaimana kasus Sampang beberapa waktu
lalu.
Keempat. Doktrin taqiyah, atau mengatakan
dan bertindak di depan orang lain yang bertentangan dengan pendirian dan isi
hatinya, yaquluna wa ya'maluna ma laisa fi qulubihim, yang sebetulnya tidak ada
bedanya dengan kebohongan. Karena kepura-puraan inilah sehingga ajaran Syiah
mudah diterimah kalangan Ahlussunnah, sebab ketika mereka berada di
tengah-tengah Ahlussunnah, seakan menjadi bagian dari mereka. Namun ketika
kembali ke komuntas asalnya, para orang Syiah itu mengamalkan ajaran mereka
sambil mengolok-olok Ahlussunnah, tida ada bedanya dengan orang Yahudi,
khususnya di zaman Rasulullah. Ketika bertemu umat Islam, mereka mengatakan
keimanan, namun setelah kembali ke komunitasnya, mereka mengolok-olok, padahal
sejatinya, diri mereka sendirilah yang diolok-olok. Dan, Syiah pun demikian,
selalu manampakkan suasana damai dan tenang di hadapan kita, namun sebaliknya
hatinya penuh dengan dendam dan dengki.
Karena itu, harus ada kesadaran dari
kalangan ulama, para dai, intelektual, masyarakat umum, hingga pemerintahn
untuk membendung aliran sesat Syiah.
Salah satunya, dengan berusaha memaparkan
dasar-dasar pijakan agama Syiah yang juga mereka klaim sebagai nash wahyu,
Al-Qur'an dan hadis. Telaah kali ini, membongkar kesesatan Syiah berdasarkan
hadits tsaqalain yang mereka jadikan pijakan untuk beragama.
***
Buku karya KH. Agus Hasan Bashori, Lc.,
M.Ag, "Al-Qur'an dan Ahlul Bait; Syarah Hadits Tsaqalain, Mendudukkan
Posisi Ahlussunnah dan Syiah, Cet.I; Malang: Yayasan Bina Mujtama', 2014"
Tsqalain secara bahasa diambil darsi
tsaqil, berarti berat, adanya perubahan kata menjadi "tsaqalain"
menandakan bilangan, yang bermakna "dua hal yang berat". Secara
istilah, tsaqalain adalah makna lain dari Al-Qur'an dan Ahlul Bait, atau
keluarga Nabi, kadang juga dimaknai 'dua pusaka'.
Dalam pandangan Syiah, hadits tsaqalain
adalah dasar dan asas dalam agama, di sinilah mereka berpijak dan membangun
pondasi agama. Bukan dari Al-Qur'an dan hadis shahih lainnya.
Bahkan, mereka sangat mengagung-agungkan
kedudukan hadis ini, dalam "Buku Putih Mazhab Syiah, 2012" dipaparkan
bahwa hadits tsaqalain termasuk paling indah, paling shahih, dan paling
tersebar luas di kalangan muslimin. Hadis ini telah diabadikan oleh enam kitab
shahih (al-kutub assittah) dan para ulama juga menerimanya.
Masalahnya tidak sampai di situ saja,
para pemeluk agama Syiah ini merasa hanya merekalah yang mengamalkan hadis
tsaqalain, selain itu, terutama Ahlussunnah
wal-Jama'ah tidak mengamalkannya,(h.2).
Benarkah demikian? Di sinilah urgensinya
mendudukkan hadits tsaqalain pada tempatnya, agar tidak berlaku zalim dan
semana-mena, serta 'memperkosa' sebuah nash. Untuk mengetahui shahih tidaknya
sebuah hadits menurut Syiah, maka harus pula diketahui syarat-syarat hadits
yang shahih menurut Syiah.
Al-Syahid al-Awwal atau Muhammad bin
Jamaluddin Makki al-Amili (734-786 H) berkata, Hadits Shahih adalah apa yang
bersambung periwayatannya kepada imam yang ma'shum, diriwayatkan oleh rawi adil
yang imami, (h. 16). Juga perkataan, Al-Syahid al-Tsani atau Zaenuddin bin
Nuruddin bin Ahmad bin Jamaluddin al-Amili (911-966H), Hadits shahih ialah yang
bersambung sanadnya kepada imam yang ma'shum, diriwayatkan oleh rawi adil yang
imami, dari yang semisalnya dalam semua tingkatan, dimana riwayat itu banyak
meskipun terkena keganjilan ( syudzudzuz), (h. 16). Pun demikian, buku karya,
Mohammed Reza Modarresee, "Syiah dalam Sunnah Mencari Titik Temu yang
Terabaikan, terbitan Citra yang beralamatkan di Jln. Buncit Raya Kev. 35 Pejaten
Jakarta (ICC), disebutkan, Hadits yang shahih harus memiliki
karasteristik-karasteristik, misalnya keyakinan perawi para imam dan
sebagainya. Inilah yang disebut rawi imami yang meyakini konsep imamah Syiah.
Dengan kata lain, hadits shahih adalah yang diriwayatkan oleh perawi Syiah
Imamiyah, jika tidak maka haditsnya tidak shahih, (h. 16).
Setelah diteliti dan dipreteli oleh KH.
Agus Hasan Bahori, Hadits Tsaqalain, maka tanpak jelas jika hadis ini adalah
milik Ahlussunnah wal-Jamaah, dan tidak pernah dirawikan oleh perawi Syiah.
Karena itu, jika berpedoman pada syarat-syarat diterimanya sebuah hadis Syiah
di atas sudah selayaknya hadits tsaqalain dibatilkan mereka.
Namun sebaliknya, justru penganut Syiah
dengan berbagai alibinya berusaha menampakkan bahwa hadits tsaqalain adalah
milik bersama baik Syiah maupun Ahlussunnah. Bahkan hadis ini dijadikan
propaganda dalam menyeret Ahlussunnah masuk ke dalam kubang kesesatan Syiah.
Tidak hanya itu, sang penulis buku juga
memaparkan jalur-jalur periwayatan hadits tsaqalain, melalui jalur Ahlussunah,
dengan melakukan tarjih secara cermat dan sistematis.
Misalnya, hadits tsaqalain yang
menekankan untuk berpegang teguh pada Kitabullah [Al-Qur'an] dan Ahlul Bait,
atau semisalnya. Dalam paparan ini, setidaknya ada lima hadits yang mirip
dengan jalur periwayatan yang tidak sama. Ada pula hadits yang mewajibkan
berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasulillah [hadits] minus Ahlul
Bait. Setidaknya dipaparkan dua belas hadis yang bermaksud sama dengan jalur dan
perawi yang berbeda.
Diterangkan pula, perbedaan hadits-hadits
di atas, termasuk kedudukannya, sehingga para pembaca diarahkan untuk memahami
antarsatu hadits dengan lainnya, kendati memiliki maksud atau subtansi yang
sama. Namun redaksi dan perawinya berbeda, maka pembaca secara otomatis akan
mendapatkan pengetahuan yang memadai tentang perbedaan redaksi dan rawi
hadits-hadits tsaqalain.
***
Secara pribadi, sang penulis, KH. Agus
Hasan Bashori, saya kenal baik, karena saat ini kami sama-sama melanjutkan
pendidikan pada jenjang doktoral di UIKA Bogor. Selama kami sekelas, terlihat
jelas kepakaran beliau dari berbagai disiplin ilmu. Penguasaannya terhadap
kitab-kitab turats tidak perlu diragukan lagi.
Alumni LIPIA Jakarta, tahun 1994 ini
adalah penulis produktif, hasil terjemahan saja hingga sementara ini telah
menghasilkan sedikitnya 27 buku, dan karya tulis asli sekitar 21 buku, ada pun
"Al-Qur'an dan Ahlul Bait" ini adalah bukunya yang paling anyar. Juga
telah melakukan muraja'ah dan komentar sedikitnya 11 buku, dan kini masi
menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Pendidikan Keluarga "Al-Umm" sejak
2012.
***
Buku "Al-Qur'an dan Ahlul-Bait"
ini banyak mendapat apresiasi berupa testimoni dari berbagai tokoh, pakar,
ulama, dan intelektual. Sebut saja, Prof. Dr. HM. Baharun, Ketua Komisi Hukum
MUI Pusat, menulis pengantar, ...Tradisi caci maki dan laknat-melaknat selama
itu agaknya terus dilanggengkan di balik isu mahabbah Ahlul Bait, yang tentu
saja hal ini antagonistik. Sehingga harapan untuk hidup rukun dan damai dengan
mereka ibarat kata pepatah "jauh panggang dari api". Bagaimana
mungkin paham yang mendikotomi kelompok sahabat dengan Ahlul Bait bisa bersama
dengan mayoritas paham yang mengompromi kedua pihak. Bagaimana mungkin satu
pihak memiliki kebiasaan yang tak berubah untuk mencaci maki para pemuka
sahabat Nabi dan istri beliau, bisa bersatu dengan mayoritas umat (Kaum
Muslimin) yang menghormati semuanya, la yufarriqu baina ahadin minhum? (h.xvi).
Salah satu sanggahan terhadap agresivitas 'dakwah' Syiah Rafidhah ini adalah
buku di tangan Anda ini. Ditulis seorang dai yang cukup berpangalaman dalam
bidangnya, dengan mengambil tema "Al-Qur'an dan Ahlul Bait," Syarah
hadits Tsaqalain yang membuktikan bahwa Syiah tidak mengikuti Ahlul Bait dan
tidak mengikuti Al-Qur'an, (h. Xvii).
Ada pun testimoni Dr. Hamid Fahmi
Zarkasyi, sebagaimana tertuang dalam kata pengantar yang dalam hal ini sebagai
Ketua Umum MIUMI, tulisnya, Saat ini di Indonesia sedang marak penyebaran
ajaran Syiah. Di antara cara penyebaran ajaran Syiah di Indonesia adalah dengan
menggunakan strategi seperti penyebaran paham pluralisme. Artinya, dalam
menyebarkan paham Syiah kepada umat Islam Indonesia yang mayoritas Ahlussunnah,
kelompok Syiah hanya menjelaskan kesamaan-kesamaannya dan sedikit mengungkap
perbedaannya. Dengan cara ini maka kelompok Syiah berharap agar dianggap dan
dipahami sama dengan Ahlussunnah wal-Jamaah serta dapat diterima keberadaan
mereka di Indonesia. Bahkan kelompok Syiah dapat misalnya memanfaatkan nalar
peluralisme yaitu, 'jika dalam paham pluralisme semua agama dianggap sama benar
dan selamatnya, apalagi Syiah yang jelas-jelas memiliki banyak kesamaan dengan
Islam. Padahal perbedaan antara keduanya sangat tajam dan meliputi seluruh
aspek, (h.xx).
Berdasarkan rumusan hukum--lanjut Dr.
Fahmy Zarkasyi--hukum perbedaan umat Islam dapat bersikap dengan mudah ketika
berhadapan dengan berbagai perbedaan di kalangan umat Islam. Dalam Syiah,
terdapat beberapa sekte yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sekte-sekte
itu ada yang berbeda dari Ahlussunnah pada tingkat 'khata'' dan 'shawab'; ada
pula yang berbeda pada tingkat 'haqq' dan 'bathil"; bahkan ada kelompok
Syiah yang berbeda dari Ahlussunnah pada tingkat mukmin dan kafir. Untuk
perbedaan antara Ahlussunnah dan Syiah dalam furu'iyyah tidak perlu dibahas
sebab Islam membuka pintu lebar-lebar untuk berijtihad. Namun dalam tingkat
kedua dan ketiga perbedaan ini perlu dijelaskan dari akar-akarnya secara
ilmiyah dengan menggunakan dalil-dalil yang terpercaya.
Buku di hadapan pembaca ini membahas
dalam tingkat kedua dan bahkan mungkin termaasuk dalam tingkat ketiga.
Masalahnya berakar dari kontroversi Hadits Tsaqalain. Bagi penganut Syiah,
Tsaqalain astinya Al-Qur'an dan Ahlul-Bait. Penganut Syiah mengklaim bahwa
mereka mengikuti tsaqalain seperti diwariskan Nabi, sedangkan
Ahlussunnah--menurut mereka--tidak mengikutinya. Bahkan menurut mereka
Ahlussunnah itu mengikuti musuh-musuh Ahlul Bait, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman,
dan Seluruh sahabat yang berbaiat kepada para khalifah, sebelum khalifah Ali.
Lalu, apa sesungguhnya arti tsaqalain
dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah, bukan Ahlul-Bait, meskipun dalam pengertian ini
Ahlul Bait tetap dihormati. Namun, dengan klaim mengikuti dan menghormati Ahlul
Bait penganut Syiah justru banyak menantang dan bertentangan dengan sunnah.
Bahkan klaim menghormati Ahlul Bait dan menciptakan doktrin imamah justru
penganut Syiah telah membuat garis demarkasi dengan Ahlussunnah untuk tingkatan
yang ketiga. Artinya dalam padangan Syiah pengikut Ahlussunnah itu berbeda dari
Syiah pada tingkat ushul atau tingkat ketiga yang hukumnya adalah kafir,
(h.xxii).
Maka upaya-upaya kaum Syiah untuk
menyama-nyamakan dengan Ahlussunnah, sejatinya lebih bersifat politis daripada
teologis. Sebab jika memang Ahlussunnnah dan Syiah adalah sama, maka mestinya
penganut Syiah tidak melakukan penyebaran doktrin Syiah di tengah-tengah
pengikut Ahlussunnah wal-Jamaah. Jika Ahlussunnah dan Syiah dianggap sama dan
berbeda hanya dalam masalah-masalah furu'iyyah, seharusnya tidak ada orang
Ahlussunnah yang 'pindah' menjadi Syiah. Sebab selama initidak ada ceritanya
pengikut mazhab Hanafi menyebarkan mazhab Hanafiyah ke tengah kalangan pengikut
mazhab Syafi'i. Tidak ada pula pengikut mazhab Syafi'i pindah menjadi pengikut
mazhab Maliki, (h.xxii).
Buku "Al-Qur'an dan Ahlul-Bait"
ini, karya sahabat karib saya, sangat layak dijadikan tameng untuk menangkal
pengaruh dan ajaran Syiah, sekaligus menjadi pil penguat resistensi dan
metabolisme alias daya tahan tubuh dari
racun Syiah. Sangat cocok menjadi bacaan wajib bagi para aktivis dakwah,
akademisi, hingga para pelajar dan masyarakat umum. Wallahu A'lam.
Ilham Kadir, Mahasiswa Doktor Pendidikan
Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
***
Judul Buku: Al-Qur'an dan Ahlul-Bait,
Syarah Hadits Tsaqalain, Mendudukkan Posisi Ahlussunnah;
Penulis: Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag.;
Penerbit: Yayasan Bina Al-Mujtama', Malang; Cetakan Pertama, 2014;
ISBN:978-602-14124-4-2;
Halaman: 212 (hard cover); Ukuran: 14,5 x
23.
Pemasaran: 0812 3133 8889.
Pengantar: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi,
Prof. HM. Baharun, Prof.Dr.Tgk. Muslim Ibrahim, dan Yusuf Utsman Baisa, Lc.;
Hadits Tsaqalain : Ahlul-Bait Jaminan
Keselamatan Dunia dan Akhirat
Ahlul-Bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa
sallam
Bantahan Hadits Tsaqalain; Runtuhnya
Ajaran Ghadir Khum Syiah
Menghujat Abu Hurairah, Syiah Menghujat
Kitabnya Sendiri, Abu Hurairah Meriwayatkan Hadits Tsaqalain
Tsaqalain secondprince beserta
bantahannya.
Penjelasan Hadist Dua Belas Khalifah Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam