Ilmu Al-Jarh Wat-Ta’dil
Abu Ghalib berkata: Ketika didatangkan kepala orang-orang Azariqah1 dan
dipancangkan di atas tangga Damaskus, datanglah Abu Umamah Al-Bahili. Ketika
melihat mereka, air matanya pun mengalir dari kedua pelupuknya.
Anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka! kata Abu
Umamah. Mereka ini sejelek-jelek orang yang dibunuh di bawah naungan langit ini.
Dan sebaik-baik orang yang terbunuh di bawah naungan langit ini adalah
orang-orang yang mereka bunuh, lanjutnya.
Kata Abu Ghalib: Ada apa denganmu hingga mengalir air matamu?Karena kasihan
terhadap mereka, dulunya mereka itu termasuk ahlul Islam, jawab Abu Umamah. Abu
Ghalib berkata: Kami bertanya: Apakah engkau mengatakan mereka itu
anjing-anjing neraka dengan pendapatmu sendiri atau perkataan yang engkau
dengar dari Rasulullah?
Kalau aku mengatakan dengan pendapatku sendiri, maka sungguh betapa beraninya
aku. Tapi perkataan seperti itu aku dengar dari Rasulullah tidak hanya sekali,
bahkan tidak hanya dua tiga kali, jawab Abu Umamah.
Hadits di atas diriwayatkan Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya (5/253). Guru kami
Asy-Syaikh Muqbil setelah membawakan hadits ini, beliau berkata: Hadits ini
jayyid, Abu Ghalib adalah rawi yang hasanul hadits. (Al Jamiush Shahih, 1/201)
Dalam riwayat At-Tirmidzi (Sunan At-Tirmidzi no. 4086), Abu Ghalib berkata: Abu
Umamah melihat kepala-kepala yang dipancangkan di atas tangga (masjid)
Damaskus, ia pun berkata:Anjing-anjing neraka. Mereka ini sejelek-jelek orang
yang terbunuh di bawah naungan langit ini. Dan sebaik-baik orang yang terbunuh
adalah orang yang mereka bunuh.
Kemudian Abu Umamah membaca ayat:Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah
yang putih berseri dan ada pula wajah yang hitam muram. Sampai akhir ayat.
Abu Ghalib berkata kepada Abu Umamah: Apakah engkau mendengar perkataan seperti
itu dari Rasulullah ?
Kalau aku tidak mendengarnya dari beliau, tidak hanya sekali, dua kali, atau
tiga, empat kali Abu Umamah sampai menyebut tujuh kali niscaya aku tidak akan
menyampaikannya kepada kalian.Hadits ini dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam
Al-Jamius Shahih,1/201.
Ulama Al-Jarh wat Tadil Penjaga Agama Allah
Al-Imam Ahmad bin Hambal berkata: Segala puji bagi Allah yang menjadikan adanya
ahlul ilmi pada setiap zaman fatrah2 dari para rasul, yang mereka ini mengajak
orang yang sesat kepada petunjuk dan bersabar atas gangguan yang mereka terima
dari manusia. Mereka menghidupkan kitabullah yang telah ditinggalkan manusia
dan menjadikan orang yang buta (akan kebenaran) dapat melihat dengan cahaya
Allah. Berapa banyak korban yang dibunuh oleh Iblis telah mereka hidupkan dan
berapa banyak orang yang sesat lagi tidak mengerti jalan telah mereka bimbing.
Alangkah bagusnya apa yang mereka perbuat terhadap manusia namun alangkah
jeleknya apa yang diperbuat manusia terhadap mereka.
Mereka adalah orang-orang yang menolak penyimpangan orang-orang yang berbuat
ghuluw terhadap kitabullah, demikian pula keyakinan orang-orang yang batil dan
takwilnya orang-orang jahil, di mana orang-orang sesat ini telah mengikat
bendera bidah dan melepaskan tali kekang fitnah. Orang-orang yang sesat ini
berbeda-beda dalam memahami Kitabullah, dan menyelisihi Kitabullah akan tetapi
mereka bersepakat meninggalkan Kitabullah.
Mereka ini berucap terhadap Allah, tentang Allah dan tentang Kitabullah tanpa
ilmu. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang samar/ rancu dan bermaksud
menipu orang-orang yang bodoh dari kalangan manusia dengan apa yang mereka
samarkan. Kepada Allah semata kita berlindung dari fitnahnya orang-orang yang
menyesatkan. (Ar-Raddu ala Az-Zanadiqah wal Jahmiyyah, hal. 1)
Berkaitan dengan ucapan Al-Imam Ahmad di atas, maka kita mengetahui bahwa ulama
al-jarh wat tadil termasuk sisa ahlul ilmi yang Allah tempatkan di umat ini
untuk menjaga dan membela agamanya (Aimmatul Jarhi wat Tadil Hum Hummatud Din
min Kaidil Mulhidin, wa Dhalalil Mubtadiin wa Ifkil Kadzdzabin, Asy-Syaikh Rabi
Al-Madkhali hafizhahullah, hal. 3)
Dengan keberadaan ulama ini, terbongkarlah kedok dan borok para penyesat umat,
sehingga tidak tersisa satu tempat persembunyian pun bagi mereka melainkan
telah diketahui dan telah diporak-porandakan. Sehingga umat tidak lagi mudah ditipu
oleh mereka bahkan mereka dapat tertangkap basah oleh umat, dilucuti, dan
dibuka aib yang mereka miliki.
Demikianlah gambaran ahlul ahwa (para pengekor hawa nafsu) dan ahlul bidah yang
telah dikritik pedas dan dibabat habis oleh ulama al-jarh wat tadil, sehingga
tidak heran bila ahlul ahwa dan bidah ini sangat antipati dan benci sampai ke
ulu hati terhadap ulama al-jarh wat tadil yang ada di tengah umat ini. Berbagai
tuduhan, ucapan kotor dan keji mereka lemparkan pada sang alim untuk
menjatuhkan kehormatannya dan menjauhkan umat darinya.
Namun pada akhirnya mereka harus gigit jari melihat hasil perjuangan mereka.
Karena Allahlah yang memberikan penjagaan terhadap agama-Nya. Dan Dia terus
melahirkan dan memunculkan di tengah-tengah umat ini ulama yang membela
agamanya, Dia terus menampilkan dan memenangkan orang-orang yang mengawal
agamanya, karena memang Dialah yang menghendaki agar Ath-Thaifah Al-Manshurah
(kelompok yang ditolong) ini tetap ada sampai saat berhembusnya angin sewangi
misik yang tidak meninggalkan satu jiwa mukmin pun melainkan akan meninggal
ketika menciumnya (hal ini terjadi menjelang datangnya hari kiamat3),
sebagaimana disabdakan oleh Rasul yang mulia:
Akan ada terus menerus sekelompok dari umatku dalam keadaan dzahir/ menang di
atas al haq, tidak memudharatkan terhadap mereka orang yang menyelisihi mereka.
Demikian keadaan mereka sampai datangnya perkara Allah. (HR. Al-Bukhari no.
7311 dan Muslim no. 1920)
Dalam riwayat Al-Bukhari (Shahih Al-Bukhari no. 71) disebutkan dengan
lafadz:Umat ini terus menerus akan menegakkan agama Allah4, tidak memudharatkan
mereka orang yang menyelisihi mereka hingga datang perkara Allah.
Ath-Thaifah Al-Manshurah, termasuk di dalamnya ulama al-jarh wat tadil tentunya
sebagai orang yang masuk paling pertama karena mereka orang yang terdepan di
dalam ilmu dan penjagaan/ pembelaan terhadap agama ini.
Al-Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa Ath-Thaifah Al-Manshurah adalah ahlul ilmi.
Sehingga beliau membuat bab tersendiri dalam masalah ini dalam kitab
Shahih-nya, dengan judul bab Qaulin Nabi : La Tazalu Thaifatun min Ummati
Zhahirina alal Haq wa Hum Ahlul Ilmi (bab Sabda Nabi : Akan terus menerus ada
sekelompok dari umatku dalam keadaan zahir/ menang di atas al-haq mereka adalah
ahlul ilmi).
Al-Imam Ahmad bin Hambal berkata: Kalau mereka itu bukan ahlul hadits maka aku
tidak tahu siapa lagi mereka5. Al-Qadhi Iyyadh berkata: Yang dimaksud Al-Imam
Ahmad adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan mereka yang meyakini madzhab ahlul
hadits. (Syarah Shahih Muslim, 13/66-67, Fathul Bari 1/206, 13/306).
Al-Hakim berkata: Alangkah bagusnya penafsiran Al-Imam Ahmad bin Hambal
terhadap kabar ini bahwa Ath-Thaifah Al-Manshurah yang selalu diberikan
pertolongan oleh Allah sampai hari kiamat adalah ashabul hadits (ahlul hadits).
Karena siapa lagi manusia yang paling berhak untuk dimasukkan ke dalam thaifah
ini terkecuali suatu kaum yang menempuh jalannya orang-orang shalih dan
mengikuti atsarnya salaf dari kalangan orang-orang terdahulu, mematahkan dan
menghancurkan ahlul bidah serta orang-orang yang menyelisihi sunnah-sunnah
Rasulullah. (Marifah Ulumil Hadits, hal. 2) Al-Hakim juga berkata memuji ahlul
hadits: Akal-akal mereka digenangi kelezatan As Sunnah, jantung-jantung mereka
yang dipenuhi keridhaan terhadap ahwal (segala keadaan) mereka makmurkan,
mempelajari sunnah-sunnah adalah kebahagiaan mereka, majelis ilmu adalah
kegembiraan mereka. Ahlus sunnah seluruhnya adalah saudara-saudara mereka
sementara ahlul ilhad (orang yang menyimpang) dan ahlul bid`ah seluruhnya
adalah musuh mereka. (Marifah Ulumil Hadits, hal. 3)
Guru kami Allamatul Muhaddits Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii berkata:
Hadits ini walaupun tidak secara lafadz menunjukkan terhadap perkataan Al-Imam
Al-Bukhari dan Al-Imam Ahmad, namun sesungguhnya Ahlul Hadits-lah yang
seharusnya dimasukkan paling awal dalam thaifah ini karena kekokohan mereka
diatas Al-Haq, pengabdian mereka dan pembelaan mereka terhadap Islam. Semoga
Allah membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang banyak atas apa yang mereka
sumbangkan terhadap Islam dan muslimin. (Al-Jamius Shahih, 1/11)
Mereka pula yang dikatakan Al-Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat)
sebagaimana tersebut dalam sabda Rasulullah tentang perpecahan umat ini menjadi
73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, ketika ditanyakan kepada
beliau:Siapa mereka wahai Rasulullah? Mereka adalah al-jamaah, jawab beliau.
(HR. Ahmad 4/102, Abu Dawud no. 3981, Ibnu Abi Ashim no. 63, dan selainnya.
Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Zhilalul Jannah fi Takhrij As Sunnah,
hal. 49)
Sejak terjadinya fitnah dan bercabangnya kelompok hawa nafsu di tengah umat
hingga mereka mencapai jumlah yang disebutkan6, thaifah ini terus menerus
menegakkan perkara Allah, mereka menyeru kepada al haq, menyebarkan dan menjaga
ilmu-ilmu nubuwwah, membelanya dan menolak tipu daya orang-orang yang melakukan
tipu daya, menolak kepercayaan orang-orang yang batil dan tahrifnya orang-orang
bodoh. Tidak menggoyahkan mereka sama sekali gangguan, tipu daya orang-orang
yang membuat makar, dan rencana jahat orang-orang yang berkuasa. Kesempitan,
gangguan dan ujian yang mereka terima tidak akan menambah penderitaan bagi mereka
terkecuali membuat mereka semakin kokoh di atas al haq dan akan membungkam
kebatilan, sebagaimana ini terjadi pada masa Al-Imam Ahmad, Abdul Ghani
Al-Maqdisi dan pada masa Ibnu Taimiyyah. (Manhaj Ahlis Sunnah wal Jamaah fi
Naqdir Rijal wal Kutub wath Thawaif, hal. 18)
Sikap tegas terhadap ahlul bidah ini merupakan sikap yang diwarisi dari
As-Salafush Shalih. Dan As-Salafush Shalih menganggap sikap keras terhadap
ahlul ahwa dan bidah merupakan suatu kelebihan/ keutamaan dan merupakan sikap
terpuji, di mana seseorang akan dipuji karenanya. Berapa banyak para imam Ahlus
Sunnah, ketika disebutkan biografinya, ia dipuji karena sikap kerasnya terhadap
ahlul ahwa dan bidah dan betapa kokohnya dia dalam memegang As Sunnah. Tidak
ada yang mendorong mereka untuk bersikap yang demikian kecuali karena
kecemburuan terhadap agama Allah ini dan dalam rangkaian nasehat kepada Allah,
Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin serta orang awamnya. Sebagaimana
Ibnul Jauzi berkata tentang Al-Imam Ahmad : Al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin
Hambal, karena sangat kuatnya beliau memegangi As Sunnah dan melarang/ mencegah
dari kebidahan, beliau tidak segan membicarakan tentang sekelompok orang-orang
yang baik apabila tampak di hadapannya bahwa mereka menyelisihi As Sunnah.
Ucapan beliau yang demikian itu disampaikan kepada mereka tentunya dalam rangka
nasehat untuk agama Allah ini. (Ijmaul Ulama alal Hajri wat Tahdzir min Ahlil
Ahwa, hal. 42)
Ahlul Hadits adalah Ulama Al-Jarh wat Tadil
Ulama al-jarh wat tadil adalah ulama ahlul hadits yang mengilmui dan memahami
hadits, mengagungkan, dan menjaganya. Mereka adalah orang yang mengikuti para
shahabat dan tabiin dalam berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah. Mereka
menggigitnya dengan gigi geraham mereka. Mereka kedepankan keduanya di atas
setiap ucapan dan petunjuk, sama saja apakah hal itu dalam masalah aqidah,
ibadah, muamalah, akhlak ataupun dalam masalah politik dan kemasyarakatan.
Mereka sangat kokoh di dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya sesuai
dengan apa yang diturunkan Allah dan diwahyukan-Nya kepada hamba-Nya dan
Rasul-Nya Muhammad . Mereka menegakkan dakwah dengan segala kesungguhan,
kejujuran dan ketegaran. Merekalah pembawa ilmu nubuwwah. Dengan ilmu tersebut,
mereka sangat menentang tahrif orang-orang yang ghuluw, kepercayaan orang-orang
yang batil dan takwil orang-orang jahil. Merekalah orang-orang yang selalu
berdiri mengintai setiap kelompok/ golongan yang menentang manhaj islami
seperti Jahmiyyah, Mutazilah, Khawarij, Rawafidh, Murji`ah, Qadariyyah dan setiap
yang menyimpang dari manhaj Allah dan mengikuti hawa nafsunya pada setiap zaman
dan tempat. Celaan orang-orang mencerca, sama sekali tidak menyurutkan langkah
mereka dalam membela agama Allah U. (Aimmatul Jarhi wat Tadil, hal. 4)
Merekalah yang meletakkan firman Allah ini di hadapan mata
mereka:Berpegangteguhlah kalian semuanya dengan tali Allah dan janganlah kalian
berpecah-belah. (Ali Imran: 103)
Dan firman-Nya:Maka hendaklah berhati-hati orang-orang yang menyelisihi
perkara/ perintah Rasulullah untuk ditimpakan kepada mereka fitnah atau
ditimpakan pada mereka azab yang pedih. (An-Nur: 63)
Sehingga mereka adalah orang yang paling jauh dari menyelisihi perintah
Rasulullah dan paling jauh dari fitnah. Merekalah yang menjadikan firman Allah
sebagai dustur mereka: Maka sekali-kali tidak demi Rabbmu, mereka tidaklah
beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam pertikaian yang terjadi
di antara mereka, kemudian mereka tidak dapatkan di dalam jiwa mereka rasa
berat terhadap apa yang engkau putuskan dan mereka tunduk dengan
setunduk-tunduknya. (An-Nisa`: 65)
Mereka memuliakan nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah dengan sebenar-benar
pemuliaan, mengagung-agungkannya dengan sebesar-besar pengagungan dan
mengedepankannya di atas ucapan manusia seluruhnya. Mereka berhukum kepada
nash-nash tersebut dalam segala sesuatu dengan rasa ridha yang sempurna dan
dada yang lapang, tanpa rasa sempit dan berat. Mereka tunduk kepada Allah dan
Rasul-Nya dengan ketundukan yang sempurna dalam aqidah mereka, ibadah dan muamalah
mereka. Kepada merekalah pantas ditujukan firman Allah:Hanyalah ucapan kaum
mukminin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar diputuskan
perkara di antara mereka, mereka pun menyatakan kami mendengar dan kami taat ,
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An-Nur: 51) [Aimmatul Jarhi wat
Tadil, hal. 5]
Di antara nama ulama ahlul hadits yang bisa kita sebutkan di sini, di
antaranya:
- Semua shahabat Nabi, dengan pimpinan mereka Al-Khulafa`ur Rasyidin
Tokoh tabiin (murid para shahabat): Said ibnul Musayyab, Urwah bin Az-Zubair,
Ali bin Al-Husain Zainul Abidin, Muhammad ibnul Hanafiyyah, Ubaidullah bin
Abdillah bin Utbah bin Masud, Salim bin Abdillah bin Umar, Al-Qasim bin
Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, Al-Hasan Al-Bashri, Muhammad bin Sirin,
Umar bin Abdil Aziz, dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri.
Atbaut tabiin (murid para tabiin), paling terdepan dari mereka adalah Malik,
Al-Auzai, Sufyan bin Said Ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Ismail bin Ulayyah
dan Al-Laits bin Saad.
Murid-murid atbaut tabiin, paling utama adalah Abdullah ibnul Mubarak, Waki
ibnul Jarrah, Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafii, Abdurrahman bin Mahdi,
Yahya bin Said Al-Qaththan, Affan bin Muslim.
Mereka yang berguru kepada murid-murid atbaut tabiin, yang terdepan adalah
Al-Imam Ahmad bin Hambal, Yahya bin Main dan Ali ibnul Madini.
Murid-murid mereka yang masuk dalam kelompok di atas, di antaranya Al-Bukhari,
Muslim, Abu Hatim, Abu Zurah, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasai.
Generasi berikutnya yang berjalan seperti jalan mereka, di antaranya Ibnu
Jarir, Ibnu Khuzaimah, Ad-Daraquthni, Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu Abdil Bar
An-Namri, Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Ibnu Taimiyyah,
Al-Mizzi, Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir7 dan para imam setelah mereka seperti
Ash-Shanani, Asy-Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab serta kalangan imam dari
anak-anak dan cucunya.
Mereka memiliki banyak sekali karya tulis dengan jumlah yang tak terhitung yang
berisi bantahan terhadap ahlul bidah wa ahwa dan kitab-kitab al-jarh wat tadil
serta kitab al-jarh secara khusus yang penuh dengan keterangan tentang keadaan
ahlul bidah seperti kitab Ar-Rad alal Jahmiyyah karya Al-Imam Ahmad, Ar-Rad
alal Jahmiyyah dan Ar-Rad ala Bisyr Al-Marisi karya Utsman bin Said Ad-Darimi,
kitab-kitab Al-Imam Ahmad dalam masalah rijal, kitab-kitab Ibnu Main,
kitab-kitab Al-Bukhari, Al-Al-jarh wat tadil karya Ibnu Abi Hatim, kitab-kitab
An-Nasa`i dan Ad-Daraquthni, Al-Kamil karya Ibnu Adi, kitab Al-Majruhin karya
Ibnu Hibban, Marifatur Rijal karya Jauzajani, Muqaddimah Al-Madkhal karya
Al-Hakim, Muqaddimah Al-Mustakhraj karya Abu Nuaim dan selainnya dari
kitab-kitab rijal sebagaimana mereka memiliki banyak karya tulis ilmiah dalam
perkara aqidah/ manhaj seperti kitab As-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim,
Asy-Syariah karya Al-Ajurri, Al-Iman karya Ibnu Mandah, At-Tauhid karya Ibnu
Khuzaimah, Syarah Ushulus Sunnah karya Al-Lalikai, serta kitab-kitab Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya dan lain-lainnya, yang tidak bisa kami
sebutkan semuanya di sini.
Kritikan Ulama Al-Jarh wa At-Tadil Penjagaan terhadap Agama Allah
Apa yang dilakukan oleh ulama al-jarh wat tadil berupa kritikan dan bantahan
kepada ahlul bidah dan ahwa bukanlah perkara yang mereka ada-adakan atau mereka
buat-buat sendiri tanpa pendahulu yang shalih. Tidak pula menunjukkan kotor dan
jahatnya hati, maksud dan lisan mereka, sebagaimana hal ini banyak disebarkan
dan diserukan oleh duatul makirin wal ahdzabul hizbiyyin (para penyeru dan
pembuat makar serta para dai hizbiyyun) yang sangat khawatir dan takut dengan
kritikan karena akan mematikan mereka dan membinasakan langkah dan keinginan
mereka yang busuk. Akan tetapi apa yang mereka serukan sama sekali tidak
demikian, wallahi.
Bahkan jauh sebelum ulama al-jarh wat tadil, hal ini telah dilakukan oleh
sebaik-baik manusia setelah para nabi dan rasul, yaitu para shahabat Rasulullah
r ash-shadiqinash shalihin, dan di antara mereka adalah Abu Umamah Al-Bahili
sebagaimana ditunjukkan dalam hadits dan riwayat di atas. Ketika Abu Umamah
melihat kepala orang-orang yang terbunuh dari kelompok ahlul bidah yang bernama
Khawarij yang dipancangkan di atas tangga masjid Damaskus, ia pun mengatakan:
Anjing-anjing neraka! (Tuhfatul Ahwadzi, 8/279). Ketika melemparkan gelaran
jelek kepada pemilik kepala-kepala yang telah terpenggal tersebut, beliau tidak
mencukupkan sekali, bahkan beliau mengulangnya sampai tiga kali.
Kemudian, apabila ini adalah perkara yang mereka ada-adakan atau mereka buat-buat
sendiri tanpa pendahulu yang shalih dan menunjukkan kotor dan jahatnya hati,
maksud dan lisan mereka, apakah boleh dan diperkenankan bagi kita untuk
mengatakan shahabat ini mulutnya kotor, jahat hati, maksud, dan lisannya?
Naudzubillah min dzalik, semoga Allah menjaga hati, lisan dan perbuatan kita
dari mencerca shahabat Rasulullah !
Apa yang dilakukan oleh Abu Umamah Al-Bahili ini telah dicontohkan oleh
Rasulullah murabbina wa muallimuna. Beliaulah yang menggelari Khawarij dengan
anjing-anjing neraka, sebagaimana dinyatakan oleh Abu Umamah: Perkataan seperti
itu aku dengar dari Rasulullah tidak hanya sekali, bahkan tidak hanya dua, tiga
kali! Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan sampai tujuh kali.
Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu
bagi orang-orang mengharapkan pertemuan dengan Allah dan hari akhir serta
banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab: 21)
Bila demikian adanya, berarti apa yang dilakukan oleh ulama al-jarh wat tadil
ini telah dicontohkan oleh sebaik-baik hamba Allah yaitu Rasulullah, beliau
menjarh, mengkritik, dan mentahdzir orang yang pantas mendapatkannya.
Demikian pula halnya dengan anak paman Rasulullah, orang yang didoakan oleh
Rasulullah dengan kefakihan di dalam agama Allah dan ahli di dalam menafsirkan
Al Qur`an, imam para mufassirin, Ibnu Abbas ketika menjarh kelompok bidah yang
bernama Qadariyyah.
Atha berkata: Aku mendatangi Ibnu Abbas yang sedang berada di sumur Zam-zam
dalam keadaan bagian bawah pakaiannya basah terkena air.
Telah muncul orang-orang yang membicarakan (yakni mengingkari -ed) takdir
(Qadariyah, pen.), kataku kepada Ibnu Abbas.
Apakah mereka benar telah melakukannya? tanya Ibnu Abbas.
Iya, jawabku.
Demi Allah, tidaklah turun ayat:Rasakanlah oleh kalian azab neraka Saqar. Sesungguhnya
segala sesuatu Kami ciptakan dengan ketetapan takdir. (Al-Qamar: 48-49)
melainkan ditujukan kepada mereka. Mereka itu adalah sejelek-jelek umat ini,
jangan kalian jenguk orang yang sakit dari kalangan mereka, jangan kalian
shalati orang yang mati dari kalangan mereka. Bila aku melihat salah seorang
dari mereka, niscaya aku akan mencungkil kedua matanya dengan dua jariku ini.
(Syarhus Sunnah, Al-Lalikai 4/712, As-Sunanul Kubra, Al-Baihaqi 10/205,
sebagaimana dinukil dalam Ijmaul Ulama alal Hajri wat Tahdzir min Ahlil Ahwa`,
hal. 23)
Asy-Syaikh Rabi hafizhahullah berkata: Membantah ahlul bidah, men-jarh mereka
dan memperingatkan (tahdzir) manusia dari mereka merupakan perkara pokok dalam
Islam, karena hal ini termasuk bab amar maruf nahi mungkar yang paling penting
dan juga termasuk bab nasihat yang terpenting kepada Islam dan muslimin. Orang
yang pertama kali men-jarh dan men-tahdzir mereka yang menyimpang adalah
Rasulullah, di mana beliau mentahdzir Khawarij dalam beberapa hadits dan
menyifati mereka sebagai sejelek-sejelek makhluk, beliau mencela Dzul
Khuwaishirah (nenek moyangnya Khawarij) dan dalil-dalil yang menunjukkan
tentang perkara ini banyak sekali. (Aimmatul Hadits wa Man Sara ala Nahjihim
Hum Alamun Nasi bi Ahlil Ahwa wal Bida wa Masyruiyyatul Jarh wat Tadil Minal
Akfa Lam Tanqathi, hal. 2)
Lebih dari itu, mencela dan memberi gelaran buruk kepada orang yang menyimpang
dari kebenaran telah pula dinyatakan oleh Dzat yang Maha Tinggi dan Maha Suci
keberadaan-Nya dari segala makhluk-Nya, seperti dalam ayat-ayat berikut ini:
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab). Kemudian dia melepaskan diri
dari ayat-ayat itu, lalu ia diikuti oleh syaitan sampai dia tergoda. Maka
jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki niscaya
Kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah, maka permisalan dirinya seperti
anjing, bila engkau menghalaunya dijulurkannya lidahnya dan bila engkau
membiarkannya, anjing itu tetap menjulurkan lidahnya. Demikianlah perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. (Al-Araf: 175-176)
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami. Dan
mereka memiliki mata namun tidak dipergunakannya untuk melihat. Dan mereka
punya telinga tetapi tidak diperguna-kannya untuk mendengar. Mereka itu seperti
binatang ternak bahkan mereka lebih bodoh lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai. (Al-Araf: 179)
Apakah engkau (Muhammad) mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka
lebih sesat jalannya daripada binatang ternak itu. (Al-Furqan: 44)
Sehingga kita katakan di sini, orang-orang yang mengingkari perkara ini adalah
orang yang tidak faham sama sekali apa yang dia baca di dalam Al Quran yang dia
baca setiap harinya dan di dalam hadits-hadits yang shahih atau memang dia
tidak pernah membacanya sehingga dengan kejahilannya menjadikannya jahil
murakkab? Wallahul mustaan.
Para imam al-jarh wat tadil tidak hanya memberikan jarh kepada ahlul bidah wa
ahwa` namun mereka juga menjaga agama ini dengan menjaga hadits Rasulullah r
dari pemalsuan dan kedustaan, membicarakan perawi-perawi hadits dan menjelaskan
keadaan mereka, sehingga bila perawi itu lemah terlebih seorang pendusta, maka
mereka membicarakannya, mengkritiknya dan menolak haditsnya. Namun apabila
dipelajari dan diteliti, para perawi keadaanya tidak demikian, bahkan merupakan
rawi yang pantas diterima periwayatannya, maka diterima haditsnya dan
periwayatannya. Di antara kritikan mereka:
1. Yahya bin Main berkata tentang seorang perawi hadits yang bernama Talid bin
Sulaiman Al-Muharibi: Dia tidak teranggap, dia seorang pendusta yang mencerca
Utsman . Dan setiap orang yang mencela Utsman atau Thalhah atau salah seorang
dari shahabat Nabi, maka dia dajjal, tidak ditulis haditsnya, dan dia akan
memperoleh laknat Allah, para malaikat dan manusia. (At-Tarikh, 2670)
Al-Hakim berkata: Madzhabnya jelek, mungkarul hadits. (Al-Madkhal, 1/174)
2. Ishaq bin Rahawaih berkata: Negeri Khurasan mengeluarkan tiga orang yang
tidak ada tandingannya dalam kebidahan dan kedustaan yaitu Jahm bin Shafwan,
Umar bin Shabh, dan Muqatil bin Sulaiman.
3. Ahmad ibnu Hanbal berkata: Habib bin Abi Hilal matruk (ditinggalkan).
(Bahrud Dam hal. 105). Demikian juga Al-Imam Ahmad berkata tentang Al-Hasan
ibnu Dzakwan: Hadits-haditsnya batil. (Bahrud Dam hal. 114)
4. Al-Imam Al-Bukhari : Dawud ibnu Al-Muhabbir mungkarul hadits, keberadaannya
seakan-akan tidak teranggap/ ternilai. (Adh-Dhuafa` Ash-Shagir hal. 18.
Al-Hafidz berkata tentangnya: Matruk, dan kebanyakan kitabul aql yang dia tulis
hadits-haditsnya palsu. (At-Taqrib hal.140)
5. Al-Imam An-Nasai mengatakan tentang Asyats ibnu Said As-Samman: Tidak punya
nilai. (Adh-Dhuafa` wal Matrukin hal.56). Wallahu taala alam bish-shawab.[ ]
Sumber : asysyariah
1 Satu kelompok dari Khawarij yang dinisbatkan kepada Nafi bin Al-Azraq, salah
seorang tokoh Khawarij.
2 Zaman terputusnya wahyu dan tidak adanya rasul yang diutus di tengah umat
3 Kiamat tidak akan ditimpakan kecuali pada sejelek-jelek makhluk. Adapun orang
yang memiliki iman semuanya telah meninggal ketika mencium angin sewangi misik
yang berhembus menjelang datangnya hari kiamat (Fathul Bari, 1/206).
Rasulullah bersabda:Termasuk sejelek-jelek manusia adalah orang yang hari
kiamat menemui mereka dalam keadaan mereka masih hidup. (HR. Al-Bukhari no.
7067)
Dalam riwayat Muslim (no. 2949) disebutkan dengan lafadz:Tidak akan datang hari
kiamat kecuali (menimpa) atas sejelek-sejelek manusia.4 Sebagian umat ini akan
tetap di atas al-haq selama-lamanya (Fathul Bari, 1/206)
5 Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah berkata: Imam-imam Islam
seperti Ibnul Mubarak, Yazid bin Harun, Ibnul Madini, Ahmad bin Hambal,
Al-Bukhari dan para imam yang lain di antaranya Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu
Taimiyyah dan Ibnu Rajab telah menafsirkan Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah
Al-Manshurah ini adalah ahlul hadits dan orang yang bermadzhab ahlul hadits.
(Manhaj Ahlis Sunnah wal Jamaah fi Naqdir Rijal wal Kutub wath Thawa`if, hal.
18)
6 Rasulullah r bersabda:Yahudi akan terpecah menjadi 71 atau 72 golongan dan
umatku akan berpecah menjadi 73 golongan. (HR. Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah,
dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah fi Takhrij
As Sunnah, hal. 50)
7 Dan kami tambahkan ulama ahlul hadits dan para imam al-jarh wat tadil pada
zaman ini baik itu yang masih hidup mudah-mudahan Allah mengokohkan mereka dan
diberikan umur yang panjang di dalam pembelaan agama-Nya ataupun yang telah
Allah panggil disisi-Nya, semoga Allah merahmati mereka semuanya dengan
rahmat-Nya yang lapang sesuai yang kami ketahui dan penyebutan kami disini
bukan sebagai pembatasan, di antaranya:
Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdurahman Al-Muallimi Al-Yamani, Asy-Syaikh
Al-Muhaddits Ahmad Syakir, Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh,
Al-Allamatusy Syaikh Abdullah Ibnu Humaid, Asy-Syaikh Al-Muhaddits wal Mufassir
Muhammad Amin Asy-Syinqithi, Asy-Syaikh Al-Allamatu Abdurrahman As-Sadi, Syaikhul
Islam Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Imamul Muhaddits
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Al-Mujahid As-Salafi Hamud
Tuwaijiri, Allamatud Dunya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,
Al-Allamatusy Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Guru kami Al-Muhaddits Imam Ahlis
Sunnah fil Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii, Al-Allamah Shahibul
Manhaj Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Al-Muhadditsul Faqih Ahmad bin
Yahya An-Najmi, Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Mujahid Zaid bin Muhammad Al-Madkhali,
Imam Al-Jarh wat Tadil Syaikhul Muhaddits Rabi Ibnu Hadi Al-Madkhali,
Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-Abbad, Mufti Mamlakah
As-Suudiyah Allamatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alusy Syaikh, Al-Maali
Al-Allamah Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh
Al-Muhaddits Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, Shahibul Manhajis salim Al-Allamah
Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiri, dan ulama ahlil hadits lainnya.
http://m.inilah.com/news/detail/2253690/ulama-al-jarh-wa-tadil-penjaga-dan-pembela-agama
http://m.inilah.com/news/detail/2253690/ulama-al-jarh-wa-tadil-penjaga-dan-pembela-agama