Seminar internasional dengan tema “Peran Umat
Islam dalam Pengelolaan Pelaksanaan Haji dan Menjaga Situs-situs Sejarah Islam”
ini rencananya diselenggarakan di UIN Jakarta (dilarang), akan tetapi dua hari
sebelum dilaksanakan terjadi perubahan lokasi (sangat singkat) sehingga terlaksana
di Universitas Indonesia. Kenapa UI berikan tempat terhormatnya untuk masalah Non Akademis (konspirasi)?
Ada Apa Dengan Universitas Indonesia,
Dijadikan Medan Laga (Fasilitator) Syi’ah Untuk Menyerang Al-Haramain (KSA)
Dengan Pembicara Para Militan Sekte Syi’ah ? Apakah Menyerang Ahlus Sunnah
Termasuk Ranah (Kajian) Akademis ?
Kebencian Syiah Terhadap Kiblatnya Kaum
Muslimin
Ancaman Keji Syiah ( Yaman/Iran ) Serang
Mekkah di Abad 20 !!!
Apa Jadinya Jika Iran Mengelola Haji?
Begini Syiah Iran Ancam Hancurkan Makkah
Al Mukarramah. Pangkalan Militer Iran Dekat Perbatasan Arab Saudi
Iran (Syiah Majusi) Bernafsu Merebut
Al-Haramain (Makkah-Madinah). Apa Yang Akan Terjadi Terhadap Ahlus Sunnah ?
Baca Fakta Dibawah Ini !
Jubir Hizbullah: Kami Akan Musnahkan
Makkah Dan Madinah!! (Video)
Kaum Rafidhah Dan Penistaan Terhadap
Haramain
Kejahatan Syiah di Tanah Haram Dalam
Kurun Sejarah
Mengapa Haramain Menjadi Target?
Syiah Begitu Bernafsu Ingin Menyerang dan
Menguasai Mekah Dan Madinah
Ternyata Syiah Majusi Iran biang Kerok
(Dalang) Tragedi Mina (Sejarah Hitam Syiah Di Haramain Yang Berulang kali)
Video Komandan Hizbullah Iraq: Target
Houthi Selanjutnya, merebut Masjidil Haram dan Masjid Nabawi !
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/04/video-komandan-hizbullah-iraq-target.html?m=0
MUI dan Ormas Islam Dukung Saudi Tolak
Internasionalisasi Haji
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama
ormas Islam yang tergabung dalam MOI mendukung Arab Saudi terkait polemik
internasionalisasi dua tanah suci dalam penyelenggaraan haji. Ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tabligh, Prof. Yunahar Ilyas
menyebut bahwa tuntutan internasionalisasi dilatarbelakangi politik.
“Jadi kita tidak ragu sedikitpun, karena
memang tidak ada kepentingan apapun dalam internasionalisasi ini, kecuali
politik. Ini persoalan politik Timur Tengah. Iran mencoba masuk ke Masjidil
haram. Iran ingin menguasai Timur Tengah,” katanya pada Selasa
(27/02/2018).
Yunahar menyebut, bahwa dampak buruk
adanya internasionalisasi haji yakni akan adanya shalat Jumat empat kali di
Ka’bah. Karena empat madzhab melaksanakan shalat dengan caranya sendiri secara
bergantian.
Internasionalisasi dua tanah suci sejak
dahulu dipopulerkan oleh pemimpin spiritual tertinggi Syi’ah sekaligus pemimpin
Revolusi Iran, Khomeini, yang meminta agar pengelolaan Mekkah dan Madinah
dikelola oleh Komite Islam Internasional dan tidak lagi di bawah Kerajaan Arab
Saudi.
Ketua MUI Jatim, KH. Abdusshomad Buchori
mengungkapkan umat Islam tegas menolak internasionalisasi ibadah haji. Ia
menyebut, sudah sejak lama bangsa Arab Saudi sangat bagus sebagai pelayan dua
tanah cuci.
“Iran ini ingin men-Syiahkan tanah suci.
Karena itu, kita ingin meminta kepada MUI lainnya untuk mengeluarkan fatwa
sesatnya Syiah. Kami sudah sejak dulu mengeluarkan fatwa sesatnya Syiah ini,
dulu pimpinan pusat MUI juga sudah mengeluarkan fatwa sesatnya syiah,” ungkap
kyai kharismatik berkultur NU ini.
Ia pun mengajak kepada segenap ormas
Islam untuk satu sikap dalam menyatakan sesatnya Syiah dan mendukung Arab Saudi
sebagai khadimul haromain (pelayan dua tanah haram).
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia,
Osama bin Mohammed Abdullah Al-Shuaibi mengundang MUI dan ormas Islam untuk
mendukung penolakan internasionalisasi dua tanah suci. Hadir dalam
pertemuan itu Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas. Wasekjen MUI Zaitun Rasmin,
Ketum Persis Maman Abdurahman, Ketua Umum PP Badan Koordinasi Mubalig
se-Indonesia (Bakomubin) Dr Ali Muchtar Ngabalin, AA Gym, serta Ketua Persatuan
Umat Islam (PUI) Nazar Haris.
Reporter: Muhammad Jundii
Editor: M. Rudy
Editor: M. Rudy
Dubes Saudi: Internasionalisasi Haji Sama
Saja Deklarasi Perang
Arab Saudi mengapresiasi umat Islam
Indonesia yang secara tegas menolak internasionalisasi dua tanah suci; Mekkah
dan Madinah terkait penyelenggaraan haji.
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia,
Osama bin Mohammed Abdullah Al-Shuaibi mengundang perwakilan dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan segenap pimpinan ormas Islam untuk menyampaikan hal itu.
“Kami mengundang dalam rangka menyikapi
terkait internasionalisasi dua tanah suci, dan kita di sini menyatakan sikap
menolak politisasi haji karena dapat menyebabkan hancurnya Mekkah, Ka’bah dan
tanah suci lainnya,” kata Osama, Selasa (27/02/2018) malam.
Internasionalisasi dua tanah suci sejak
dahulu dipopulerkan oleh pemimpin spiritual tertinggi Syi’ah sekaligus pemimpin
Revolusi Iran, Khomeini, yang meminta agar pengelolaan Mekkah dan Madinah
dikelola oleh Komite Islam Internasional dan tidak lagi di bawah Kerajaan Arab
Saudi.
“Upaya untuk menyampaikan terima kasih
kami baru bisa mengundang para hadirin sekalian, dan kewajiban kami adalah
untuk menyampaikan terima kasih kepada umat Islam Indonesia yang mendukung kami
dalam polemik ini,” ungkap Osama.
Ia kemudian menceritakan secara singkat
sejarah dua tanah suci hingga tiba suatu masa di mana terjadi pencurian batu
Hajar Aswad dan pembantaian lebih dari 3.000 jamaah haji saat itu, hingga
rusaknya kiswah Ka’bah. Osama menilai, hal itu berpotensi terulang dengan
adanya upaya internasionalisasi dua tanah suci.
“Kita sudah melakukan banyak renovasi
dari dua tanah suci dan terus meningkatkan fasilitas untuk para peziarah.
Anggaran yang dikeluarkan ini mencapai miliaran,” kata Osama, sembari
menekankan upaya itu untuk melayani peziarah, bukan menggali keuntungan negara.
Ia mengungkapkan terdapat lebih dari
13.000 dokter yang menangani para jamaah haji, dengan ratusan ribu operasi
jantung yang dilakukan untuk para peziarah haji, dan belasan juta operasi
kesehatan lainnya.
Internasionalisasi haji, disebut Osama
sebagai satu upaya penjajahan dan penghinaan bagi Arab Saudi, karena sudah
menjadi kehormatan bagi negara ini untuk melayani jamaah haji. Itulah yang
mendasari pemerintah Arab Saudi enggan menggunakan kata ‘Raja Dua Tanah Haram,’
tapi dengan kata ‘Pelayan Dua Tanah Haram’.
“Bayangkan jika ada bentuk
internasionalisasi haji, bukan lagi penjajahan tapi adalah deklarasi perang.
Ini bukan ditujukan kepada Arab Saudi tetapi juga kepada tanah suci lainnya.
Kami tidak akan mundur satu langkah pun dalam menghadapi deklarasi perang ini,”
tutupnya.
Reporter: Muhammad Jundii
Editor: M. Rudy
Editor: M. Rudy
Majelis Ormas Islam-MIUMI Menolak Keras Internasionalisasi
2 Kota Suci Mengenai Pengelolaan Haji dan Umrah
15 Februari 2018
“Pemerintah Arab Saudi juga telah
melakukan pembangunan jalan dan sarana dan prasarana yang sangat berkualitas”
Majelis Ormas Islam menolak
internasionalisasi 2 Kota Suci (Makkah dan Madinah). Munculnya propaganda
tentang internasionalisaai penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci
Makkah dan Madinah membuat umat Islam merasa perlu menyampaikan pernyataan sikap.
Bachtiar Nasir, perwakilan dari Majelis
Ormas Islam, mengatakan, internasionalisasi penyelenggara Haji dan urusan 2
tanah suci Makkah dan Madinah akan menimbulkan problema besar dan
persengketaan. Serta perselisihan yang sangat berbahaya dan dapat memicu
situasi chaos dalam pelaksanaan ibadah Haji. Bahkan dapat menjadi ancaman bagi
stabilitas dua tanah suci dan wilayah sekitarnya.
“Pemerintah Arab Saudi telah memberikan
perhatian yang sangat besar dalam penyelenggaraan ibadah Haji serta urusan dua
tanah suci. Hal ini terbukti dengan membangun dan merenovasi Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi serta perluasan keduanya berlipat-lipat ganda,” ujar Bachtiar
Nasir, saat konferensi pers di AQL Center, Tebet, Jakarta, Kamis (15/2).
Menurutnya, Pemerintah Arab Saudi juga
telah melakukan pembangunan jalan dan sarana dan prasarana yang sangat
berkualitas demi kemudahaan pelaksanaan ibadah Haji dan Umrah.
“Arab Saudi terus menerus membuat kedua
Masjid suci tersebut semakin besar dan indah dari waktu ke waktu,” kata pemimpin Ar-Rahman
Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center ini.
Lanjut Bachtiar, maka tidak ada kebutuhan
dan alasan untuk internasionalisasi penyelenggaraan haji & umrah, serta
urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah.
“Oleh karena itu Indonesia yang diwakili
oleh para Ulama dan tokoh-tokohnya serta bangsa Indonesia secara umum menolak semua
upaya untuk internasionalisasi penyelenggaraan Haji & Umrah, serta urusan
dua tanah suci Makkah dan Madinah dari pihak atau negara manapun juga,” tandas
Sekjen MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) ini.
Tampak hadir dalam acara ini Muhammad
Zaitun Rasmih, Ketua Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Nazar Haris anggota
Majelis Ormas Islam, Bambang Santoso Ketua Dewan Masjid Bali atau MUI Bali ,
Prof Dr Musni Rektor Universitas Ibnu Chaldun dan Dr. Haikal Hasan Ketua
Aliansi Anti Syiah DKI.
Penulis: Bambang S
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran
disebut-sebut telah melontarkan gagasan untuk mendirikan ‘pemerintahan
internasional’ (internasionalisasi) untuk mengelola ibadah haji tahunan umat
Muslim. Namun, Saudi dengan keras menolak gagasan itu.
Mengelola haji dan umrah bukan seperti
menyelenggarakan ritual kolosal yang hanya berdurasi pendek dan berkutat pada
satu tempat. Haji sangat complicated, merangkumi berbagai napak tilas dan
melibatkan jutaan orang dengan kultur berbeda, negara yang berbeda dan durasi
yang lama.
Ibadah haji sarat dengan nilai-nilai
metafisik yang terkadang di luar jangkau nalar manusia. Semua peristiwa tidak
bisa diukur dengan kalkulasi matematis. Sejak tahun 1980 pasca revolusi Iran,
Iran terus menyuarakan internasionalisasi dua tanah suci dan pengelolaan haji
atau umrah. Wacana internasionalisasi terus diangkat dan disampaikan Iran ke
PBB.
Demikian disampaikan Wasekjen MUI Ustaz
Zaitun Rasmin bersama sejumlah Ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas
Islam (MOI) dan Majelis Intelektual Muda dan Ulama Indonesia (MIUMI) di AQL,
Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (15/2). Menurutnya, internasionalisasi
penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah akan menimbulkan
problema besar dan persengketaan serta perselisihan yang sangat berbahaya
“Jika (internasionalisasi) ini
digulirkan, kami khawatir dapat memicu situasi chaos dalam pelaksanaan ibadah
haji bahkan dapat menjadi ancaman bagi stabilitas dua tanah suci dan wilayah
sekitarnya,” ujar Zaitun.
Selama ini, lanjutnya, Pemerintah Saudi
Arabia telah memberikan perhatian yang sangat besar dalam penyelenggaraan
Ibadah Haji serta ururan dua tanah suci. Hal ini terbukti dengan pembangunan
dan renovasi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta perluasan keduanya
berlipat-lipat ganda serta pembangunan jalan dan sarana-prasarana yang sangat
berkualitas demi kemudahan pelaksanaan ibadah haji dan umrah, dan Saudi Arabia
terus menerus membuat kedua masjid suci tersebut semakin besar dan indah dari
waktu ke waktu.
“Ada pihak-pihak tertentu yang ingin
memiliki peran di dunia Islam. Padahal, itu tidak mungkin. Apalagi mereka
aliran yang bertentangan dengan mainstream atau Sunni,” tutur Ketua Umum Wahdah
Islamiyah itu.
Karena itu, kata Zaitun, tidak ada
kebutuhan dan alasan untuk internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan
dua tanah suci Makkah dan Madinah. Ia menduga ada pihak yang cemburu dengan
keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan ibdaha haji dan umrah. Selama satu
milenium lebih pengelolaan tersebut menjadi sumber utama yang menjadi tulang
punggung perekonomian Arab Saudi.
“Bolehkah orang yang cemburu dengan Bali,
Borobudur dan lain sebagainya. Ini semua merupakan karunia dari Yang Maha
Kuasa. Ke depan, para ulama akan terus menyuarakan dan diharapkan isu ini tidak
muncul lagi. Masih banyak urusan umat Islam yang perlu dibahas,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Aliansi
Nasional Anti Syiah (ANNAS) DKI Jakarta Haikal Hassan, menurut dia, wacana
internasionalisasi bukan hal baru yang dilakukan Iran. Sebelumnya, Iran terus
memaksakan kehendaknya di PBB.
“Lagi-lagi kita disuguhkan dagelan bahwa
Makkah dan Madinah dikelola secara internasionalisasi. Saya menduga Iran
melakukannya karena fakta-fakta seperti ini sudah ada rentetannya. Insya Allah
mustahil ada dukungan dari negara lain kecuali Iran itu sendiri (yang ingin
internasionalisasi),” ungkap Haikal.
Sosiolog Musni Umar menjelaskan isu
internasionalisasi tidak mudah diimplementasikan. Sebab, ketika terjadi banyak
perbedaan prinsip, maka akan berujung kepada perpecahan. Jika itu terjadi,
intervensi asing akan mudah masuk dengan dalih humanitarian intervention.
“Kita berharap pelayanan kepada jamaah
ditingkatkan. Tidak hanya keamanan, tapi juga hal-hal yang menyangkut
keselamatan agar tidak terulang hal-hal yang tidak di inginkan,” katanya.
Terpisah, Ketua PP Muhammadiyah bidang
Tarjih dan Tabligh Yunahar Ilyas menuturkan, menurut kesepakatan internasional,
Negara manapun harus tunduk pada peraturan nasionalnya, tidak dapat
diintervensi oleh pihak luar. Wacana internasionalisasi yang dihembuskan Iran
menurutnya naif, karena selama ini Saudi Arabia melakukan pengelolaan ibadah
haji dan umrah secara baik serta profesional.
“Saya khawatir akan terjadi
perbedaan-perbedaan dan memecah belah umat Islam. Saya curiga orang yang ingin
melakukan intrnasionalisasi ini punya kepentingan-kepentingan lain. Ide ini
hanya akan membawa mudharat-mudharat kepada dunia Islam,” tegas Yunahar.
Duta Besar Riyadh untuk Liga Arab, Ahmed
Qattan menegaskan, upaya untuk menginternasionalisasi Tempat Suci Makkah dan
Madinah adalah bagian dari konspirasi yang lebih luas. Politisasi maupun
internasionalisasi situs suci Arab Saudi, kata Qattan adalah ‘jalur merah’ yang
sama artinya dengan ‘bunuh diri politik’.
“Pemerintah Arab Saudi menegaskan
penolakannya terhadap isu politisasi atau internasionalisasi ibadah
haji. Isu tersebut menunjukkan bahwa negara-negara tertentu mengikuti
jejak Iran yang sebelumnya mencoba untuk mempromosikan gagasan yang disebut
merendahkan Saudi,” ujar Qattan seperti dilansir dari Anadolu Agency, Rabu
(14/2).
Sebagai informasi, Arab Saudi memutuskan
hubungannya dengan Iran pada awal 2016, setelah para demonstran Iran
menggeledah dua misi diplomatik Saudi di Teheran dan Masyhad. Musim panas lalu,
Arab Saudi dan tiga negara Arab yakni Mesir, Uni Emirat Arab, dan Bahrain,
secara kolektif memutuskan hubungan dengan Qatar.
Mereka menuduh Doha mendukung terorisme
dan berdiri terlalu dekat dengan Iran. Qatar menolak tuduhan tersebut, dengan
mengatakan bahwa upaya untuk mengisolasinya oleh negara-negara Teluk lainnya
merupakan pelanggaran hukum internasional.
Ahmad Zuhdi.
Iran dan Propaganda Internasionalisasi
“Dua Tanah Suci”
Kamis, 15 Februari 2018 - 10:30 WIB
Propaganda internasionalisasi Makkah dan
Madinah adalah ekspansi ideologi ‘waly al-faqih’ sebagai pemimpin transnasional
Oleh: Abdul Chair Ramadhan
DUNIA saat ini diguncangkan oleh
propaganda internasionalisasi dua Tanah Suci yakni Makkah dan Madinah.
Propaganda internasionalisasi Makkah dan Madinah ini bukanlah hal yang baru.
Pada dekade 80-an propaganda pernah dipopulerkan oleh pemimpin spiritual tertinggi
Syi’ah sekaligus pemimpin Revolusi Iran, Khomeini.
Pada saat itu, Khomeini meminta agar
pengelolaan dua Kota Suci umat Islam itu dikelola oleh Komite Islam
Internasional dan tidak lagi dibawah Kerajaan Saudi Arabia. Tidak dapat
dipungkiri, Iran sangat berkepentingan untuk mensukseskan ide
internasionalisasi Makkah dan Madinah. Iran memiliki tujuan geopolitik dalam
rangka ekspansi ideologi dan memperluas penguasaan territorial (lebensraum).
Penguasaan lebensraum sangat berhargabagi Iran, untuk mengupayakan hegemoni di
Timur Tengah dan pada akhirnya di seluruh penjuru dunia.
Ketika Khomeini berhasil menjatuhkan
dinasti Shah Pahlevi melalui revolusinya tahun 1979, segera setelah itu ia
mengatakan: “…Aku mau ekspor revolusi keluar!”. Berdirinya revolusi itu telah
memunculkan kebangkitan Syi’ah, yang dahulunya lebih menekankan pada aspek
quetisme (kecenderungan untuk bersikap pasif secara politik dan lebih
mengedepankan pola hidup keberagamaan yang ascetic), kini hadir dalam
bentuk yang progresif dalam bentuk ideologi yang revolusioner.
Khomeini telah berhasil menjadikan ajaran
Syi’ah yang demikian terlembagakan sebagai sebuah institusi (institutional
shi’ism) dengan seperangkat pemikiran teologis dan politisnya (theological and
political framework).
Revolusi Iran memiliki daya sentrifugal
yang menjangkau seluruh dunia muslim, hingga saatini. Iran sangat massif dan
ofensif dalam ekspansi ideologi imamah yang berseberangan dengan umat Islam.
Melalui kelembagaan velayat el-faqih (wilayat
al-faqih), Iran mengklaim bahwa kepemimpinan Islam secara universal adalah
berdasarkan mandate Ilahi, dan sekarang berada pada Imam Mahdi (Imam Kedua
belas) yang sedang dalam masa “ghaib kubro”. Selama masa ghaib kubro, maka
menurut ketentuan Pasal 5 Konstitusi Republik Iran, kekuasaan dijabat oleh waly
al faqih, yang tiada lain untuk masa sekarang adalah Ali Khamenei sebagai
pengganti Khomeini.
Dapat dikatakan bahwa ekspansi ideologi
itu sebagai konsekuensi dari doktrin imamah yang mengalami elaborasi
transformative oleh ulama ushuli yang oleh Khomeini berhasil dimasukkan kedalam
konstitusi Negara Iran.
Ideologi imamah adalah termasuk ideologi
transnasional yang masuk melalui penetrasi atau infiltrasi budaya dan agama (transcendental)
dan berwatak fundamentalis.
Keberadaannya pada suatu Negara sebagai
ancaman nir-militer, yang menghendaki terjadinya perubahan revolusioner
dalam rangka pencapaian tujuan cita-cita mendirikan suatu Negara berdasarkan
paham keagamaan yang berlaku di Iran (Syiah Imamiyah Itsna Asyariyyah).
Aspek nir-militer ini dikenal sebagai
aspek asimetris. Ancaman yang bersifat asimetris tidak menggunakan kekuatan
militer (hard power) atau peperangan simetris melainkan dengan menggunakan
isu-isu ideologis, politik, hukum, ekonomi, sosial-budaya, dan teknologi
informasi.Jadi, propaganda internasionalisasi dua Tanah Suci oleh Iran termasuk
cakupan peperangan yang bersifat asimetris.
Namun demikian, bukan hal yang tidak
mungkin akan terjadi peperangan simetris. Kita ketahui, Iran dewasa ini telah
berhasil menjadikan beberapa Negara sebagai sekutunya. Libanon telah menjelma
sebagai “Negara bagian” Iran dengan Hizbullah
sebagai “perpanjangan tangan” Iran. Sejak kemunculan hizbullah
hingga sekarang, fungsi waly al-faqih senantiasa tidak terpisahkan sari
ideologinya.
‘Ideologi jihad’ Hizbullah terikat secara
keagamaan dengan lembaga wilayat al-faqih yang berfungsi sebagai
pengendali strategis dalam segenap aktivitas jihad yang dilakukan.
Hizbullah meletakkan ideologi dan
strategi jihad dalam kerangka legitimasi keagamaan dan tidak membiarkan ideologi
berjalan secara terpisah dari strateginya.
Tegasnya, Hizbullah telah menjelma
menjadi actor non state, untuk kepentingan negara Iran selaku “penerima
manfaat” (beneficiary state). Iran
bersekutu dengan rezim Bashar Assad (Suriah) jadi mitra
strategis dalam gerakan pemberontakan Syiah al Houthi di Yaman.
Iran juga mendapatkan otoritas gratis di
Iraq dari Amerika Serikat. Kesemua itu tidak lepas dari kepentingan geopolitik
Iran dalam rangka penguasaan teritorial di Timur Tengah.
Oleh karena itu, dapat dimengerti maksud
dan tujuan Iran dalam propaganda internasionalisasi Makkah dan Madinah, tidak
lain tidak bukan adalah guna ekspansi ideologi dengan menjadikan
kedudukan waly al-faqih sebagai
pemimpin transnasional, sebab ia adalah wakil sang Imam yang dalam masa
kegaiban besar.
Pada saatnya, ketika Imam Mahdi mucul
menjelang “al-Malhamah al-Kubro” (Armageddon), maka kekuasaan akan dikembalikan
kepadanya. Perlu dicatat, bahwa Imam Mahdi bukanlah sebagaimana yang diklaim
oleh penganut Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyyah.
Sebab Imam Mahdi, akan muncul dari
Madinah – bukan tempat yang lainnya – dan akan dibai’at di Makkah, tepatnya di
depan Ka’bah pada saat pelaksanaan ibadah Haji.
Dapat disimpulkan, bahwa propaganda
internasionalisasi Makkah dan Madinah oleh Iran selain terkait dengan ekspansi
ideologi dan memperluas penguasaan territorial adalah juga dimaksudkan untuk
propaganda kehadiran Imam Mahdi yang hendak dideklarasikan, bisa pada masa
kekuasaan Ali Khamenei saat ini maupun setelahnya, entah kapan?*
Pengamat Ideologi Transnasional Syiah-
Iran
Arab Saudi Menggambarkan Desakan
‘Internasionalisasi’ Haji ‘Deklarasi Perang’
Habib
Achmad Zein Alkaf
“Gerakan Syiah Indonesia Diremote dari Iran”
Umat Islam Menolak Internasionalisasi 2
Kota Suci dan Pengelolaan Haji/Umroh
PRESS CONFERENCE
“Menolak Internasionalisasi 2 Kota Suci dan
Pengelolaan Haji/Umroh”
Munculnya propaganda tentang
internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah suci
Makkah dan Madinah membuat kami umat
Islam Indonesia merasa perlu menyampaikan
pernyataan sikap sebagai berikut:
1.Internasionalisasi penyelenggaraan haji
dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah akan menimbulkan problema besar
dan persengketaan serta perselisihan yang sangat berbahaya dan dapat memicu
situasi chaos dalam pelaksanaan ibadah haji bahkan dapat menjadi ancaman bagi
stabilitas dua tanah suci dan wilayah sekitarnya .
2.Pemerintah Saudi Arabia telah
memberikan perhatian yang sangat besar dalam penyelenggaraan Ibadah Haji serta
ururan dua tanah suci. Hal ini terbukti dengan pembangunan dan renovasi
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta perluasan keduanya berlipat-lipat ganda
serta pembangunan jalan dan sarana – prasarana yang sangat berkualitas demi
kemudahan pelaksanaan ibadah haji dan umrah , dan Saudi Arabia terus menerus
membuat kedua masjid suci tersebut semakin besar dan indah dari waktu ke waktu.
3.Berdasarkan apa yang tersebut di atas,
maka tidak ada kebutuhan dan alasan untuk internasionalisasi penyelenggaraan
haji dan urusan dua tanah suci Makkah dan Madinah.
Oleh karena itu Indonesia yang diwakili
oleh para ulama dan tokoh- tokohnya serta bangsa Indonesia secara umum menolak
semua upaya untuk internasionalisasi penyelenggaraan haji dan urusan dua tanah
suci Makkah dan Madinah dari pihak atau negara manapun juga.
حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير
Jakarta , 29 Jumadil Ula 1439 H / 15
Februari 2018 M
Saudi Tolak Politisasi dan
Internasionalisasi Dua Kota Suci
Terakhir Diperbaru 15 Feb 2018 09:52
Duta Besar Arab Saudi untuk Liga Arab,
Ahmed Qattan, menegaskan kembali bahwa negaranya menolak upaya untuk
“politisasi dan internasionalisasi” haji yang merupakan rukun Islam, Middle
East Monitor melansir, Rabu (14/2/2018).
“Upaya untuk mempromosikan
internasionalisasi Tempat Suci Makkah dan Madinah adalah konspirasi yang
berbahaya,” ungkap Qattan di akun Twitternya, Selasa (13/2).
Menurut Qattan, upaya tersebut dilakukan
oleh beberapa negara hanya karena mengikuti apa yang selalu dipromosikan oleh
negara rival Saudi, Iran. Iran, menurutnya, berusaha mempromosikan Proposal
yang disebut “berbahaya dan menyedihkan”.
“Saya katakan kepada semua orang yang
mencoba mengangkat masalah ini dari waktu ke waktu: kembali ke akal sehat
Anda,” ujar Qattan.
Dia juga memperingatkan bahwa politisasi
dan internasionalisasi situs suci merupakan “garis merah” dan upaya “bermain
dengan api”.
“Semua upaya untuk melakukannya adalah
bunuh diri politik,” ujarnya. Dia menjelaskan bahwa seluruh dunia mengakui
upaya besar Kerajaan untuk melayani umat Islam dalam ziarahnya ke kedua Kota
Suci tersebut.
Pihak berwenang Saudi mengadakan
pertemuan pendahuluan pada Januari 2018 untuk meninjau kembali rencana
persiapan musim haji tahun ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Iran
mengangkat isu “penyelesaian masalah administrasi” haji yang ditolak Arab
Saudi.
Isu Internasionalisasi Kota Suci umat
Islam di Makkah dan Madinah yang saat ini secara politik dikuasai Kerajaan Arab
Saudi kembali mencuat di tengah publik. Sebelumnya pada 2015 saat musibah
jatuhnya crane di Masjid Al-Haram, isu ini makin ramai diperbincangkan. (MNM/Salam-Online)
Sumber: Middle East Monitor
Alumni Madinah Tolak Internasionalisasi
Haramain
Keluarga Besar Ikatan Alumni Universitas
Islam Madinah Indonesia menyatakan menolak tegas segala upaya makar, politisasi
dan internasionalisasi pengelolaan dua kota suci umat Islam. ”Segenap alumni
yakin, Kerajaan Arab Saudi merupakan satu-satunya pihak yang berhak menangani
pengelolaan Al-Haramain,” kata KH Bachtiar Nasir Lc, Ketua Umum Ikatan Alumni Univ Islam Madinah di Indonesia.
Segenap alumni Saudi, tegas Bachtiar
Nasir, meyakini bahwa Kerajaan Arab Saudi merupakan satu-satunya pihak yang
berhak menangani pengelolaan dua kota suci umat Islam. “Kami juga menolak
secara bulat dan tegas segala upaya makar, politisasi nasional dan internasional,
serta distorsi fakta atas segala hal yg telah dilakukan Kerajaan Arab Saudi,
dengan tujuan mengambilalih pengelolaan dua kota suci umat Islam.”
Kepada pers, Sekjen Ikatan Alumni
Madinah, Muhammad Ridwan Yahya, menjelaskan bahwa keluarga besar Ikatan Alumni
Universitas-Universitas Arab Saudi di Indonesia serta Ikatan Alumni Univ Islam
Madinah di Indonesia sengaja bertemu di Jakarta pada hari Kamis (22 Jumadil Ula
1439 H/8 Februari 2018). Mereka membahas berbagai peristiwa terkini yang
menyoal komitmen serta peran Kerajaan Arab Saudi serta segenap rakyatnya dalam
menjaga dua kota suci umat Islam, mengelola pelaksanaan ibadah haji dan umrah,
serta melayani para tamu Allah.
Menurut Abdullah Said Baharmus, selaku
Dewan Penasihat Ikatan Alumni Madinah, segenap alumni, khususnya para tokohnya
yang saat ini memangku jabatan strategis di lingkungan pemerintahan dan
masyarakat Indonesia, sangat berterimakasih yang setulus-tulusnya kepada Raja
Salman bin Abdul Aziz Al Sa’ud dan Putra Mahkota Muhammad bin Salman bin Abdul
Aziz Al Sa’ud serta Pemerintahannya yang mulia atas segala usaha keras
berkesinambungan dalam menjaga dan membangun Al-Haramain. “Kerajaan Saudi juga
telah mengeluarkan dana sangat besar untuk menghadirkan fasilitas terbaik bagi
segenap tamu Allah dan para peziarah,” tambahnya.
Adapun menyangkut konferensi tentang
internasionalisasi pengelolaan Al-Haramain serta ibadah haji dan umrah, yang
disinyalir dilaksanakan di salah satu universitas di Indonesia belum lama ini,
jelas Abdullah Said, ikatan alumni mencermati, bahwa acara serta upaya tsb sama
sekali tidak berarti dan tidak mendapat perhatian, simpati, serta dukungan
sedikit pun dari Pemerintah dan Bangsa Indonesia.
“Semoga Allah SWT menjaga dua kota suci
umat Islam, Penjaganya, dan Kerajaan Arab Saudi dari tangan serta upaya makar
para musuh Allah. Hanya Allah lah yang menaungi setiap maksud dan tujuan kita,”
tegasnya.[DJ]