Sunday, July 12, 2020

Tengku Zulkifli Usman, Kedengkiannya Terhadap Negeri Tauhid Arab Saudi, Memanipulasi Perjanjian Sykes-Picot Tahun 1916

Image

Akhir yang dramatis Daulah Utsmani memiliki peran dalam memfasilitasi penjajahan asing di negara-negara Arab. Dan itu adalah alasan utama terjadinya bentrokan antara orang Arab dan Turki dalam masa tersebut.

Salafi Meruntuhkan Khilafah Islam ??? Mengenal 'Arab Revolt' Dan Perjanjian Sykes-Picot 1916.
100 Tahun Perjanjian Sykes-Picot Yang Pecah Belah Bumi Syam Dan Turki Utsmani
Perjanjian Faisal Bin Husein (Putra Syarif Mekkah Husein Bin Ali, Penganut Sufisme, Keluarga Hasyimiyah) -Weizmann, Pintu Masuk Yahudi Eropa Miliki Tanah Di Palestina. 'Arab Revolt', Pemberontakan Keluarga Sufi Melawan Turki Utsmani
Konspirasi Dan Kolaborasi Syiah (Alawiyin),Kristen Dan Yahudi, “Biang Kerok” Terbentuknya Negeri Yahudi Israel Dan Memporak Porandakan Negara-Negara Arab, manifestasi Pelampiasan Birahi Dendam Majusi Terhadap 'Umar Bin Khattab RA Dan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Berdirinya Negara Tauhid KSA Membendung Ekpansi Tersebut.
Fakta Mengejutkan ! Pengkhiatan Syiah di balik runtuhnya kekhilafahan Islam (Utsmaniyah)
Awal Mula Berdirinya Negara Yahudi di Palestina
Bagaimana Israel Berdiri di Bumi Palestina?
Dongeng "Sejarah Berdarah Sekte Salafy Wahabi, Mereka Telah Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama", Ternyata Berisi Terlalu Banyak Kedustaan Dan Manipulasi (Membongkar Koleksi Dusta Idahram 10)
Erdogan (Ataturkish) Dan Penjualan Yerusalem Palestina, Bertemu Dengan Tokoh Zionis Pembantai Sabra Dan Shatilla Di Jesrusalem
KERANCUAN SEJARAH WAHHABI : Sebuah kritik atas pertentangan memoar Hempher dalam Buku Catatan Harian Seorang Mata-Mata: Kisah Penyusupan Mata-Mata Inggris untuk Menghancurkan Islam
Mengenal Hempher Dan Fitnahnya Terhadap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab
Membongkar Kebohongan & Penyesatan Buku ”Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”
Sejarah Dan Penyebab Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani, banyak yang tidak mengetahui sejarah sebenarnya
Siapakah Yang Menjadi Agen Inggris? Siapakah Yang Meruntuhkan Daulah Utsmaniyah?
Syubhat Syaikh Sulaiman Bin Abdul Wahhab Menjawab Syubhat Seputar Al Mujaddid Asy Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab 
Studi Kritis Atas Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” [2]
Tentang Ahmad Zaini Dahlan Dan Sikap Ulama Ahlu Sunnah Terhadapnya

Apakah Masuknya Utsmani Ke Negara-Negara Arab 500 Tahun Yang Lalu Merupakan Invasi (Ghazwu) Atau Penaklukan (Futuh)?

Pangeran Abdul Aziz bin Sa’ud (saat itu adalah penguasa Riyadh dan Nejed, pemimpin politik  gerakan dakwah tauhid Nejed) menegaskan dirinya tidak memiliki keinginan untuk menjadi khalifah.

Beginilah Cara Abdulaziz Membagi Negara Islam Dengan Perjanjian Sykes-Picot
 



Judul yang sangat kuat dan menarik. Apalagi didukung foto yang memberikan cerita realisme dan antusiasme.


Mari kita bongkar tipu daya kelompok-kelompok yang menjadikan hoax ini menjadi alasan untuk terus memburukkan citra Kerajaan Arab Saudi.


Pertama, Perjanjian Sykes-Picot berhasil dilakukan pada tahun 1916 M. Dalam kesepakatan tersebut, Inggris dan Prancis membagi Duwal al-Hilal al-Khashib (Irak, Suriah, Yordania, Palestina, Libanon), yang sebagian besar berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani.


Sementara negara Arab Saudi bukan bagian dari negara-negara di atas dan sejak awal tidak berafiliasi dengan Kekaisaran Ottoman, tetapi sepenuhnya independen.
Kedua, Mark Sykes meninggal dunia pada tahun 1919 M karena wabah flu Spanyol, sementara foto yang banyak beredar diambil saat Perjanjian al-Uqair pada tahun 1922 M.


Artinya, 3 tahun setelah kematian Sykes. Jadi bagaimana orang mati ikut berpose dalam sebuah foto?!


Foto yang banyak viral ini merupakan pertemuan Perjanjian al-Uqair untuk membahas perbatasan Najd dengan Irak dan Kuwait.



Nama yang benar untuk ketiga orang di foto tersebut adalah dari kanan ke kiri:
01.Sir Percy Cox, mediator Inggris.
02.Raja Abdulaziz bin Abdul Rahman, Arab Saudi.
03.Mayor John Moore, agen politik Inggris di Kuwait.
Di sini Anda bisa menentukan sikap sendiri, atas banyaknya kebohongan dan penipuan yang digunakan musuh-musuh Islam untuk merusak citra Kerajaan Arab Saudi di mata umat Islam.
حفظ اللّه بلاد التوحيد وأدام عزّها
https://saudinesia.com/2020/10/09/beginilah-cara-abdulaziz-membagi-negara-islam-dengan-perjanjian-sykes-picot/


Beginilah Cara Penjajah Salibis Barat Menelikung Revolusi Umat (Bag. 1)

Perjalanan sejarah modern membuktikan bahwa setiap kali umat Islam dan bangsa-bangsa muslim bangkit melakukan perlawanan untuk meraih kemerdekaan dari penjajah salibis Barat, maka penjajah salibis Barat mendahului langkah mereka.

Hasilnya? Penjajah salibis Barat sukses mengembalikan realita bangsa muslim, membuat negara-negara kecil, menetapkan batas-batas geografinya, memaksakan rezim-rezim baru, dan memilih raja-raja boneka. Pola ini senantiasa diulang oleh penjajah salibis Barat setiap kali umat Islam bangkit melawan mereka. Demikian ditegaskan oleh Dr. Hakim Al-Mathiri dalam artikelnya yang berjudul Adawat al-Ihtilal al-Gharbi as-Shalibi li-Muwajahat Tsaurat al-Ummah.

Contoh pertama dari hal itu adalah pertarungan antara Nasionalisme Turki VS Nasionalisme Arab yang mengatas namakan Khilafah Islamiyah.

Dalam Perang Dunia Pertama 1333 – 1337 H (1914-1918 M), penjajah salibis Inggris sukses membenturkan bangsa Turki dengan bangsa Arab. Inggris menawarkan “kerjasama” dengan pemimpin bangsa Arab, yaitu mengusung proyek pengembalian Khilafah Islamiyah ke tanah Arab dan bangsa Arab.

Pada saat itu, kebijakan Daulah Utsmaniyah disetir oleh Hizbul Ittihad wa At-Taraqqi (Partai Persatuan dan Kemajuan) yang beraliran nasionalis – sekuler. Partai ini menang telak dalam pemilu tahun 1330 H (1910 M). Hizbul Ittihad wa At-Taraqqi menyetir Daulah Utsmaniyah kepada nasionalisme ke-Turki-an (Turanisme). Sultan Muhammad Rasyad (Muhammad V) praktis menjadi boneka yang tidak memiliki kekuasaan apapun.

Nasionalisme Turki tersebut menimbulkan banyak kezaliman terhadap bangsa Arab. Saat Perang Dunia I terjadi, Hizbul Ittihad wa At-Taraqqi mengarahkan Daulah Utsmaniyah untuk berperang di Blok Jerman – Swiss. Hal itu menyebabkan Daulah Utsmaniyah terlibat peperangan besar melawan blok Sekutu yaitu Inggris, Perancis, Rusia, Italia, dan Amerika Serikat.

Di tengah kecamuk perang besar tersebut, penjajah salibis Inggris membujuk pemimpin bangsa Arab sekaligus penguasa kota Makkah, Syarif Husain, untuk memimpin perlawanan bersenjata melawan Daulah Utsmaniyah. Jika Syarif Husain bersedia memimpin pasukan Arab melawan pasukan Turki Utsmani, maka Inggris menjanjikan kemerdekaan bangsa Arab dari “penjajahan” Turki Utsmani. Inggris akan mengakui Syarif Husain sebagai khalifah kaum muslimin, dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Hijaz (Makkah, Madinah, Thaif), Jazirah Arab, Irak, dan Syam.

Prosesnya dimulai secara resmi oleh Inggris dengan menggelar Konferensi Kuwait pada akhir 1916 M dan awal 1917 M. Konferensi itu dihadiri oleh 200 kepala suku di wilayah Jazirah Arab dan kawasan Teluk. Para peserta konferensi berdiskusi tentang program pengembalian khilafah ke tangan bangsa Arab.

Pangeran Jabir Al-Mubarak menegaskan ia akan mendukung orang yang dipilih oleh umat Islam sebagai khalifah. Pangeran Abdul Aziz bin Sa’ud (saat itu adalah penguasa Riyadh dan Nejed, pemimpin politik  gerakan dakwah tauhid Nejed) menegaskan dirinya tidak memiliki keinginan untuk menjadi khalifah. Akhirnya, seluruh peserta konferensi secara bulat menyatakan dukungan mereka kepada revolusi dan khilafah yang akan diperjuangkan oleh Syarif Husain.

Syarif Husain memulai revolusi Arab pada musim panas tahun 1335 H dengan mengepung kota Madinah dan merebutnya dari kekuasaan Daulah Utsmaniyah. Lalu putranya, Faishal bin Syarif Husain memimpin peperangan pasukan Arab melawan pasukan Turki Utsmani di perbatasan wilayah Palestina. Pasukan berkuda Arab dikenal luas sebagai pasukan yang sangat berani, lincah, dan tangkas berperang. Mereka berhasil mengobrak-abrik pertahanan pasukan Turki Utsmani.

Pasukan Turki Utsmani sendiri pada saat itu dilanda kelaparan hebat dan kehabisan amunisi. Sebab, sebelum itu delapan divisi mereka tiga kali berturut-turut melakukan perjalanan darat dari Palestina, menyeberangi gurun pasir Sinai, untuk merebut Terusan Suez dari tangan Inggris. Sebelum berperang melawan pasukan Inggris di Terusan Suez, mereka berjalan kaki selama 15 hari di padang pasir, menempuh jarak 225 kilometer (jalur Rafah – Qantarah)  dan 325 kilometer (jalur Ma’an – Suez).

Serangan pertama pasukan Turki Utsmani dilakukan pada musim dingin tahun 1333 H / 1914 M, namun menemui kegagalan. Pasukan Turki Utsmani melakukan serangan kedua dua bulan setelahnya, juga menemui kegagalan. Serangan ketiga dilakukan pasukan Turki Utsmani tiga bulan kemudian, dan kembali mereka mengalami kegagalan.

Setelah tiga kali gagal, pasukan Turki Utsmani kehabisan amunisi, sehingga mereka ditarik mundur ke wilayah Gaza dan Ma’an di Palestina. Pada saat itu pasukan Turki Utsmani di wilayah Palestina, Yordania, Lebanon, dan Suriah terbagi menjadi tiga divisi:

Divisi IV berkedudukan di kota Balqa’, Yordania.
Divisi VII berkedudukan di wilayah tengah, Palestina. Panglimanya adalah Musthafa Kamal Pasha (agen Yahudi Donma yang di kemudian hari meruntuhkan Daulah Utsmaniyah dan mendirikan negara nasionalis-sekuler Republik Turki)
Divisi VIII berkedudukan di wilayah barat, menjaga wilayah pantai Palestina dan Lebanon.
Pasukan berkuda Arab dipimpin oleh Pangeran Faishal bin Syarif Husain dan agen intelijen Inggris, Lawrence of Arabia, menyerbu pasukan Turki Utsmani di wilayah Jabal Druz, Baklabak, dan Ma’an. Musthafa Kamal Pasha, Panglima Pasukan Divisi VII Turki Utsmani, telah menjalin kesepakatan rahasia dengan Inggris.

Musthafa Kamal Pasha menarik mundur pasukannya tanpa menembakkan sebutir peluru pun terhadap pasukan musuh. Atas pengkhianatannya itu, Inggris menjanjikan Musthafa Kamal Pasha sebagai calon penguasa Turki Utsmani.

Pengkhianatan Musthafa Kamal Pasha membuat pasukan Turki Utsmani yang kelaparan dan kehabisan amunisi di kota Gaza dan Ma’an kewalahan menghadapi serbuan pasukan Arab. Pasukan Turki Utsmani terpaksa ditarik mundur, sehingga kota Gaza dan Ma’an jatuh ke tangan pasukan Arab.

Kemenangan pasukan Arab itu merupakan sebuah kesuksesan besar bagi pasukan Inggris dan Sekutu. Sebab, Palestina jatuh ke tangan pasukan Inggris dan Sekutu tanpa tewasnya seorang pun tentara mereka dalam perang melawan pasukan Turki Utsmani.

Dengan mudah dan tanpa perjuangan apapun, Jendral Allenby membawa pasukan Inggris memasuki kota Al-Quds pada tanggal 11 Desember 1917 M (1336 H). Dengan congkak, ia mengeluarkan pernyataannya yang tercatat dalam sejarah “Sekarang telah berakhir perang Salib!”.

Kekalahan demi kekalahan yang dialami pasukan Turki Utsmani di negeri Syam dan Irak akhirnya memaksa Daulah Utsmaniyah untuk menyerah kepada pasukan Inggris dan Sekutu.

Di luar sepengetahuan Syarif Husain dan bangsa Arab, pada bulan Maret 1916 M penjajah Inggris, Perancis, dan Rusia mengadakan pertemuan rahasia untuk membagi-bagi bekas wilayah Turki Utsmani dan mendukung pendirian negara Yahudi di Palestina.

Pada tanggal 16 Mei 1916 Inggris dan Perancis menanda tangani Perjanjian Sykes-Picot. Perancis diwakili oleh diplomatnya, Francois George Picot, dan Inggris diwakili oleh diplomatnya, Sir Mark Sykes. Pada bulan Oktober 1917, Rusia menarik diri dari perjanjian itu karena harus menghadapi Revolusi Bolshevik.

Berdasarkan perjanjian tersebut, wilayah kekuasaan Daulah Utsmaniyah pasca berakhirnya Perang Dunia Pertama akan dibagi-bagi di antara negara sekutu:

1.Irak dan Yordania akan menjadi wilayah jajahan Inggris.
2.Suriah dan Lebanon akan menjadi wilayah jajahan Perancis.
3.Palestina akan berada di bawah mandat Inggris sebagai persiapan pembentukan negara Yahudi.

Pada tanggal 2 November 1917 M, Menteri Luar Negeri Inggris, Lord Balfour, atas nama Kerajaan Inggris menjanjikan usaha sekuat-kuatnya Kerajaan Inggris untuk membangunkan tanah air Yahudi (Jewish National Home) bagi bangsa Yahudi. Kerajaan Inggris lantas mengangkat Sir Herbert Samuel (tokoh Yahudi Inggris) sebagai Komisaris Tinggi Inggris yang pertama di Palestina.

Dukungan resmi Inggris bagi pendirian negara Yahudi di Palestina itu disetujui oleh Perancis dan Italia pada bulan Februari 1918 M, dan oleh Amerika Serikat pada bulan Oktober 1918 M. Sejak saat itu gelombang imigrasi besar-besaran penduduk Yahudi dari seluruh dunia mengalir ke Palestina.

Syarif Husain dan bangsa Arab yang telah terbuai oleh mimpi penegakan Khilafah Islamiyah di Makkah akhirnya harus gigit jari. Mereka baru mengetahui bahwa selama ini mereka telah diperalat oleh Inggris, untuk kepentingan Inggris dan Yahudi. Syarif Husain dan bangsa Arab baru mengetahui hal itu setelah isi Perjanjian Sykes-Picot dibocorkan dan dipublikasikan oleh pejuang revolusi komunis Bolshevick, Oktober 1917.

Menteri Penjajahan Inggris, Churchil, pada tahun 1921 M menggelar Konferensi Kairo. Melalui konferensi tersebut, Inggris mendirikan sejumlah negara dan menentukan raja-rajanya:

Khilafah Islamiyah atau Khilafah Arab berkedudukan di Makkah, dengan khalifahnya Syarif Husain.
Kerajaan Mesir, dengan rajanya Fuad.
Kerajaan Irak, dengan rajanya Faishal bin Syarif Husain.

Inggris tidak membiarkan Syarif Husain menikmati sedikit kue empuk hasil kerja kerasnya. Inggris secara diam-diam juga menjalin kesepakatan dengan penguasa Riyadh dan pemimpin politik gerakan dakwah tauhid Nejed, Pangeran Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud.

Pada tahun 1337 H, pasukan Syarif Husain mengalami kekalahan telak dalam pertempuran di wilayah Turbah melawan pasukan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud. Dengan dukungan Inggris, pasukan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud mengalahkan pasukan Syarif Husain pada perang tahun 1343 H. Syarif Husain akhirnya lengser dan menyerahkan tahta kerajaannya kepada putranya, Syarif Ali bin Syarif Husain.

Namun, kekalahan perang telah mengakibatkan kota Makkah jatuh ke tangan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud. Hal itu berarti Khilafah Arabiyah Makkah tumbang. Syarif Ali bin Syarif Husain mundur ke kota Jeddah. Namun pasukan Abdul Aziz mengejarnya dan mengepung kota Jeddah selama satu tahun penuh. Selain itu, pasukan pemimpin Nejed itu juga menyerang dan mengepung kota Madinah.

Madinah menyerah sepenuhnya ke tangan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud setelah dikepung selama 10 bulan. Begitupula dengan Jeddah, takluk setelah tercapai pengepungan setahun penuh. Berdasar kesepakatan kedua belah pihak, Jeddah menjadi wilayah kekuasaan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud, sementara Syarif Ali dan keluarganya diberi jaminan untuk bergabung dengan saudaranya, Syarif Faishal bin Syarif Husain di Irak.

Syarif Husain sendiri dibuang ke Cyprus sebagai tahanan politik dan meninggal di pembuangan pada tahun 1350 H. Makkah, Madinah, Jeddah, dan Riyadh disatukan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud, lalu ia mendirikan Kerajaan Alu Sa’ud.

Revolusi Arab yang dipimpin Syarif Husain pada akhirnya berperan menjatuhkan Palestina ke tangan Inggris dan Yahudi. Syarif Husain sendiri terlibat perebutan wilayah dan pengaruh dengan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Saud. Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Fauzan
Referensi:
Dr. Jamil Abdullah Muhammad Al-Mishri, Hadhiru Al-Alam Al-Islami wa Qadhayahu Al-Mu’ashirah, Makkah: Universitas Ummul Qura, t.t.
Dr. Ali Juraisyah, Hadhiru Al-Alam Al-Islami, Jeddah: Darul Mujtama’, cet. 4, 1410 H.
Mahmud Syakir, At-Tarikh Al-Islami VIII: Al-‘Ahdu Al-Utsmani, Beirut: Al-Maktab Al-Islami, cet. 4, 1421 H.

Kolaborasi Arab Saudi dengan Inggris dan Prancis sudah berjalan bahkan sebelum negara saudi lahir.
Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916 yang bertujuan memecah negara islam dan membagi bagi kepada penjajah diikuti dan disetujui oleh pendiri negara Saudi abdul aziz al saud.
Kesepakatan Saudi yang saat itu masih menjadi wilayah bagian dari dinasti utsmani(Nejd)untuk keluar dan merdeka dari ottoman juga bagian dari poin poin kesepakatan rahasia antara diplomat Inggris Mark Sikes dan diplomat Prancis Francois Picot dengan pendiri Saudi Abdul Aziz al Saud.
Jangan heran kenapa saudi sekarang lebih memusuhi muslim sendiri. Karena mereka lahir dari kesepakatan gelap penjajah inggris dan prancis yang diatas semuanya adalah restu zionis.
Kesepakatan Sykes-Picot dilanjutkan dengan perjanjian Balfour setahun setelahnya(1917) yang memberikan legitimasi israel mendirikan negara mereka di tanah palestina.
Rencana pemecahan negara islam dan pembubaran khilafah utsmani sudah dirancang lama dan rapi oleh musuh islam yang didukung oleh para pengkhianat dari dalam islam itu sendiri.
Tengku Zulkifli Usman.