Kamis, 17 Rabiul Awwal 1436 H / 12 Desember 2013 16:12
wib
Tegas terhadap Syi’ah Rafidhah bahwa itu ajaran
menyimpang dan sesat adalah bagian dari sikap para ulama Islam dalam
kitab-kitab mereka, semisal Imam Al-Barbahari dalam kitabnya, Syarh al-Sunnah:
“Barangsiapa beriman terhadap akidah raj’ah dan
menyatakan: Ali bin Abi Thalib masih hidup dan akan kembali sebelum hari
kiamat; begitu juga Muhammad bin Ali dan Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far.
(dan meyakini) mereka berbicara tentang imamah, dan mereka mengetahui ilmu
ghaib, maka berhati-hatilah terhadap mereka, karena mereka adalah kuffar
(orang-orang kafir) terhadap Allah yang Maha Agung.” (Syarh al-Sunnah: 59)
Sejumlah ulama Islam generasi awal juga telah memiliki aqwal perihal
sesat dan kafirnya ajaran Syi’ah Rafidhah ini. Silahkan baca: Beda Ust Muzakir
& Ulama Islam Soal Kafirnya Syi'ah.
Namun di zaman yang Syi’ah mulai memperlihatkan
kedengkiannya terhadap kau muslimin di seluruh dunia sekarang ini, ada sebagian
orang yang menisbatkan dirinya kepada sunnah tidak mau menyesatkan Sekte
Syi’ah. Bahkan ia cenderung membela Syi’ah dan rezim yang pendukungnya seperti
Iran dan Basyar Asad di Suriah.
Lebih parah lagi, supaya Syi’ah tidak dimusuhi, pihak ini
mencomot perkataan dan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin, dengan mengatakan, “mereka membela orang-orang yang
masih membuka kran ukhuwah dengan Syi’ah.”
Menjawab syubhat di atas, voa-islam.com menanyakannya kpd
Ustadz DR. Mu’inuddinillah Basri
yang pernah bermulazaman dengan para ulama di atas. “jadi apakah benar
fatwa-fatwa beliau itu konteksnya seperti itu?” kalimat pertanyaan yang
kami tujukan kepada beliau.
Beliau
menjawab: Saya tahu Syaikh Bin Baz dan Syaikh Utsaimin. Mereka itu sebetulnya
membedakan antara Al-Hukmu Ala al-A’yan wa al-Hukmu Ala al-fikroh.
Itu sebetulnya. Jadi tegaskan yang namanya Syi’ah ketika kriterianya rafidhah
itu demikian demikian, itu dhalal itu kafir. Itu jelas, sharih. Adapun Syi’ah
Zaidiyah di lapangan tidak ada. Adanya di Yaman. Itu tidak kafir. Kemudian
kalau syi’ah demikian apakah juga disebut orang Syi’ah dalam arti
menunjukkan Syi’ah apakah kafir? Belum tentu, perlu rincian. Karena apa?
Ternyata ada Syurai’ yang menyanjung Abu Bakar dan Umar. Dia Syi’ah. Tapi
ternyata berbeda perkembanganya Syi’ah dulu dengan Syi’ah sekarang.
Syi’ah dulu
itu hanya pembelaan kepada Ali.Karena Ali memang ada musuhnya dari kalangan
munafikin. Jadi memang, sesuai catatan sejarah memang ada yang membenci Ali.
Seperti saatAli bin Abi Thalib diminta Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam tetap
berada di Madinah.Kemudian orang-orang munafikin ngomong: Ali, engkau disuruh
ke Madinah, kan karena Nabi tidak ingin kau temani. Kemudian Ali dihibur oleh
NabiShallallah ‘Alaihi Wasallam, “alaa tardho an takuna minni
kamanzilati harun min musa illa ana lanabiya min ba’di”(tidakkah kamu ridha
kedudukanmu terhadapku seperti kedudukan Harun dari Musa, hanya saja tidak ada
nabi sesudahku). Jadi sebetulnya, Syi’ah orang dulu itu pembelaan terhadap Ali
dari orang-orang yang menzalimnya, bukan untuk memusuhi Abu Bakar dan Umar. Di
situ letak perbedaannya dengan Syi’ah zaman sekarang. Maka saya tidak melihat,
bahwa Syaikh bin Baz & Syaikh Ustaimin itu kemudian menganjurkan kita untuk
berukhuwah dengan orang-orang Syi’ah. Sama sekali tidak. Karena beliau dalam masalah wala dan bara’ jelas. Bahwa
terhadap AhliBid’ah itu kita tidak boleh bermesra-mesraan dengan mereka. Karena
yang namanya ukhuwah atas dasar aqidah bagaiman dengan ahli bid’ah? “
. . . Jadi sebetulnya, Syi’ah orang dulu itu pembelaan terhadap Ali dari
orang-orang yang menzalimnya, bukan untuk memusuhi Abu Bakar dan Umar. . .
Kemudian Dr.
Mu’in menjelaskan tentang tahkim para ulama terhadap pengikut Syi’ah. Mereka
membedakan antara tokoh dengan atba’ (pengikut)-nya. Semisal Syaikh Salman
Al-Audah, Safar Hawali, dan ‘Aidh Al-Qorni; mereka mengatakan kalau para
tokohnya adalah ahlul kufri, sedangkan atba’nya tidak dikafirkan, karena
kebanya korban kebodohan dan tertipu.
Ini berlaku
terhadap kelompok sesat lainnya, mereka dihukumi sesat lagi kufur secara umum.
Terhadap a’yan (personalnya) maka dibedakan. “Mereka tidak bisa kita kafirkan
keseluruhan,” kata Ustadz menjabat ketua Tanfidziyah Dewan Syari’ah Kota
Surakarta (DSKS) ini.
Kemudian beliau mencontohkan, “ada orang yang ngaji
dengan saya, bertahun-tahun. Marah, gara-gara saya menyinggung Ahmadiyah karena
sebelum dijelaskan secara detail, ternyata dia ngomong, ‘saya & keluarga
saya Ahmadiyah’. Tapi saya tidak pernah tahu dan tidak pernah meyakini bahwa
Mirza Ghulam Ahmad itu seorang nabi. Dia seorang mujaddid saja.”
“Jadi dia tidak tahu kan? Apa kayak gini kita kafirkan?”
lanjut Ustadz pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Ibnu Abbas, di
Klaten, Jawa Tengah ini.
Bahwa sikap tegas para ulama terhadap kelompok sesat
tidak diikuti dengan mengafirkan setiap individu (personal) pengikutnya.
Kemudian beliau menyebutkan contoh, “Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Siapa
yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk maka ia telah kafir,” tapi beliau
tidak berani mengkafirkan seorang mu’tazilah dan beliau masih mau bermakmum di
belakangnya.” Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]