Kaum
Yahudi di masa Daulah Utsmaniyyah terbagi menjadi 3 kelompok, yang pertama
adalah mereka yang dahulunya berasal dari Daulah Byzantiyyah dan menyebar ke
daerah-daerah Utsmani, setelah Turki merebut Kostantinopel.
Kelompok
yang kedua adalah yahudi imigran dari Austria, Jerman, Belanda, Rusia dan
sekitarnya.
Sedangkan
kelompok yang ketiga, dan yang terpenting, mereka adalah orang-orang Yahudi
yang digunakan oleh Turki setelah runtuhnya Andalus di tangan Spanyol.
Dr.
Ahmad Nurun an-Nu’ami, dalam bukunya “al-Yahud wa Daulah Utsmaniyah,”
mengatakan bahwa kesultanan Daulah Utsmaniyyah mengizinkan orang-orang Yahudi
membawa dagangan mereka dari Spanyol ke Turki.
Dan
mengizinkan mereka untuk menetap di kota-kota penting di Turki.
Ketika
itu, orang-orang Yahudi adalah komunitas terbanyak dan yang paling sejahtera
dan kaya.
Dr.
Aidh Darwis dalam disertasinya “Al ‘Alaqat At Turkiyyah Al Yahudiyyah,”
mengatakan, banyak kemudahan yang diberikan Daulah Utsmani kepada orang-orang
Yahudi.
Berupa
fasilitas-fasilitas disediakan bagi Yahudi, seperti sekolah khusus yang
bergengsi. Sehingga Istanbul menjadi pusat berkumpulnya orang-orang Yahudi.
Di
situ orang Yahudi membuka percetakan buku-buku berbahasa Iberia pada Abad
ke-16. Dan mencetak 5 buku kuning mereka serta menyebarluaskannya.
Ahmad
Al-Utsman menyebutkan dalam bukunya “Tarikh Al Yahud” pada Juz ke-3, masa
Sultan Okhan Bin Utsman (1326 – 1359 M), orang-orang Yahudi diizinkan membuat
perkampungan dan tempat peribadatan khusus bagi mereka.
Pada
Masa Murod I (1359 – 1389 M), saat memerintah Ankara, Yahudi menjadi kelompok
agama terbesar di sana.
Di
era Murod II yang memerintah dari 1421 sampai 1451, orang-orang Yahudi
mendapatkan hak kepemilikan tanah di Daulah Utsmaniyyah.
Hingga
orang-orang Yahudi menjulukinya dengan julukan “Ar Rajul Al Insani Al Kabir.”
An-Nu’ami
mengatakan bahwa sultan Muhammad yang dijuluki Al Fatih, ketika merebut
Kostantinopel tahun 1435M, dia menyambut orang-orang Yahudi, atau orang Yahudi
disambut olehnya, menyambut para pemenang.
Dia
memberikan mereka tempat tinggal khusus di Istanbul. Dari pemberian terpenting
yang diberikan Al-Fatih kepada orang-orang Yahudi, adalah kebebasan Yahudi
melakukan kegiatan peribadatan.
An-Nu’ami
juga membeberkan, saat itu ketua komunitas Yahudi, Ishak Shafhati, mengajak
seluruh umat Yahudi untuk pindah ke Daulah Utsmani.
Sedangkan
Sultan Bayazid II, putera dari Muhammad Al-Fatih, mendorong Yahudi Andalus
berhijrah ke negaranya.
Sultan
ini, mendengar dengan telinganya sendiri bahwa kaum Muslimin di Andalus meminta
pertolongan namun dia mengabaikannya.
Sedangkan
Sultan Bayazid, inilah yang mendorong orang-orang Yahudi Andalus untuk pindah
ke Turki.
Dan
memberikan mereka kebebasan sepenuhnya tinggal di daerah manapun di Turki,
sebagaimana yang dikatakan Dr. Aidh Darwis.
Sedangkan
Sultan Sulaiman I yang memerintah dari 1512 sampai 1520 M, ketika menguasai
Mesir, dia pergi ke seorang Yahudi Mesir.
Dia
memberi wewenang yang besar yang terikat dengan ibukotanya, Istanbul.
Lalu
anaknya Sultan Sulaiman Al Qanuni, yang memerintah sejak 1520 sampai 1566 M,
menikah dengan seorang gadis Yahudi.
Pada
tahun 1525 sampai 1526 M, ketika Sulaiman Al Qanuni menguasai Kota Budaphest,
mengkhususkan kapal untuk mengangkut orang-orang Yahudi yang ketika itu
keadaannya buruk di sana.
Kemudian
mengangkut sekitar 1000 keluarga Yahudi dari Budhapest ke Turki.
An-Nu’ami
mengatakan bahwa Sultan Al Qanuni sendiri, yang memerintahkan untuk membangun
pagar kota Al Quds.
Dan
mengizinkan beberapa orang Yahudi tinggal di beberapa tempat di Palestina pada
tahun 1561.
Al-Qanuni
mengabaikan muslim Andalus dan tidak mengindahkan permintaan tolong mereka,
sedangkan dia membawa orang-orang Yahudi dari Andalus dan memberikan mereka
tanah di Palestina.
Dr
Aidh menyebutkan dalam salah satu dokumennya di “Ad Duwal Al Mutsallas” bahwa
berbagai macam pergerakan kaum Yahudi di Daulah Utsmani ada sekitar abad 17.
Gerakan
Yahudi tersebut disebut sebagai “Harakat Taharrur,” yang menyeru Yahudi untuk
berpindah ke tanah yang subur di Palestina.
Pemerintahan
Daulah Utsmaniyah mengetahuinya, tetapi tidak bertindak apapun.
Dr
Audh Darwis mengatakan, ketika Palestina di bawah pemerintahan Utsmani pada
Abad ke 16 M, orang-orang Yahudi berpindah kesana, dan menempati banyak kota di
Palestina.
Berhijrahlah
orang-orang Yahudi ke Kota Safed di Palestina, dan berhijrah ke Thabariyyah, Ke
Quds, dan Ke Khalij.
Semua
ini atas perlindungan dan sepengetahuan Daulah Utsmani dan pemerintahan
kesultanannya.
Pada
abad ke 18, orang-orang Yahudi hijrah ke Palestina, sekali lagi. Dan menetap di
Safed dan Thobariyyah dengan perlindungan dan keamanan.
Selama
periode Utsmani tidak ada tindakan apapun terhadap Yahudi tersebut, terhadap
hijrahnya mereka di beberapa kota di Palestina.
Ini
semua sebelum masa Sultan Abdul Hamid II, yang memfasilitasi pergerakan
Suyuliyyah, yang menjadikan Palestina sebagai negara secara resmi.