Sebagian
saudara-saudara kita mengatakan bahwa Dr. Aidh Al Qarni itu akidahnya bercampur
dengan akidah khawarij, dan juga dikatakan beliau memiliki permusuhan dengan
syaikh muhaddist Al Albani (rhm.). Bagi mereka yang menyangka demikian, maka
Rasulullah bersabda:
“Orang yang menuduh
harus memberikan bukti dan yang dituduh memberikan sumpah” (Tirmidzi, no. 1261)
Tentunya kita tahu
tentang larangan untuk mencela ulama apalagi tidak terdapat bukti yang jelas,
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak termasuk
umatku; orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih
muda, dan tidak mengetahui hak seorang ulama” (Ahmad,
no. 21693)
Berikut
ini kami berikan bukti berupa fatwa Syaikh Bin Baz mengenai Dr. Aidh Al Qarni, dll. Maka
simaklah:
Bismillaahir rahmaanir
rahiim
Kerajaan
Saudi Arabia
Lembaga
Fatwa Kantor Mufti Besar Kerajaan
Nombor : 970
Tarikh : 10/4/1414
Dari: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
kepada yang terhormat saudaraku….. yang dimuliakan, semoga Allah membimbingnya
kepada keridhaan-Nya. Amin.
Assalamu’alaikum wa
rahmatullaahi wa barakatuh.
Saya telah menerima
surat anda dimana anda bertanya kepada saya tentang (hukum)mendengarkan
kaset-kaset, khutbah-khutbah, kuliah-kuliah, dan buku-buku dari sejumlah da’i
dan ulama seperti Syaikh
Aidh Al Qarni, Syaikh Salman
Al Audah, Syaikh Nashir Al
Umar, Syaikh
Safar Al Hawali,
dan Sayikh Abdul Wahhab Ath Thariri; Apakah mereka itu termasuk ahlu bid’ah dan dapat
dikatakan sebagai kelompok yang menyimpang (sesat), apakah mereka bukan
termasuk salafiyin, dan apakah mereka itu khawarij? Juga, bagaimana hukum membicarakan
mereka di belakang mereka (ghibah)? Semoga Allah menunjuki anda kepada
hidayah-Nya.
Jawaban:
Kaset-kaset
rekaman mereka adalah bermanfaat, mereka bukan ahlu bid’ah dan bukan pula
khawarij. Ghibah terhadap mereka tidak dibenarkan. Bahkan sebaliknya harus
membela mereka sebagai orang-orang yang berilmu dikalangan ahlu sunnah wal
jama’ah, sekalipun tidak ada di antara mereka
yangmaksum (terjaga dari perbuatan salah). Demikian pula halnya dengan ulama yang
lain.Setiap orang dari mereka bisa saja salah
dan bisa juga benar. Karena itu, boleh mengambil perkataanya
yang benar dan meninggalkan perkataannya yang salah. Kita juga harus bersikap baik semampu
mungkin terhadap mereka, kita harus menjaga nama baik saudara-saudara kita
(sesama muslim).
Dalam sebuah hadist,
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak keturunan
Adam bisa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah mereka
yang bertaubat.” (Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Beliau juga bersabda
dalam hadist shahih:
“Apabila seorang hakim
mengambil keputusan, lalu dia berijtihad dan ijtihadnya itu benar,
maka dia mendapatkan dua pahala. Dan jikadia mengambil
keputusan, lalu berijtihad dan salah, maka dia mendapatkan satu
pahala.” (Bukhari,
Muslim, Abu Daud)
Masalah-masalah
seperti ini juga berlaku bagi ulama-ulama yang lain. Maka siapa saja yang ijtihadnya benar, dia mendapatkan
dua pahala dan apabila ijtihadnya salah dia mendapatkan satu pahala. Jika orang
yang berijtihad itu adalah seorang ulama dan ikhlas melakukannya karena Allah.
Saya
memohon kepada Allah semoga kita semua selalu mendapat bimbingan dan ridha-Nya,
dan melindungi kita dari kesesatan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar segala
sesuatu dan Maha Dekat.
Wassalamu’alaykum wa
rahmatullaahi wa barakatuh
Mufti
Umum Kerajaan Saudi Arabia
Ketua
Lembaga Ulama Besar dan Departemen
Pengkajian
Ilmiah dan Fatwa
Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz
(diambil dari
-----------------------------------
Benarlah apa yang
dikatakan Syaikh Bin Baz (rhm) di atas bahwa diperbolehkan mengambil ilmu dari mereka.
Hal ini senada dengan
apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barr yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas,
Malik bin Dinar dan Abi Hasim:
“Ambillah ilmu
dimanapun anda mendapatinya, dan janganlah anda menerima pendapat fuqaha
yang saling membantah satu sama lain, mereka saling cemburu seperti kambing
hutan saat berada di kandangnya.” (Jami’
Bayanil ‘Ilmi)
Dan memang ulama
seperti Aidh Al Qarni, Salman Al Audah atau
Safar Al Hawalipasti
memiliki kesalahan, namun bukan berarti kita sampai harus menjaga jarak. Bukankah
Syaikh Al Utsaimin (rhm) berkata: “Barangsiapa yang
kesukaannya adalah menjelek-jelekkan ulama dan membuat orang lari dari mereka, sertamemperingatkan orang
agar berhati-hati dengan mereka; sesungguhnya yang dia lukai bukan
hanya seorang ulama saja, melainkan perbuatannya itu melukai peninggalan Nabi
Muhammad SAW.” (www.islamgold.com)
Ibnu
Taimiyah (rhm) pun berkata, “Banyak kalangan ulama
salaf maupun khalaf yang mengatakan atau mengamalkan sesuatu yang sebenarnya
perbuatan bid’ah. Atau kadang hadist dhaif dikira hadist shahih, atau karena
ayat Al Quran yang tidak mereka pahami sebagaimana maksudnya. Atau mungkin suatu
masalah yang belum sampai hujjahnya kepada mereka. Dalam hal ini jika
ia adalah orang yang bertakwa kepada Rabb-Nya sekuat tenaga, maka dia termasuk
orang yang Allah firmankan: Ya Tuhanku, janganlah Kau siksa kami jika kami lupa
atau tersalah.”(Majmu
Fatawa, 19/191-192).
Perkataan Ibnu
Taimiyah tersebut menunjukkan bahwa apabila orang tersebut melakukan kesalahan
namun itu tidak disengaja atau dia sudah berusaha sebaaik mungkin, maka
kesalahannya diudzur oleh Allah SWT.
Dan teladanilah sikap Ibnu Qayyim (rhm) ketika ia membantah seorang tokoh sufi bernama Abu
Ismail yang melakukan kesalahan dalam kitabnya.
Beliau berkata: “Abu
Ismail adalah kekasih kami, akan tetapi kebenaran lebih kami cintai daripada
beliau.
Dan
Ibnu Taimiyah pun berkata: ‘Amalnya (Abu Ismail) lebih baik daripada ilmunya.’
Benar
apa yang dikatakan beliau, sebab perjalanannya (Abu Ismail) dalam menyuruh yang
ma’ruf dan melarang yang munkar serta jihadnya melawan ahlu bid’ah tidak
diragukan lagi, dan dia punya kedudukan yang masyhur dalam menolong Allah dan
Rasul-Nya, dan Allah enggan menjadikan manusia terjaga dari kesalahan selain
Muhammad yang tidak berbicara menurut hawa nafsunya. Abu Ismail telah salah
dalam hal ini dari segi lafaz maupun makna.” (Madarijus Salikin 3/394)
Akhir kata kami
ucapkan Wassalam….
sumber: alislamalrahman.wordpress
Posted
by Ummu Hanif at 12:14 AM