‘ishmah para imam ulama
Ahlus Sunnah hanya dinilai sebagai dagelan dan lelucon
Oleh: Qosim
Nursheha Dzulhadi
MENURUT keyakinan Syi’ah, para
imam mereka wajib besifatma‘sum (terpelihara dari perbuatan dosa dan
kesalahan, karena jika tidak ma‘shūm tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk
diambil darinya prinsip-prinsip agama maupun cabang-cabangnya). Oleh karena
itu, Syi’ah meyakini bahwa ucapan seorang imam ma‘sum, perbuatan, dan
persetujuannya adalahhujjah syar‘iyyah, kebenaran agama yang mesti dipatuhi.[
Nasir Makarim Syirazi, “Inilah Aqidah Syi’ah”, (Terj) (Al-Dasma-Kuwait: Era of
Appearance Foundation (Mu’assasah ‘Ashr al-Zhuhūr), cet. II, 1430 H/2009 M),
79]
Menurut Syeikh al-Islām Ibn Taimiyyah (w.
728 H) dalam Minhāj
al-Sunnah, doktrin
‘ishmah para imam merupakan karakteristik sekte Syi’ah Imāmiyyah, karena sekte
yang lain tidak berkeyakinan demikian – baik al-Zaidiyyah maupun seluruh aliran
Islam lainnya – kecuali yang lebih jahat dari mereka, seperti sekte Syi’ah
Ismā‘īliyyah yang meyakini kemaksuman keturunan Bani ‘Ubaid, yang dinisbatkan
kepada Muhammad ibn Ismā‘īl ibn Ja‘far. Yaitu sekte yang menyatakan bahwa
kepemimpinan (al-imāmah) setelah Ja‘far jatuh ke tangan Muhammad ibn Ismā‘īl,
bukan jatuh ke tangan Mūsā ibn Ja‘far. Mereka ini, kata Syaikh al-Islām, adalah
kaum kafir-ateis dan munafiq (malāhidah munāfiqūn). [
Syaikh al-Islām Ibn Taimiyyah,Minhāj al-Sunnah, 2: 203]
Jika demikian maka doktrin ini sangat
berbahaya, karena bertentangan dengan akidah Ahlus
Sunnah wa al-Jamā‘ah (selanjutnya
disebut Sunni).
Bukan hanya itu, doktrin ini juga sangat
menyimpang dari aqidah yang benar, karena menyamakan para imam dengan para
nabi, bahkan Allah itu sendiri. Oleh karena itu, doktrin ini perlu ditanggapi
dengan benar dan kritis, agar tidak menyebar ke tengah-tengah umat Islam yang
mayoritas Sunni.
Doktrin ‘Ishmah, Aqidah Bathil
Sekali lagi, salah satu doktrin penting
Syi’ah – khususnya sekte Imāmiyyah atau biasa juga disebut Rāfidhah – adalah
doktrin ‘ishmah yang mereka nisbatkan kepada imam-imam mereka, utamanya dari
keluarga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Karena menurut mereka
keluarga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam adalah suci dan disucikan
oleh Allah Subhanahu Wata’ala.[ Lihat, Alwi Husein, Keluarga yang Disucikan
Allah (Jakarta: Lentera, cet. IV, 2001)] Dan ‘ishmah ini biasa dinisbatkan
kepada seorang Nabi atau seorang imam.[ al-Sayyid Muhammad Sa‘īd
al-Thabāthabā’ī al-Hakīm, Ushūl
al-‘Aqīdah (Dār al-Hilāl,
cet. I, 1427 H/2006 M), 196.]
Salah seorang ulama besar Syi’ah, Syeikh
al-Shadūq, menyatakan dalam satu bukunya yang berjudul al-I‘tiqādāt sebagai
berikut:
”قال الشيخ أبو
جعفر – رضي الله عنه –: اعتقادنا فى الأنبياء والرسل والأئمة والملائكة صلوات الله
عليه أنهم معصومون مطهّرون من كل دنس، وأنهم لا يذنبون ذنبا، لا صغيرا ولا كبيرا،
ولا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون.“
(Syeikh Abū Ja‘far radhiyallahu ‘anhu
berkata: Keyakinan kami tentang para nabi, para rasul, para imam, dan para
malaikat salawat Allah atas mereka semua adalah: mereka itu maksum dan
disucikan dari segala jenis dosa. Mereka semua tidak melakukan dosa, baik dosa
kecil maupun dosa besar, tidak pula mereka bermaksiat kepada Allah tentang apa
yang diperintahkan kepada mereka, tetapi mereka mengerjakannya).[ Lihat, Syeikh
al-Shadūq, al-I‘tiqādāt, tahqīq: ‘Ishām ‘Abd
al-Sayyid (Qum-Iran: al-Mu’tamar al-‘Ālamī li Alfiyat
al-Syaikh al-Mufīd, 1413
H), 97. Nama Syeikh al-Shadūq adalah Abū Ja‘far Muhammad ibn ‘Alī ibn al-Husain
ibn Bābiwaih al-Qumī (w. 381 H)]
Bahkan, Syeikh al-Shadqūq memberikan
catatan penting terkait dengan masalah ini. Kata beliau: ومن نفى عنهم العصمة في شيء من أحوالهم فقد جهلهم (Siapa saja yang menafikan ‘ishmah dari keadaan mereka,
meskipun sedikit, berarti dia tidak mengenal mereka dengan baik).[7]
Bahkan dalam catatan kaki tentang ‘ishmah
ini ditulis demikian: ومن جهلهم فهو كافر (Siapa saja yang tidak mengetahui (hak)
mereka ini, maka dia kafir).[ Syeikh al-Shadūq, al-I‘tiqādāt, 97]
Syeikh Muhammad Jawwād Mughniyah juga
menguatkan pandangan di atas. Menurutnya:
ذهب الإمامية إلى أن الأئمة
كالأنبياء فى وجوب العصمة عن جميع القبائح والفواحش من الصغر إلى الموت، عمدا أو
سهوا
(Syi’ah Imāmiyyah berpandangan bahwa para
imam itu seperti para nabi, wajib memiliki ‘ishmah dari seluruh perbuatan jelek
dan keji sejak kecil sampai mati, baik sengaja maupun karena lupa).[ Lihat,
Syeikh Muhammad Jawwād Mughniyah, al-Jawāmi‘ wa al-Fawāriq baina al-Sunnah wa
al-Syī‘ah (Maktabah ‘Izz al-Dīn, tt), 119]
Dan memang para ulama kaum Syi’ah sepakat
bahwa ‘ishmah wajib bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam dan iman. Di antara
ulama itu adalah: Ayatullah al-‘Uzhmā Syeikh Muhammad Amin Zain al-Dīn dalam
bukunya al-Islām Yanābī‘uhu; al-Sayyid Mujtabā al-Mūsawī al-Lārī dalam kitabnya
Ushūl al-‘Aqā’id fī al-Islām; al-‘Allāmah Syeikh Muhammad Bāqir al-Majlisī
dalam Bihār al-Anwār dan Kitāb al-Nubuwwah; al-‘Allāmah al-Hillī dalam Irsyād
al-Thālibīn; al-Fādhil al-Miqdād dalam Irsyād al-Thālibīn; Syeikh Bahā’ al-Dīn
dalam al-Tanbīh bi al-‘Ulūm; Syeikh al-Hurr al-‘Āmilī dalam al-Tanbīh bi
al-‘Ulūm; dan Syeikh Muhammad Ridhā al-Muzhaffar dalam ‘Aqā’id
al-Imāmiyyah[al-Sayyid Shādiq al-Mālikī, al-‘Ishmah baina al-Mabda’ wa al-Mafād
al-Ruwā’ī (Qaryah al-Mālikiyyah-Bahrain: Dār al-‘Ishmah, tt), 33-43], dan banyak
lagi.
Dalam Bihār al-Anwār, misalnya, al-Majlisī
menyatakan sebagai berikut:
((اعلم أن الإمامية
اتفقوا على عصمة الأئمة عليهم السلام من الذنوب صغيرها وكبيرها، فلا يقع منهم ذنب
أصلا، لا عمدا ولا نسيانا، ولا لخطأ في التأويل، ولا للإسهاء من الله سبحانه))
(Ketahuilah bahwa pengikut Syi’ah telah
sepakat bahwa para imam alaihimussalam itu maksum dari perbuatan dosa, baik
kecil maupun besar. Maka, mereka sama sekali tidak pernah berbuat dosa, baik
sengaja maupun karena lupa, karena salah tafsir, atau karena dibiarkan lalai
oleh Allah Subhanahu).[ Lihat, al-‘Alam
al-‘Allāmah al-Hujjah Fakhr al-Ummah al-Mawlā Syeikh Muhammad Bāqir al-Majlisī, Bihār al-Anwār al-Jāmi‘ah li Durar
Akhbār al-A’immah al-Athhār (Beirut-Lebanon:
Dār Ir Ihyā’ al-Turāts al-‘Arabī, cet. III, 1403 H/1983 M), 25: 209]
Dari penjelasan di atas dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa konsep ‘ishmah
Syi’ah Imāmiyyahmerupakan bagian dari aqidah mereka. Dan aqidah ini
tidak dapat dibantah karena sudah menjadi keyakinan yang mendarah-daging dan
berurat-berakar dalam tubuh mereka. Sehingga siapapun yang mengingkarinya bisa
kafir, keluar dari Islam.
Respon Ulama Sunni
Bagi kaum Sunni, ‘ishmah para imam hanya
dapat dikatakan sebagai dagelan, lelucon, dan komedi. Karena dalam keyakinan
Sunni yang terhindar dari dosa hanya para Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Disamping itu tentu para malaikat, sebagai makhluk Allah yang diciptakan tidak
memiliki syahwat seperti manusia dan hewan. Lebih dari itu, mengatakan para
imam memiliki ‘ishmah dari dosa dan kesalahan sama artinya dengan menyamakan
kedudukan mereka dengan para malaikat, bahkan sama kedudukannya dengan Allah
Swt. Jelas ini satu kebatilan yang nyata. Jadi, yang memiliki ‘ishmah – dalam
tataran makhluk Allah – adalah malaikat dan para nabi.[ Lebih detail, lihat
Imam Fakhr al-Dīn al-Rāzī, ‘Ishmat al-Anbiyā’ (Kairo:Maktabah al-Tsaqāfah al-Dīniyyah,
cet. I, 1406 H/1986 M)] Selainnya tetap akan berbuat dosa – baik kecil maupun
besar, sengaja atau pun karena terlupa.
Tetapi
jika para nabi lupa, itu hal biasa karena mereka juga manusia. Bahkan, Nabi
Adam as. pernah lupa. Salah satunya ketika mengikuti godaan Iblis, sampai
akhirnya dikeluarkan dari surga.[ Lihat, Qs. Thāhā [20]: 115, 121. Lihat juga,
Qs. Al-Baqarah [2]: 35-37]
Namun
kesalahan Adam ini kemudian disadarinya dan tobatnya diterima oleh Allah
Subhanahu Wata’ala. Tapi jika para imam Syi’ah tidak berdosa bahkan tidak
pernah lupa, jelas ini banyolan yang tidak lucu sama sekali. Ini adalah
kesesatan yang nyata. Maka, sepatutnya doktrin ini dibuang jauh-jauh, agar
tidak meracuni akal sehat. Wallahu a’lam bi al-shawāb.*
Lulusan Al-Azhar University Kairo, staf
Pengajar di Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan-Sumatera Utara