Islam adalah agama yang
berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para salaf, yaitu
para ulama yang seyogianya dikategorikan ulama, seperti para sahabat Nabi
dan al-Khulafa ar-Rasyidin. Sebab, mereka adalah penyambung lidah Islam
yang mewarisi langsung ilmu-ilmu Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa
sallam. Mereka memperjuangkan penegakan akidah Islam dan menuntun
generasi selanjutnya untuk berjalan di atas metodenya (manhaj).
Islam tegak
di atas akidah mereka yang mempertahankan al-Qur’an dan hadits,
agar tidak hilang dan sirna dari umatnya. Itulah perjuangan mereka
sebagai ulama, selalu menjadi garda terdepan pembelaan terhadap Islam.
Sungguh aneh kalau
predikat ulama ini disematkan kepada mereka yang menyamakan Syiah dengan
Sunni, atau menganggap Syiah bagian dari mazhab Islam. Artinya, perlu
dipertanyakan status mereka sebagai “ulama”, apakah predikat yang
disandangkan oleh umat kepada mereka itu sesuai dengan konsep pemikirannya
yang tidak mengacu kepada ilmu ataukah tidak. Sebab, memang jelas bahwa
pemikiran mereka bertolak belakang dengan Islam.
Lantas, siapakah yang
disebut ulama yang menyejajarkan Syiah dengan Islam, sehingga tidak
menyebut Syiah sesat? Ternyata mereka terbilang pentolan bangsa ini,
dianggap sebagai tokoh umat dan tokoh masyarakat yang menaruh simpati
kepada Syiah, hingga akhirnya mereka termasuk dalam mata rantai kesesatan
Syiah. Inilah kata mereka tentang Syiah.
Coba simak ucapan Dungu ( Ahmaq ) dan Bodoh ( Jaahil ) Tokoh-tokoh
Umat/Masyarakat ( ?! ) yang
empati dan simpati terhadap syiah, sebagai beriku :
“Syiah bukan ajaran sesat, baik Sunni
maupun Syiah tetap diakui Konferensi Ulama Islam Internasional sebagai
bagian dari Islam.”
“Bangsa kita sangat membutuhkan ulama-ulama yang mampu melakukan pendekatan antar mazhab (Sunni-Syiah), pendekatan antar-pemikiran dan orientasi. Bangsa kita haus dengan tokoh Islam yang mampu mempersatukan umat. Selama ini yang banyak mengambil tempat adalah mereka yang gemar menyesatkan kelompok lain di luar mereka. Dan kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.”
“Ajaran Syiah tidak sesat dan termasuk Islam seperti halnya Sunni. Di universitas di dunia mana pun tidak ada yang menganggap Syiah sesat.”
“Muslim
Indonesia yang dikenal Ahlus Sunnah sesungguhnya sudah menjadi Syiah minus
Imamah.”
“Tidak ada beda Sunni dan Syiah. Dialog merupakan jalan
yang paling baik dan tepat, guna mengatasi perbedaan aliran dalam keluarga
besar sesama muslim.”
“Syiah itu adalah NU plus imamah, dan NU itu adalah Syiah minus imamah.”
“Baik Sunni maupun Syiah punya dasar yang sama, jadi tidak perlu dipertentangkan.”
“Syiah merupakan bagian dari sejarah Islam, dalam perebutan kekuasaan dari masa sahabat, karenanya akidahnya sama, al-Qur’annya dan Nabinya juga sama.”
“Kalau Syiah, di kalangan mazhab dianggap sebagai mazhab kelima.”
“Kami sangat menghargai kaum muslimin Syiah.”
“Sunnah dan Syi’ah adalah madzhab-madzhab yang legitimate dan sah saja dalam Islam, tradisi intelektual dan berfikir di Iran itu tidak pernah berhenti, di perpustakaan di Iran pun juga 80% lebih buku-bukunya itu karangan sunni. Jadi mengapa orang sunni itu alergi kepada syiah dan sementara syiah juga alergi kepada sunni”
“Jangan takut disebut Syiah”.
“Syiah itu mazhab yang diterima di negara manapun di seluruh dunia, dan tidak ada satupun negara yang menegaskan bahwa Islam Syiah adalah aliran sesat.“
"Dengan tergabungnya Iran yang mayoritas bermazhab Syiah sebagai negara Islam dalam wadah OKI, berarti Iran diakui sebagai bagian dari Islam. Itu sudah cukup. Yang jelas, kenyataannya seluruh dunia Islam, yang tergabung dalam 60 negara menerima Iran sebagai negara Islam"
Itulah
pernyataan-pernyataan tokoh-tokoh masyarakat yang diulamakan, yang
bersandar kepada hawa nafsu. Predikat yang disandangnya setinggi langit
belum tentu menghasilkan pendapat yang positif terhadap Islam. Mereka
cenderung overdosis dalam mengambil kesimpulan.
Di dalam tubuh umat
Islam, yang bergelar profesor itu banyak. Akan tetapi, hal itu tidak
menjadikan jaminan bahwa seseorang agamanya benar. Kalau tujuan mencari
ilmu hingga berhasil mencapai gelar doktor atau profesor hanya untuk
sematan belaka, tidak berarti mereka mampu dalam ilmu agama. Sebab, dalam
perspektif Islam, ilmu agama itu bisa dipelajari oleh siapa saja, tanpa
dibatasi oleh doktrin perguruan tinggi yang salah kaprah.
Kaum muslimin hendaknya
berhati-hati dan tidak mudah dikelabui oleh pernyataan-pernyataan miring
yang bertolak belakang dengan ajaran Islam, yang justru menjadi angin
segar bagi Syiah.
Sampai kapan pun, Syiah
adalah kelompok yang sesat: sumber hukumnya berbeda dengan kaum muslimin,
mereka mengubah isi al-Qur’an, bahkan meyakini bahwa al-Qur’an yang ada
sekarang itu tidak lengkap, tidak memercayai hadits karena periwayatnya
adalah para sahabat yang menurut mereka telah kafir dan murtad, dan
berbagai keyakinan lain yang bukan akidah Islam.
Sumber Majalah Asy
Syariah edisi 102 hlm 19–21
Bandingkan
Ucapan Tokoh-tokoh diatas dengan Imam-imam Besar Islam yang menyatakan Syi'ah
itu Sesat, bahkan Kafir !
Penyataan
Ulama Kredibelitas Tentang Kesesatan Syiah :
Sebagai
bahan bandingan, apakah memang benar Syiah itu Islam ?. ada banyak pernyataan
Imam imam besar Islam yang menyatakan Syiah itu sesat, bahkan kafir, dan juga
pernyataan mereka menolak ucapan ulama ulama [kaliber Indonesia] yang
disebutkan diatas :
1. Al-Imam ‘Amir asy-Sya’bi t berkata, “Aku tidak pernah
melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (as-Sunnah, 2/549, karya
Abdullah bin al-Imam Ahmad)
2. Al-Imam Sufyan ats-Tsauri t ketika ditanya tentang seseorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar
c, beliau berkata, “Ia telah kafir kepada Allah l.” Kemudian ditanya,
“Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata, “Tidak,
tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)
3. Al-Imam Malik dan al-Imam Asy-Syafi’i rahimahumallah, telah disebut di atas.
4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal t berkata, “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu
Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah g) itu sebagai orang Islam.” (as-Sunnah,
1/493, karya al-Khallal)
5. Al-Imam al-Bukhari t berkata, “Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang
Jahmi (penganut Jahmiyah, red.) dan Rafidhi (penganut Syiah Rafidhah, red.),
atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh, red.). Mereka
tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan,
tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu
Af’alil ‘Ibad, hlm. 125)
6. Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi t berkata, “Jika engkau
melihat orang yang mencela salah satu dari sahabat Rasulullah n, maka
ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita
adalah haq dan Al-Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al-Qur’an dan
As-Sunnah adalah para sahabat Rasulullah n. Sungguh mereka mencela para saksi
kita (para sahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah
(orang-orang zindiq).” (al-Kifayah, hlm. 49, karya al-Khathib
al-Baghdadi t)
7. Imam Malik Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya : Saya mendengar
Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata : “Orang yang mencela
sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam” ( Al Khalal
/ As Sunnah, 2-557 )
8. Ibnu Katsir berkata, dalam kaitannya dengan firman Allah surat Al Fath
ayat 29, yang artinya :
“ Muhammad itu adalah Rasul (utusan
Allah). Orang-orang yang bersama dengan dia (Mukminin) sangat keras terhadap
orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka, engkau lihat mereka itu
rukuk, sujud serta mengharapkan kurnia daripada Allah dan keridhaanNya. Tanda
mereka itu adalah di muka mereka, karena bekas sujud. Itulah contoh (sifat)
mereka dalam Taurat. Dan contoh mereka dalam Injil, ialah seperti tanaman yang
mengeluarkan anaknya (yang kecil lemah), lalu bertambah kuat dan bertambah
besar, lalu tegak lurus dengan batangnya, sehingga ia menakjubkan orang-orang
yang menanamnya. (Begitu pula orang-orang Islam, pada mula-mulanya sedikit
serta lemah, kemudian bertambah banyak dan kuat), supaya Allah memarahkan
orang-orang kafir sebab mereka. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang
besar untuk orang-orang yang beriman dan beramal salih diantara mereka”.Beliau
berkata : Dari ayat ini, dalam satu riwayat dari Imam Malik, beliau mengambil
kesimpulan bahwa golongan Rofidhoh (Syiah), yaitu orang-orang yang membenci
para sahabat Nabi SAW, adalah Kafir.
Beliau berkata : “Karena mereka ini
membenci para sahabat, maka dia adalah Kafir berdasarkan ayat ini”. Pendapat tersebut disepakati oleh
sejumlah Ulama. (Tafsir Ibin Katsir, 4-219)
9. Imam Al Qurthubi berkata : “Sesungguhnya ucapan Imam Malik itu benar dan
penafsirannya juga benar, siapapun yang menghina seorang sahabat atau mencela
periwayatannya, maka ia telah menentang Allah, Tuhan seru sekalian alam dan
membatalkan syariat kaum Muslimin”. (Tafsir Al Qurthubi, 16-297).
10. Imam
Ahmad Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, ia
berkata : “Saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang orang yang mencela Abu
Bakar, Umar dan Aisyah? Jawabnya, saya berpendapat bahwa dia bukan orang Islam”.
( Al Khalal / As Sunnah, 2-557).
11. Beliau
Al Khalal juga berkata : Abdul Malik bin Abdul Hamid
menceritakan kepadaku, katanya: “Saya mendengar Abu Abdullah berkata :
“Barangsiapa mencela sahabat Nabi, maka kami khawatir dia keluar dari Islam,
tanpa disadari”.
12. (Al
Khalal / As Sunnah, 2-558). Beliau Al Khalal juga berkata : “ Abdullah bin Ahmad bin Hambal
bercerita pada kami, katanya : “Saya bertanya kepada ayahku perihal seorang
yang mencela salah seorang dari sahabat Nabi SAW. Maka beliau menjawab : “Saya
berpendapat ia bukan orang Islam”. (Al Khalal / As Sunnah, 2-558)
13. Dalam
kitab AS SUNNAH karya IMAM AHMAD halaman 82, disebutkan mengenai pendapat beliau tentang golongan Rofidhoh
(Syiah) :“Mereka itu adalah golongan yang menjauhkan diri dari sahabat Muhammad
SAW dan mencelanya, menghinanya serta mengkafirkannya, kecuali hanya empat
orang saja yang tidak mereka kafirkan, yaitu Ali, Ammar, Migdad dan Salman.
Golongan Rofidhoh (Syiah) ini sama sekali bukan Islam.”
14. Al-Faryabi Al
Khalal meriwayatkan, katanya : “Telah
menceritakan kepadaku Harb bin Ismail Al Karmani, katanya : “Musa bin Harun bin
Zayyad menceritakan kepada kami : “Saya mendengar Al Faryaabi dan seseorang
bertanya kepadanya tentang orang yang mencela Abu Bakar. Jawabnya : “Dia
kafir”. Lalu ia berkata : “Apakah orang semacam itu boleh disholatkan
jenazahnya ?”. Jawabnya : “Tidak”. Dan aku bertanya pula kepadanya : “Mengenai
apa yang dilakukan terhadapnya, padahal orang itu juga telah mengucapkan Laa
Ilaaha Illalloh?”. Jawabnya : “Janganlah kamu sentuh jenazahnya dengan tangan
kamu, tetapi kamu angkat dengan kayu sampai kamu turunkan ke liang lahatnya”.
(Al Khalal / As Sunnah, 6-566)
15. Ahmad bin Yunus
Beliau berkata : “Sekiranya seorang Yahudi
menyembelih seekor binatang dan seorang Rofidhi (Syiah) juga menyembelih seekor
binatang, niscaya saya hanya memakan sembelihan si Yahudi dan aku tidak mau
makan sembelihan si Rofidhi (Syiah), sebab dia telah murtad dari Islam”. (Ash
Shariim Al Maslul, halaman 570).
16. Abu
Zur’ah Ar-Rozi Beliau
berkata : “Bila anda melihat seorang merendahkan (mencela) salah seorang
sahabat Rasulullah SAW, maka ketahuilah bahwa dia adalah ZINDIIG. Karena
ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur’an dan As Sunnah”. (Al Kifayah,
halaman 49).
17. ABDUL
QODIR AL BAGHDADI Beliau
berkata : “Golongan Jarudiyah, Hisyamiyah, Jahmiyah dan Imamiyah adalah
golongan yang mengikuti hawa nafsu yang telah mengkafirkan sahabat-sahabat
terbaik Nabi, maka menurut kami mereka adalah kafir. Menurut kami mereka tidak
boleh di sholatkan dan tidak sah berma’mum sholat di belakang mereka”. (Al
Fargu Bainal Firaq, halaman 357).
18. Beliau selanjutnya berkata : “Mengkafirkan mereka adalah suatu hal yang wajib, sebab mereka
menyatakan Allah bersifat Al Bada’ 10. IBNU HAZM Beliau berkata :
“Salah satu pendapat golongan Syiah Imamiyah, baik yang dahulu maupun sekarang
ialah, bahwa Al-Qur’an sesungguhnya sudah diubah”.
Kemudian beliau berkata : ”Orang yang
berpendapat bahwa Al-Qur’an yang ada ini telah diubah adalah benar-benar kafir
dan mendustakan Rasulullah SAW”. (Al Fashl, 5-40).
19. ABU
HAMID AL GHOZALI Imam Ghozali berkata : “Seseorang yang dengan terus
terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar Rodhialloh Anhuma, maka berarti ia telah
menentang dan membinasakan Ijma kaum Muslimin. Padahal tentang diri mereka
(para sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan
pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan
keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia
lain”.Kemudian kata beliau : “Bilamana riwayat yang begini banyak telah sampai
kepadanya, namun ia tetap berkeyakinan bahwa para sahabat itu kafir, maka orang
semacam ini adalah kafir. Karena dia telah mendustakan Rasulullah. Sedangkan
orang yang mendustakan satu kata saja dari ucapan beliau, maka menurut Ijma’
kaum Muslimin, orang tersebut adalah kafir”. (Fadhoihul Batiniyyah, halaman
149).
20. AL
QODHI IYADHBeliau
berkata : “Kita telah menetapkan kekafiran orang-orang Syiah yang telah
berlebihan dalam keyakinan mereka, bahwa para Imam mereka lebih mulia dari pada
para Nabi”.Beliau juga berkata : “Kami juga mengkafirkan siapa saja yang
mengingkari Al-Qur’an, walaupun hanya satu huruf atau menyatakan ada ayat-ayat
yang diubah atau ditambah di dalamnya, sebagaimana golongan Batiniyah (Syiah)
dan Syiah Ismailiyah”. (Ar Risalah, halaman 325).
21. AL FAKHRUR ROZI Ar Rozi menyebutkan, bahwa sahabat-sahabatnya dari golongan Asyairoh
mengkafirkan golongan Rofidhoh (Syiah) karena tiga alasan :
Pertama: Karena mengkafirkan para pemuka
kaum Muslimin (para sahabat Nabi). Setiap orang yang mengkafirkan seorang
Muslimin, maka dia yang kafir. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW, yang artinya :
“Barangsiapa berkata kepada saudaranya, hai kafir, maka sesungguhnya salah
seorang dari keduanya lebih patut sebagai orang kafir”.
Dengan demikian mereka (golongan Syiah)
otomatis menjadi kafir.
Kedua: “Mereka telah mengkafirkan
satu umat (kaum) yang telah ditegaskan oleh Rasulullah sebagai orang-orang
terpuji dan memperoleh kehormatan (para sahabat Nabi)”.
Ketiga: Umat Islam telah Ijma’
menghukum kafir siapa saja yang mengkafirkan para tokoh dari kalangan sahabat.
(Nihaayatul Uguul, Al Warogoh, halaman 212).
22. SYAH
ABDUL AZIZ DAHLAWI Sesudah
mempelajari sampai tuntas mazhab Itsna Asyariyah dari sumber-sumber mereka yang
terpercaya, beliau berkata : “Seseorang yang menyimak aqidah mereka yang busuk
dan apa yang terkandung didalamnya, niscaya ia tahu bahwa mereka ini sama
sekali tidak berhak sebagai orang Islam dan tampak jelaslah baginya kekafiran
mereka”. (Mukhtashor At Tuhfah Al Itsna Asyariyah, halaman 300).
23. MUHAMMAD BIN ALI ASY SYAUKANI Perbuatan yang mereka (Syiah)
lakukan mencakup empat dosa besar, masing-masing dari dosa besar ini merupakan
kekafiran yang terang-terangan.
Pertama : Menentang Allah.
Kedua : Menentang Rasulullah.
Ketiga : Menentang Syariat Islam yang suci
dan upaya mereka untuk melenyapkannya.
Keempat : Mengkafirkan para sahabat yang
diridhoi oleh Allah, yang didalam Al-Qur’an telah dijelaskan sifat-sifatnya,
bahwa mereka orang yang paling keras kepada golongan Kuffar, Allah SWT
menjadikan golongan Kuffar sangat benci kepada mereka. Allah meridhoi mereka
dan disamping telah menjadi ketetapan hukum didalam syariat Islam yang suci,
bahwa barangsiapa mengkafirkan seorang muslim, maka dia telah kafir,
sebagaimana tersebut di dalam Bukhori, Muslim dan lain-lainnya.(Asy Syaukani,
Natsrul Jauhar Ala Hadiitsi Abi Dzar, Al Warogoh, hal 15-16)
24. PARA ULAMA SEBELAH TIMUR SUNGAI JAIHUN
Al Alusi (seorang penulis tafsir) berkata : “Sebagian besar ulama disebelah timur sungai ini
menyatakan kekafiran golongan Itsna Asyariyah dan menetapkan halalnya darah
mereka, harta mereka dan menjadikan wanita mereka menjadi budak, sebab mereka
ini mencela sahabat Nabi SAW, terutama Abu Bakar dan Umar, yang menjadi telinga
dan mata Rasulullah SAW, mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, menuduh Aisyah
Ummul Mukminin berbuat zina, padahal Allah sendiri menyatakan kesuciannya,
melebihkan Ali r.a. dari rasul-rasul Ulul Azmi. Sebagian mereka melebihkannya
dari Rasulullah SAW dan mengingkari terpeliharanya Al-Qur’an dari kekurangan
dan tambahan”.(Nahjus Salaamah, halaman 29-30).
inilah fatwa fatwa para ulama yang mengkafirkan Syiah, tentunya
sangan berbeda dengan fatwanya ulama ulama yang menisbatkan diri sebagai ulama
seperti Amin Rais, Dein Syamsuddin, Said Aqil Siroj, Umar Shiab, Ali
Yafi, Iskandar SQ, Syafii Maari, Marzuki Ali dan tokoh tokoh lainnya. Justru
perlu di pertanyakan kehadiran mereka sebagai Ulama syiah atau ulama sunni
sehingga menyamakan syiah dengan muslim. Sangat membahayakan kehadiran mereka
ditengah tengah kaum muslimin, karena jelas tidak pantas untuk di contoh dan
diletadani karena merendahkan kedudukan sunni itu sendiri, disamping
keimanannya yang kadar perlu dipertanyakan. Berdasarkan fatwa fatwa ulama
tersebut yang meng-KAFIRKAN – syiah , jelas sekali kalau syiah bukan bagian
dari Islam, tetapi agama tersendiri yang bertujuan oposisi terhadap Islam.
Ulama ulama yang mendukung Syiah, sama saja nilainya, karena berarti ridho
dengan kehadiran agama sesat tersebut. [Innalillah wainnaa ilaihi rooji'un]
Anda
Pilih Mana ???
Tokoh-tokoh
/pentolan masyarakat yang omongannya sembrono, baca tulisan dibawah ini :
PERBEDAAN AHLUS SUNNAH DENGAN RAFIDHAH DALAM PERKARA USHUL DAN FURU’
Oleh
Abu
Isma’il Muslim Al-Atsari
Istilah Syi’ah berasal dari kata
tasyayyu’, yang berarti: membela, menolong. Sedangkan Syi’ah artinya: para
penolong atau para pengikut. Dahulu, istilah Syi’ah digunakan bagi orang-orang
yang membela Ali Radhiyallahu 'anhu dan keluarganya, tetapi kemudian digunakan
sebagai nama pada kelompok Rafidhah (Syi’ah Ja’fariyyah; Itsna ‘Aysariyyah) dan
Zaidiyyah.
PERKEMBANGAN SYI’AH
Syi’ah melewati perkembangan-perkembangan
sebagai berikut:
1.Dahulu, istilah Syi’ah (tasyayyu’)
digunakan sebagai ungkapan kecintaan terhadap Ali Radhiyallahu 'anhu dan
keluarganya, tanpa merendahkan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
lain.
2. Kemudian berkembang sehingga melewati
batas terhadap Ali Radhiyallahu 'anhu dan sebagian anggota keluarganya, mencela
sahabat Radhiyallahu 'anhum, bahkan mengkafirkan mereka, disertai aqidah-aqidah
lain yang bukan dari agama Islam sama sekali, seperti: taqiyyah, imamah,
‘ishmah, raj’ah, dan batiniyyah.
3. Kemudian di antara mereka ada yang
menuhankan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu dan imam-imam setelahnya,
berkeyakinan reinkarnasi dan aqidah-aqidah kufur lainnya, yang bertameng dengan
tasyayyu’ (kecintaan terhadap Ali Radhiyallahu 'anhu dan keluarganya).
FIRQAH-FIRQAH (KELOMPOK-KELOMPOK) SYI’AH
Firqah-firqah Syi’ah banyak sekali, sampai
sebagian ulama menyebutkan bahwa mereka mencapai 300 firqah. Sedangkan di zaman
ini, firqah mereka yang besar ada tiga, yaitu:
1. Kelompok Rafidhah, dikenal dengan nama
Syi’ah Ja’fariyyah, karena menisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq. Juga dikenal
dengan nama Imamiyyah, dan Itsna ‘Aysariyyah, karena memiliki keyakinan imam
dua belas. Kelompok inilah yang paling besar dewasa ini. Mereka sekarang berada
di Iran, Irak, Syam, Libanon, Pakistan, Afghanistan Barat, Ahsa’, dan Madinah.
2. Zaidiyyah, mereka adalah para pengikut
Zaid bin Ali bin Al-Husain. Mereka tinggal di Yaman.
3. Isma’iliyyah. Mereka menisbatkan kepada
Isma’il bin Ja’far Ash-Shadiq dan meyakini keimamannya, sehingga disebut
Isma’iliyyah. Mereka berada di Jazirah Arab Utara, Afrika Utara, Afrika Tengah,
Syam, Pakistan, India, dan lainnya.
Selain kelompok di atas, ada kelompok
Nushairiyyah, Duruz, Bahrah, Agha Khaniyyah, dan lainnya.
Karena kelompok Syi’ah terbesar sekarang
ini adalah kelompok Rafidhah (Syi’ah Ja’fariyyah ; Itsna ‘Aysariyyah), maka
kami akan memfokuskan pembicaraan ini tentang mereka.
USAHA RAFIDHAH MENDEKATI AHLUS SUNNAH
Semangat Rafidhah untuk memasukkan
madzhabnya ke barisan madzhab-madzhab kaum muslimin begitu kuat, mereka
menginginkan seandainya madzhab mereka disebut madzhab kelima di kalangan kaum
muslimin. Oleh karena itu mereka berusaha mensukseskan program mereka “taqrib
(pendekatan) antara Sunnah dan Syi’ah” dengan berbagai cara. Tidak diragukan
lagi bahwa persatuan kaum muslimin merupakan perkara yang wajib diwujudkan,
tetapi hal itu haruslah tegak di atas fondasi-fondasi kebenaran.
Usaha-usaha Rafidhah itu sempat menjadikan
sebagian kaum muslimin terkecoh karenanya. Padahal seandainya mereka mengetahui
hakekat agama Rafidhah, mereka pasti akan lari menjauhi dengan ketakutan!
KESESATAN RAFIDHAH
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa
terdapat jurang perbedaan yang sangat besar antara Ahlus Sunnah dengan
Rafidhah, sehingga mustahil untuk disatukan! kecuali yang satu berpindah kepada
agama yang lain!
Inilah perbedaan-perbedaan mendasar
tersebut, yang sekaligus sebagai kesesatan-kesesatan mereka!:
1. Mereka berkeyakinan, -dengan
dinisbatkan kepada para imam mereka- bahwa mereka memiliki Al-Qur’an yang
berbeda dengan yang dimiliki kaum muslimin.
a). Mereka meriwayatkan dari Abu Abdullah,
yang berkata: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril Alaihissallam kepada Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah 17 ribu ayat”. [Al-Kaafi fil Ushul II/634,
Cetakan Teheran, Iran]
b). Dalam riwayat mereka yang lain
disebutkan bahwa Abu Abdullah berkata : “Pada fihak kami sesungguhnya ada
mushhaf Fatimah. Tahukan mereka apakah mushhaf Fatimah itu? Jawabnya: “Mushhaf Fatimah
itu isinya tiga kali dibanding dengan Al-Qur’an kalian ini. Demi Allah, tidak
satupun huruf dari Al-Qur’an tersebut, terdapat dalam Al-Qur’an kalian.”
[Al-Kaafi fil Ushul II/240-241, Cetakan Teheran, Iran]
Bantahan.
Inilah keyakinan Rafidhah terhadap
Al-Qur’anul Karim, keyakinan yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama
Islam. Keyakinan adanya perubahan di dalam Al-Qur’an ini tersebar di dalam
buku-buku induk mereka! Mungkinkah kelompok yang memiliki keyakinan kufur
seperti ini dianggap sebagai madzhab kelima di kalangan kaum muslimin?!
Padahal Allah Ta’ala telah memberikan
jaminanNya terhadap kebenaran Al-Qur’an, Dia berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. [Al Hijr/15:9]
Sebagian mereka membantah dengan
mengatakan bahwa : “Keyakinan perubahan terhadap Al-Qur’an adalah tuduhan
musuh-musuh Syi’ah, sedangkan kami (orang-orang Syi’ah) tidak mempercayainya.
Buktinya mushhaf yang dicetak dan dibaca oleh orang-orang Syi’ah sama dengan
mushhaf Al-Qur’an yang dimiliki oleh kaum muslimin yang lain.”
Bantahan.
Bahwa anda –dan sebagian ulama Syi’ah-
tidak meyakini adanya perubahan di dalam Al-Qur’an, itu adalah hak anda. Tetapi
kenyataannya hal itu tertulis di dalam kitab-kitab utama dan dipercayai di
kalangan Rafidhah, sehingga hal itu merupakan keyakinan Rafidhah. Kalau memang
anda tidak memiliki keyakinan tersebut, sebaiknya anda keluar dari kelompok
Rafidhah yang memiliki kitab-kitab pegangan yang berisikan hal tersebut. Atau
itu sekedar taqiyah (menampakkan sesuatu yang berbeda dengan keyakinannya)??Dan
inilah jawaban tentang keadaan orang-orang Rafidhah yang menggunakan Al-Qur’an
yang sama dengan mush-haf kaum muslimin. Salah seorang pemimpin Rafidhah,
bernama Ni’matullah Al-Jazairi, menyatakan: “Jika anda bertanya, mengapa kami
dibenarkan membaca Al-Qur’an ini, padahal telah mengalami perubahan? Saya
menjawab: “Telah diriwayatkan di dalam banyak riwayat bahwa para imam Syi’ah
menyuruh golongan mereka untuk membaca Al-Qur’an yang ada ditangan umat Islam
di waktu shalat dan lain-lain, dan melaksanakan hukum-hukumnya, sampai kelak
datang waktunya pemimpin kita, Shahibuz Zaman, muncul lalu menarik beredarnya
Al-Qur’an yang ada ditangan umat Islam ini ke langit, dan mengeluarkan
Al-Qur’an yang dahulu disusun oleh Amirul Mukminin as, lalu Al-Qur’an inilah
yang dibaca dan diamalkan.” [Al-Anwar An-Nu’maniyyah II/363-364, Cetakan:
Teheran]
Ketahuilah, bahwa sebab yang mendorong
Rafidhah berkeyakinan adanya perubahan terhadap Al-Qur’an adalah karena
keyakinan pokok mereka, yaitu tentang keimaman 12 imam versi mereka tidak
disebut di dalam Al-Qur’an, demikian juga di dalam Al-Qur’an penuh pujian dan
sanjungan terhadap para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
padahal para sahabat adalah orang-orang yang menjadi sasaran caci-maki mereka!
Maka untuk meyakinkan para pengikut, mereka menyatakan bahwa ayat tentang
tentang keimaman dan celaan terhadap para sahabat telah dibuang! Tetapi
pernyataan itu tentulah akan membongkar kekafiran mereka, karena mengaggap
adanya perubahan dalam Al-Qur’an merupakan kekafiran, maka merekapun berusaha
untuk mengingkari hal tersebut. Akan tetapi riwayat-riwayat yang menyatakan
perubahan di dalam Al-Qur’an tersebar luas di dalam kitab-kitab mereka.
Kemudian di antara peristiwa yang membongkar kesesatan dan kekafiran mereka
adalah munculnya sebuah kitab yang ditulis oleh salah seorang tokoh besar
mereka yang berjudul “Fash-lul Khithab fii Tahriifi Kitabi Rabbil Arbab” (Kata
Pemutus Tantang Adanya Perubahan di Dalam Kitabnya Pengasa Makhluk (kitab
Al-Qur’an)). Penulisnya, yang bernama Mirza Taqiyy An-Nuuri Ath-Thibrisi
menetapkan mutawatirnya riwayat adanya perubahan dalam Al-Qur’an (yang
merupakan keyakinan kekafiran yang nyata dan membongkar kedustaan mereka!!!) di
dalam kitab-kitab Rafidhah, dan dia mengakui bahwa para ulama mereka mengimani
terhadap kekafiran ini! [Lihat Al-Mujaz fil Adyan wal Madzahib Al-Mu’ashirah,
hal: 125, karya DR. Nashir bin Abdullah Al-Qifari dan DR. Nashir bin Abdul
Karim Al-‘Aql]
2. Mereka Memiliki Keyakinan Syirik
Terhadap Para Imam Mereka.
Keyakinan-keyakinan syirik yang bertebaran
di dalam kitab-kitab induk mereka sangat banyak, keyakinan-keyakinan syirik
yang lebih sesat dari orang-orang musyrik di zaman Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Karena orang-orang musyrik dahulu meyakini keesaan Allah di
dalam rububiyahNya, sedang keyakinan syirik orang-orang Rafidhah adalah di
dalam rububiyahNya. Inilah di antara keyakinan-keyakinan sesat mereka itu:
a). Diriwayatkan dari Abu Abdullah, yang
berkata: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui segala yang di langit dan di
bumi, serta segala yang di surga dan di neraka, dan apa yang telah terjadi,
serta sedang dan akan terjadi.” [Al-Kaafi fil Ushul I/261, Cetakan:Teheran]
b). Juga diriwayatkan dari Abu Abdullah,
yang berkata: “Sesungguhnya dunia ini milik imam, dan akhiratpun milik imam.
Dia meletakkannya di mana ia kehendaki dan memberikannya kepada siapa yang ia
kehendaki.” [Al-Kaafi fil Ushul I/409, Cetakan:Teheran]
Bantahan:
Keyakinan yang tertulis di dalam kitab
mereka itu adalah keyakinan syirk yang mengeluarkan dari agama Islam, dan
merupakan keyakinan yang sangat bertentangan dengan Al-Qur’an, kitab Suci Allah
Ta’ala!! Dia berfirman:
إِنَّ اللهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي اْلأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya
sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal. [Luqman/31:34]
Allah juga berfirman.
فَلِلَّهِ اْلأَخِرَةُ وَاْلأُولَى
(Tidak), maka hanya milik Allah-lah
kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. [An Najm/53:25]
Sebenarnya masih banyak lagi keyakinan
syirik yang tersebut di dalam kitab-kitab induk mereka, tetapi yang sedikit
itupun telah mencukupi bagi orang yang cerdik!
3. Mereka Mengkafirkan Seluruh Sahabat,
Kecuali Beberapa Orang Saja, Yaitu: Ali, Al-Miqdad, Salman Al-Farisi, Abu
Dzarr, dan ‘Ammar bin Yasir.
a). Salah seorang tokoh mereka bernama
Salim bin Qais Al-Kufi Al-Hilali Al-‘Amiri berkata di dalam bukunya “As-Saqifah
(kitab Wafatnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam)”, hal: 92 : “...Salman
berkata: ‘Ali berkata: “Sesungguhnya seluruh manusia murtad setelah wafat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali 4 orang.”
b). Pada halaman lain disebutkan dari Ibnu
Abbas: “Wahai saudara-saudaraku, pada hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam wafat, tidaklah beliau diletakkan di kubur beliau, sehingga orang-orang
memecahkan janji dan murtad, serta mereka sepakat untuk menyelisihi”.
[As-Saqifah, hal:249, karya Salim bin Qais Al-Kufi Al-Hilali Al-‘Amiri; juga
semisalnya diriwayatkan oleh Al-Kulaini di dalam Ar-Raudhah minal Kafi,
VIII/245, 296, dari Abu Ja’far]
c). Diriwayatkan dari Ja’far Ash-Shadiq,
dia berkata: “Sesungguhnya seluruh manusia murtad setelah wafat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali segelintir orang saja.” [Al-Ushul minal
Kafi II/319-320]
d). Pada riwayat lain disebutkan: “Seluruh
manusia binasa ...kecuali 3 orang.” [Ar-Raudhah minal Kafi, hal:361, karya Al-Kulaini]
Dengan keyakinan di atas maka tidaklah
aneh jika kemudian mereka mecela para sabahat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Celaan yang membawa kepada kekafiran!!
Bantahan:
Kalau benar keyakinan mereka itu, berarti
ummahatul mukminin (para istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) dan
para sahabat semua murtad dan menjadi kafir menurut mereka. Ini adalah
keyakinan yang sangat munkar, keji, dan bertentangan dengan puluhan ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih yang memuji para sahabat.
Allah berfirman bahwa para sahabat adalah
ummat terbaik.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. [Al Imran/ 3:110]
Kalau mereka dipuji oleh Allah sebagai
umat yang terbaik, maka bolehkah berkeyakinan kalau mereka murtad?! Tidak,
karena itu adalah keyakinan kufur!
Allah juga meridhai para sahabat, dari
kalangan Muhajirin dan Anshar, dengan firmanNya:
وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar. [At Taubah/9:100]
Dia juga berfirman.
لَّقَدْ رَضِىَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَافِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَة عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap
orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka
Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan
atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya). [Al Fath/48:18]
مُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانًا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya. [Al Fath/48:29]
Kalau mereka diridhai oleh Allah dan
dijanjikan masuk sorga, maka bolehkah berkeyakinan kalau mereka murtad?! Tidak,
karena itu adalah keyakinan kufur!
Banyak di antara mereka yang mengingkari
bahwa mereka mengkafirkan sahabat dan mencela mereka, tetapi bukti-bukti
tertulis yang ada di dalam kitab-kitab induk mereka tidak dapat dihilangkan
hanya dengan pengingkaran lesan saja!
Inilah sebagian kesesatan mereka, belum
lagi kesesatan-kesesatan lain yang ada pada mereka, seperti: keyakinan mereka
mengagungkan tempat-tempat gugurnya orang tertentu dan kubur-kubur; mengbolehkan
nikah mut’ah bahkan meyakini keutamaannya; danlain-lain. Yang sedikit itu
sesungguhnya sudah mencukupi bagi orang yang cerdik.
PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG RAFIDHAH
Telah terjadi perselisihan antara Ahlus
Sunnah dengan Rafidhah semenjak zaman dahulu, dan Salafush Shalih telah
membantah mereka di zaman itu. Inilah para ulama yang tercatat membantah
Rafidhah:
1. Imam Malik rahimahullah.
Beliau ditanya tentang Rafidhah, beliau
menjawab: “Janganlah kamu berbicara dengan mereka, dan janganlah kamu
meriwayatkan dari mereka, karena mereka berdusta.” [Minhajus Sunnah I/59]
Beliau juga berkata: “Orang yang mencela
para sahabat Nabi, maka dia tidak termasuk golongan Islam.” [As-Sunnah II/557,
karya Al-Khallal]
2. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
“Aku tidak pernah melihat seorangpun lebih berani bersaksi palsu daripada
Rafidhah”. [Riwayat Al-Lalikai di dalam Syarh Ushul I’tiqad VIII/1457; Abu
Hatim Ar-Razi di dalam Aadab Asy-Syafi’I wa Manaqibuhu, hal:187-189; dan Abu
Nu’aim di dalam Al-Hilyah IX/114; serta disebutkan oleh Ibnu Taimiyah di dalam
Minhajus Sunnah I/60 dan Adz-Dzahabi di dalam Siyar X/89]
3. Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Barangsiapa mencela sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kami
khawatir dia keluar dari Islam.” [As-Sunnah II/558, karya Al-Khallal]
4. Imam Bukhari rahimahullah berkata:
“Bagiku sama saja, apakah aku shalat di belakang orang yang berfaham Jahmiyyah
atau Rafidhah, atau aku shalat di belakang orang Yahudi atau Nashrani. Dan
seorang muslim tidak boleh memberi salam kepada mereka, menjenguk mereka ketika
sakit, kawin dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi, dan memakan
sembelihan mereka.” [Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal:125, karya Imam Bukhari]
5. Imam Abdurrahman bin Mahdi bin Hasan
bin Abdurahman Al-‘Ambari Al-Bashri rahimahullah, salah seorang imam Ahli
Hadits ternama, wafat Th 198H. Beliau berkata: “Dua hal ini (mengingkari
kejujuran sahabat dan mengangap mereka murtad) merupakan agama golongan
Jahmiyyah dan Rafidhah.” [Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal:125, karya Imam Bukhari]
6. Imam Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi
rahimahullah, salah seorang ahli hadits terpercaya, dan terbaik di zamannya,
wafat Th 212H, imam Bukhari meriwayatkan 26 hadits darinya. Ketika ditanya
tentang orang yang mencela Abu Bakar, beliau menjawab: “Dia kafir.” [As-Sunnah
VI/566, karya Al-Khallal; Ash-Sharimul Maslul, hal:570, karya Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyah]
7. Ahmad bin Yunus rahimahullah, salah
seorang tokoh ulama Ahlus Sunnah di Kufah, wafat th. 227H. Beliau berkata:
“Seandainya seorang Yahudi menyembelih seekor binatang, dan seorang Rafidhi
(Syi’ah) menyembelih seekor binatang, niscaya aku hanya memakan sembelihan si Yahudi,
dan aku tidak mau memakan sembelihan si Rafidhi karena dia telah murtad dari
Islam.” [Ash-Sharimul Maslul, hal:570, karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah]
Selain perkataan para ulama di atas, masih
banyak lagi perkataan para ulama yang menyatakan kesesatan Rafidhah, di
antaranya:
8. Abu Zur’ah Ar-Razi rahimahullah.
Seorang tokoh ahli hadits, hafal 100 ribu hadits, sehingga ada yang berkata:
“Setiap hadits yang tidak dikenal oleh Abu Zur’ah, maka hadits itu tidak
memiliki asal usul.” Beliau wafat Th 227 H.
9. Ibnu Qutaibah rahimahullah, salah
seorang ulama terkenal yang banyak karya-karyanya, wafat Th 276 H.
10. Abdul Qadir Al-Baghdadi rahimahullah,
salah seorang tokoh ulama terkenal, wafat Th 429 H.
11. Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah,
seorang ‘alim masalah aqidah dan syari’ah di masanya, wafat Th 458 H
12. Al-Asfarayaini rahimahullah, seorang
tokoh terkenal yang banyak karya-karyanya, wafat Th 471 H
13. Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah,
wafat Th 505H.
14. Ibnu Hazm rahimahullah.
15. Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah. Seorang
tokoh ahli hadits di zamannya, dari Maghribi, wafat Th 544 H
16. As-Sam’ani rahimahullah, tokoh
penghafal hadits, yang banyak karya-karyanya, wafat Th 562 H.
17. Fakhrur Razi rahimahullah seorang
tokoh terkenal, wafat Th 606 H.
18. Al-Qurthubi rahimahullah di dalam
Tafsirnya.
19. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah.
20. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
21. Imam Adz-Dzahabi rahimahullah.
22. Imam Ibnu Katsir rahimahullah.
23. Syaikh Al-Alusi rahimahullah.
24. Syaikh Ali bin Sulthan bin Muhammad
Al-Qaari rahimahullah
25. Abul Mahasin Yusuf Al-Wasithi
rahimahullah
26. Syeikh Syah Abdul Azizi Ad-Dahlawi
rahimahullah
27. Muhammad Ali Asy-Syaukani
rahimahullah
28. DR. Taqiyyuddin Al-Hilali Al-Husaini
rahimahullah.
29. Syaikh Muhammad Bahjah Al-Baithar
rahimahullah.
30. Syaikh Muhammad Rasyid Ridha
rahimahullah.
31. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
rahimahullah.
32. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi
rahimahullah.
33. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah
34. Syaikh Mushthafa al-Adawi.
35. Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi
Al-Atsari. Dan lainnya.
PENUTUP.
Setelah kita mengetahui sedikit saja
tentang kesesatan Rafidhah, dan bahwa mereka adalah orang-orang yang dikenal
berdusta di kalangan para ulama, maka janganlah kita terkecoh oleh
mereka.
Kami sebutkan di sini, -sebagai nasehat
dan peringatan, sesungguhnya peringatan itu berguna bagi orang-orang yang
beriman- di antara orang yang terkecoh dan memuji-muji Syiah adalah seorang
penulis Indonesia, yang banyak buku-bukunya, yaitu Prof. Dr. Abu Bakar Aceh di
dalam bukunya yang berjudul Syi’ah, Rasionalisme dalam Islam. Di dalam bukunya
tersebut Prof. meruju’ kepada berbagai buku-buku yang ditulis oleh orang-orang
Syia’h, bahkan sempat memuji-muji kitab Muraja’at karya Abdul Husain
Syarafuddin Al-Musawi (Pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
penerbit Mizan Bandung dengan judul: Dialog Sunnah Syi’ah) .
TAMBAHAN
Cobalah dengar perkataan seorang Ahli
hadits yang diakui ilmunya tentang kitab yang sempat mengecoh sang Prof.
tersebut , inilah di antara perkataan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah tentang buku tersebut beserta pengarangnya.
1. Setelah menjelaskan palsunya sebuah
hadits tentang keutamaan sahabat Ali Radhiyallahu 'anhu di dalam kitab Silsilah
Ahadits Adh-Dha’ifah no:892, Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya ada beberapa sebab yang mendorongku mentakhrij hadits ini,
mengkritiknya, dan membongkar cacatnya, di antaranya : Aku melihat seorang
Syaikh yang bernama Abdul Husain Syarafuddin Al-Musawi seorang Syi’ah telah
menyebutkan hadits ini di dalam kitab Muraja’at karyanya, hal:27. Dia
mentakhrij hadits ini menipu para pembaca bahwa hadits ini adalah shahih,
sebagaimana kebiasaannya di kalangan orang-orang yang semisalnya.” [Silsilah
Ahadits Adh-Dha’ifah II/295, Penerbit:Maktabul Ma’arif, Riyadh, Cet:5, Th:1412
H]
2. Kitab Muraja’at karya seorang Syi’ah
tersebut dipenuhi oleh hadits-hadits lemah dan palsu tentang keutamaan Ali
Radhiyallahu 'anhu. Demikian pula disertai kebodohan terhadap ilmu (hadits)
yang mulia ini, penipuan terhadap para pembaca, penyesatan dari al-haq yang
nyata, bahkan kedustaan terang-terangan. Yang hampir-hampir tidak terlintas
pada fikiran pembaca yang mulia bahwa ada seorang di antara para penulis
terjerumus ke dalam keadaan semisalnya. Oleh karena inilah, tekadku kuat untuk
mentakhrij hadits-hadits itu –walaupun jumlahnya banyak-, dan menjelaskan
cacat-cacat dan kelemahannya, serta membongkar perkataan orang Syi’ah tersebut
terhadap hadits-hadits itu, perkataannya yang berupa penipuan dan penyesatan.”
[Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah II/297, Penerbit:Maktabul Ma’arif, Riyadh,
Cet:5, Th:1412 H]
Inilah perkataan seorang yang ahli dan
terpercaya mudah-mudahan membuka mata sebagian kaum muslimin yang tertipu
dengan ulah orang-orang Rafidhah yang berusaha mengecoh mereka dengan perbuatan
seperti di atas!
Wahai Allah tunjukkanlah al-haq kepada
kami sebagai al-haq sehingga kami dapat mengikutinya.
Dan tunjukkanlah kesesatan kepada kami
sebagai kesesatan sehingga kami dapat mengikutinya. Wallahu A’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi
11/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo
– Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647,
08157579296]
Dr. HM
Baharun: Perbedaan Sunni-Syiah tak Lagi Fikih, tapi Tauhid
Pernyataan yang mengatakan tidak ada berpendapat hakiki antara
Sunni-Syiah menunjukkan ketidakpahaman masyarakat antara akidah Sunni dan
akidah Syiah. Padahal, dilihat perayaan yang digelar bisa dipastikan ada
kaitannya dengan keyakinan yang sudah berbeda keduanya.
Demikian disampaikan Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda
(MIUMI), Fahmi Salim,MA saat menjadi narasumber acara tablig akbar dengan tema
“Bahaya Laten Syi’ah” yang di gelar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII)
Jabar di Kota Cimahi, Ahad (27/10/2013).
Fahmi menjelaskan, tentang acara perayaan hari besar kaum Syiah di
Jakarta yang belum lama ini diselenggarakan. Menurutnya, seharusnya umat Islam
sadar bahwa dengan adanya perayaan-perayaan yang berbeda tersebut membuktikan
adanya perbedaan secara prinsip, yakni secara akidah.
“Kalau kehadiran mereka dalam rangka berdakwah kepada kaum Syiah, itu
jelas bagus. Namun jika ikut membenarkan atau mendukung perayaan, itu yang
berbahaya karena akan menjadi virus akidah,” ungkapnya.
Untuk itu ia mengingatkan agar kaum muslimin tidak terjebak dalam
perangkap kaum Syiah baik pemikiran atau amaliyah. Padahal secara akidah ada
perbedaan mendasar.
Senada dengan Fahmi, salah satu anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Prof. Dr.
HM Baharun mengingatkan agar ajaran Syiah tidak lagi dianggap sebagai perbedaan
fikih semata namun sudah masuk pada wilayah tauhid.
Sambil menyitir pernyataan salah satu ulama besar di Indonesia, ia
mengingatkan kasus Syiah di Indonesia akan menjadi bom waktu.
“Bom itu sudah meledak di mana-mana, terakhir di Jember. Haruskah menunggu
yang lebih besar lagi korbannya?,” tanyanya. [Baca juga: Kasus Konflik Syiah-Sunni Sampang,
Dr.HM Baharun: “Jika Ada Penistaan, Pasti Ada Perlawanan”]
Guru Besar Sosiologi Agama yang juga dikenal seorang pengkaji dan penulis
serius masalah Syiah ini juga menghimbau umat Islam tidak malas belajar dan
membaca sejarah secara benar bukan sekedar mendengar propaganda-propaganda
khususnya menyangkut pemikiran Syiah yang terkesan ilmiah tapi sesungguhnya
menyesatkan.*
Soal Kesesatan Syiah, Pendapat yang
Bukan Ahlinya Tertolak!
Di tubuh Nahdhatul Ulama (NU) pernah ada seorang tokoh yang paham betul
tentang Syiah. Kyai tersebut pernah berguru langsung kepada para ulama Syiah di
Universitas Baghdad, Irak. Dia adalah almarhum KH Irfan Zidny, MA.
Mantan Rais Suriyah itu adalah orang yang pernah bicara dalam Seminar
tentang Syiah yang digelar LPPI di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada 1997 silam.
Melalui makalahnya “Bunga Rampai Rampai Ajaran Syiah”, Kiyai Irfan berpendapat
bahwa Syiah adalah kelompok sesat.
Karena itu, menjadi aneh bila pimpinan PBNU sekarang, yang tidak lebih
paham dibanding KH Irfan Zidny, lantas mengatakan bahwa Syiah adalah bagian
dari Islam dan tidak sesat.
“Sayang, orang yang tidak belajar langsung ke Syiah pendapatnya beda
dengan Ustadz Irfan. Orangnya yang memimpin NU sekarang”, kata peneliti dan
penulis buku-buku aliran sesat, Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, dalam diskusi
“Menyingkap Tabir Syiah” di Masjid Baitul Karim, Tanah Abang, Jakarta Pusat,
Ahad (5/2/2012).
Karena tidak mempunyai kapasaitas keilmuan, lanjut Hartono, pendapat
orang yang tidak ahli itu berarti tertolak. Sebab tokoh itu tidak bisa
membantah pendapat almarhum Kiyai Irfan Zidny. “Jadi secara langsung sudah
terpatahkan oleh Ustadz Irfan Zidny”, tegas Hartono.
Hartono dalam kapasitasnya sebagai pengurus Lembaga Penelitian dan
Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta adalah salah satu orang yang menyaksikandan
mendengarkan langsung pidato KH Irfan Zidny dalam Seminar Nasional Tentang
Syiah yang dilaksanakan di aula Masjid Istiqlal, Jakarta, 21 September 1997
silam.
Lima belas tahun silam, ketika mulai membeberkan kesesatan aliran Syiah
dalam seminar yang digelar LPPI dan Gema Al Irsyad itu, air mata KH. Irfan
Zidny tak bisa dibendung lagi. Pangkal kepedihan Kiyai Irfan berawal ketika ia
melihat sederetan anak-anak muda mengenakkan seragam hitam-hitam dan
mengumumkan secara terbuka ‘Saya adalah seorang Syi’i’. Para peserta yang tidak
kurang dari 1000 orang itu pun tampak menahan haru, mereka tidak habis fikir
Ulama yang terkenal pemberani tersebut meneteskan air mata saat seminar
berlangsung. (fayyadh)
Syubhat: Syi’ah
mempedomani imam Ali, Hasan, Husain dan 9 keturunan Imam Husain. Dari 12 imam
itulah hadits-hadits Syiah diambil. Memang syiah hanya mempedomani sebagian
hadis sunni karena sebagian lagi dianggap rekayasa penguasa. Prof. Dr. Quraish
shihab, Umar Shihab, Azyumardi Azra, Amien Rais, dan Din Syamsuddin menyatakan
mazhab syi’ah tidak sesat.
Jawab: Dalam perkara yang mengkhususkan
satu sisi, yaitu bahwa Syi’ah mengambil hadits-haditsnya dari para Imam, maka
sungguh Anda telah mencukupi bantahan saya, dan Anda sendiri telah membatalkan
agama Syi’ah tanpa Anda ketahui. Karena memang tidak ditemukan dari mereka ilmu
hadits, dan barangkali Anda kembali kepada makalah saya pada edisi yang lalu,
dan edisi ini, yaitu tentang ilmu hadits pada Syi’ah. Anda akan menyingkap
sendiri hakikat itu tanpa kesulitan. Dan saya berharap agar Anda mengikuti
edisi-edisi mendatang dengan izin Allah, agar Anda bisa menyingkap
tambahan-tambahan informasi dan ilmu yang mengagetkan, dan dengan yakin bahwa
perkara yang mengagetkan itu bukanlah sebuah rahasia bagi Syi’ah.
Adapun
ucapan Anda bahwa Syi’ah berpedoman pada kesembilan Imam dari keturunan al-Husain
Radhiallahu ‘Anhu, maka Anda juga telah membatalkan agama Syi’ah tanpa
Anda rasakan. Mengapa kesembilan Imam tersebut tidak dari keturunan
al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Sementara beliau adalah lebih tua dari al-Husain
Radhiallahu ‘Anhu? Maka manakah dalil atas pengangkatan Allah Subhanahu wa
Ta’ala bagi anak-anak al-Husain Radhiallahu ‘Anhu, tanpa anak-anak al-Hasan
Radhiallahu ‘Anhu? Kami menginginkan dalil dari al-Qur`an, karena ini adalah
aqidah dan satu pokok dari pokok-pokok agama. Satu pokok agama haruslah dari
dalil yang qath’iy yang di dalamnya tidak ada ruang kemungkinan. Karena suatu
dalil, jika disebutkan suatu kemungkinan di dalamnya, maka batallah berdalil
dengannya.
Kemudian
bertanyalah pada diri Anda sendiri pertanyaan ini yang Anda tidak akan
menemukan jawabannya pada Syi’ah; yaitu mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
menentukan para Imam dari keturunan al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Bukankah dia
yang sulung? Maka bagaimana Syi’ah menjadikan syarat pengangkatan Imam adalah
putra sulung dari keturunan al-Husain, yaitu bahwa Imam setelah al-Husain
adalah putra sulungnya, dan putra sulung ini diganti oleh putra sulungnya, dan
demikian seterusnya…
Jika memang
demikian, maka mengapa imamah tidak jatuh kepada putra sulung Ali, yaitu
al-Hasan Radhiallahu ‘Anhu? Pertanyaan dalam sisi ini sangat banyak, dan
pembicaraan di dalamnya tidak akan pernah berhenti di atas angan-angan. Kami
menunggu seseorang yang maju berdialog bersama kami.
Akan tetapi
saya mengajak Anda untuk melihat ke dalam Biharul Anwar (45/329), oleh
al-Majlisi, cet. Muassasah al-Wafa`, Beirut (Cet. II, 1403), dan rujukan
lainnya, bahwa pengagungan keturunan al-Husain, bukan keturunan al-Hasan,
karena orang-orang Persia adalah paman-paman mereka, karena keberadaan istri
al-Husain adalah Putri Yazdajir, orang Persia, dan beragama Majusi.
Adapun
berkenaan dengan tokoh-tokoh di Indonesia yang tercinta, dan bersamaan dengan
ketidak tahuanku jika ada di antara tokoh-tokoh itu adalah seorang Syi’ah atau
Liberal, atau tidak, maka sesungguhnya saya mulai sebuah pertanyaan kepada
Anda; ‘Apakah Anda mengambil agama Anda dari “Allah berfirman, Rasul-Nya
bersabda” ataukah dari “Fulan berkata, dan Fulan berkata”?!
Orang yang
telah Anda sebutkan, bersamaan dengan penghormatan saya kepada mereka, mereka
bukanlah para ulama Syari’ah, tidak juga orang-orang yang ahli. Keberadaan
mereka dikenal di masyarakat tidak berarti bahwa kita menjadikan apa yang
mereka katakan sebagai sebuah hukum atas kitabullah, dan sunnah Nabi-Nya.
Bahkan kita jadikan Kitabullah, Sunnah Nabi-Nya lah yang menghukumi kita dan
mereka, dan setiap orang yang berselisih. Jika benar ucapan mereka yang datang
di dalam pertanyaan Anda, maka tidaklah mereka menjadi orang pertama dan
terakhir yang berbicara tanpa ilmu dalam masalah Syi’ah secara khusus dan
aqidah secara umum.
Pergilah
kepada salah seorang dari para tokoh penyeru taqrib (pendekatan) antara sunnah
dan Syi’ah, kemudian mintalah darinya untuk menulis dalil-dalilnya dari
al-Kitab dan Sunnah akan keshahihan agama Syi’ah, yang kemudian kami akan
menyebarkannya di dalam majalah secara langsung. Saat itu akan tersingkaplah
kepada umat, akan kebenaran ucapan saya, bahwa mereka bukanlah para ulama, dan
bukan ahli ilmu dalam hal ini.
Bahkan saya
menjadi bergembira, seandainya ada satu orang dari para tokoh penyeru taqrib
ini yang maju, sama saja orang yang telah Anda sebutkan, atau selain mereka
untuk masuk dalam dialog damai bersama kami yang umat ini akan bisa mengambil
faidah darinya. Akan tetapi saya katakan dengan terus terang dengan keyakinan
seorang mukmin, ‘Jika orang-orang Syi’ah pada umumnya takut untuk menghadapi
kami, maka apakah Anda akan menyangka orang yang bukan termasuk Syi’ah memiliki
kemampuan dan keberanian untuk menghadapi kami (majalah Qiblati) dalam masalah
Pembelaan Terhadap Syi’ah? Dengan yakin, bahwa ini adalah mustahil, dan semacam
khayalan- biidznillah-.
Kemudian,
wahai putraku, bukanlah popularitas itu yang menjadi ukuran dalam mengetahui
kebenaran dari kebatilan, karena orang itu dikenal dengan agama, bukan agama
dikenal dengan orang. Tidak logis, jika seseorang tidak enak badan terus dia
pergi ke penjual arang atau kayu bakar, sebagai ganti dari dokter. Juga tidak
logis saat mobil mogok, pemiliknya pergi ke apotik, tidak ke bengkel.
Ingat,
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan peringatan kepada para
hamba-Nya dari mengikuti orang-orang yang kesohor, bangsawan, dan para
pembesar, tokoh masyarakat, dan bahkan ulama-ulama sesat. Allah berfirman
menceritakan lisan kaum yang nanti datang pada hari kiamat yang mereka sesat
dengan kesesatan yang besar karena mengikuti para tokoh:
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا
وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا (٦٧)رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ
الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا (٦٨)
“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami,
sesungguhnya kami telah mentaati para pemimpin dan pembesar kami, lalu mereka
menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada
mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS.
Al-Ahzab: 67-68)
Dari sini,
kami ambil buah, yaitu bahwa hujjah dari pertanyaan Anda gugur secara ilmiah,
dan tidak layak berdalil denganya dalam menshahihkan agama Syi’ah. Bahkan itu
merugikan syi’ah, dan tidak memberikan manfaat kepada mereka, karena Anda tidak
bertumpu dari al-Kitab dan Sunnah yang sahih atas pembenaran agama mereka,
namun dengan ucapan-ucapan para tokoh. Ini merupakan sebuah cacat atas agama manapun.
Kami akan menemukan para tokoh yang membenarkan agama Qodyaniah, dan kita akan
menemukan para tokoh yang membenarkan pikiran liberal, dan kita akan medapati
orang-orang tenar yang menshahihkan persatuan agama, demikian seterusnya. Oleh
karena itu, ibrahnya adalah dalil dari Kitabullah dan Sunah Nabi-Nya, bukan
dengan ucapan orang-orang tenar.
Terakhir,
saya tutup dengan mengatakan bahwa pintu majalah Qiblati terbuka untuk dialog
damai dengan semuanya. Barangkali kami salah dalam penghukuman kami. Oleh
karena itulah kami menerima orang yang maju dan meluruskan kesalahan-kesalahan
kami. Maka hak bantahan terjamin dan terjaga untuk semuanya, selamat datang
bagi Anda sekalian. Dan terima kasih atas perhatiannya. (AR)*
Oleh
Syeikh Mamduh Farhan Al-Buhairi, Musyrif Majalah Islam Internasional QIBLATI
Sumber:
http://qiblati.com/jawaban-syubhat-syiah-11.html
Posted in: Syekh Mamduh