Ketua Front
Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab meminta penganut aliran Syiah dan Sunni
saling menghormati. Hal ini pernah disampaikan Habib ketika menanggapi
penyerangan Pondok Pesantren Al Ma’hadul Islami, di Pasuruan, Jawa Timur, 15
Februari 2011 lalu.
"Saya pikir soal Syiah dan Sunni ini kan sudah ada kesepakatan muktamar
internasional di Qatar Februari 2009 lalu. Dimana Sunni dan Syiah harus saling
menghargai satu sama lainnya," kata Habib Rizieq usai bertemu Menteri
Dalam Negeri di Jakarta, Rabu (16/2/2011).
Menurutnya ada dua poin poin penting hasil mukhtamar yang harus dijalankan oleh
Sunni dan Syiah. Pertama ulama Suni maupun Syiah tidak boleh membuat pernyataan
lisan maupun tulisan yang menghina keluarga dan kerabat nabi. “Ini sudah
kesepakatan," jelasnya.
Kedua, lanjut Habib, ulama Sunni juga tidak boleh membawa misi Sunni ke negeri
berpenduduk Syiah begitu juga sebaliknya."Intinya kalau kita tahu
mayoritas Sunni jangan ada kelompok lain memanfaatkan dan memaksakan
kehendaknya, itu pasti mengundang konflik," tegasnya.
Dia mencontohkan ulama Sunni tidak coba-coba men-sunnikan orang Iran yang
kebanyakan beraliran Syiah, begitu juga ulama Iran jangan coba-coba mensyiahkan
orang Indonesia. "Jadi saya pikir masing-masing pihak jaga diri, kita tidak
melarang setiap orang punya keyakinan, tapi pahamilah kondisi di republik
ini," pintanya.
Syiah Melanggar Kesepakatan
Lalu apa yang terjadi, setelah Muktamar Internasional di Qatar? Terbukti, Syiah
di Indonesia justru melanggar kesepakatan, yakni terus menerus melakukan
penyebaran ajaran Syiahnya di kalangan Sunni. Jika melihat hasil dari
`kaderisasi` pemeluk syi`ah di Indonesia, akan membuat kita tercengang. Secara
kuantitas, pertambahan kader Syiar di Indonesia mengalami peningkatan.
Betapa tidak, rupanya kekuatan Syi`ah di negeri kita ini diam-diam terus
bekerja siang malam, tanpa kenal lelah. Hasilnya, ada begitu banyak agen-agen
ajaran syi`ah yang siap merenggut umat Islam Indonesia untuk menerima dan jatuh
ke pelukan ajaran sesat ini.
Sebagai contoh, perkembangan Iranian Corner di Indonesia khususnya Perguruan
Tinggi cukup marak. Di Jakarta, Iranian Corner ada di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Bahkan, di Jogjakarta yang
dikenal sebagai kota pelajar malah punya tiga sekaligus, yaitu Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada tiga
Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah. Di Malang juga ada di
Universitas Muhammadiyah Malang.
Syiah berkembang di negeri ini setelah berdiri lembaga pusat kebudayaan
Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center) -- sejak 2003 -- di bilangan
Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12
tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu.
Dii antara tokoh yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab (
salah seorang Ketua MUI -Majelis Ulama Indonesia Pusat) dan Prof Quraish Shihab
(mantan Menteri Agama), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir dan O. Hashem.
Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar
al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Syi’ah juga merekrut para pemuda untuk diberi beasiswa untuk dibelajarkan ke
Iran. Kini diperkirakan ada 7.000-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di
Iran untuk dicuci otaknya agar menjadi pendukung Syiah, disamping sudah ada
ribuan yang sudah pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun
mendirikan yayasan dan sebagainya. Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran
ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan,
sekolah, hingga pesantren.
Kabar ini pernah dikemukakan oleh salah seorang anggota DPR Komisi VIII
ketika itu, Ali Maschan Musa. “Saya tahun 2007 ke Iran dan bertemu
dengan beberapa anak-anak Indonesia di sana yang belajar Syiah. Mereka nanti
minta di Indonesia punya masjid sendiri,” kata Ali
Kabarnya, ada banyak ulama NU dan Muhammadiyah yang juga diajak ke Iran, baik
dalam rangka memperkenalkan Syiah, atau pun sekedar wara-wiri ke negeri yang
dulu dikenal dengan sebutan Persia itu. Ini berarti dalam beberapa tahun
ke depan, Indonesia akan diramaikan oleh paham Syi`ah. Karena dalam hitungan
4-5 tahun ke depan, tentu mereka akan kembali ke Indonesia dengan membawa paham
yang bertentangan dengan paham umat Islam di Indonesia yang notabene ahli sunnah wal jamaah.
Bentuk pelanggaran kaum Syiah lainnya adalah adanya pengikut Syi’ah yang
terang-terangan mengucapkan penistaan terhadap sahabat Abu Bakar, Umar dan
‘Aisyah istri Rasulullah SAW. Bahkan penistaan blak-blakan ditulis aktivis
Syi’ah di jejaring sosial. Tentu saja, ini membuat resah sejumlah kalangan
Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Pasuruan, Jember dan Bondowoso, Jawa Timur.
Kholili Hasib, Alumni Program Pasca Sarjana Institut Studi Islam
Darussalam (ISID) Gontor Ponorogo yang menulis dalam sebuah situs
membongkar surat rahasia dari seorang di Iran tentang strategi penyebaran Syiah
di tengah
mayoritas Sunni di Indonesia. Surat itu berisi tentang keberhasilan propagandis
Syiah menebarkan pengaruhnya di Tanah Air. Berikut sebagaian isi surat
tersebut: “Saya telah berhasil merangkul sejumlah ulama mereka yang
lumayan banyaknya, sehingga mereka memahami jutaan madzhab Ahlul Bait atas
lainnya. Saya anggap ini sebagai kemajuan dalam langkah-langkah perjuangan
kita”.
Surat ini sempat menjadi berita heboh di Pasuruan dan membuka mata sejumlah
orang. Banyak yang kemudian menyadari, bahwa selama ini akidah Syi’ah diajarkan
secara sembunyi-sembunyi. Beberapa ulama’ kemudian tertarik untuk mempelajari
kitab-kitab rujukan Syi’ah yang asli, terutama kitab al-Kafi. Dari pendekatan
pustaka ini banyak yang sudah mengenal apa dan bagaimana Syi’ah di Indonesia.