Monday, May 4, 2015

Hina Sahabat Nabi, Syiah Langgar Kesepakatan Ulama Se-Dunia di Qatar

Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab meminta penganut aliran Syiah dan Sunni saling menghormati. Hal ini pernah disampaikan Habib ketika menanggapi penyerangan Pondok Pesantren Al Ma’hadul Islami, di Pasuruan, Jawa Timur, 15 Februari 2011 lalu.

"Saya pikir soal Syiah dan Sunni ini kan sudah ada kesepakatan muktamar internasional di Qatar Februari 2009 lalu. Dimana Sunni dan Syiah harus saling menghargai satu sama lainnya," kata Habib Rizieq usai bertemu Menteri Dalam Negeri di Jakarta, Rabu (16/2/2011).

Menurutnya ada dua poin poin penting hasil mukhtamar yang harus dijalankan oleh Sunni dan Syiah. Pertama ulama Suni maupun Syiah tidak boleh membuat pernyataan lisan maupun tulisan yang menghina keluarga dan kerabat nabi. “Ini sudah kesepakatan," jelasnya.


Kedua, lanjut Habib, ulama Sunni juga tidak boleh membawa misi Sunni ke negeri berpenduduk Syiah begitu juga sebaliknya."Intinya kalau kita tahu mayoritas Sunni jangan ada kelompok lain memanfaatkan dan memaksakan kehendaknya, itu pasti mengundang konflik," tegasnya.

Dia mencontohkan ulama Sunni tidak coba-coba men-sunnikan orang Iran yang kebanyakan beraliran Syiah, begitu juga ulama Iran jangan coba-coba mensyiahkan orang Indonesia. "Jadi saya pikir masing-masing pihak jaga diri, kita tidak melarang setiap orang punya keyakinan, tapi pahamilah kondisi di republik ini," pintanya. 

Syiah Melanggar Kesepakatan 
Lalu apa yang terjadi, setelah Muktamar Internasional di Qatar? Terbukti, Syiah di Indonesia justru melanggar kesepakatan, yakni terus menerus melakukan penyebaran ajaran Syiahnya di kalangan Sunni. Jika melihat hasil dari `kaderisasi` pemeluk syi`ah di Indonesia, akan membuat kita tercengang. Secara kuantitas, pertambahan kader Syiar di Indonesia mengalami peningkatan.
Betapa tidak, rupanya kekuatan Syi`ah di negeri kita ini diam-diam terus bekerja siang malam, tanpa kenal lelah. Hasilnya, ada begitu banyak agen-agen ajaran syi`ah yang siap merenggut umat Islam Indonesia untuk menerima dan jatuh ke pelukan ajaran sesat ini.
Sebagai contoh, perkembangan Iranian Corner di Indonesia khususnya Perguruan Tinggi cukup marak. Di Jakarta, Iranian Corner ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Bahkan, di Jogjakarta yang dikenal sebagai kota pelajar malah punya tiga sekaligus, yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada tiga Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah. Di Malang juga ada di Universitas Muhammadiyah Malang.
Syiah berkembang di negeri ini setelah berdiri lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center) -- sejak 2003 -- di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu.
Dii antara tokoh yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI -Majelis Ulama Indonesia Pusat) dan Prof Quraish Shihab (mantan Menteri Agama), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir dan O. Hashem. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Syi’ah juga merekrut para pemuda untuk diberi beasiswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini diperkirakan ada 7.000-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran untuk dicuci otaknya agar menjadi pendukung Syiah, disamping sudah ada ribuan yang sudah pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya. Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren.
 Kabar ini pernah dikemukakan oleh salah seorang anggota DPR Komisi VIII ketika itu, Ali Maschan Musa“Saya tahun 2007 ke Iran dan bertemu dengan beberapa anak-anak Indonesia di sana yang belajar Syiah. Mereka nanti minta di Indonesia punya masjid sendiri,” kata Ali
Kabarnya, ada banyak ulama NU dan Muhammadiyah yang juga diajak ke Iran, baik dalam rangka memperkenalkan Syiah, atau pun sekedar wara-wiri ke negeri yang dulu dikenal dengan sebutan Persia itu.  Ini berarti dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan diramaikan oleh paham Syi`ah. Karena dalam hitungan 4-5 tahun ke depan, tentu mereka akan kembali ke Indonesia dengan membawa paham yang bertentangan dengan paham umat Islam di Indonesia yang notabene ahli sunnah wal jamaah.
Bentuk pelanggaran kaum Syiah lainnya adalah adanya pengikut Syi’ah yang terang-terangan mengucapkan penistaan terhadap sahabat Abu Bakar, Umar dan ‘Aisyah istri Rasulullah SAW. Bahkan penistaan blak-blakan ditulis aktivis Syi’ah di jejaring sosial. Tentu saja, ini membuat resah sejumlah kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Pasuruan, Jember dan Bondowoso, Jawa Timur.
Kholili Hasib, Alumni Program Pasca Sarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor Ponorogo yang menulis dalam sebuah situs membongkar surat rahasia dari seorang di Iran tentang strategi penyebaran Syiah di tengah mayoritas Sunni di Indonesia. Surat itu berisi tentang keberhasilan propagandis Syiah menebarkan pengaruhnya di Tanah Air. Berikut sebagaian isi surat tersebut: “Saya telah berhasil merangkul sejumlah ulama mereka yang lumayan banyaknya, sehingga mereka memahami jutaan madzhab Ahlul Bait atas lainnya. Saya anggap ini sebagai kemajuan dalam langkah-langkah perjuangan kita”.
Surat ini sempat menjadi berita heboh di Pasuruan dan membuka mata sejumlah orang. Banyak yang kemudian menyadari, bahwa selama ini akidah Syi’ah diajarkan secara sembunyi-sembunyi. Beberapa ulama’ kemudian tertarik untuk mempelajari kitab-kitab rujukan Syi’ah yang asli, terutama kitab al-Kafi. Dari pendekatan pustaka ini banyak yang sudah mengenal apa dan bagaimana Syi’ah di Indonesia.