Dalam perang Yom Kippur,
peperangan antara Dunia Arab dan Israel tahun 1967, Arab Saudi melakukan
embargo terhadap Amerika dan negara-negara Eropa atas produksi minyaknya. Hal
ini disebabkan karena Amerika Serikat dan Eropa membantu Israel dalam hal
pemasokan senjata dan perlengkapan militer lainnya termasuk pasukannya.
Israel pada saat itu melawan mujahidin Ikhwanul
Muslimin dari Mesir, tentara Jordania dan juga Suriah. Perang Yom Kippur ini
juga disebut dengan Perang Badar Modern, karena terjadi bertepatan pada bulan
Ramadhan (Juni 1967) sebagaimana Perang Badar pada zaman Rasulullah Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang juga terjadi di bulan Ramadhan.
Akibat dari embargo tersebut mengakibatkan kondisi
industri dan perekonomian Amerika Serikat mengalami krisis. Hingga di tahun
1973, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger berkunjung ke Arab
Saudi menemui Raja Faishal ibn Abdul Aziz untuk melakukan lobi politiknya.
Tak dinyana, kedatangan Kissinger tidak disambut
baik oleh Raja Faishal. Walaupun menemuinya, raut muka Raja Faisal selama
bertemu dengan Kissinger tampak selalu cemberut.
Bahkan, Raja Faisal menyatakan:
“Saya sudah tua. Bagi saya, bisa melaksanakan
shalat dua rakaat di Masjidil Aqsha dengan aman dan damai adalah yang utama.
Inilah keamanan yang sebenarnya bagi dunia Islam seluruhnya.”
Henry Kissinger pun kembali ke Amerika Serikat dengan
tangan hampa. Embargo terhadap Amerika Serikat tidak bisa ditawar lagi.
Tahun 1974, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon
pun datang ke Arab Saudi dengan misi yang sama. Membuka embargo minyak dari
Arab Saudi. Namun, Raja Faisal pun masih tetap bersikap sama. Nixon harus
pulang dengan rasa rendah diri setelah mendengar ucapan Raja Faishal,
“Tidak akan ada perdamaian sebelum Israel
mengembalikan tanah-tanah Arab yang dirampas pada tahun 1967!”
Apa yang dilakukan Raja Faishal terhadap Richard
Nixon dan negaranya ternyata berbuntut panjang, dan disinyalir menjadi penyebab
wafatnya.
Amerika Serikat melalui CIA-nya berhasil menghasut
keponakan Raja Faisal. Pada tanggal 12 Rabiul Awal 1395 / 25 Maret 1975,
keponakan Raja Faisal yang bernama Faishal bin Mus’ad bin Abdul Aziz yang baru
saja pulang dari Amerika datang menemuinya. Di ruang tunggu, Faisal bin Mus’ad
berbicara dengan delegasi Quwait yang juga ingin bertemu Raja.
Saat Raja datang menemui mereka, Faisal bin Mus’ad
mendekati Raja dan berpura-pura hendak memeluknya. Raja Faisal yang tidak
mengetahui niat busuk keponakannya ini dengan senang hati menyambut
keponakannya dan mendekatinya untuk menciumnya sebagaimana budaya Arab Saudi
pada umumnya.
Lalu Faisal bin Mus’ad mengeluarkan pistolnya, dan
menembakkannya ke arah Raja Faisal; tembakan pertama mengenai dagu Raja Faishal
dan tembakan kedua mengenai telinganya. Para pengawal Raja menangkap Faisal bin
Mus’ad dan menghentikan kebrutalannya lalu raja segera dibawa ke rumah sakit.
Namun sayang, nyawa Raja Faisal sudah tidak tertolong lagi karena kehilangan
banyak darah. Ia wafat tidak lama setelah kejadian itu.
***
Kini, di tahun 2015 telah lahir pemimpin Arab
Saudi yang juga berkarakter sama dengan Raja Faisal, Raja Salman ibn Abdul
Aziz. Seorang Raja yang shalih dan hafal Al Quran, sama seperti Raja Faisal
dahulu. Seorang Raja yang juga kembali menjalin kerjasama dengan pergerakan
Ikhwanul Muslimin di Mesir, menjalin kerjasama dengan kader Islamis di Turki,
Qatar dan negara-negara muslim lainnya untuk bersikap tegas kepada Amerika,
Israel dan sekutunya. Seorang raja yang sangat berkonsentrasi akan kemerdekaan
Palestina.
Seorang raja yang dengan bangganya meninggalkan
Presiden Amerika Serikat Barrack Obama di upacara penyambutan kedatangannya
dikarenakan berkumandangnya adzan Ashar. Panggilan Tuhannya lebih utama
dibandingkan harus beramah mesra dengan sekutu Israel.
Wahai dunia saksikanlah! Kebangkitan peradaban
Islam sudah di depan mata. Sangat boleh jadi, perang Badar Ketiga akan terjadi.
Perang suci antara kekuatan para penjajah dan perusak dunia. Sudah saatnya kita
mempersiapkan segala apa pun yang bisa disiapkan dalam merebut dan menegakkan
kembali panji-panji suci Ilahi.
Bersiap siagalah!
Pengangkatan Pangeran Muhammad bin Nayif Dinilai
Persempit Kaum Liberal dan Syiah di Saudi
Kamis, 30 April 2015 - 06:34 WIB
Muhammad
bin Nayif juga dikenal sangat dekat dengan ulama sehingga dianggap sebagai
musuh utama kaum liberal, Syiah dan khawarij
Prosesi baiat (sumpah setia) terhadap dua putra mahkota
berlangsung Rabu (29/04/2015) malam ini berlangsung khidmat.
Prosesi ini dihadiri oleh keluarga
kerajaan, ulama dan masyarakat umum. Nampak Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz
dengan wajah yang ceria memberikan baiatnya kepada pangeran Muhammad bin Nayif.
Pemandangan ini sekaligus mematahkan opini negatif yang dihembuskan oleh para
haters seputar pengunduran dirinya. [baca juga: Pangeran Muqrin
Mengundurkan Diri, Muhammad bin Nayif dan Bin Salman Jadi Pangeran Mahkota
Saudi]
Pengangkatan pangeran Muhammad bin Nayif
oleh dewan baiat sebagai putra mahkota dinilai oleh sejumlah pakar sebagai
angin segar bagi kaum konservatif. Hampir dipastikan tak ada ruang gerak bagi
gerakan Shafawi (Syiah) dan kaum liberal di seantero
Arab Saudi (KSA).
Seperti diketahui bahwa pangeran Muhammad
bin Nayif mewarisi sikap politik sang ayah Nayif bin Abdul Aziz yang terkenal
sangat konservatif.
Muhammad bin Nayif juga dikenal sangat
dekat dengan ulama sehingga dianggap sebagai musuh utama kaum liberal, Syiah
dan khawarij.
Banyak pengamat yang menilai bahwa langkah
Raja Salman dan majelis baiat yang terdiri dari anggota keluarga Saud sangat
tepat.
Pengunduran diri pangeran Muqrin yang
merupakan calon raja terakhir dari putra Raja Abdul Aziz juga dinilai sebagai
keputusan yang berani, mengingat usianya yang tak lagi muda ditambah dengan
kesehatan beliau yang kurang baik. Pengunduran dirinya sekaligus mempercepat
proses pemindahan pemerintahan kepada generasi kedua keluarga Suud.
Direktur Pusat Studi Strategi Politik dan
hukum Timur Tengah Anwar Asyiqy mengatakan, “Pengangkatan Pangeran Muhammad bin
Nayif setelah pengunduran diri Pangeran Muqrin sebagai putra mahkota tentunya
sudah dipikirkan matang-matang oleh dewan baiat yang terdiri dari anggota
keluarga Suud. Pemilihan ini tidak serampangan. Karena menyangkut kelangsungan
pemerintahan.”
Setelah prosesi baiat Raja Salman dan kedua
pangeran mengunjungi kediaman Pangeran Muqrin bin Abdul Aziz.*/Aan
Chandra Thalib (Saudi)