Syi'ah
memiliki jurus-jurus untuk menangkal serangan non syi'ah tentang perubahan Al
Qur'an.Anda perlu tahu bagaimana menghadapi jurus-jurus itu. Penangkalnya ada
di dalam.. silakan baca.
Kita
perhatikan wilayah pada hari ghadir, yaitu pengangkatan Ali menjadi khalifah
oleh Nabi pada mata air yang bernama Ghadir Khum, sepulang dari haji wada’.
Kisah ini akan kita bahas panjang lebar di lain kesempatan Insya Allah.
Artinya
adalah meyakini Ali adalah khalifah setelah Nabi. Hal ini lebih penting
daripada shalat, puasa, zakat dan haji, karena diberi penekanan yang lebih pada
hari ghadir. Artinya penekanan itu lebih penting daripada penekanan terhadap
tauhid. Selama ini yang menjadi penekanan dakwah para Nabi adalah tauhid,
seperti yang tertera dalam Al Qur’an, tetapi bagi syiah yang terpenting adalah wilayah
atau imamah.
Sebuah
konsekuensi yang amat berat, tetapi mengapa kita masih mendengar teman-teman
kita yang kebetulan syiah, yang marah ketika diajak bicara masalah perubahan Al
Qur’an, da tidak bisa menerima jika tsyiah dituduh meyakini perubahan Al Qur’an.
Saya tambahkan, bukan hanya orang awam yang “amatir” [jawa; kroco] yang
mengingkari, tetapi ulama-ulama mereka pun mengingkari juga, contohnya seperti
yang dibahas di bagian kedua, yaitu Muhammad Ridha Muzhaffar dan Muhammad
Husein Al Kasyiful Ghita.
Pertanyaannya,
mengapa mereka mengingkari kenyataan yang nampak jelas dalam kitab mereka
sendiri? Menurut kami ada dua sebab:
1. Karena memang mereka bertaqiyah. Apa itu taqiyah? Silahkan anda klik di sini
untuk lebih jelasnya.
2. Karena mereka benar-benar tidak tahu dan mengingkari hal itu, tetapi mereka
tidak sadar akan konsekuensinya yang amat berat, yaitu keluar dari syiah dan
kembali beriman pada Al Qur’an yang ada saat ini.
Perlu
anda ketahui bahwa syiah memiliki alergi ketika kita ajak dialog tentang
masalah perubahan Al Qur’an. Sebenarnya alergi itu tidak perlu terjadi, karena
bagaimana seorang penganut sebuah keyakinan bisa alergi dengan ajaran keyakinan
yang dianutnya? Kalo mau alergi tidak usah dianut saja, khan gampang, mengapa
dibuat repot? [gitu aja kok repot… seperti kata Gus Pur kalo tidak salah].
Maka
anda jangan takut ketika melihat teman anda yang syiah marah, mencak-mencak dan
bisa jadi kejang ketika anda membicarakan masalah ini. Itu adalah reaksi yang
biasa muncul dan tidak perlu ditakutkan. Walaupun kadar mencak-mencak dan
kejangnya kadang berbeda antara yang amatir dan aktor intelektual.
Mengapa
mereka alergi? Wajar saja, karena masalah iman pada Al Qur’an menjadi salah
satu pemisah antara kaum muslimin dan mereka yang “non muslim”. Artinya mudah
bagi seorang muslim awam untuk memahami bahwa siapa yang tidak percaya pada Al
Qur’an adalah bukan orang muslim. Dengan begitu orang awam akan mudah menilai
bahwa syiah adalah sesat. Juga karena syiah masih ingin dianggap sebagai kaum
muslimin. Karena dengan masih dianggap sebagai muslim akan membuat misi dakwah
syiah lebih mudah.
TINDAKAN
Jika
teman anda yang syi’ah marah ketika diajak dialog masalah perubahan Al Qur’an,
maka segera anda diam, biarkan dia menyelesaikan marahnya. Jika marahnya sudah
mereda, beritahukan padanya bahwa hal itu tercantum dalam kitab-kitab induk
syiah yang dia belum menelaahnya, katakan padanya bahwa orang yang belum tahu
tidak layak untuk marah sebelum menelaah. Tetapi jika kemarahan dan emosinya
begitu menggelora sampai tangannya meraih asbak atau benda yang ada di dekatnya
dan mengarahkannya ke kepala anda, segera ambil benda apa pun untuk melindungi
kepala anda, dan sebaiknya anda segera pergi sebelum benda itu benar-benar
mendarat di kepala dan menimbulkan masalah bagi anda.
Selain
marah dan mencak-mencak ada juga reaksi lain yang muncul saat diajak dialog,
yaitu dengan mengajak anda meneruskan dialog. Lalu kira-kira apa jawaban yang
akan keluar dari syi’ah?
1.
Serangan balik
Artinya
teman anda yang syi’ah akan balik menuduh bahwa dalam riwayat sunni juga ada
yang menunjukkan Al Qur’an telah dirubah. Jelas mereka berbohong, karena
isi hadits-hadits yang dimaksud oleh syiah hanyalah seputar nasakh tilawah atau
perbedaan qira’at yang memang pernah ada. Perlu diperhatikan bahwa banyak ulama
syi’ah yang mengakui adanya nasakh, seperti Syaikh Thaifah At Thusi misalnya,
meski demikian, kita lihat Abul Qasim Al Khu’I mengatakan bahwa nasakh itu tak
lain dan tak bukan adalah tahrif itu sendiri. Semua ini adalah upaya untuk
menghindar dan berputar-putar tanpa ada jawaban yang jelas. Sehingga kita
perhatikan dari teman yang syi’ah, mereka selalu berputar-putar dalam diskusi
sehingga membuat kita lelah menghadapinya. Bisa jadi mereka sengaja berbuat
demikian untuk menghindar dari jawaban-jawaban yang membuatnya merasa kalah
dalam debat. Kita perhatikan semua syi’ah suka berputar-putar dalam dialog.
Saya curiga teman-teman syi’ah telah mengalami mutasi pada gennya sehingga
mereka semua menjadi suka berbohong dan berputar-putar dalam dialog. Kita tidak
lupa bagaimana taqiyah adalah salah satu ajaran pokok dalam syiah. Kita tidak
heran, karena taqiyah adalah sembilan dari sepuluh bagian agama syiah.
Sebenarnya cara ini merupakan sebuah aib bagi syiah yang tidak dapat menjawab
tuduhan yang memang terbukti, lalu berusaha membuktikan tuduhan yang sama pada
lawan.
Hal
ini memang sebuah aib, tetapi hanya ini yang mereka punya, yang lebih baik
daripada diam tak menjawab dan dipandang kalah dalam berdebat. Mengenai
serangan balik dari syiah berkaitan masalah perubahan Al Qur’an akan dibahas
lebih detil Insya Allah.
2.
Membela diri
Mereka
membela diri dengan menklaim bahwa riwayat yang menyatakan perubahan Al Qur’an
adalah dhaif, biasanya mereka juga mengatakan tidak ada kitab syi’ah yang
seluruh isinya shahih.
Jawabannya
ada di makalah ini bagian 1 dan 2. silahkan anda merujuk kembali. Intinya
perubahan Al Qur’an sudah dinyatakan oleh para ulama syiah sendiri, dan
dinyatakan bahwa riwayat yang menyatakan hal itu lebih dari mutawatir, sehingga
tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa riwayat tentang perubahan Al
Qur’an adalah dhaif. Sebab bagaimana riwayat mutawatir bisa berstatus dhaif?
Begitu mutawatirnya sehingga sama dengan riwayat imamah, akhirnya menolak perubahan
Al Qur’an memiliki konsekuensi berat, yaitu menolak imamah.
Membela
diri dengan mengemukakan masalah penshahihan hadits akan membuat syiah harus
membela sekte akhbariyin, yaitu sekte yang mempercayai seluruh riwayat yang ada
dalam kitab syiah, maka sekte akhbariyin juga percaya adanya perubahan Al
Qur’an dan keyakinan-keyakinan lain, yang tercantum dalam kitab syiah.
Syi’ah
yang ada di Indonesia adalah syi’ah ushuli, yang masih percaya pada perlunya
seleksi riwayat untuk membedakan yang shahih dan dhaif, tetapi semua itu
hanyalah teori tanpa praktek. Salah satu ulama syi’ah yang menganut paham
akhbari adalah Abdul Husein Syarafudin Al Musawi, pengarang dua buku penting
syiah yaitu Dialog Sunnah Syi’ah yang diterbitkan di Indonesia oleh penerbit
Mizan, dan juga buku yang berjudul Abu Hurairah, yang kami tidak ingat
penerbitnya.
Pada
bagian 1 dan 2 telah kami nukilkan pernyataan ulama syiah mengenai validitas
riwayat perubahan Al Qur’an, jelas ulama syiah di atas lebih valid dan pandai
dari teman syiah anda, yang mungkin baru 2 tahun atau 20 tahun “jadi syi’ah”.
Lebih jauh lagi, ulama syiah yang dinukil di atas lebih memahami isi
riwayat-riwayat syiah daripada teman anda yang syiah, yang barangkali belum
bisa membaca dan menulis bahasa arab.
3.
Takwil dan salah paham
Di
antara cara mereka adalah dengan mengakui adanya riwayat-riwayat itu, tetapi
mereka memiliki pemahaman lain, yaitu katanya riwayat-riwayat itu memiliki
makna yang berbeda dengan yang tertulis, maksud ulama syiah dengan pernyataan
itu adalah mengatakan bahwa Al Qur’an yang ada adalah terjaga dari perubahan,
penambahan dan pengurangan. Ini sungguh aneh, karena dalam pernyataan ulama
kita simak pernyataan yang jelas menunjukkan terjadinya revisi/perubahan dengan
menambah atau mengurangi. Sedangkan para ulama syiah di atas tidak akan gegabah
membuat pernyataan penting seperti itu jika tidak memiliki dasar yang kuat.
Kita lihat dari pernyataan ulama di atas, ada yang mendasarkan
pernyataanya tentang perubahan Al Qur’an dari riwayat dalam kitab syi’ah yang
berjumlah lebih dari mutawatir, yang menunjukkan adanya perubahan pada Al
Qur’an hari ini. Berarti riwayat-riwayat dalam kitab syi’ah benar-benar
menunjukkan perubahan Al Qur’an.
Lalu
bagaimana dengan “kawan kita” yang mencoba menafsirkan riwayat syi’ah dengan
makna lain? Barangkali pembaca bingung mengapa ada “teman kita yang
syiah” begitu berani memahami sendiri isi riwayat syi’ah tanpa merujuk
pada ulama yang lebih paham. Tetapi kebingungan pembaca akan sirna setelah
membaca riwayat dari Imam Abu Ja'far Muhammad Al Baqir, salah seorang dari 12
imam syi’ah: “Jika seluruh manusia menjadi syiah kami, maka 3/4nya ragu-ragu
terhadap kami dan sisanya adalah orang dungu” Rijalul Kisyi hal 179.
4.
Riwayat seperti itu tidak ada.
Lebih
parah lagi, bisa jadi kawan anda itu menyangkal adanya riwayat perubahan Al
Qur’an dalam kitab syi’ah. Barangkali anda yang telah membaca bagian 1 dan 2
makalah ini akan bertambah bingung, bagaimana tidak? Kata Ulama besar, riwayat
perubahan Al Qur’an jumlahnya lebih dari mutawatir, tapi teman kita malah
bilang riwayat seperti itu g ada. Lalu mana yang benar?
Katakan
saja pada kawan anda, barangkali anda belum pernah menelaah kitab syi’ah karena
anda tidak bisa berbahasa arab. Atau anda adalah korban penipuan dari ustad syiah
anda yang sengaja menipu agar anda tetap masuk syi’ah. Karena jika anda tahu
bahwa syi’ah meyakini perubahan Al Qur’an, ustad anda takut kalo anda kembali
sunni.
Mungkin
anda tidak heran ketika yang menyangkal adalah orang awam yang polos, tetapi
jika yang menyangkal adalah intelektual, maka anda perlu merasa heran. Pada
bagian 2 telah kami paparkan contoh intelektual syi’ah yang menyangkal adanya
riwayat perubahan Al Qur’an pada kitab syi’ah. Apakah ada lagi intelektual
syi'ah yang menyangkal?Kita simak lanjutan makalah ini.
[bersambung...
sabar ya...] sedang dilacak.red.lamurkha