Setiap Syiah harus, sekali lagi harus
percaya bahwa Al Qur'an yang ada saat ini tidak otentik dan mengalami
perubahan. Tidak percaya? Jangan terburu marah, baca dulu selengkapnya
Sampai di sini para pembaca mungkin merasa heran dan bertanya-tanya, apakah
benar syiah menganggap demikian? Mungkin anda pernah mendengar hal ini
sebelumnya dan mengklarifikasi kepada teman atau tetangga anda yang syiah, dan
dijawab oleh mereka bahwa hal itu semata-mata adalah fitnah dan tuduhan yang
dihembuskan oleh musuh-musuh syiah, dari mereka yang ingin memecah belah umat
Islam. Lebih jauh lagi, mereka akan menuduh orang yang menebarkan hal itu
sebagai antek zionis yahudi. Astaghfirullah
Mengklarifikasikan sebuah tuduhan adalah sikap yang benar, dan seharusnya
dilakukan oleh setiap muslim yang objektif, tetapi hendaknya kita tidak salah
alamat dalam mengklarifikasi sebuah berita. Seperti kasus kita kali ini,
mestinya kita mengklarifikasi tuduhan ini dengan melihat langsung ke literatur
syiah untuk mengecek kebenaran berita ini, mengecek apakah benar ada
kitab-kitab syiah yang menyatakan demikian atau tidak ada. Mengapa klarifikasi
ke tetangga, teman atau dosen anda yang syiah adalah salah alamat? Ada beberapa
sebab; bisa jadi teman, tetangga dan dosen anda belum pernah mendapat akses ke
literatur itu, bisa jadi dia memang sudah mengakses tetapi dia mengingkari hal
itu. bisa jadi dia adalah “anggota biasa” yang tidak tahu apa-apa, banyak
kemungkinan. Tetapi semua itu tidak akan mengubah apa yang tercantum dalam
kitab-kitab syiah. Di antaranya:
Abu
Abdillah berkata: “Al
Qur’an yang diturunkan Jibril kepada Muhammad adalah 17 ribu ayat”. Al Kafi
jilid 2 hal 463. Muhammad Baqir Al Majlisi berkata bahwa riwayat ini adalah
muwathaqoh. Lihat di Mir’atul Uqul jilid 2 hal 525.
Jika kita telaah lagi pernyataan-pernyataan ulama syiah mengenai ingkarnya
mereka pada Al Qur’an hari ini, kita akan sampai pada sebuah kesimpulan
berbahaya, yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesimpulan ini
berbunyi:
Setiap syiah harus mengingkari keaslian Al Qur’an, jika masih beriman bahwa AL
Qur’an sekarang ini adalah asli otentik seperti yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAAW, maka dia bukan syiah.
Ada kalimat lain untuk kesimpulan di atas, yaitu setiap syiah harus meyakini
bahwa al qur’an telah dirubah, ditambah dan dikurangi. Seseorang tidak bisa
menjadi syiah jika tidak meyakini hal itu. Sehingga dapat kita katakan bahwa
seorang syiah terpaksa meyakini hal itu jika masih ingin menjadi syiah. Di sini
meyakini adanya penambahan, pengurangan dan perubahan terhadap ayat Al Qur’an
menjadi sebuah konsekwensi yang melekat, dan tidak pernah akan lepas, bagi
seorang penganut syiah.
Bisa dikatakan juga, mereka yang meyakini bahwa Al Qur’an masih asli tidak
pernah akan menjadi syiah.
Saya mohon maaf pada pembaca karena barangkali telah membuat pembaca agak
sedikit bingung –plus terkejut-. Tetapi ini adalah kenyataan yang harus kita
ketahui. Barangkali anda akan bertanya mengenai hal-hal yang mendasari
kesimpulan saya di atas, ini adalah pertanyaan wajar, dan memang saya akan
mengetengahkan bukti-bukti dari pernyataan di atas. Saya katakan di atas bahwa
yang akan mencapai kesimpulan seperti itu bukanlah saya pribadi, tetapi kita
semua, seluruh pembaca makalah ini. Saya mengajak diri saya sendiri dan pembaca
yang budiman untuk merasa tidak puas dengan omongan orang tentang sesuatu,
sebelum merujuk pada sumber otentik dari sesuatu itu. anda jangan puas hanya
dengan mendengar omongan dan –mungkin- bualan dari teman anda, tapi hendaknya
kita melangkah jauh untuk memberanikan diri menelaah sumber-sumber otentik
mazhab syiah. Pembaca akan mendapatkan apa yang tersembunyi dari mazhab syiah
imamiyah, dan kami –team hakekat- berusaha untuk menampilkan sumber otentik
lengkap dengan nomor jilid dan halaman.
Telah kita bahas di atas bahwa keyakinan terhadap diubahnya Al Qur’an adalah
konsekwensi dari mazhab syiah imamiyah. Ulama syiah klasik benar-benar
menyadari hal ini, maka keyakinan tentang perubahan Al Qur’an menjadi sebuah
aksioma dalam mazhab syiah –yang tidak bisa diganggu gugat-. Apa yang mendorong
para ulama syiah klasik memasukkan keyakinan ini sebagai aksioma? Karena mereka
sadar bahwa menolak hal itu sama dengan menolak mazhab syiah. Mari kita simak
nukilan dari ulama klasik syiah.
Pertama-tama, mari kita sadari bahwa riwayat dalam kitab literatur syiah yang
menggugat keotentikan Al Qur’an hari ini mutawatir dan sangat banyak, sekali
lagi, menurut ulama syiah sendiri. Sebuah kenyataan yang membuat setiap muslim
bersedih.
1.Al
Mufid –Muhammad bin Nu’man- mengatakan:
Banyak sekali hadits-hadits dari para imam yang membawa petunjuk – a’immatil
huda- dari keluarga Nabi Muhammad SAAW bahwa Al Qur’an yang ada bukan lagi
asli, juga memuat berita tentang orang-orang zhalim yang menambah dan
mengurangi isi Al Qur’an. Lihat Awa’ilul Maqalat hal 91.
2.Abul
Hasan Al Amili mengatakan:
Ketahuilah, kebenaran yang disimpulkan dari riwayat mutawatir yang akan
dipaparkan kemudian, dan riwayat lain yang tidak kami jelaskan di sini, bahwa
Al Qur’an yang ada di tangan kita saat itu, telah mengalami perubahan
sepeninggal Rasulullah SAAW. Para penulis Al Qur’an sepeninggal Nabi SAAW telah
menghapus banyak ayat dan kata dari ayat Al Qur’an.
Muqaddimah kedua dari tafsir Miraatul Anwar wa Mishkatul Asrar hal 36, dicetak
sebagai pengantar bagi Tafsir Al Burhan karya Al Bahrani.
Nyata-nyata menuduh para sahabat telah menghapus banyak ayat Al Qur’an. Nampak
sekali bahwa yang tertuduh dalam hal ini adalah Usman bin Affan, yang dikenal
sebagai pemrakarsa penulisan Al Qur’an, dan penyatuan bacaan Al Qur’an bagi
seluruh kaum muslimin. Ini adalah kesimpulan ulama dari riwayat-riwayat yang
dianggapnya mutawatir, jadi tidak lagi mengenal adanya “shahih” atau “dhaif”,
karena sebuah kesimpulan hanya mewakili person penyimpulnya. Dengan pernyataan
ini kita dapat mengambil kesimpulan juga, bahwa Abu Hasan Al Amili tidak
beriman pada Al Qur’an yang ada saat ini. Dia telah kehilangan salah satu rukun
iman. [Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un]
3.Ni’matullah
Al Jaza’iri
Figur yang satu ini lebih memilih untuk percaya riwayat-riwayat mutawatir
menurut versinya daripada Kalam Ilahi yang terhimpun dalam Al Qur’an. Katanya:
Dengan menganggap Al Qur’an yang ada sekarang ini adalah mutawatir dari wahyu
ilahi, [artinya diriwayatkan secara mutawatir berasal dari Nabi yang menerima
wahyu dari Allah], dan meyakini bahwa Al Qur’an yang ada sekarang ini adalah Al
Qur’an yang diturunkan oleh Ruhul Amin [Malaikat Jibril] mengandung konsekwensi
penolakan terhadap riwayat yang banyak sekali, bahkan mencapai derajat
mutawatir, yang menyatakan bahwa Al Qur’an telah dirubah, isinya, kalimatnya
dan I’rabnya. Padahal ulama mazhab kami telah sepakat bahwa riwayat itu valid
adanya dan mereka yakin pada isi riwayat itu. Al Anwar An Nu’maniyah jilid 2
hal 357.
Kita lihat seluruh ulama syiah sepakat menerima riwayat yang menggugat Al
Qur’an, yang menuduh Al Qur’an kaum muslimin saat ini telah dirubah, dan bukan
asli lagi. Ini bukan lagi tuduhan, tetapi pernyataan dari ulama syiah sendiri.
keyakinan di atas mengandung sekian banyak konsekwensi, di antaranya,
menganggap kaum muslimin yang berpegang pada Al Qur’an yang ada saat ini adalah
sesat, karena berpedoman pada kitab suci yang sudah dirubah oleh “tangan-tangan
kotor”.
4.
Al Allamah Al Hujjah Sayyid Adnan Al Bahrani
riwayat tak terhitung banyaknya, yang menerangkan bahwa Al Qur’an telah
dirubah, sungguh banyak, melebihi derajat mutawatir. Masyariq Asy Syumus Ad
Durriyah, hal 126.
5.Sulthan
Muhammad Al Khurasani
Mengatakan dalam kitabnya, Tafsir Bayanus Sa’adah fi Maqamatil Ibadah, cet.
Muassasah Al A’lami hal 19
6.Begitu
juga Husein Nuri Thabrasi, yang
getol menyatakan Al Qur’an telah dirubah, sampai-sampai dia menulis sebuah
kitab yang diberi judul Fashlul Khitab fi Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbabi
[pemutus ucapan, pembuktian bahwa kitab Allah telah dirubah]. Kita simak
ucapannya dalam kitab di atas hal. 227 :
Hadits yang memuat hal itu [perubahan Al Qur’an] berjumlah lebih dari 2000
hadits, sejumlah ulama besar menyatakan banyaknya riwayat yang menyatakan hal
itu, seperti Al Mufid, Al Muhaqqiq Ad Damad, Majlisi dan lainnya.
7.
Muhammad Baqir Al Majlisi
ketika membahas hadits riwayat Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah Alaihissalam;
Sesungguhnya Al Qur’an yang diturunkan oleh Jibril Alihissalam kepada Muhammad
SAAW ada 17000 ayat. Majlisi mengomentari riwayat ini: [riwayat ini] dipercaya,
dalam cetakan lain tertulis Hisyam bin Salim di posisi Harun bin Salim. Riwayat
ini shahih, seperti sudah diketahui bahwa riwayat ini juga banyak riwayat
shahih yang menerangkan dengan jelas bahwa Al Qur’an yang ada saat ini telah
dikurangi dan diubah, bagi saya hadits-hadits yang menyatakan perubahan Al
Qur’an mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Menolak riwayat ini mengharuskan
kita untuk menolak seluruh riwayat [hadits Ahlulbait]. Saya kira hadits yang
mengatakan hal ini[perubahan Al Qur’an] tidak kalah banyak dari riwayat hadits
yang membahas imamah, bagaimana masalah imamah bisa dibuktikan dengan riwayat?
Mir’atul Uqul, jilid 12 hal 525.
Maksudnya, bagaimana masalah imamah bisa didasarkan dari dalil riwayat
ahlulbait jika riwayat mengenai perubahan Al Qur’an ditolak? Karena kitab-kitab
yang memuat riwayat dari para imam Ahlulbait, yang dijadikan rujukan bagi
mazhab imamiyah [tentang imamah dan nash] juga memuat riwayat tentang perubahan
AL Qur’an. Maka Syiah tidak dapat mengingkari riwayat tentang perubahan Al
Qur’an, karena mengingkari riwayat perubahan Al Qur’an berarti menolak riwayat
tentang imamah dan penunjukan para imam, menolak riwayat mengenai imamah
berarti menggugurkan mazhab syiah, karena mazhab syiah imamiyah hanya bersandar
pada riwayat-riwayat dari ahlulbait mengenai imamah. Berarti konsekwensi dari
mengimani prinsip imamah dalam syiah adalah percaya terhadap perubahan Al
Qur’an. Ini berarti seluruh umat syiah wajib meyakini perubahan dan pengurangan
Al Qur’an, jika masih ingin meyakini imamah.
Perhatikan lagi pernyataan Majlisi, yang menjelaskan bahwa menolak riwayat
perubahan Al Qur’an berarti menolak seluruh hadits dan riwayat syiah.
[Bersambung]