Tanya : Benarkah perkataan bahwa nikah mut’ah hanya dilarang oleh ‘Umar
bin Al-Khaththaabradliyallaahu ‘anhu?.
Tentu saja perkataan tersebut tidak benar. Perkataan tersebut
adalah slogan-slogan yang dikatakan orang-orang Syi’ah yang hati mereka penuh
penyakit terhadap ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu.
Bagaimana dapat dikatakan nikah mut’ah hanya dilarang oleh ‘Umar
bin Al-Khaththaab sementara ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu pun melarangnya
sebagaimana riwayat:
وحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، وَحَرْمَلَةُ بْنُ
يَحْيَى، قَالَا: أَخْبَرَنا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ
شِهَابٍ، عَنِ الْحَسَنِ، وَعَبْدِ اللَّهِ، ابني محمد بن علي بن أبي طالب، عَنْ
أَبِيهِمَا، أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، يَقُولُ لِابْنِ
عَبَّاسٍ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْحُمُرِ
الْإِنْسِيَّةِ "
Dan telah menceritakan kepadaku Abuth-Thaahir dan Harmalah bin
Yahyaa, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb :
Telah mengkhabarkan kepadaku Yuunus, dari Ibnu Syihaab, dari Al-Hasan dan
‘Abdullah anak dari Muhammad bin ‘Aliy bin Abi Thaalib, dari ayahnya (Muhammad
bin 'Aliy bin Abi Thaalib), bahwasannya ia mendengar ‘Aliy bin Abi Thaalib berkata
kepada Ibnu ‘Abbaas : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang
menikahi wanita secara mut’ah dan makan daging keledai jinak pada tahun
Khaibar” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1407].
Yuunus bin Yaziid mempunyai mutaba’aat dari Sufyaan bin ‘Uyainah, Maalik
bin Anas, Usaamah bin Zaid, Ma’mar, dan ‘Ubaidullah bin ‘Umar sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim no. 1407, Ahmad 1/142, Abu ‘Awaanah dalam Al-Mustakhraj 3/27 no. 4072
& 5/28 no. 7645 & 5/29 no. 7650, dan Ad-Daarimiy no. 2197.
Riwayat ini menunjukkan pengingkaran ‘Aliy terhadap Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu
‘anhumyang sempat memfatwakan pembolehan nikah mut’ah[1]. Bahkan dalam
riwayat lain ‘Aliy mengingkarinya dengan keras dengan perkataannya:
إِنَّكَ رَجُلٌ تَائِهٌ
“Sesungguhnya engkau adalah orang yang bingung……” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 1407].
Riwayat tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian antara ‘Aliy dan
Ibnu ‘Abbaasradliyallaahu ‘anhum terjadi setelah Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam wafat, karena kejadian tersebut disaksikan oleh Muhammad bin ‘Aliy
bin Abi Thaalib rahimahullah yang statusnya adalah taabi’iin.
Yang menjadi pokok di sini[2] adalah larangan nikah mut’ah
merupakan madzhab yang dipegang oleh ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu
‘anhu sepeninggal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Seandainya ‘Umar bin Al-Khaththaab melarang nikah mut’ah, tidak lain
hal itu karena pengetahuannya bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarangnya, sama
seperti ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Dan seandainya mereka (orang Syi’ah) menganggap ‘Aliy bin Abi
Thaalib ma’shum, mengapa mereka tidak memegang
madzhabnya dalam masalah mut’ah dan malah melemparkan tuduhan dusta kepada
‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa ?. Barangkali karena mereka sudah
kecanduan akan praktek ‘prostitusi syar’iy’ sehingga susah untuk
melepaskannya.
Semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk kepada mereka dan juga kita.
Intinya, tidak benar hanya ‘Umar radliyallaahu ‘anhu yang melarang
nikah mut’ah, akan tetapi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aliy bin Abi
Thaalib dan para shahabat yang lain radliyallaahu ‘anhum.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai – 05 Ramadlaan 1436 –
22062015 – 01:11].
Silakan baca juga artikel:
[1] Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa sempat
memfatwakan kebolehan nikah mut’ah dalam keadaan darurat sebagaimana riwayat:
عَنْ أَبِي جَمْرَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ سُئِلَ عَنْ
مُتْعَةِ النِّسَاءِ، فَرَخَّصَ، فَقَالَ لَهُ مَوْلًى لَهُ: إِنَّمَا ذَلِكَ فِي
الْحَالِ الشَّدِيدِ، وَفِي النِّسَاءِ قِلَّةٌ أَوْ نَحْوَهُ، فَقَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ: نَعَمْ
Dari Abu Jamrah, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas ditanya
tentang menikahi wanita secara mut’ah, lalu ia memberikan keringanan (rukhshah) padanya. Lalu
bekas budaknya berkata kepadanya: “Apakah hal itu hanya dilakukan ketika
keadaan mendesak, sedikitnya jumlah wanita, atau yang seperti itu?”. Ia (Ibnu
‘Abbaas) berkata : “Ya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5116].
Tentu ini jauh dengan motif beberapa oknum yang membawakan
perkataan Ibnu ‘Abbaas untuk membolehkan nikah mut’ah versi Syi’ah. Nikah
mut’ah yang pernah berlaku di jaman Nabi dan dipahami para shahabat sangat
berbeda wujudnya dengan nikah mut’ah orang Syi’ah yang lebih mirip pada praktek
prostitusi [silakan baca : Ada Beda
Antara Nikah Mut’ah dengan Zina !].
Kemudian Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa rujuk dari
fatwanya tersebut.
قَالَ يُونُسُ: قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: وَسَمِعْتُ الرَّبِيعَ بْنَ
سَبْرَةَ، يُحَدِّثُ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَأَنَا جَالِسٌ، أَنَّهُ
قَالَ: مَا مَاتَ ابْنُ عَبَّاسٍ حَتَّى رَجَعَ عَنْ هَذِهِ الْفُتْيَا
Telah berkata Yuunus : Telah berkata Ibnu Syihaab : Aku mendengar
Ar-Rabii’ bin Sabrah menceritakan kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz dan saat itu
aku sedang duduk. Ia (Ibnu Sabrah) berkata : “Tidaklah Ibnu ‘Abbaas meninggal
hingga ia rujuk dari fatwanya ini (tentang kebolehan nikah mut’ah)”
[Diriwayatkan oleh Abu ‘Awaanah no. 4057].
[2] Sebagian riwayat menjelaskan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam setelah itu
membolehkannya dan kemudian melarangnya kembali dengan pelarangan yang abadi
hingga hari kiamat.
حدثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حدثنا أَبِي،
حدثنا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنِي الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ
الْجُهَنِيُّ: أَنَّ أَبَاهُ، حَدَّثَهُ: أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقَالَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي
قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الِاسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ، وَإِنَّ
اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَمَنْ كَانَ عَنْدَهُ
مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيلَه، وَلَا تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ
شَيْئًا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair :
Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Umar : Telah menceritakan kepadaku Ar-Rabii’ bin Sabrah
Al-Juhaniy : Bahwasannya ayahnya telah menceritakannya : Bahwasannya ia pernah
bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
bersabda : “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengijinkan
kalian nikah mut’ah. Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya hingga hari
kiamat. Barangsiapa yang masih mempunyai ikatan mut’ah maka segera lepaskanlah,
dan janganlah kalian ambil sesuatupun yang telah kalian berikan kepada wanita
yang kalian mut’ahi itu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1406].