Bismillah,
Seakan telah terjadi konsensus tak tertulis, bahwa setiap pengikut madzhab imam
empat diberbagai belahan dunia selalu beraqidah Asy’ariyah,Syafi’i fiqihnya,
Asy’ari aqidahnya. Hanafi fiqihnya, Asy’ari aqidahnya. MaLiki fiqihnya, Asy’ari
aqidahnya. Hambali fiqihnya, Asy’ari aqidahnya.
Timbul pertanyaan benarkah
imam-imam tersebut beraqidah Asy’ariyah?Sungguh sangat
ironis asumsi seperti ini.Bagaimana mungkin hal itu terjadi?
Padahal Imam Ahmad
bin Hanbal yang merupakan imam termuda di antara keempat imam tersebut dan
dikagumi oleh Imam Abu Al Hasan-Al Asy’ari, tidak pernah berjumpa dengan Abu Al
Hasan. Imam Ahmad lahir pada tahun 164 H dan wafat tahun 241. Adapun Abul Hasan
lahir pada tahun 260 H (bahkan ada yang mengatakan tahun 270 H) dan wafat tahun
124 M. Jadi, Imam Ahmad lebih dahulu daripada Abul Hasan. Sehingga layak
dipertanyakan, bagaimana mungkin Imam Ahmad mengikutl madzhab Abu AI Hasan dan
menjadi Asy’ari?
Bila Imam Ahmad yang paling
muda di antara empat Imam madzhab tersebut demikian keadaannya, bagaimana pula
dengan Imam Syafi’i yang Lahir pada tahun 150 H dan wafat tahun 204 H. Kapan
Imam Syafi’i kenal Asy’ariyah? Begitu pula dengan Imam Malik yang Lahir tahun
93 H dan wafat tahun 179 H. Lebih ke atas Lagi Abu Hanifah, beliau lahir tahun
80 H wafat tahun 150 H.
Dengan demikian, sangat tidak
mungkin para imam tersebut beraqidah Asy’ariyah. Sebuah madzhab aqidah yang
muncul seecara baru, sesudah para imam tersebut wafat. Bahkan secara jelas,
aqidah para iman tersebut adalah satu, yaitu aqidah Ahlu Sunnah wal Hadits.
Imam Abu Hasan Al
Asy’ari sendiri aqidahnya bukan Asy’ariyah Sebab paham Asy’ariyah telah
ditinggalkannya semenjak beliau berguru kepada para murid imam Ahmad. dan kemudian beliau kembali
kepada pemahaman Ahlu Sunnah, Sayangnya banyak kaum muslimin yang hanya
bertaklid pada kesesatan. padahal figur-figur yang ditaklidinya tidak demikian.
Kita perhatikan, kehidupan
Abul Hasan Asy’ari terdiri dari tiga tahap.[1]
Tahap pertama, ketika memeluk
madzhab Mu’tazilah selama empat puluh tahun. di bawah asuhan ayah tirinya
seorang tokoh Mu’tazilah bernama Abu Ali Al-Juba’i. Kemudlan beliau keluar, dan
secara tegas menyatakan bahwa madzhab Mu’tazilah adalah sesat. Beliau sangat
keras melakukan bantahan terhadap Mu’tazilah.
Tahap kedua. ketika mengikuti
pemahaman Abu Muhammad Abdullah bin sa’id bin Kullab). Sebuah pemahaman yang
bukan merupakan Mu’tazilah murni. tetapi juga bukan Sunnah murni. Di tangan Abu
Al Hasan Al Asy’ari inilah, madzhab Kullabiyah berkembang, sehingga kemudian
Lebih dikenal dengan aliran Asy’ariyah.
Tahap ketiga, ketika memeluk
madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Yaitu setelah beliau meninggalkan madzhab
Asy’ariyah atau Kullabiyah. Beliau mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hambal dan
madzhab para imam sebelumnya. Hal itu telah dinyatakan oleh Imam Abu Al Hasan
sendiri dalam kitabnya yang beliau tulis pada akhir-akhir perjalanan hidupnya,
yaitu kitab Al Ibanah ‘an Ushul Ad Diyaniah.
Kesimpulannya, Abu Al Hasan
Al Asy’ari pada akhir hayatnya mengikuti madzhab AhLu Sunnah wal Hadits. Yaitu
menetapkan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta ‘ala, yang telah Allah subhanahu
wa ta ‘ala tetapkan sendiri bagi diri-Nya dalam Al Qur’an, atau telah
ditetapkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam dalam hadits-haditsnya:
tanpa tahrif, tanpa ta’thil, tanpa rakyif dan tanpa tamtsil.
Inilah madzhab resmi Imam Abu
AL Hasan Al Asy’ari .
Sebab madzhab seseorang
adalah madzhab yang dinyatakannya secara tegas pada akhir hayatnya. Jadi
madzhab beliau bukan Asy’ariyah. Dan Ahlus Sunnah Juga tidak identik dengan
Asy’ariyah. Asy’ariyah adalah madzhab baru sedangkan Ahlus Sunnah adalah
para pengikut Sunnah (ajaran) Nabi Shalallahu’alaihi wa salam .
Tetapi mengapa kaum muslimln
banyak yang menutup mata terhadap masalah ini? Apakah karena taklid buta.
________
Footnote
[1]. Lihat Al-Qawaid Al Mutsla Fi Shifatillah wa Asma’ihi Al Husna, Karya
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Tahqiq Asyraf bin Abdul Maqshud bin
Abdr Rahim, Maktabah As Sunnah , Cet I Th. 1411H/1990M, Bab Khatimah
[Dikutip dari
MAjalah Assunnah no. 03/IX/1426H/2005M]
Komentar :
Manhaj Ahli Sunnah Waljamaah
merangkumi ajaran2 islam iaitu akidah Syariah dan akhlak yg di bawa dan di
jelaskan olh junjungan besar Muhammad saw ,kemudian di sambung penyebaranya olh
para sahabat,KEMUDIAN DI SUSUN SECARA BERSISTEM olh 2 tokoh yg hebat iaitu imam
Abu Hasan al-Asyari dan imam Abu Mansur al-Maturidi.
Ada hadis yg menceritakan
kebenaran pegangan Imam al-Asyari yg mana beliau adalah cucu sahabat Nabi iaitu
Abu Musa al-Asyari.Ketika turunya ayat ini:
“Wahai orang yg beriman!
Sesiapa di antara kamu yg murtad dari agamanya.maka Allah akan datangkan suatu
kaum yg di cintai olh Allah dan mereka pula mencintainya,yg bersifat lemah
lembut terhadap org yg beriman dan bersikap tegas terhadap org kafir.Mereka
berjihad(berjuang dgn sungguh2)pada jalan Allah dan mereka tidak takut kepada
celaan org yg mencela.Demikian itu adalah limpah kurnia Allah yg di berika-NYA
kepada siapa saja yg di kehendaki-NYA.Allah maha luas limpah kurniaan-NYA,lagi
maha mengetahui.”(Al-Maidah 54).
Al Hafis Ibn Asakir dalam kitabnya Tabyin Kazib al-Muftari mengeluarkan satu
hadis berkaitan dgn ayat di atas tadi dan juga al-Hakim dalam Mustadraknya
iaitu:
“Sesungguhnya ketika turunnya ayat ini Nabi telah mengisyaratkan kepada Abu
Musa a-Asyari.Baginda bersabda:”Mereka adalah kaum yg di maksudkan tersebut.”
Al Baihaqi pula berkata:Di
sebabkan terdapat kelebihan yg mulia dan kedudukan yg tinggi bagi Imam Abu Musa
dan anak-anaknya yg di anugrahkan ilmu serta kefahaman bagi menguatkan sunah
dan memberantas bidah dgn hujah2 serta menentang kesamaran.
(Di riwayatkan olh Ibn Asakir dlm Tabyin al-Kazib al-Muftari)
Wallahu’alam..
Terimakasih
pak, atas komentarnya yang cukup panjang , saya tanggapi singkat saja,.
Sudah saya posting
tentang sejarah Imam Abul hasan Alasyari, silahkan
baca disini ( lihat tulisan dibawah )
(Yang Disebut Ahlususunnah
Itu Adalah Asy’ariyyah, Apakah Benar?)
Apakah Al Asy’ariyyah Termasuk Ahlu
Sunnah?
Oleh: Ustadz Abu Ihsan Al
Atsary
PENDAHULUAN
Ini adalah sebuah polemik yang sempat mencuat di kalangan kaum muslimin, khususnya para penuntut ilmu. Ada sebagian orang mengira Al Asy’ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Ini adalah sebuah polemik yang sempat mencuat di kalangan kaum muslimin, khususnya para penuntut ilmu. Ada sebagian orang mengira Al Asy’ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Seperti yang sudah dimaklumi,
sebenarnya madzhab Al Asy’ariyyah yang berkembang sekarang ini, hakikatnya
adalah madzhab Al Kullabiyyah.
Abul Hasan Al Asy’ari sendiri
telah bertaubat dari pemikiran lamanya, yaitu pemikiran Mu’tazilah. Tujuh sifat
yang ditetapkan dalam madzhab Al Asy’ariyyah inipun bukan berdasarkan nash dan
dalil syar’i, tetapi berdasarkan kecocokannya dengan akal dan logika. Jadi,
sangat bertentangan dengan prinsip Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
SEJARAH SINGKAT ABUL HASAN AL
ASY’ARI
Nama lengkapnya adalah Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Abi Burdah bin Abu Musa Al Asy’ari. Lebih akrab disebut Abul Hasan Al Asy’ari. Lahir di Bashrah pada tahun 260 H atau 270 H.
Nama lengkapnya adalah Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Abi Burdah bin Abu Musa Al Asy’ari. Lebih akrab disebut Abul Hasan Al Asy’ari. Lahir di Bashrah pada tahun 260 H atau 270 H.
Masa kecil dan mudanya
dihabiskan di kota Bashrah. Kota yang kala itu sebagai pusat kaum Mu’tazilah.
Dan tidak dapat dielakkan, pada masa pertumbuhannya, beliau terpengaruh dengan
lingkungannya Beliau mendalami ilmu kalam dan pemikiran Mu’tazilah dari ayah
tirinya yang bernama Abu Ali Al Juba’i.
Namun kemudian, beliau
bertaubat dari pemikiran Mu’tazilah ini.
Allah menghendaki keselamatan
bagi beliau, dan memperoleh petunjuk kepada madzhab Salaf dalam penetapan
sifat-sifat Allah, dengan tanpa ta’wil, tanpa ta’thil, tanpa takyif dan tanpa
tamtsil [1]
Kisah taubatnya dari
pemikiran Mu’tazilah ini sangat populer. Beliau melepas pakaiannya seraya
berkata: “Aku melepaskan keyakinan Mu’tazilah dari pemikiranku, seperti halnya
aku melepaskan jubah ini dari tubuhku,” kemudian beliau melepas jubah yang
dikenakannya. Secara simbolis, itu merupakan pernyataan bahwa beliau berlepas
diri dari pemikiran Mu’tazilah dan dari kaum Mu’tazilah.
Ahli sejarah negeri Syam, Al
Hafizh Abul Qasim Ali bin Hasan bin Hibatillah bin Asakir Ad Dimasyq (wafat
tahun 571) dalam kitab At Tabyin menceritakan peristiwa tersebut:
Abu Ismail bin Abu Muhammad
bin Ishaq Al Azdi Al Qairuwani, yang dikenal dengan sebutan Ibnu ‘Uzrah
bercerita, Abul Hasan Al Asy’ari adalah seorang yang bermadzhab Mu’tazilah. Dan
memegang madzhab ini selama 40 tahun. Dalam pandangan mereka, beliau adalah
seorang imam. Kemudian beliau menghilang selama lima belas hari. Secara
tiba-tiba, beliau muncul di masjid Jami’ kota Bashrah. Dan setelah shalat
Jum’at, beliau naik ke atas mimbar seraya berkata,
”Hadirin sekalian. Aku
menghilang dari kalian selama beberapa hari, karena ada dalil-dalil yang
bertentangan dan sama kuatnya, namun aku tidak mampu menetapkan mana yang hak
dan mana yang batil. Dan aku tidak mampu membedakan mana yang batil dan mana
yang hak. Kemudian aku memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
Dia memberiku petunjuk, dan aku tuangkan ke dalam bukuku ini. Dan aku
melepaskan semua aqidah (keyakinan) yang dulu aku pegang, sebagaimana aku
membuka bajuku ini.”
Kemudian beliau membuka
bajunya dan membuangnya, lalu memberikan bukunya tersebut kepada para hadirin.
Sebagai bukti kesungguhan
Abul Hasan Al Asy’ari melepaskan diri dari pemikiran Mu’tazilah, yaitu beliau
mulai bangkit membantah pemikiran Mu’tazilah dan mendebat mereka.
Bahkan beliau menulis sampai
tiga ratus buku untuk membantah Mu’tazilah. Namun dalam membantahnya, beliau
menggunakan rasio dan prinsip-prinsip logika. Beliau mengikuti
pemikiran-pemikiran Kullabiyyah.[2]
ABUL HASAN AL ASY’ARI SECARA
TOTAL MENJADI PENGIKUT MANHAJ SALAF
Kemudian Allah menyempurnakan nikmatNya untuk beliau. Setelah pindah ke Baghdad dan bergabung bersama para tokoh murid-murid Imam Ahmad, akhirnya beliau secara total menjadi seorang Salafi (pengikut manhaj Salaf). Pada fase yang ketiga dalam kehidupannya ini, beliau menulis beberapa risalah berisi pernyataan taubatnya dari seluruh pemikiran Mu’tazilah dan syubhat-syubhat Kullabiyyah.
Kemudian Allah menyempurnakan nikmatNya untuk beliau. Setelah pindah ke Baghdad dan bergabung bersama para tokoh murid-murid Imam Ahmad, akhirnya beliau secara total menjadi seorang Salafi (pengikut manhaj Salaf). Pada fase yang ketiga dalam kehidupannya ini, beliau menulis beberapa risalah berisi pernyataan taubatnya dari seluruh pemikiran Mu’tazilah dan syubhat-syubhat Kullabiyyah.
Diantara beberapa buku yang
ditulisnya, yaitu:
Al Luma’, Kasyful Asrar Wa
Hatkul Asrar, Tafsir Al Mukhtazin, Al Fushul Fi Raddi ‘Alal Mulhidiin Wa
Kharijin ‘Alal Millah Ka Al Falasifah Wa Thabai’in Wad Dahriyin Wa Ahli
Tasybih, Al Maqalaat Al Islamiyyin dan Al Ibanah. Semoga Allah merahmati
beliau.
PERNYATAAN ABUL HASAN AL ASY’ARI
DALAM KITABNYA: AL IBANAH FI USHULID DIYANAH [3]
Beliau berkata dalam kitab Al Ibanah:
Beliau berkata dalam kitab Al Ibanah:
“Pendapat yang kami nyatakan,
dan agama yang kami anut adalah berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah
NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam , atsar-atsar (riwayat-riwayat) yang
diriwayatkan dari para sahabat, tabi’in dan para imam ahli hadits. Kami
berpegang teguh dengan prinsip tersebut. Kami berpendapat dengan pendapat yang
telah dinyatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal, semoga Allah
mengelokkan wajah beliau, mengangkat derajat beliau dan melimpahkan pahala bagi
beliau. Dan kami menyelisihi perkataan yang menyelisihi perkataan beliau.
Karena beliau adalah imam yang fadhil (utama), pemimpin yang kamil (sempurna).
Melalui dirinya, Allah menerangkan kebenaran dan mengangkat kesesatan,
menegaskan manhaj dan memberantas bid’ah yang dilakukan kaum mubtadi’in, dan
(memberantras) penyimpangan yang dilakukan orang-orang sesat, serta (memberantas)
keraguan yang ditebarkan orang yang ragu-ragu.” [4]
Demikian pernyataan Abul
Hasan, bahwa ia kembali ke pangkuan manhaj Salaf.
ULAMA-ULAMA SYAFI’IYYAH MENOLAK
DINISBATKAN KEPADA ASY’ARIYYAH
Kebanyakan orang mengira bahwa madzhab Al Asy’ariyyah itu identik dengan madzhab Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Ini sebuah kekeliruan fatal.
Kebanyakan orang mengira bahwa madzhab Al Asy’ariyyah itu identik dengan madzhab Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Ini sebuah kekeliruan fatal.
Abul Hasan sendiri telah
kembali ke pangkuan manhaj Salaf, dan mengikuti aqidah Imam Ahmad bin Hambal.
Yaitu menetapkan seluruh sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diriNya,
dan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
dalam hadits-hadits shahih, dengan tanpa takwil, tanpa ta’thil, tanpa takyif
dan tanpa tamtsil. Jelas, Abul Hasan pada akhir hidupnya adalah seorang salafi,
pengikut manhaj salaf dan madzhab imam ahli hadits. Sampai-sampai ulama-ulama
Asy Syafi’iyyah menolak dinisbatkan kepada madzhab Asy’ariyyah.
Berikut ini, mari kita simak
penuturan Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Id Al Hilali dalam kitabnya yang sangat
bagus, dalam edisi Indonesia berjudul Jama’ah-jama’ah Islam Ditimbang Menurut
Al Qur’an dan As Sunnah (halaman 329-330). Dalam bukunya tersebut, beliau
membantah Hizbut Tahrir yang mencampur-adukkan istilah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
dengan istilah Al Asy’ariyyah, sekaligus menyatakan bila Al Asy’ariyyah bukan
termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, atau bukan termasuk pengikut manhaj Salaf.
Beliau berkata:
Jika dikatakan: Yang dimaksud
Ahlus Sunnah di sini adalah madzhab Asy’ariyah.
Kami jawab: Tidak boleh
menamakan Asy’ariyah dengan sebutan Ahlus Sunnah. Berdasarkan persaksian ulama
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (pengikut Salafush Shalih), mereka bukan termasuk Ahlus
Sunnah
1. Imam Ahmad, Ali bin Al
Madini dan lainnya menyatakan,
barangsiapa menyelami ilmu
kalam, (maka ia) tidak termasuk Ahlus Sunnah, meskipun perkataannya bersesuaian
dengan As Sunnah, hingga ia meninggalkan jidal (perdebatan) dan menerima
nash-nash syar’iyyah [5].
Tidak syak lagi, sumber
pengambilan dalil yang sangat utama dalam madzhab Asy’ariyah adalah akal.
Tokoh-tokoh Asya’riyah telah
menegaskan hal itu. Mereka mendahulukan dalil aqli (logika) daripada dalil
naqli (wahyu), apabila terjadi pertentangan antara keduanya. Ketika Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah membantah mereka melalui bukunya yang berjudul Dar’u
Ta’arudh Aql Wan Naql, beliau membukanya dengan menyebutkan kaidah umum yang
mereka pakai bilamana terjadi pertentangan antara dalil-dalil.[6]
2. Ibnu Abdil Bar, dalam
mensyarah (menjelaskan) perkataan Imam Malik, dia menukil perkataan ahli fiqh
madzhab Maliki bernama Ibnu Khuwaiz Mandad:
“Tidak diterima persaksian
Ahli Ahwa’ (Ahli Bid’ah).”
Ia menjelaskan:
“Yang dimaksud Ahli Ahwa’
oleh Imam Malik dan seluruh rekan-rekan kami, adalah Ahli Kalam. Siapa saja
yang termasuk Ahli Kalam, maka ia tergolong ahli ahwa’ wal bida'; baik ia
seorang pengikut madzhab Asy’ariyyah atau yang lainnya. Persaksiannya dalam
Islam tidak diterima selama-lamanya, wajib diboikot dan diberi peringatan atas
bid’ahnya. Jika ia masih mempertahankannya, maka harus diminta bertaubat.” [7]
3. Abul Abbas Suraij yang
dijuluki Asy Syafi’i kedua berkata,
”Kami tidak mengikuti takwil
Mu’tazilah, Asy’ariyah, Jahmiyah, Mulhid, Mujassimah, Musyabbihah, Karramiyah
dan Mukayyifah [8]. Namun kami menerima nash-nash sifat tanpa takwil, dan kami
mengimaninya tanpa tamtsil.” [9]
4. Abul Hasan Al Karji, salah
seorang tokoh ulama Asy Syafi’iyyah berkata:
“Para imam dan alim ulama
Syafi’iyyah, dari dulu sampai sekarang menolak dinisbatkan kepada Asy’ariyah.
Mereka justeru berlepas diri dari madzhab yang dibangun oleh Abul Hasan Al
Asy’ari. Menurut yang aku dengar dari beberapa syaikh dan imam, bahkan mereka
melarang teman-teman mereka dan orang-orang dekat mereka dari menghadiri
majelis-majelisnya.
Sudah dimaklumi bersama
kerasnya sikap syaikh [10] terhadap Ahli Kalam, sampai-sampai memisahkan fiqh
Asy Syafi’i dari prinsip-prinsip Al Asy’ari, dan diberi komentar oleh Abu Bakar
Ar Radziqani. Dan buku itu ada padaku.
Sikap inilah yang diikuti
oleh Abu Ishaq Asy Syirazi dalam dua kitabnya, yakni Al Luma’ dan At Tabshirah.
Sampai-sampai kalaulah sekiranya perkataan Al Asy’ari bersesuaian dengan
perkataan rekan-rekan kami (ulama madzhab Asy Syafi’i), beliau membedakannya.
Beliau berkata:
“Ini adalah pendapat sebagian
rekan kami. Dan pendapat ini juga dipilih oleh Al Asy’ariyah.” Beliau tidak
memasukkan mereka ke dalam golongan rekan-rekan Asy Syafi’i. Mereka menolak
disamakan dengan Al Asy’ariyah. Dan dalam masalah fiqh, mereka menolak
dinisbatkan kepada madzhab Al Asy’ariyah; terlebih lagi dalam masalah
ushuluddin.” [11]
Pendapat yang benar adalah, Al
Asy’ariyah termasuk Ahli Kiblat (kaum muslimin), tetapi mereka bukan termasuk
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Ketika para tokoh dan
pembesar Al Asy’ariyyah jatuh dalam kebingungan, mereka keluar dari pemikiran
Al Asy’ariyah. Diantaranya adalah Al Juwaini, Ar Razi, Al Ghazzali dan lainnya.
Jika mereka benar-benar
berada di atas As Sunnah dan mengikuti Salaf, lalu dari manhaj apakah mereka
keluar? Dan kenapa mereka keluar?
Hendaklah orang yang bijak
memahaminya, karena ini adalah kesimpulan akhir.
Dalam daurah Syar’iyyah Fi
Masail Aqa’idiyyah Wal Manhajiyyah di Surabaya, dua tahun yang lalu, Syaikh
Salim ditanya: Apakah Al Asy’ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah? Beliau
menjawab dengan tegas: “Al Asy’ariyyah tidak termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.”
[Disalin dari majalah
As-Sunnah Edisi 06/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
08121533647, 08157579296]
_______
Footnote[1]. Ta’thil (menolak atau meniadakan sifat Allah, takyif (membayangkan atau menanyakan hakikat dan bentuk sifat Allah), tamtsil (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk), ta’wil (maksudnya tahrif yaitu menyimpangkan makna dari zhahirnya tanpa dalil)
[2]. Al Kullabiyah, adalah penisbatan kepada Abu Muhammad Abdullah bin Sa’id bin Muhammad bin Kullab Al Bashri, wafat pada tahun 240 H.
[3]. Buku ini telah saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Pustaka At Tibyan. Dalam buku aslinya disertakan taqdim (kata pengantar dari para ulama terkini, seperti Syaikh Hammad bin Muhammad Al Anshari, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dan Syaikh Ismail Al Anshari). Buku ini sangat penting dibaca oleh kaum muslimin, khususnya di Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya menisbatkan diri kepada Al Asy’ariyyah.
[4]. Al Ibanah, halaman 17.
[5]. Silakan lihat Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, karangan Al Laalikaai (I/157-165).
[6]. Bagi yang ingin penjelasan lebih rinci, silakan lihat kitab Asasut Taqdis, karangan Ar Razi, hlm. 168-173 dan Asy Syamil, karangan Al Juwaiini, hlm. 561 dan Al Mawaqif, karangan Al Iji, hlm. 39-40.
[7]. Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi (II/96).
[8]. Ini semua adalah nama-nama aliran
[9]. Ijtima’ Juyusy Islamiyah, hlm. 62.
[10]. Yakni Syaikh Abu Hamid Al Isfaraini.
[11]. At Tis’iniyyah, hlm. 238-239.
Komentar :
bagaimana tanggapan mas admin
terhadap web bawah ini yg menyatakan bahwa Asy’ariyyah itu Ahlus Sunnah:
http://deleted.wordpress.com/2014/04/20/asyariyyah-ahlussunnah/
http://deleted.wordpress.com/2014/04/20/asyariyyah-ahlussunnah/
mohon ditanggapi!!
terimakasih rizki,.
Postingan diatas sudah bisa untuk menjawab link yang anda berikan,.
Seandainya yang disebut ahlusunnah adalah asyariyyah, maka imam syafii bukan ahlusunnah dong? sebab Imam syafii hidup lebih dahulu sebelum imam abul hasan alasyari hidup,. demikian pula para sahabat, mereka bukan ahlusunnah, sebab tidak mengalami jaman abul hasan alasyari,.
Postingan diatas sudah bisa untuk menjawab link yang anda berikan,.
Seandainya yang disebut ahlusunnah adalah asyariyyah, maka imam syafii bukan ahlusunnah dong? sebab Imam syafii hidup lebih dahulu sebelum imam abul hasan alasyari hidup,. demikian pula para sahabat, mereka bukan ahlusunnah, sebab tidak mengalami jaman abul hasan alasyari,.
Jadi pernyataan yang sangat
lucu dan konyol jika ada kelompok yang menyebut ahlusunnah itu adalah
asyariyyah,.
BAca juga,
biografi imam abul hasan alasyari,. silahkan baca disini
Mengenal Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ariy
dan Asy’ariyyah