Sunday, August 2, 2015

Kata Pak Habib, Ahlus Sunnah itu adalah Asy ‘ariyyah?? lucu sekali ya pak habib ini..

Bismillah,

Seakan telah terjadi konsensus tak tertulis, bahwa setiap pengikut madzhab imam empat diberbagai belahan dunia selalu beraqidah Asy’ariyah,Syafi’i fiqihnya, Asy’ari aqidahnya. Hanafi fiqihnya, Asy’ari aqidahnya. MaLiki fiqihnya, Asy’ari aqidahnya. Hambali fiqihnya, Asy’ari aqidahnya.

Timbul pertanyaan benarkah imam-imam tersebut beraqidah Asy’ariyah?Sungguh sangat ironis asumsi seperti ini.Bagaimana mungkin hal itu terjadi?
Padahal Imam Ahmad bin Hanbal yang merupakan imam termuda di antara keempat imam tersebut dan dikagumi oleh Imam Abu Al Hasan-Al Asy’ari, tidak pernah berjumpa dengan Abu Al Hasan. Imam Ahmad lahir pada tahun 164 H dan wafat tahun 241. Adapun Abul Hasan lahir pada tahun 260 H (bahkan ada yang mengatakan tahun 270 H) dan wafat tahun 124 M. Jadi, Imam Ahmad lebih dahulu daripada Abul Hasan. Sehingga layak dipertanyakan, bagaimana mungkin Imam Ahmad mengikutl madzhab Abu AI Hasan dan menjadi Asy’ari?
Bila Imam Ahmad yang paling muda di antara empat Imam madzhab tersebut demikian keadaannya, bagaimana pula dengan Imam Syafi’i yang Lahir pada tahun 150 H dan wafat tahun 204 H. Kapan Imam Syafi’i kenal Asy’ariyah? Begitu pula dengan Imam Malik yang Lahir tahun 93 H dan wafat tahun 179 H. Lebih ke atas Lagi Abu Hanifah, beliau lahir tahun 80 H wafat tahun 150 H.
Dengan demikian, sangat tidak mungkin para imam tersebut beraqidah Asy’ariyah. Sebuah madzhab aqidah yang muncul seecara baru, sesudah para imam tersebut wafat. Bahkan secara jelas, aqidah para iman tersebut adalah satu, yaitu aqidah Ahlu Sunnah wal Hadits.
Imam Abu Hasan Al Asy’ari sendiri aqidahnya bukan Asy’ariyah Sebab paham Asy’ariyah telah ditinggalkannya semenjak beliau berguru kepada para murid imam Ahmad. dan kemudian beliau kembali kepada pemahaman Ahlu Sunnah, Sayangnya banyak kaum muslimin yang hanya bertaklid pada kesesatan. padahal figur-figur yang ditaklidinya tidak demikian.
Kita perhatikan, kehidupan Abul Hasan Asy’ari terdiri dari tiga tahap.[1]
Tahap pertama, ketika memeluk madzhab Mu’tazilah selama empat puluh tahun. di bawah asuhan ayah tirinya seorang tokoh Mu’tazilah bernama Abu Ali Al-Juba’i. Kemudlan beliau keluar, dan secara tegas menyatakan bahwa madzhab Mu’tazilah adalah sesat. Beliau sangat keras melakukan bantahan terhadap Mu’tazilah.
Tahap kedua. ketika mengikuti pemahaman Abu Muhammad Abdullah bin sa’id bin Kullab). Sebuah pemahaman yang bukan merupakan Mu’tazilah murni. tetapi juga bukan Sunnah murni. Di tangan Abu Al Hasan Al Asy’ari inilah, madzhab Kullabiyah berkembang, sehingga kemudian Lebih dikenal dengan aliran Asy’ariyah.
Tahap ketiga, ketika memeluk madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Yaitu setelah beliau meninggalkan madzhab Asy’ariyah atau Kullabiyah. Beliau mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hambal dan madzhab para imam sebelumnya. Hal itu telah dinyatakan oleh Imam Abu Al Hasan sendiri dalam kitabnya yang beliau tulis pada akhir-akhir perjalanan hidupnya, yaitu kitab Al Ibanah ‘an Ushul Ad Diyaniah.
Kesimpulannya, Abu Al Hasan Al Asy’ari pada akhir hayatnya mengikuti madzhab AhLu Sunnah wal Hadits. Yaitu menetapkan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta ‘ala, yang telah Allah subhanahu wa ta ‘ala tetapkan sendiri bagi diri-Nya dalam Al Qur’an, atau telah ditetapkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam dalam hadits-haditsnya: tanpa tahrif, tanpa ta’thil, tanpa rakyif dan tanpa tamtsil.
Inilah madzhab resmi Imam Abu AL Hasan Al Asy’ari .
Sebab madzhab seseorang adalah madzhab yang dinyatakannya secara tegas pada akhir hayatnya. Jadi madzhab beliau bukan Asy’ariyah. Dan Ahlus Sunnah Juga tidak identik dengan Asy’ariyah. Asy’ariyah adalah madzhab baru sedangkan Ahlus Sunnah adalah para pengikut Sunnah (ajaran) Nabi Shalallahu’alaihi wa salam .
Tetapi mengapa kaum muslimln banyak yang menutup mata terhadap masalah ini? Apakah karena taklid buta.
 ________
Footnote
[1]. Lihat Al-Qawaid Al Mutsla Fi Shifatillah wa Asma’ihi Al Husna, Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Tahqiq Asyraf bin Abdul Maqshud bin Abdr Rahim, Maktabah As Sunnah , Cet I Th. 1411H/1990M, Bab Khatimah

[Dikutip dari MAjalah Assunnah no. 03/IX/1426H/2005M]
Komentar :
Manhaj Ahli Sunnah Waljamaah merangkumi ajaran2 islam iaitu akidah Syariah dan akhlak yg di bawa dan di jelaskan olh junjungan besar Muhammad saw ,kemudian di sambung penyebaranya olh para sahabat,KEMUDIAN DI SUSUN SECARA BERSISTEM olh 2 tokoh yg hebat iaitu imam Abu Hasan al-Asyari dan imam Abu Mansur al-Maturidi.
Ada hadis yg menceritakan kebenaran pegangan Imam al-Asyari yg mana beliau adalah cucu sahabat Nabi iaitu Abu Musa al-Asyari.Ketika turunya ayat ini:
“Wahai orang yg beriman! Sesiapa di antara kamu yg murtad dari agamanya.maka Allah akan datangkan suatu kaum yg di cintai olh Allah dan mereka pula mencintainya,yg bersifat lemah lembut terhadap org yg beriman dan bersikap tegas terhadap org kafir.Mereka berjihad(berjuang dgn sungguh2)pada jalan Allah dan mereka tidak takut kepada celaan org yg mencela.Demikian itu adalah limpah kurnia Allah yg di berika-NYA kepada siapa saja yg di kehendaki-NYA.Allah maha luas limpah kurniaan-NYA,lagi maha mengetahui.”(Al-Maidah 54).
Al Hafis Ibn Asakir dalam kitabnya Tabyin Kazib al-Muftari mengeluarkan satu hadis berkaitan dgn ayat di atas tadi dan juga al-Hakim dalam Mustadraknya iaitu:

“Sesungguhnya ketika turunnya ayat ini Nabi telah mengisyaratkan kepada Abu Musa a-Asyari.Baginda bersabda:”Mereka adalah kaum yg di maksudkan tersebut.”

Al Baihaqi pula berkata:Di sebabkan terdapat kelebihan yg mulia dan kedudukan yg tinggi bagi Imam Abu Musa dan anak-anaknya yg di anugrahkan ilmu serta kefahaman bagi menguatkan sunah dan memberantas bidah dgn hujah2 serta menentang kesamaran.
(Di riwayatkan olh Ibn Asakir dlm Tabyin al-Kazib al-Muftari)

Wallahu’alam..

Terimakasih pak, atas komentarnya yang cukup panjang , saya tanggapi singkat saja,.
Sudah saya posting tentang sejarah Imam Abul hasan Alasyari, silahkan baca disini ( lihat tulisan dibawah )



(Yang Disebut Ahlususunnah Itu Adalah Asy’ariyyah, Apakah Benar?)
Apakah Al Asy’ariyyah Termasuk Ahlu Sunnah?
Oleh: Ustadz Abu Ihsan Al Atsary
PENDAHULUAN
Ini adalah sebuah polemik yang sempat mencuat di kalangan kaum muslimin, khususnya para penuntut ilmu. Ada sebagian orang mengira Al Asy’ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Seperti yang sudah dimaklumi, sebenarnya madzhab Al Asy’ariyyah yang berkembang sekarang ini, hakikatnya adalah madzhab Al Kullabiyyah.
Abul Hasan Al Asy’ari sendiri telah bertaubat dari pemikiran lamanya, yaitu pemikiran Mu’tazilah. Tujuh sifat yang ditetapkan dalam madzhab Al Asy’ariyyah inipun bukan berdasarkan nash dan dalil syar’i, tetapi berdasarkan kecocokannya dengan akal dan logika. Jadi, sangat bertentangan dengan prinsip Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
SEJARAH SINGKAT ABUL HASAN AL ASY’ARI
Nama lengkapnya adalah Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Abi Burdah bin Abu Musa Al Asy’ari. Lebih akrab disebut Abul Hasan Al Asy’ari. Lahir di Bashrah pada tahun 260 H atau 270 H.
Masa kecil dan mudanya dihabiskan di kota Bashrah. Kota yang kala itu sebagai pusat kaum Mu’tazilah. Dan tidak dapat dielakkan, pada masa pertumbuhannya, beliau terpengaruh dengan lingkungannya Beliau mendalami ilmu kalam dan pemikiran Mu’tazilah dari ayah tirinya yang bernama Abu Ali Al Juba’i.
Namun kemudian, beliau bertaubat dari pemikiran Mu’tazilah ini.
Allah menghendaki keselamatan bagi beliau, dan memperoleh petunjuk kepada madzhab Salaf dalam penetapan sifat-sifat Allah, dengan tanpa ta’wil, tanpa ta’thil, tanpa takyif dan tanpa tamtsil [1]
Kisah taubatnya dari pemikiran Mu’tazilah ini sangat populer. Beliau melepas pakaiannya seraya berkata: “Aku melepaskan keyakinan Mu’tazilah dari pemikiranku, seperti halnya aku melepaskan jubah ini dari tubuhku,” kemudian beliau melepas jubah yang dikenakannya. Secara simbolis, itu merupakan pernyataan bahwa beliau berlepas diri dari pemikiran Mu’tazilah dan dari kaum Mu’tazilah.
Ahli sejarah negeri Syam, Al Hafizh Abul Qasim Ali bin Hasan bin Hibatillah bin Asakir Ad Dimasyq (wafat tahun 571) dalam kitab At Tabyin menceritakan peristiwa tersebut:
Abu Ismail bin Abu Muhammad bin Ishaq Al Azdi Al Qairuwani, yang dikenal dengan sebutan Ibnu ‘Uzrah bercerita, Abul Hasan Al Asy’ari adalah seorang yang bermadzhab Mu’tazilah. Dan memegang madzhab ini selama 40 tahun. Dalam pandangan mereka, beliau adalah seorang imam. Kemudian beliau menghilang selama lima belas hari. Secara tiba-tiba, beliau muncul di masjid Jami’ kota Bashrah. Dan setelah shalat Jum’at, beliau naik ke atas mimbar seraya berkata,
”Hadirin sekalian. Aku menghilang dari kalian selama beberapa hari, karena ada dalil-dalil yang bertentangan dan sama kuatnya, namun aku tidak mampu menetapkan mana yang hak dan mana yang batil. Dan aku tidak mampu membedakan mana yang batil dan mana yang hak. Kemudian aku memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Dia memberiku petunjuk, dan aku tuangkan ke dalam bukuku ini. Dan aku melepaskan semua aqidah (keyakinan) yang dulu aku pegang, sebagaimana aku membuka bajuku ini.”
Kemudian beliau membuka bajunya dan membuangnya, lalu memberikan bukunya tersebut kepada para hadirin.
Sebagai bukti kesungguhan Abul Hasan Al Asy’ari melepaskan diri dari pemikiran Mu’tazilah, yaitu beliau mulai bangkit membantah pemikiran Mu’tazilah dan mendebat mereka.
Bahkan beliau menulis sampai tiga ratus buku untuk membantah Mu’tazilah. Namun dalam membantahnya, beliau menggunakan rasio dan prinsip-prinsip logika. Beliau mengikuti pemikiran-pemikiran Kullabiyyah.[2]
ABUL HASAN AL ASY’ARI SECARA TOTAL MENJADI PENGIKUT MANHAJ SALAF
Kemudian Allah menyempurnakan nikmatNya untuk beliau. Setelah pindah ke Baghdad dan bergabung bersama para tokoh murid-murid Imam Ahmad, akhirnya beliau secara total menjadi seorang Salafi (pengikut manhaj Salaf). Pada fase yang ketiga dalam kehidupannya ini, beliau menulis beberapa risalah berisi pernyataan taubatnya dari seluruh pemikiran Mu’tazilah dan syubhat-syubhat Kullabiyyah.
Diantara beberapa buku yang ditulisnya, yaitu:
Al Luma’, Kasyful Asrar Wa Hatkul Asrar, Tafsir Al Mukhtazin, Al Fushul Fi Raddi ‘Alal Mulhidiin Wa Kharijin ‘Alal Millah Ka Al Falasifah Wa Thabai’in Wad Dahriyin Wa Ahli Tasybih, Al Maqalaat Al Islamiyyin dan Al Ibanah. Semoga Allah merahmati beliau.
PERNYATAAN ABUL HASAN AL ASY’ARI DALAM KITABNYA: AL IBANAH FI USHULID DIYANAH [3]
Beliau berkata dalam kitab Al Ibanah:
“Pendapat yang kami nyatakan, dan agama yang kami anut adalah berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam , atsar-atsar (riwayat-riwayat) yang diriwayatkan dari para sahabat, tabi’in dan para imam ahli hadits. Kami berpegang teguh dengan prinsip tersebut. Kami berpendapat dengan pendapat yang telah dinyatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal, semoga Allah mengelokkan wajah beliau, mengangkat derajat beliau dan melimpahkan pahala bagi beliau. Dan kami menyelisihi perkataan yang menyelisihi perkataan beliau. Karena beliau adalah imam yang fadhil (utama), pemimpin yang kamil (sempurna). Melalui dirinya, Allah menerangkan kebenaran dan mengangkat kesesatan, menegaskan manhaj dan memberantas bid’ah yang dilakukan kaum mubtadi’in, dan (memberantras) penyimpangan yang dilakukan orang-orang sesat, serta (memberantas) keraguan yang ditebarkan orang yang ragu-ragu.” [4]
Demikian pernyataan Abul Hasan, bahwa ia kembali ke pangkuan manhaj Salaf.
ULAMA-ULAMA SYAFI’IYYAH MENOLAK DINISBATKAN KEPADA ASY’ARIYYAH
Kebanyakan orang mengira bahwa madzhab Al Asy’ariyyah itu identik dengan madzhab Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Ini sebuah kekeliruan fatal.
Abul Hasan sendiri telah kembali ke pangkuan manhaj Salaf, dan mengikuti aqidah Imam Ahmad bin Hambal. Yaitu menetapkan seluruh sifat-sifat yang telah Allah tetapkan untuk diriNya, dan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits shahih, dengan tanpa takwil, tanpa ta’thil, tanpa takyif dan tanpa tamtsil. Jelas, Abul Hasan pada akhir hidupnya adalah seorang salafi, pengikut manhaj salaf dan madzhab imam ahli hadits. Sampai-sampai ulama-ulama Asy Syafi’iyyah menolak dinisbatkan kepada madzhab Asy’ariyyah.
Berikut ini, mari kita simak penuturan Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Id Al Hilali dalam kitabnya yang sangat bagus, dalam edisi Indonesia berjudul Jama’ah-jama’ah Islam Ditimbang Menurut Al Qur’an dan As Sunnah (halaman 329-330). Dalam bukunya tersebut, beliau membantah Hizbut Tahrir yang mencampur-adukkan istilah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dengan istilah Al Asy’ariyyah, sekaligus menyatakan bila Al Asy’ariyyah bukan termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, atau bukan termasuk pengikut manhaj Salaf. Beliau berkata:
Jika dikatakan: Yang dimaksud Ahlus Sunnah di sini adalah madzhab Asy’ariyah.
Kami jawab: Tidak boleh menamakan Asy’ariyah dengan sebutan Ahlus Sunnah. Berdasarkan persaksian ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (pengikut Salafush Shalih), mereka bukan termasuk Ahlus Sunnah
1. Imam Ahmad, Ali bin Al Madini dan lainnya menyatakan,
barangsiapa menyelami ilmu kalam, (maka ia) tidak termasuk Ahlus Sunnah, meskipun perkataannya bersesuaian dengan As Sunnah, hingga ia meninggalkan jidal (perdebatan) dan menerima nash-nash syar’iyyah [5].
Tidak syak lagi, sumber pengambilan dalil yang sangat utama dalam madzhab Asy’ariyah adalah akal.
Tokoh-tokoh Asya’riyah telah menegaskan hal itu. Mereka mendahulukan dalil aqli (logika) daripada dalil naqli (wahyu), apabila terjadi pertentangan antara keduanya. Ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membantah mereka melalui bukunya yang berjudul Dar’u Ta’arudh Aql Wan Naql, beliau membukanya dengan menyebutkan kaidah umum yang mereka pakai bilamana terjadi pertentangan antara dalil-dalil.[6]
2. Ibnu Abdil Bar, dalam mensyarah (menjelaskan) perkataan Imam Malik, dia menukil perkataan ahli fiqh madzhab Maliki bernama Ibnu Khuwaiz Mandad:
“Tidak diterima persaksian Ahli Ahwa’ (Ahli Bid’ah).”
Ia menjelaskan:
“Yang dimaksud Ahli Ahwa’ oleh Imam Malik dan seluruh rekan-rekan kami, adalah Ahli Kalam. Siapa saja yang termasuk Ahli Kalam, maka ia tergolong ahli ahwa’ wal bida'; baik ia seorang pengikut madzhab Asy’ariyyah atau yang lainnya. Persaksiannya dalam Islam tidak diterima selama-lamanya, wajib diboikot dan diberi peringatan atas bid’ahnya. Jika ia masih mempertahankannya, maka harus diminta bertaubat.” [7]
3. Abul Abbas Suraij yang dijuluki Asy Syafi’i kedua berkata,
”Kami tidak mengikuti takwil Mu’tazilah, Asy’ariyah, Jahmiyah, Mulhid, Mujassimah, Musyabbihah, Karramiyah dan Mukayyifah [8]. Namun kami menerima nash-nash sifat tanpa takwil, dan kami mengimaninya tanpa tamtsil.” [9]
4. Abul Hasan Al Karji, salah seorang tokoh ulama Asy Syafi’iyyah berkata:
“Para imam dan alim ulama Syafi’iyyah, dari dulu sampai sekarang menolak dinisbatkan kepada Asy’ariyah. Mereka justeru berlepas diri dari madzhab yang dibangun oleh Abul Hasan Al Asy’ari. Menurut yang aku dengar dari beberapa syaikh dan imam, bahkan mereka melarang teman-teman mereka dan orang-orang dekat mereka dari menghadiri majelis-majelisnya.
Sudah dimaklumi bersama kerasnya sikap syaikh [10] terhadap Ahli Kalam, sampai-sampai memisahkan fiqh Asy Syafi’i dari prinsip-prinsip Al Asy’ari, dan diberi komentar oleh Abu Bakar Ar Radziqani. Dan buku itu ada padaku.
Sikap inilah yang diikuti oleh Abu Ishaq Asy Syirazi dalam dua kitabnya, yakni Al Luma’ dan At Tabshirah. Sampai-sampai kalaulah sekiranya perkataan Al Asy’ari bersesuaian dengan perkataan rekan-rekan kami (ulama madzhab Asy Syafi’i), beliau membedakannya. Beliau berkata:
“Ini adalah pendapat sebagian rekan kami. Dan pendapat ini juga dipilih oleh Al Asy’ariyah.” Beliau tidak memasukkan mereka ke dalam golongan rekan-rekan Asy Syafi’i. Mereka menolak disamakan dengan Al Asy’ariyah. Dan dalam masalah fiqh, mereka menolak dinisbatkan kepada madzhab Al Asy’ariyah; terlebih lagi dalam masalah ushuluddin.” [11]
Pendapat yang benar adalah, Al Asy’ariyah termasuk Ahli Kiblat (kaum muslimin), tetapi mereka bukan termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Ketika para tokoh dan pembesar Al Asy’ariyyah jatuh dalam kebingungan, mereka keluar dari pemikiran Al Asy’ariyah. Diantaranya adalah Al Juwaini, Ar Razi, Al Ghazzali dan lainnya.
Jika mereka benar-benar berada di atas As Sunnah dan mengikuti Salaf, lalu dari manhaj apakah mereka keluar? Dan kenapa mereka keluar?
Hendaklah orang yang bijak memahaminya, karena ini adalah kesimpulan akhir.
Dalam daurah Syar’iyyah Fi Masail Aqa’idiyyah Wal Manhajiyyah di Surabaya, dua tahun yang lalu, Syaikh Salim ditanya: Apakah Al Asy’ariyyah termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah? Beliau menjawab dengan tegas: “Al Asy’ariyyah tidak termasuk Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.”
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Ta’thil (menolak atau meniadakan sifat Allah, takyif (membayangkan atau menanyakan hakikat dan bentuk sifat Allah), tamtsil (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk), ta’wil (maksudnya tahrif yaitu menyimpangkan makna dari zhahirnya tanpa dalil)
[2]. Al Kullabiyah, adalah penisbatan kepada Abu Muhammad Abdullah bin Sa’id bin Muhammad bin Kullab Al Bashri, wafat pada tahun 240 H.
[3]. Buku ini telah saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Pustaka At Tibyan. Dalam buku aslinya disertakan taqdim (kata pengantar dari para ulama terkini, seperti Syaikh Hammad bin Muhammad Al Anshari, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dan Syaikh Ismail Al Anshari). Buku ini sangat penting dibaca oleh kaum muslimin, khususnya di Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya menisbatkan diri kepada Al Asy’ariyyah.
[4]. Al Ibanah, halaman 17.
[5]. Silakan lihat Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, karangan Al Laalikaai (I/157-165).
[6]. Bagi yang ingin penjelasan lebih rinci, silakan lihat kitab Asasut Taqdis, karangan Ar Razi, hlm. 168-173 dan Asy Syamil, karangan Al Juwaiini, hlm. 561 dan Al Mawaqif, karangan Al Iji, hlm. 39-40.
[7]. Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi (II/96).
[8]. Ini semua adalah nama-nama aliran
[9]. Ijtima’ Juyusy Islamiyah, hlm. 62.
[10]. Yakni Syaikh Abu Hamid Al Isfaraini.
[11]. At Tis’iniyyah, hlm. 238-239.

Komentar :
bagaimana tanggapan mas admin terhadap web bawah ini yg menyatakan bahwa Asy’ariyyah itu Ahlus Sunnah:
http://deleted.wordpress.com/2014/04/20/asyariyyah-ahlussunnah/
mohon ditanggapi!!
terimakasih rizki,.
Postingan diatas sudah bisa untuk menjawab link yang anda berikan,.
Seandainya yang disebut ahlusunnah adalah asyariyyah, maka imam syafii bukan ahlusunnah dong? sebab Imam syafii hidup lebih dahulu sebelum imam abul hasan alasyari hidup,. demikian pula para sahabat, mereka bukan ahlusunnah, sebab tidak mengalami jaman abul hasan alasyari,.
Jadi pernyataan yang sangat lucu dan konyol jika ada kelompok yang menyebut ahlusunnah itu adalah asyariyyah,.
BAca juga, biografi imam abul hasan alasyari,. silahkan baca disini
Mengenal Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ariy dan Asy’ariyyah