Tanya : Tanggal
9 Dzulhijjah telah lewat beberapa hari yang lalu, namun bagi saya masih
menyisakan sedikit ganjalan karena ada perbedaan dalam hal pelaksanaan puasa
hari ‘Arafah. Jika menurut Saudi, hari ‘Arafah jatuh tanggal 3 Oktober 2014.
Menurut Indonesia, tanggal 4 Oktober 2014; sedangkan negara India, Pakistan,
dan Bangladesh tanggal 5 Oktober 2014. Manakah yang valid dalam hal ini menurut
tinjauan nash ?. Terima kasih.
Jawab : Apa yang Anda
tanyakan memang menjadi bahasan para ulama dan mereka telah berselisih pendapat
dalam hal ini – yang saya yakin Anda pun mengetahuinya. Namun demikian, sebagaimana telah dua kali
dituliskankan dalam Blog ini[1], saya condong pada pendapat yang menyatakan hari ‘Arafah
adalah hari yang di dalamnya terdapat peristiwa wuquf di ‘Arafah. Dalilnya
antara lain adalah:
Pertama
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
مَرْوَانَ الْعُقَيْلِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ هُوَ الدَّسْتُوَائِيُّ، عَنْ أَبِي
الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " مَا مِنْ أَيَّامٍ أَفْضَلُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ أَيَّامِ
عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ "، قَالَ: فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هُنَّ
أَفْضَلُ أَمْ عِدَّتُهُنَّ جِهَادًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟، قَالَ: " هُنَّ
أَفْضَلُ مِنْ عِدَّتِهِنَّ جِهَادًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَا مِنْ يوْمٍ
أَفْضَلُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ يوْمِ عَرَفَةَ يَنْزِلُ اللَّهُ إِلَى السَّمَاءِ
الدُّنْيَا فَيُبَاهِي بِأَهْلِ الأَرْضِ أَهْلَ السَّمَاءِ، فَيَقُولُ: انْظُرُوا
إِلَى عِبَادِي شُعْثًا غُبْرًا ضَاحِينَ جَاءُوا مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
يَرْجُونَ رَحْمَتِي، وَلَمْ يَرَوْا عَذَابِي، فَلَمْ يُرَ يَوْمٌ أَكْثَرُ
عِتْقًا مِنَ النَّارِ مِنْ يوْمِ عَرَفَةَ "
Telah mengkhabarkan kepada
kami Al-Hasan bin Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amru
bin Jabalah : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Marwaan Al-‘Uqailiy :
Telah menceritakan kepada kami Hisyaam Ad-Dustuwaa’iy, dari Abuz-Zubair, dari
Jaabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “Tidak ada hari-hari yang lebih utama di sisi Allah daripada
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah”. Seorang laki-laki berkata : “Wahai
Rasulullah, mana yang lebih utama, sepuluh hari tersebut ataukan berjihad di
jalan Allah selama sepuluh hari ?”. Beliau shallallahau ‘alaihi wa sallam menjawab
: “Sepuluh hari tersebut lebih utama dibandingkan berjihad selama sepuluh hari. Tidak ada hari yang lebih utama
di sisi Allah daripada hari ‘Arafah. (Pada hari tersebut), Allah turun ke
langit dunia seraya berbangga-bangga dengan penduduk bumi di hadapan penduduk
langit. Allah berfirman : ‘Lihatlah kepada para hamba-hamba-Ku yang keadaannya
kusut, berdebu, dan berkurban datang dari segala penjuru negeri mengharapkan
rahmat-Ku dan tidak melihat adzab-Ku. Tidaklah nampak hari yang lebih banyak
dibebaskan dari neraka daripada hari ‘Arafah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan
no. 3853; dishahihkan oleh Al-Arna'uth dalam Tahqiq dan Takhrij-nya
terhadap Shahiih Ibni Hibbaan, 9/164].
حَدَّثَنَا أَزْهَرُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا
الْمُثَنَّى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
بَابَا، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
يُبَاهِي مَلَائِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ، فَيَقُولُ:
انْظُرُوا إِلَى عِبَادِي، أَتَوْنِي شُعْثًا غُبْرًا "
Telah menceritakan kepada kami
Az-har bin Al-Qaasim : Telah menceritakan kepada kami Al-Mutsannaa bin Sa’iid,
dari Qataadah, dari ‘Abdullah bin Baabaa, dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash
: Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah ‘azza wa
jalla berbangga-bangga kepada para malaikat-Nya pada sore hari ‘Arafah
dengan orang-orang di Arafah, dan berfirman : ‘Lihatlah keadaan hambaku, mereka
mendatangiku dalam keadaan kusut dan berdebu” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 2/224;
Al-Arna’uth dkk. dalam Tahqiq dan Takhrij-nya terhadap Musnad
Al-Imaam Ahmad 11/660 berkata : “Sanadnya tidak mengapa”].
Faedah:
1. Hari
‘Arafah adalah hari yang spesifik.
2. Hari
‘Arafah adalah hari yang mempunyai keutamaan sangat besar.
3. Hari
‘Arafah adalah hari yang Allah paling banyak membebaskan hamba-Nya dari neraka.
4. Pada
hari ‘Arafah, Allah turun ke langit dunia.
5. Pada
hari ‘Arafah, Allah berbangga-bangga dengan para jama’ah haji yang berkumpul di
‘Arafah kepada penduduk langit (para malaikat).
Hadits di atas adalah dalil yang paling jelas menunjukkan hari ‘Arafah
adalah hari yang di dalamnya ada peristiwa wuqufnya jama’ah haji di ‘Arafah.
Seandainya kita menetapkan hari ‘Arafah sehari lebih lambat atau sehari lebih
cepat dari pelaksanaan wuquf di ‘Arafah, apakah keutamaan yang disebutkan dalam
hadits di atas ada/terjadi ?.
Kedua
Secara bahasa, puasa hari ‘Arafah adalah terkait dengan ‘Arafah itu
sendiri[2], yaitu nama satu tempat yang digunakan jama’ah
haji untuk wuquf. Ibnu Qudaamahrahimahullah berkata:
فَأَمَّا يَوْمُ عَرَفَةَ : فَهُوَ الْيَوْمُ
التَّاسِعُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ ، سُمِّيَ بِذَلِكَ ، لِأَنَّ الْوُقُوفَ
بِعَرَفَةَ فِيهِ .
وَقِيلَ : سُمِّيَ يَوْمَ عَرَفَةَ ، لِأَنَّ
إبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أُرِيَ فِي الْمَنَامِ لَيْلَةَ التَّرْوِيَةِ
أَنَّهُ يُؤْمَرُ بِذَبْحِ ابْنِهِ ، فَأَصْبَحَ يَوْمَهُ يَتَرَوَّى ، هَلْ هَذَا
مِنْ اللَّهِ أَوْ حُلْمٌ ؟ فَسُمِّيَ يَوْمَ التَّرْوِيَةِ ، فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ
الثَّانِيَةُ رَآهُ أَيْضًا فَأَصْبَحَ يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَعَرَفَ أَنَّهُ مِنْ
اللَّهِ ، فَسُمِّيَ يَوْمَ عَرَفَةَ .
“Adapun hari ‘Arafah, ia adalah hari kesembilan bulan Dzulhijjah.
Dinamakan demikian karena wuquf di ‘Arafah dilakukan pada hari itu. Dikatakan :
Dinamakan hari ‘Arafah karena Ibraahiim ‘alaihis-salaam diperlihatkan
dalam mimpinya pada malam hari tarwiyyah bahwasannya ia diperintahkan untuk
menyembelih anaknya (Ismaa’iil). Pada pagi harinnya ia merenung, apakah ini
berasal dari Allah ataukah sekedar mimpi saja ?. Maka hari itu dinamakan hari
tarwiyyah. Ketika tiba malam kedua, ia bermimpi hal yang sama dan bangun pada
pagi harinya di hari ‘Arafah, lalu ia pun mengetahui bahwa perintah tersebut
berasal dari Allah. Lalu dinamakanlah hari itu hari ‘Arafah” [Al-Mughniy,
3/112].
Ibnu Qudaamah rahimahullah menyebutkan
sebab penamaan hari ‘Arafah karena wuquf di ‘Arafah dilakukan pada hari itu
sebagai yang pertama. Baru kemudian ia menyebutkan pendapat kedua dengan
shighah : qiilaa (dikatakan)”. Ini menunjukkan pendapat pertama yang
ia sebutkan merupakan pendapat yang lebih masyhur dibandingkan kedua. Dan
inilah yang lebih sesuai dengan dalil yang disebutkan di awal.
Oleh karena itu, puasa
‘Arafah adalah puasa yang dilakukan pada hari ‘Arafah yang di dalamnya ada
peristiwa wuqufnya jama’ah haji di ‘Arafah, dan itu mesti berkesesuaian dengan
penetapan yang dilakukan penguasa Makkah[3].
Itulah yang lebih sesuai dengan teks nash.
إذا ورد الأثر بطل النظر
“Apabila telah tetap nash, batallah segala pendapat”.
Jika ada yang menyanggah
bahwa tidak mungkin kaum muslimin di segala penjuru negeri Islam di jaman
dahulu berpuasa 'Arafah dalam waktu yang bersamaan sesuai dengan penduduk
Makkah[4];
maka itu merupakan 'udzur. 'Udzur karena sikon waktu itu yang
tidak memungkinkan untuk melakukan transfer informasi yang cepat seperti saat sekarang,
sehingga masing-masing mereka berijtihad dengan ru'yah mereka masing-masing di
setiap negeri. Atau
ringkasnya, yang tahu mengikuti, yang tidak tahu berijtihad. Maka, kalau
sekarang kita mengqiyaskan dengan jaman dulu, ini namanya qiyas dengan sesuatu
yang berbeda.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – 17 Dzulhijjah
1435].
[1] Yaitu artikel: Puasa ‘Arafah dan Fatwa Lajnah Daaimah, Asy-Syaikh Al-‘Ubailaan, dan
Asy-Syaikh Muhammad Al-Maghrawiy tentang Puasa ‘Arafah.
[2] Asy-Syaikh Sulaimaan bin
'Abdillah Al-Maajid hafidhahullah berkata:
والقاعدة
الأصولية أنه يتعين البقاء على الظاهر من دلالة الاسم ؛ حتى يدل دليل على العدول
عنه
"Kaedah ushuliyyah dimaknai secara dhaahir dari penunjukan namanya
hingga ada dalil yang memalingkan dari makna dhahir tersebut".
Dan dalam hal ini tidak ada. Hal yang menguatkan statement itu justru
ada pada teks haditsnya sendiri, yaitu:
صوم يوم
عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية
"Puasa hari 'Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah
lepas dan akandatang, dan puasa 'Aasyuuraa' (tanggal 10 Muharram) menghapuskan
dosa setahun yang lepas".
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam saat menyebut puasa 10
Muharram disebutkan dengan lafadh : 'Aasyuuraa'. Namun ketika menyebutkan
puasa 'Arafah, tetap dengan lafadh 'shaumi yaumi 'Arafah'. Ini menunjukkan
bahwa puasa 'Arafah tidak semata-mata dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah tanpa
ada keterkaitannya dengan 'Arafah itu sendiri. Seandainya hari 'Arafah itu
memang hanya dipertimbangkan dilakukan tanggal 9 Dzulhijjah tanpa ada
keterkaitan dengan ‘Arafah, niscaya penyebutannya menggunakan lafadh yang
semisal dengan 'Asyuuraa' (yaitu : Tasuu'aa'). Fatwa Asy-Syaikh
Sulaimaan Al-Maajid dapat dibaca di sini : إذا اختلف إعلان عيد الأضحى بلد
ما عن رؤية بلد المشاعر تقديما أو تأخيرا فكيف يكون صوم عرفة؟.
[3]
Dalam hal ini adalah Pemerintah Saudi Arabia.
[4]
Sehingga kemudian mereka berpuasa sesuai dengan ru’yah hilal masing-masing
negeri.
COMMENTS
Assalamualaikum Ustaz, sudah
lama saya menunggu post baru ustaz..akhirnya...persoalan saya ustaz bagaimana
kalau hari wukuf jatuh pada hari raya di negara kita, bagaimana ingin kita berpuasa?
afwan syaikh,..
mengenai bab aqidah yg menyatakan taat pemerintah dlm hal hari ied, jum'at,
dll, bagaimana? Ied ini bukankan termasuk Iedul adh-ha?
assalamu 'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
apakah dengan demikian,
apapun hasil keputusan pemerintah setempat khusus berkaitan dengan awal
Dzulhijjah menjadi tidak berlaku jika berbeda dengan perhitungan awal Dzulhijjag
di Makkah? Karena akan selalu mengacu pada ditetapkannya tanggal 9 Dzulhijjah
di Arafah? (kecuali di tempatnya sama sekali tidak ada akses internet, TV dan
sarana komunikasi lainnya yang menginformasikan kejadian aktual prosesi Haji di
Mekkah)?
Mohon penjelasan lebih lanjut.
Syukron jazakallahu khairan
Tahun 1995 telpon neng Arab
Saudi
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/11/fatwa-lajnah-daaimah-asy-syaikh-al.html
Tanya :
“Apakah kami boleh berpuasa
dua hari di negeri kami sini selama dua hari, yaitu untuk puasa ‘Arafah ?
karena kami mendengar di radio bahwa hari ‘Arafah esok (di Saudi) bertepatan
dengan tanggal delapan Dzulhijjah di sini”.
Jawab :
Hari ‘Arafah adalah hari
dimana orang-orang melakukan wuquf di ‘Arafah. Dan puasa di hari tersebut
disyari’atkan bagi selain orang yang menunaikan ibadah haji. Apabila engkau
ingin berpuasa, maka berpuasalah pada hari ini. Jika engkau ingin berpuasasehari
sebelumnya, maka tidak mengapa. Dan jika engkau ingin sembilan hari dari awal
bulan Dzulhijjah, maka itu baik, karena hari-hari itu merupakan hari-hari yang
mulia yang dianjurkan untuk berpuasa berdasakan sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam :‘Tidak ada hari yang amal shalih dilakukan padanya
lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari sepuluh ini (di
bulan Dzulhijjah)’. Dikatakan : ‘Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah
?’. Beliau menjawab : ‘Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali seorang
laki-laki yang keluar dengan diri dan hartanya, kemudian tidak kembali
sesuatupun darinya (yaitu, orang tersebut mati syahid)’. Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy.
Wabillaahit-taufiiq, wa
shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammadin wa aalihi wa shahbihi wa sallam.[1]
[Fatwa Lajnah Daaimah 10/393,
ketua : ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin Baaz, anggota : ‘Abdullah bin
Ghudayaan - http://dean4me.com/play-130.html].
Tanya :
“Pemerintah kami di Libya
telah mengumumkan hari Rabu adalah hari ‘Arafah dan hari Kamis adalah ‘Iedul-Adlhaa;
yang menyelisihi apa yang telah ditetapkan Kerajaan Saudi ‘Arabia bahwa hari
‘Arafah dan wukufnya jama’ah haji jatuh pada hari Kamis. Maka, apa hukum
mengenai hal itu ?”.
Jawab :
“Alhamdulillah, wash-shalaatu
‘alaa rasuuliullah, wa ba’d :
Allah ta’ala telah
berfirman : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :
"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)
haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah
itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (QS.
Al-Baqarah : 189). Dan mengenai ibadah haji, sebagaimana disabdakan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Haji itu ‘Arafah”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ahlus-Sunan dengan
sanad shahih.
Maka wajib bagi semua negeri
kaum muslimin yang mengetahuinya untuk membatasinya dengan ru’yah negeri
yang dituju orang-orang untuk ibadah haji, yaitu negeri Al-Haramain yang
mulia.
Dan karenanya, tidak boleh
bagi kalian untuk mentaati pemerintah kalian yang menjadikan ‘Ied jatuh
pada hari Kamis. Dan barangsiapa yang menyembelih pada hari Kamis, maka
sembelihannya itu tidak terjadi pada posisi/tempat yang syar’iy.
Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentang orang yang
menyembelih sebelum shalat ‘Ied : ‘Kambingmu itu adalah kambing yang
disembelih untuk dimakan dagingnya saja (bukan kambing sembelihan kurban)’. Beliau ‘alaihish-shalaatu
was-salaambersabda : ‘Tidak ketaatan kepada makhluk dalam hal kemaksiatan
kepada Allah’. Permasalahan ini bukan seperti perselisihan dalam ru’yah
hilal Ramadlaan atau Syawaal, karena puasa dan berbuka dimungkinkan untuk
dilakukan di negeri manapun. Adapun hari ‘Arafah dan ‘Iedul-Adlhaa, sudah
seharusnya orang-orang untuk bersatu, meskipun hanya satu bagian di waktu
siang, berdasarkan ayat-ayat dan hadits.Wallaahu a’lam.
[Fatwa dari Asy-Syaikh
Al-‘Ubailaan hafidhahullah -http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?p=97989].
Tanya :
“Fadliilatusy-Syaikh, apakah
kami boleh berpuasa ‘Arafah berdasarkan waktu setempat/lokal ataukah kami mesti
mengikuti waktu Saudi, yaitu hari kedelapan Dzulhijjah jika berdasarkan waktu
setempat/lokal ? Jazaakumullaahu khairan.
Jawab :
‘Arafah adalah nama gunung
dimana para jama’ah haji melakukan melakukan wuquf pada hari kesembilan bulan
Dzulhijjah. Ia (hari ‘Arafah) merupakan hari yang satu lagi tidak berbilang.
Maka, puasa yang bersamaan dengan wuqufnya jama’ah haji adalah puasa yang
benar. Adapun selain itu, aku tidak mengetahui sumbernya dari Al-Qur’an maupun
As-Sunnah”
[Fatwa dari Asy-Syaikh
Dr. Muhammad Al-Maghrawiy hafidhahullah -http://www.darcoran.org/?taraf=fatawi&file=displayfatawi&id=119]
Baca juga artikel kami : Puasa ‘Arafah.
[1] Perhatikan uslub Lajnah
dalam menjawab pertanyaan. Mereka menyandarkan bahwa hari ‘Arafah adalah hari dimana orang-orang
melaksanakan wuquf di ‘Arafah, dan puasa pada waktu tersebut disyari’atkan bagi
orang yang tidak melakukan haji. Kemudian Lajnah berfatwa kepada Penanya bahwa
jika si Penanya ingin berpuasa dua hari, maka ia berpuasa pada hari ‘Arafah
yang sesuai dengan pelaksanaan wuquf di ‘Arafah yang bertepatan tanggal 8
Dzulhijjah di daerah si Penanya, dan juga hari sebelumnya. Artinya, Lajnah
tidak menyarankan si Penanya berpuasa di hari setelahnya, meskipun hari itu
bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah menurut daerah si Penanya.
COMMENTS
'Iedul-Adlhaa ikut Saudi,
sehingga tidak ada kekosongan hari. Wallaahu ta'ala a'lam.
Jika orang yang menyelenggarakan shalat 'Ied pada hari Selasa tidak
ada, atau ada namun dikhawatirkan menimbulkan fitnah, maka tidak mengapa ikut
shalat 'Ied di hari Rabu. Wallaahu a'lam.
Wa'alaikumus-salaam.
Silakan saja bagi antum jika memang fatwa Syaikh Ibnu 'Utsaimin - menurut antum
- lebih kuat untuk diikuti. Ini adalah khilaf mu'tabar di kalangan ulama yang
tidak selayaknya menjadikan kita bertikai antara satu dengan yang lainnya. Dan
saya rasa, pertanyaan yang antum sampaikan itu bukanlah pertanyaan, namun tidak
lebih sebagai salah satu alasan antum untuk mengambil perajihan yang telah
antum pilih.
Adapun komentar saya : Mengikuti jama'ah haji adalah asal hukum, dan hukum
ini dilaksanakan sesuai dengan kesanggupan. Bagi yang tidak mendengar atau
tidak sampai kepadanya informasi tentang wuquf 'Arafah, maka diperbolehkan
baginya untuk berijtihad dengan ru'yah hilal yang nampak baginya. Begitu pula
dengan negeri-negeri yang beda 12 jam dengan Saudi. Jika memang negeri tersebut
tidak pernah bersama waktu siangnya dengan Saudi, bukankah negeri itu bisa
masih bersama waktu malamnya dengan Saudi. Karena, tidak ada negara di dunia
ini yang akan berbeda waktu selama lebih dari 12 jam dengan Saudi. Ini adalah
satu kondisi yang tidak boleh dijadikan hukum umum.
Dan kalau boleh saya pun bertanya kepada antum (jika antum menguatkan pendapat
Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin) :
1. Adakah nukilan salaf (terutama generasi awal Islam) yang menyatakan bahwa
negeri Syaam, Yaman, 'Iraaq, ataupun Mesir berbeda pelaksanaan 'Arafahnya
dengan Makkah ? Saya harap antum tidak memakai dalil Ibnu 'Abbaas dalam masalah
Syawal.
2. Seandainya antum di negara A dan saya di negara B, dimana jarak rumah antum
dengan saya hanya 50 m. Namun antara rumah saya dan antum terdapat pagar
perbatasan negara. Negara antum memutuskan 'Arafah hari Selasa, sedangkan
negara saya hari Senin. Bagaimana penjelasan antum mengenai hal ini ? [saya
memakai logika geografi yang sama dengan yang antum pakai].
@Abu Afifah,...
1. Wajib mengetahui khabar hilal penduduk Makkah, terkait pelaksanaan haji
mereka. Wajib di sini bukan 'ain, tapi kifaayah.
2. Konsekuensi hukum yang terlalu 'dipaksakan'.
3. Tidak ada perubahan hukum. Dan sebenarnya pertanyaan semisal sudah saya
komentari.
4. Jika antum paham akan duduk permasalahan khilaf di antara
ulamanya, insya Allah antum tidak akan berkata demikian.
@Anonim,.... berbeda, tentu saja dari sisi pandang pendapat ulama yang
mengatakan berbeda.
@Abu Hanif,... yang terdapat dalam hadits bahwasannya hari tasyrik adalah hari
makan dan minum. Saya belum mendapati keterangan bahwa hari tasyrik termasuk
'Ied.
Wallaahu ta'ala a'lam.
bisa
Sebenarnya saya ingin
'sudahi' pendiskusian ini, mengingat apa yang kita bicarakan telah 'lewat'.
Selain itu, masih ada waktu panjang bagi kita ke depan, insya Allah, untuk
mendalami permasalahan ini kembali.
@Anonim (25 Nopember 2010),.... berikut tanggapan singkat saya :
1. Ya, itulah ulama yang berpendapat berbeda dengan yang saya sebutkan di atas.
Namun, apakah benar hari 'Arafah itu tanggal 9 secara mutlak ? Bukankah jika
jama'ah haji wuquf karena keliru pada tanggal 10 atau 8 Dzulhijjah, maka
wuqufnya adalah sah ? Selain itu, telah banyak penjelasan ulama (semisal
An-Nawawiy dan yang lainnya) bahwa hari 'Arafah itu bukan hari kesembilan pada
bulan Dzulhijjah secara mutlak.
2. Hadits itu lemah. Dan sepertinya, terjemahan "at-tis'u" itu bukan
pada tanggal sembilan Dzulhijjah, tapi puasa sembilan hari pada bulan
Dzulhijjah.
3. Ya saya sudah baca. Adapun
sanggahan Ustadz Murad Sa'iid, saya juga sedikit telah mengomentarinya.
Baarakallaahu fiik.
Semoga kita terjauh dari sikap 'mempertahankan pendapat mati-matian,
meskipun dalil-dalil yang dipakai lemah dan ada pendapat yang lebih kuat'. Dan
jangan bakhil mendoakan saya agar tidak termasuk salah satu di antaranya.
Syukran !!
agung
sutrisno mengatakan...
kalau kita ikut saudi,
padahal waktunya duluan indonesia maka waktu kita puasa saudi belum wukuf.
mohon pencerahannya
Ustadz, saya sependapat
dengan antum, alasannya.
Jika hadits dari Nabi isinya menyatakan puasa pada 9 Dzulhizah maka, hukum
asalnya mengikuti hilal (pertanggalan).
Jika kita lihat, hadits Nabi tentang puasa ada yang berdasarkan tanggal seperti
puasanya tanggal 10 Muharram, puasa tanggal 1 Ramadhan, tanggal 13,14,15.
Ada yang berdasarkan hari tidak terikat tanggal, seperti puasa hari senin,
puasa hari kamis, puasa hari arafah, puasa Nabi Daud.
Hari arafah adalah hari jamaah haji wukuf di padang arafah.
wallahu'alam.
Penanya (Abu Athiyyah Rismal) : Assalamu Alaikum Warohmatullahi Wa
Barokatuh. Bersama anda Abu Athiyyah Rismal al-indunisy.
Asy-Syaikh Badr : Wa Alaikumus Salam. hayyakalah wahai Abu Athiyyah.
Penanya : Ahsanallahu ilaikum ya syaikh kami, sehubungan dengan perbedaan
mathla’ (Tempat munculnya hilal, pen), mahkamah Saudi Arabia telah menetapkan
bahwa hari arofah jatuh pada hari jum’at, sedangkan mahkamah negeri kami
Indonesia menetapkan bahwa hari arofah jatuh pada hari sabtu. Maka manakah
diantara 2 ketetapan ini yang diikuti oleh penduduk negeri kami (Indonesia,
pen).
Asy-Syaikh Badr : Bulan dzulhijjah rujukannya adalah Saudi Arabia.
Bersambung..... Insya Allah