Jangan sampai Indonesia
nanti dipimpin oleh orang-orang seperti itu, lebih baik Indonesia dipimpin
bukan orang muslim tapi adil, daripada dipimpin orang Islam tapi zalim,"
kata Alwi di Ponpes Al-Islam, Jumat (06/06)."Lebih jauh harus ditegaskan
bahwa muara fiqh adalah terciptanya keadilan sosial di masyarakat. Sehingga Ali
bin Abi Thalib pernah berkata: 'Dunia, kekuasaan, negara, bisa berdiri tegak
dengan keadilan meskipun ma'a al-kufri dan negara itu akan hancur dengan
kezaliman meskipun ma'a al-muslimin'. Ibnu Taimiyah juga pernah berkata: 'Allah
akan menegakkan negara yang adil meskipun (negara) kafir dan Allah akan
menghancurkan negara yang zalim meskipun (negara) muslim'.
Sanggahan :
MENJAWAB TANYA
Beberapa hari terakhir ini kami mendapat
pertanyaan seputar perkataan yang dinisbatkan kepada Ibnu Taimiyah
-rahimahullah- yang bunyinya:
حاكم كافر عادل خير عند الله من حاكم مسلم ظالم
"pemimpin kafir yang berlaku adil lebih baik
disisi Allah ketimbang pemimpin muslim yang dzalim".
Apakah benar pernyataan diatas merupakan
pernyataan Ibnu Taimiyah..?
Apakah Ibnu Taimiyah membolehkan orang kafir
menjadi pemimpin bagi kaum muslimin dengan syarat berlaku adil.?
Jawabannya tentu tidak benar, kalimat diatas
sudah mngalami tahrif (perubahan). Memang benar syaikhul islam pernah
mengatakan bahwa"
فإن الناس لم يتنازعوا في أن عاقبة الظلم وخيمة، وعاقبة العدل كريمة، ولهذا يروى
"الله ينصر الدولة العادلة وإن كانت كافرة، ولا ينصر الدولة الظالمة وإن كانت مؤمنة"
"Manusia tidak berselisih bahwa balasan dari
perbuatan zalim adalah kebinasaan sementara balasan dari sikap adil adalah
kemuliaan. Oleh karena itu diriwayatkan bahwa "Allah akan menolong negara
yang adil sekalipun kafir, dan akan membinasakan Negara yang zalim sekalipun
beriman"
Akan tetapi perlu diketahui bahwa perkataan
syaikhul islam tidak bisa difahami sepotong-sepotong. Perkataan beliau harus
difahami secara utuh, hal ini telah kami jelaskan pada tulisan kami sebelumnya
yang membahas tentang hal-hal yang harus diperhatikan pembaca sebelum membaca
karya syaikhul islam Ibnu Taimiyah.
Bila kita membaca pernyataan beliau secara utuh
di dalam risalah Al Hisbah, sama sekali tidak ada indikasi bahwa Syaikhul Islam
merestui kepemimpinan orang kafir meskipun dia adil. Karena hal ini merupakan
masaalah fundamental yang sudah difahami secara dharuroh dalam islam, dimana
agama kita dengan tegas menolak kepemimpinan orang kafir terhadap orang islam.
Dan Syaikhul Islam merupakan ulama yang dikenal tegas dan terdepan dalam
masaalah ini.
Pernyataan beliau didalam risalah Al Hisbah
adalah penjelasan tentang pentingnya keadilan dan bahayanya kedzaliman terhadap
eksistensi sebuah bangsa. Karena dalam urusan dunia Allah tidak pilih kasih.
Dia memberi rahmat kepada seluruh makhluk, baik kepada orang mukmin ataupun
orang kafir bila ia telah melakukan ikhtiar. Akan tetapi orang mukmin akan
mendapakan balasan kebaikannya di dunia dan di akhirat, sementara orang kafir
hanya akan mendapatkan balasan kebaikannya di dunia saja. Jadi pertolongan
Allah kepada orang-orang kafir semata-mata nikmat dunia yang disegerakan kepada
mereka, tanpa menyisahkan nikmat tersebut untuk kehidupan akhirat mereka.
Hal ini semakna dengan sabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam,
إن الله لا يظلم مؤمنا حسنة، يعطى بها في الدنيا، ويجزى بها في الآخرة، وأما الكافر فيطعم بحسنات ما عمل بها لله في الدنيا، حتى إذا أفضى إلى الآخرة لم تكن له حسنة يجزى بها. رواه مسلم
“Sesungguhnya
Allah tidak akan menzhalimi seorang mukmin yang berbuat baik. Di dunia dia akan
mendapatkan balasan dan di akhirat ia akan mendapatkan pahala. Sementara itu,
orang kafir (yang berbuat baik) akan diberi kebaikan oleh Allah di dunia,
sementara di akhirat ia tidak akan mendapatkan pahala”. (HR. Muslim)
Jadi tidak ada yang salah dari pernyataan Ibnu
Taimiyah. Tafsirannya saja yang keliru, karena berangkat dari redaksi yang
sudah mengalami perubahan.
Dalam sebuah atsar disebutkan:
قَالَ الْمُسْتَوْرِدُ الْقُرَشِيُّ عِنْدَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُتَقُومُ السَّاعَةُ وَالرُّومُ أَكْثَرُ النَّاسِ فَقَالَ لَهُ عَمْرٌو أَبْصِرْ مَا تَقُولُ قَالَ أَقُولُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ إِنَّ فِيهِمْ لَخِصَالًا أَرْبَعًا إِنَّهُمْ لَأَحْلَمُ النَّاسِ عِنْدَ فِتْنَةٍ وَأَسْرَعُهُمْ إِفَاقَةً بَعْدَ مُصِيبَةٍ وَأَوْشَكُهُمْ كَرَّةً بَعْدَ فَرَّةٍ وَخَيْرُهُمْ لِمِسْكِينٍ وَيَتِيمٍ وَضَعِيفٍ وَخَامِسَةٌ حَسَنَةٌ جَمِيلَةٌ وَأَمْنَعُهُمْ مِنْ ظُلْمِ الْمُلُوكِ
Ketika berada disisi Amru bin Ash Al Mustaurid Al
Qurasyi mengatakan "Aku pernah mendengar Rasulullsh shallallahu alaihi
wasallam bersabda: "Kiamat akan terjadi dan saat itu Romawi adalah manusia
yg paling banyak. Amru berkata: "Perhatikan ucapanmu". Ia berkata:
Aku mengatakan yg aku dengar dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Salam. Amru menimpali:
Bila kau katakan demikian, maka sungguh pada diri
mereka terdapat empat hal; mereka adalah orang-orang yg paling sabar saat
terjadi fitnah, paling cepat bangkit saat terjadi musibah, paling cepat
menyerang setelah mundur, & yg terbaik dari mereka terhadap orang miskin,
anak yatim & orang lemah. Yang kelima adalah mereka sangat menawan &
cantik serta paling tahan terhadap kelaliman para raja. [HR. Muslim: 5158].
Pernyataan Amru bin Ash diatas seolah
menyimpulkan bahwa keempat hal itulah yang menjadi sebab jumlah bangsa Romawi
bertambah banyak, dan sebaliknya apabila dalam sebuah masyarakat kedzaliman
merajalela, amanah diberikan pada orang yang bukan ahlinya, hak-hak tidak
ditunaikan, kehormatan dilanggar dan nampak kesenjangan sosial, maka hal
tersebut merupakan awal dari kekalahan dan kehancuran. Ini merupakan sesuatu
yang ma'ruf dalam ilmu sosial kemasyarakatan, sehingga dalam muqaddimahnya Ibnu
Khaldum merasa perlu mengkhususkan satu bab yang mengulas permasaalahan
ini.
Kesimpulannya, Apabila bangsa kafir mampu menata
sistem kenegaraan dengan baik, maka Allah akan memperbaiki kondisi mereka
sebagai balasan atas kebaikan mereka di dunia.
Ini dari satu sisi, disisi yang lain ada hal yang
tidak boleh kita lupa, terkadang Allah menolong ummat yang kafir dalam
mengalahkan orang-orang beriman sebagai hukuman atas mereka. Sebagaimana dalam
firman Allah berikut ini:
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الأمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِين
Artinya: "Dan Sesungguhnya Allah telah
memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya
sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai
perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. di
antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang
menghendaki akhirat. kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji
kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema'afkan kamu. dan Allah mempunyai karunia
(yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman".
Catatan:
1. Syaikhul islam seolah mengisyaratkan bahwa
kebinasaan merupakan akhir dari sebuah kedzaliman, itulah sunnatullah yang
berlaku. Keadilan dan kedzoliman pasti akan berbalas, walau untuk waktu yang lama.
Dan ini berlaku di negara yang tidak megenal tuhan sekalipun. Karena Allah
tidak akan menzhalimi siapapun diantara makhluk-Nya. Maha besar Allah dengan
segala Keadilan-Nya.
2. Sebuah negara hanya akan meraih kejayaannya
bila pemimpinnya adil, dan keadilan yang hakiki hanya bisa diwujudkan bila
syariat Allah tegak sebagai dustur dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
3. Tidak ada keadilan hakiki diluar Islam. Islam
tidak pernah merasa aman selama dipimpin orang kafir. Sebaliknya islam selalu
memberi rasa aman pada semua orang bila berkuasa. sejarah telah membuktikan
itu.
Ataukah sejarah harus berulang untuk membuktikan semua itu.?
Semoga Allah menjaga bumi pertiwi dari berbagai makar jahat.
Wallahu a'lam
Antara Jeddah dan Madinah
22 Muharram 1436 H
ACT El Gharantaly