Ini Penjelasan Said Aqil Siradj Soal Jenggot Kurangi Kecerdasan
Setelah pernyataan kontroversialnya bahwa jenggot mengurangi kecerdasan ditanggapi berbagai pihak, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj muncul kembali melalui saluran youtube mengklarifikasi pernyatannya tersebut.
Dalam tayangan berjudul ‘Penjelasan KH.Said Aqil Siradj Tentang Jenggot yang dipelintir Netisen’, Said memulai penjelasannya dengan memaparkan kedudukan jenggot dalam ajaran Islam. Menurut dia, memelihara jenggot termasuk salah satu sunnah Rasulullah SAW.
Konsekuensinya, kata dia, orang berjenggot harus benar berusaha mengikuti perilaku dan akhlak Rasulullah SAW. Sebab, lanjutnya, misi Rasulullah yang paling substansial adalah membangun akhlak dari sekedar membangun aksesoris fisik seperti berjenggot panjang.
“Berjenggot panjang, tapi akhlaknya jauh dari akhlak Islam, jauh dari akhlak mulia, dan jauh dari akhlaknya rasulullah SAW,” katanya dalam tayangan berdurasi 3:14 menit itu.
Said Aqil membenarkan bahwa orang yang berjenggot kecerdasannya akan berkurang. Karena, syaraf yang digunakan mendukung otak untuk membuat orang itu menjadi cerdas, ketarik habis oleh jenggot panjang. Namun meski demikian, menurut Said, orang yang jenggotnya panjang kercerdasannya akan turun ke hati.
“Meski orang jenggot panjang kurang cerdas, akan lari ke hati, artinya orang berjenggot panjang adalah simbol orang yang sudah arif, hatinya sudah bersih, yang sudah tidak lagi mencintai harta, mencintai dunia, kedudukan, dan jabatan. Orang yang beramal ikhlas lillahi taala,” ungkapnya.
Oleh karena itu, sambung Said, apabila melihat beberapa ulama-ulama sufi dan para wali. Maka, akan didapati mereka semua berjenggot. Artinya, kecerdasannya sudah pindah ke hati. Dia pun, mempersilahkan bagi kaum Muslimin yang ingin memelihara jenggot asal bisa mengikuti akhlak para ulama.
“Orang yang berjenggot seharusnya mengikuti beliau-beliau itu. Jenggot panjang silahkan, asal hatinya mulia, tidak ada rasa takabur, mencintai dunia, mencintai harta, kedudukan dan jabatan. Karena jenggot adalah simbol kearifan hatinya, kebersihan jiwanya,” beber Said.
Bagi yang belum mampu ke maqom tersebut, menurut Said, seyogyanya tidak perlu menghiasi penampilannya dengan jenggot panjang dan bergamis. Karena, kata Said, hal itu malah akan membuat orang itu sombong, merasa paling Islam, paling mengikuti sunnah Rosul. Padahal, hati dan akhlaknya jauh dari akhlakul karimah Rasulullah Saw.
“Silahkan berjenggot, tapi hatinya harus bersih, hatinya harus arif, hatinya harus mulia dengan akhlakul karimah seperti para auliya, para ulama,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, dalam sebuah rekaman audio di Youtube, Said Aqil menyebut jenggot mengurangi kecerdasan seseorang. Selain itu, Said Aqil juga menyebut orang yang berjenggot adalah orang yang goblok. Kemudian, semakin bertambah sesuai panjang jenggotnya.
“Tapi, kalau berjenggot emosinya saja yang meledak-ledak, geger otaknya. Karena syaraf untuk mensupport otak supaya cerdas, ketarik oleh jenggot itu. Semakin panjang, semakin goblok!” pungkas Said Aqil.
Pernyataan Said tersebut, sempat mendapat tanggapan keras dari Majelis Syariah Jamaah Anshar Syariah, Ustadz Abdur Rohim Baasyir. Pria yang akrab disapa Ustadz Iim itu menilai pernyataan Said sebagai bentuk memperolok-olok syariat.
“Saya melihat apa yang diucapkan Said Aqil itu bentuk Istihza,” katanya kepada Kiblat.net, Ahad (13/9) di Jakarta.
Menurut dia, Istihza merupakan mempersenda guraukan bagian dari apa yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
“Allah SWT mencela perbuatan orang seperti itu. Bahkan, Allah menegaskan pelakunya langsung dikafirkan” ungkap Ustad Iim.
One response to “Ini Penjelasan Said Aqil Siradj Soal Jenggot Kurangi Kecerdasan”
upik says:
16 September 2015 at 4:41 pm
Ber arti said agil sangat TIDAK arif, hatinya KOTOR, SANGAT cinta harta dan dunia, BERBURU dengan segala cara untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan. dan ber amal TIDAK ikhlas lillahi taala, Karena tidak berjenggot
17 September 2015
NUGarisLurus.Com - Cara klarifikasi dari ketua umum PBNU Said Agil Siraj yang bersikukuh berpendapat jenggot mengurangi kecerdasan padahal sudah mengakui itu sunnah nabi mendapat tanggapan dari aktivis NU KH. Muhammad Hasan Abdul Muiz.
Kiai Muhammad Hasan juga mengaku mendapat pengakuan dari ahli medis syaraf bahwa klaim syaraf otak yang tertarik jenggot bisa mengurangi kecerdasan tidak bisa dibenarkan dan tidak punya dasar secara medis. Berikut ini tanggapan beliau yang didapatkan oleh redaksi.
Prof. DR. KH. SAID AQIL SIRADJ, MA DAN JENGGOT
Beberapa hari yang lalu, di media sosial ramai memperbincangkan ceramah ketua umum tanfidziyah NU, KH. Said Aqil Siraj yang membahas masalah jenggot. Dalam ceramahnya, beliau “mengolok-olok” orang yang berjenggot. “Yang lebih penting lagi, yang paling serius lagi, orang yang BERJENGGOT itu mengurangi kecerdasan. Jadi, syaraf yang untuk mendukung kecerdasan otak ketarik untuk memanjangkan jenggot. Coba lihat, Gus Dur tidak berjenggot, Nurkholis Majid tidak berjenggot, Pak Quraisy Syihab tidak berjenggot. Yang cerdas-cerdas gak ada yang berjenggot. Tapi kalau yang berjenggot emosinya meledak-ledak. Jejjer otaknya. Karena, syaraf yang mensupport otak supaya cerdas ketarik oleh jenggotnya. Semakin panjang semakin goblok.” Begitu ceramah yang beliau sampaikan. Dan yang saya tulis di sini adalah translate langsung dari ceramah beliau. Tidak ada yang ditambah-tambahi ataupun dikurangi.
Ceramah ini beliau sampaikan dengan penyampaian yang sifatnya guyonan. Tapi, begitupun karena masalah jenggot adalah sebuah persoalan yang menyangkut sunnah Nabi, maka tentunya meskipun disampaikan dengan penyampaian yang sifatnya guyonan, ceramah beliau ini menimbulkan pro-kontra. Bahkan tidak jarang, seperti yang saya amati di medsos, ada yang menyatakan bahwa Said Aqil memerangi sunnah Nabi.
Ditambah lagi, Said Aqil memang termasuk seorang sosok yang kontroversial di kalangan NU. Dimulai dari pernyataannya sewaktu menceritakan Sayyidina Utsman “didemo” oleh kelompok-kelompok yang kontra beliau, bahwa -kata Said Aqil- Sayyidina Utsman waktu itu sudah pikun, juga “kedekatan” Said Aqil dengan Syiah, pernyataannya yang menyatakan bahwa yang tidak merayakan perayaan Asyura adalah orang tidak mengerti, ditambah lagi yang teranyar “orang yang berjenggot mengurangi kecerdasan”, dan masih banyak pernyataan nyentrik beliau lainnya. Yang kesemuanya itu menjadikan beliau masuk dalam deretan sosok yang kontroversial.
Sebelumnya, saya menyangka bahwa yang Said Aqil maksud Said Aqil “berjenggot mengurangi kecerdasan”, adalah yang terlalu panjang. Karena memang ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa jenggot yang terlalu panjang mengurangi kecerdasan. Sebagaimana hal itu sudah dinukil oleh pendukung-pendukung Said Aqil di media-media sosial. Persepsi saya seperti itu awalnya. Meskipun dalam ceramahnya Said Aqil jelas menyatakan “orang yang berjenggot”, dan bukan yang terlalu panjang jenggotnya, tetapi sekali lagi awalnya husnuddzan saya menyatakan bahwa yang dimaksud Said Aqil itu adalah yang terlalu panjang.
Terlepas dari benar tidaknya pendapat ulama yang menyatakan bahwa jenggot yang terlalu panjang akan mengurangi kecerdasan, karena siapapun, bahkan Ibnul Jauzi sendiripun (yang mana beIiau termasuk ulama yang berpendapat demikian), saya yakin haqqul yakin akan mengakui bahwa pendapat seperti itu murni ijtihad pribadi. Kemarin (Rabu 16 September) kebetulan saya bincang-bincang dengan salah satu dokter ahli syaraf, di Bondowoso. Saya tanya, “apakah benar jenggot itu bisa menarik syaraf yang mensuplai kecerdasan sehingga orang berjenggot atau yang terlalu panjang jenggotnya cederung bodoh?” Ketika saya bertanya demikian, si dokter langsung tertawa. Menunjukkan bahwa pendapat seperti itu secara medis sangat tidak berdasar.
Sekali lagi, terlepas dari benar tidaknya pendapat seperti itu, ada persoalan yang lebih urgen lagi menyangkut konten ceramah tersebut dan menyangkut sosok beliau KH. Said Aqil Siradj.
Pertama, menyangkut konten ceramah beliau. Sebenarnya, semenjak video ceramah tersebut marak diunggah di medsos, saya sudah menunggu klarfikasi dari beliau. Karena menurut saya, jika Said Aqil jentelmen mengklarifikasi bahwa yang beliau maksud dalam ceramah itu adalah yang terlalu panjang jenggotnya. Adapun pemilihan kalimat yang beliau sampaikan dalam ceramah tersebut adalah “sabqul kalam”, saya kira dengan begitu saja pasti masalahnya sudah clear.
Dan benar dugaan saya, Said Aqil akhirnya mengkalrifikasi. Berikut translate klarifikasi beliau,
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh…
Memilihara jenggot adalah termasuk salah satu sunnah Rasullah SAW. Konsekuensinya orang yang memanjangkan jenggot harus mengikuti perilaku dan akhlak Rasulullah. Karena misi yang paling subtansi dari Rasulullah adalah membangun akhlakul karimah, bukan sekedar aksesoris yang menghiasi dirinya, tapi akhlaknya jauh dari perilaku akhlak mulia dan akhlak Rasullah.
Masalah jenggot, menurut saya, orang yang memiliki jenggot itu mengurangi kecerdasanya. Karena syaraf yang sebenarnya mendukung untuk kecerdasan otak sehingga menjadi cerdas, (karena tumbuh jenggot) akan tertarik sampai habis. Sehingga jenggotnya menjadi panjang.
Nah, orang yang berjenggot panjang, walaupun kecerdasannya berkurang, dia akan turun ke hati. Artinya orang yang berjenggot panjang adalah simbol dari orang yang hatinya sudah arif, hatinya bersih, tidak lagi mencintai harta, mencintai dunia, apalagi jabatan. Kemudian menjadi orang yang ikhlas lillahita’ala.
Oleh karena itu, apabila kita melihat ulama-ulama sufi atau para wali, itu semuanya berjenggot. Artinya kecerdasannya sudah pindah dari otak menuju hati. Orang yang berjenggot seharusnya mengikuti beliau-beliau ini. Perpanjang jenggot itu silahkan, tapi hatinya harus mulia. Tidak ada rasa takabur, tidak ada hubbu al dunya (mencintai dunia), cinta kedudukan maupun jabatan. Karena jenggot menunjukan simbol kebersihan hatinya dan simbol karifan jiwanya.
Bagi yang belum mencapai maqom tersebut, menurut saya, seyogyanya tidak memenghiasi dirinya penampilan jenggot panjang, bergamis, dan malah menjadikannya sombong akhirnya dengan penampinnya tersebut. Dia merasa paling benar, paling mengikuti sunnah rasul. Silahkan berjenggot panjang, tapi hatinya harus mulia, harus bersih dengan berakhlakul karimah”.
Namun klarifikasi ini -menurut saya- masih belum mengclearkan masalah. Justru, klarifikasi ini menjerumuskan Said Aqil sendiri ke dalam beberapa kerancuan. Perhatikan di alinea pertama dari klarifikasi ini, beliau sudah mengakui bahwa berjenggot itu sunnah Rasul. Tetapi lagi-lagi beliau kembali “membuat kekeliruan”, yaitu di alinea kedua di mana beliau menyatakan, “Masalah jenggot, menurut saya, orang yang memiliki jenggot itu mengurangi kecerdasanya”. Sudah bilang berjeenggot adalah sunnah Nabi kok masih tetap ngotot menyatakan ORANG YANG MEMILIKI JENGGOT (saya tulis dengan huruf besar karena ini titik poin yang menjadikan pernyataan beliau kontroversi) mengurangi kecerdasan?! Mana mungkin sunnah Nabi justru membawa kepada kebodohan?!
Saya kira Said Aqil sendiri -sebagai ulama yang sering kali membawa-bawa Ilmu Mantiq dalam ceramah-ceramahnya- jika beliau merenungi kembali dengan seksama klarifikasi itu niscaya beliau akan memahami kerancuan yang saya maksud tadi.
Menurut saya, untuk mengclearkan pernyataannya, sebenarnya beliau cukup menyatakan bahwa ceramahnya itu dimaksudkan untuk jenggot yang terlalu panjang. Dan bukan hanya sekedar jenggot. Toh beliau dulu juga berjenggot (sebagaimana foto beliau yang kemudian banyak diaploud oleh yang kontra beliau). Adapun kalau kalimat yang beliau pakai dalam ceramahnya itu meng-universalkan semua jenggot, baik yang biasa ataupun yang terlalu panjang, maka saya kira beliau cukup dengan menyatakan bahwa itu “sabqul kalam”. Dan masalahpun akan clear.
Tampaknya dalam masalah ini memang membutuhkan “kejantanan” Said Aqil dalam mengklarifikasi. Karena perlu diingat lagi bahwa dalam pidatonya, beliau dengan terang dan lantang menyatakan, “Tetapi kalau yang BERJENGGOT (ingat sekalilagi beliau memakai kalimat! ‘BERJENGGOT’ bukan ‘YANG TERLALU PANJANG JENGGOTNYA’) emosinya meledak-ledak. Jejjer otaknya. Karena, syaraf yang mensupport otak supaya cerdas ketarik oleh jenggotnya. Semakin panjang semakin goblok.”
Itu berkaitan dengan ceramah beliau. Selanjutnya mengenai sosok beliau. Menurut hemat saya warga NU dari Bondowoso ini, seandainya beliau sang ketua umum ini menjauh dari hal-hal yang kontroversi, misalnya kedekatannya dengan Syiah, pernyataannya yang menyatakan bahwa yang tidak merayakan Asyura adalah orang yang tidak mengerti, dan pernyataan kontroversi yang lain; juga seandainya beliau lebih hati-hati lagi dalam pemilihan kalimat dalam ceramah-ceramahnya, niscaya yang kontra beliau akan berbalik menjadi bangga. Karena, menurut saya saat ini beliau adalah termasuk tokoh NU yang patut dibanggakan. Kemampuan bahasa arab dan kitab kuningnya yang “seperti air mengalir” itu (banyak orang yang lancar Bahasa Arab, tetapi kemampuan kitab kuningnya kurang), juga beliau sebagai toko di NU yang wawasan keislamannya, terutama tentang tarikhul firaq dan kecemerlangan ilmu kalamnya sudah tidak diragukan lagi, inilah yang menyebabkan beliau patut dibanggakan.
Saya teringat kepada sebuah hadits, pada suatu ketika Nabi duduk berduaan bersama salah satu istri beliau. Kemudian di kejauhan sana ada salah seorang sahabat melintas. Nabi memanggil sahabat tersebut, seraya Nabi bersabda, “ini istriku”. Saya masih ingat kata guru saya, Abuya as Sayyid Ahmad al Maliki, kata beliau, dari hadits ini dapat kita petik sebuah hikmah, bahwa seyogyanya kita tidak melakukan hal-hal yang menjadikan kontroversi di kalangan masyarakat. Sebagaimana Nabi tidak mau membuka peluang kontroversi di hati sahabat yang melihat beliau berduaan dengan seorang wanita dari kejauhan, dengan memanggil sahabat tersebut supaya sahabat itu betul-betul yakin bahwa yang berduaan dengan Nabi itu adalah mahrom Nabi. Meskipun -hasya wa kalla- para sahabat akan berprasangka buruk kepada Nabi. Tetapi sekalilagi, Nabi melakukan seperti itu untuk mentauldankan kepada kita umatnya supaya tidak dekat-dekat dengan sesuatu yang rentan menimbulkan kontroversi. Terlebih lagi bagi umat Muhammad yang kebetulan diberi amanah sebuah kepemimpinan.
Terakhir, barangkali tulisan ini juga sampai kepada beliau sang ketua, KH. Said Aqil Siraj, maka salam ta’dzim dan ukhuwah dari saya untuk beliau. Mudah-mudahan Allah selalu memberikan ma’unah dan ‘inayah kepada beliau untuk melaksanakan tugas yang sudah diamanahkan. Menuju cita-cita yang diinginkan oleh hadratus syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Salam dakwah dan ukhuwah.
Bondowoso, 3 Dzil Hijjah 1436.
Muhammad Hasan Abdul Muiz
(Alumni Masyru’ as Sayyid Ahmad bin Muhammad al Maliki)
Klarifikasi
Resmi SAID AQIL SIRADJ Tentang JENGGOT MENGURANGI KERCEDASAN Makin Panjang
Makin Goblok
ALL COMMENTS
memelihara jenggot adalah sunnah, konsekuensinya org berjenggot harus mengikuti akhlaq rasul...
yang tepat, semua muslim harus mengikuti akhlaq rasul pak kyai ?
nanti bisa di balik lho.
berarti yang tidak berjenggot tidak harus berusaha mengikuti akhlaq rasul kah ?
peram puan 1 hari yang lalu (diedit)
said aqil aqil anda bilang memelihara jenggot adalah sunnah, konsekuensinya org berjenggot harus mengikuti akhlaq rasul...
berarti ente gak mengamalkan sunnah dong..!! itu artinya kecerdasan anda kurang..!! dan artinya anda mengakui orang yang anda sindir itu lebih cerdas dari anda. simple kan? jenggot kamu hina padahal itu sunnah rasul. astagfirullah.... dan anda bilang orang berjenggot tidak mengikuti hawa nafsu padahal ente yang gila jabatan. ente ini merusak nama NU ..tolong hargai hadratussyceh...hasyim asyari.
Riyo Widianto 1 hari yang lalu
sombong sekali...sama sekali tidak ada pernyataan maaf...ckckckckck
LIES MEDIA 21 jam yang lalu
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 64
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (64)
(Merasa takut) merasa khawatir (orang-orang munafik itu akan diturunkan terhadap mereka) yaitu kaum Mukminin (suatu surah yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka) yakni tentang kemunafikan mereka, tetapi sekalipun demikian mereka masih tetap memperolok-olokkannya (Katakanlah, "Teruskanlah ejekan-ejekan kalian.") perintah yang mengandung makna ancaman (Sesungguhnya Allah akan menyatakan) akan menampakkan (apa yang kalian takuti) yaitu kemunafikan kalian akan ditampakkan.
65. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: `Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja`. Katakanlah: `Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?`(QS. 9:65)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 65
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65)
Ayat ini menggambarkan kepada Nabi Muhammad tentang tingkah laku orang-orang munafik itu yaitu manakala Nabi Muhammad saw. bertanya kepada mereka tentang ucapan-ucapan mereka yang berupa tuduhan yang sengaja dilontarkan kepada Muhammad saw. yang mengatakan seolah-olah Nabi itu mencari pengaruh, kekuasaan dan kekayaan, niscaya mereka akan menjawab bahwa mereka mengucapkan kata-kata demikian itu sekadar iseng (omong-omong kosong dan bersenda-gurau) tidak dengan sungguh-sungguh dan mereka mengira bahwa Nabi Muhammad saw. dapat memaafkan dan menerima dalih yang mereka kemukakan. Tetapi Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. supaya mengatakan kepada kaum munafik bahwa tidaklah patut dengan cara-cara sinis mereka mengejek Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya. Perbuatan demikian itu melampaui batas dan tidak ada yang melakukannya kecuali orang-orang yang ingkar kepada Allah.
Turunnya ayat ini erat hubungannya dengan peperangan Tabuk sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Munzir dari Qatadah, ketika Rasulullah saw. pada peperangan Tabuk melihat segolongan manusia di hadapannya mengatakan: "Apakah laki-laki ini (Muhammad) mengharapkan akan memperoleh istana dan benteng di negeri Syam, tidak mungkin, tidak mungkin." Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya apa yang dibicarakan oleh segolongan manusia tersebut, maka Muhammad saw. berkata: "Kamu telah berkata begini begitu." Mereka menjawab: "Hai Nabi Allah, kami hanya bersenda gurau dan main-main." Maka turunlah ayat ini.
66. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.(QS. 9:66)
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah At Taubah 66
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
Pada Ayat ini Allah menerangkan bahwa tak ada gunanya mereka meminta maaf dengan mengemukakan dalih seperti tersebut pada ayat 65 karena sesungguhnya orang-orang munafik itu telah kembali menjadi kafir sesudah beriman, mereka mengejek Nabi dan memandang rendah kepada beliau. Sikap demikian itu terhadap Rasul menunjukkan kekosongan jiwa mereka dari keimanan. Mereka telah melakukan dosa yang sangat besar karena dengan sengaja menghina Nabi dan mengingkari Allah. Jika sekiranya segolongan orang-orang munafik benar-benar melakukan tobat atas dorongan iman yang sesungguhnya, seperti seseorang yang bernama Mikhasy bin Humair, tentulah Allah menerima tobatnya dan Allah tetap mengazab orang-orang munafik yang masih terus-menerus bergelimang dalam dosa kemunafikan.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah At Taubah 66
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
(Tidak usah kalian meminta maaf) akan hal tersebut (karena kalian kafir sesudah beriman) artinya kekafiran kalian ini tampak sesudah kalian menampakkan keimanan. (Jika Kami memaafkan) bila dibaca memakai ya berarti menjadi mabni maf'ul sehingga bacaannya menjadi ya'fa. Jika dibaca memakai huruf nun, berarti mabni fa'il, dan bacaannya seperti yang tertera pada ayat (segolongan daripada kalian) lantaran keikhlasan dan tobatnya, seperti apa yang dilakukan oleh Jahsy bin Humair (niscaya Kami akan mengazab) dapat dibaca tu`adzdzib dan dapat pula dibaca nu`adzdzib (golongan yang lain disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa) yakni, karena mereka selalu menetapi kemunafikannya dan selalu melancarkan ejekan-ejekan.
Kritik KH. Muhammad Hasan Terhadap Cara Klarifikasi Seorang Said Agil
17 September 2015
NUGarisLurus.Com - Cara klarifikasi dari ketua umum PBNU Said Agil Siraj yang bersikukuh berpendapat jenggot mengurangi kecerdasan padahal sudah mengakui itu sunnah nabi mendapat tanggapan dari aktivis NU KH. Muhammad Hasan Abdul Muiz.
Kiai Muhammad Hasan juga mengaku mendapat pengakuan dari ahli medis syaraf bahwa klaim syaraf otak yang tertarik jenggot bisa mengurangi kecerdasan tidak bisa dibenarkan dan tidak punya dasar secara medis. Berikut ini tanggapan beliau yang didapatkan oleh redaksi.
Prof. DR. KH. SAID AQIL SIRADJ, MA DAN JENGGOT
Beberapa hari yang lalu, di media sosial ramai memperbincangkan ceramah ketua umum tanfidziyah NU, KH. Said Aqil Siraj yang membahas masalah jenggot. Dalam ceramahnya, beliau “mengolok-olok” orang yang berjenggot. “Yang lebih penting lagi, yang paling serius lagi, orang yang BERJENGGOT itu mengurangi kecerdasan. Jadi, syaraf yang untuk mendukung kecerdasan otak ketarik untuk memanjangkan jenggot. Coba lihat, Gus Dur tidak berjenggot, Nurkholis Majid tidak berjenggot, Pak Quraisy Syihab tidak berjenggot. Yang cerdas-cerdas gak ada yang berjenggot. Tapi kalau yang berjenggot emosinya meledak-ledak. Jejjer otaknya. Karena, syaraf yang mensupport otak supaya cerdas ketarik oleh jenggotnya. Semakin panjang semakin goblok.” Begitu ceramah yang beliau sampaikan. Dan yang saya tulis di sini adalah translate langsung dari ceramah beliau. Tidak ada yang ditambah-tambahi ataupun dikurangi.
Ceramah ini beliau sampaikan dengan penyampaian yang sifatnya guyonan. Tapi, begitupun karena masalah jenggot adalah sebuah persoalan yang menyangkut sunnah Nabi, maka tentunya meskipun disampaikan dengan penyampaian yang sifatnya guyonan, ceramah beliau ini menimbulkan pro-kontra. Bahkan tidak jarang, seperti yang saya amati di medsos, ada yang menyatakan bahwa Said Aqil memerangi sunnah Nabi.
Ditambah lagi, Said Aqil memang termasuk seorang sosok yang kontroversial di kalangan NU. Dimulai dari pernyataannya sewaktu menceritakan Sayyidina Utsman “didemo” oleh kelompok-kelompok yang kontra beliau, bahwa -kata Said Aqil- Sayyidina Utsman waktu itu sudah pikun, juga “kedekatan” Said Aqil dengan Syiah, pernyataannya yang menyatakan bahwa yang tidak merayakan perayaan Asyura adalah orang tidak mengerti, ditambah lagi yang teranyar “orang yang berjenggot mengurangi kecerdasan”, dan masih banyak pernyataan nyentrik beliau lainnya. Yang kesemuanya itu menjadikan beliau masuk dalam deretan sosok yang kontroversial.
Sebelumnya, saya menyangka bahwa yang Said Aqil maksud Said Aqil “berjenggot mengurangi kecerdasan”, adalah yang terlalu panjang. Karena memang ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa jenggot yang terlalu panjang mengurangi kecerdasan. Sebagaimana hal itu sudah dinukil oleh pendukung-pendukung Said Aqil di media-media sosial. Persepsi saya seperti itu awalnya. Meskipun dalam ceramahnya Said Aqil jelas menyatakan “orang yang berjenggot”, dan bukan yang terlalu panjang jenggotnya, tetapi sekali lagi awalnya husnuddzan saya menyatakan bahwa yang dimaksud Said Aqil itu adalah yang terlalu panjang.
Terlepas dari benar tidaknya pendapat ulama yang menyatakan bahwa jenggot yang terlalu panjang akan mengurangi kecerdasan, karena siapapun, bahkan Ibnul Jauzi sendiripun (yang mana beIiau termasuk ulama yang berpendapat demikian), saya yakin haqqul yakin akan mengakui bahwa pendapat seperti itu murni ijtihad pribadi. Kemarin (Rabu 16 September) kebetulan saya bincang-bincang dengan salah satu dokter ahli syaraf, di Bondowoso. Saya tanya, “apakah benar jenggot itu bisa menarik syaraf yang mensuplai kecerdasan sehingga orang berjenggot atau yang terlalu panjang jenggotnya cederung bodoh?” Ketika saya bertanya demikian, si dokter langsung tertawa. Menunjukkan bahwa pendapat seperti itu secara medis sangat tidak berdasar.
Sekali lagi, terlepas dari benar tidaknya pendapat seperti itu, ada persoalan yang lebih urgen lagi menyangkut konten ceramah tersebut dan menyangkut sosok beliau KH. Said Aqil Siradj.
Pertama, menyangkut konten ceramah beliau. Sebenarnya, semenjak video ceramah tersebut marak diunggah di medsos, saya sudah menunggu klarfikasi dari beliau. Karena menurut saya, jika Said Aqil jentelmen mengklarifikasi bahwa yang beliau maksud dalam ceramah itu adalah yang terlalu panjang jenggotnya. Adapun pemilihan kalimat yang beliau sampaikan dalam ceramah tersebut adalah “sabqul kalam”, saya kira dengan begitu saja pasti masalahnya sudah clear.
Dan benar dugaan saya, Said Aqil akhirnya mengkalrifikasi. Berikut translate klarifikasi beliau,
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh…
Memilihara jenggot adalah termasuk salah satu sunnah Rasullah SAW. Konsekuensinya orang yang memanjangkan jenggot harus mengikuti perilaku dan akhlak Rasulullah. Karena misi yang paling subtansi dari Rasulullah adalah membangun akhlakul karimah, bukan sekedar aksesoris yang menghiasi dirinya, tapi akhlaknya jauh dari perilaku akhlak mulia dan akhlak Rasullah.
Masalah jenggot, menurut saya, orang yang memiliki jenggot itu mengurangi kecerdasanya. Karena syaraf yang sebenarnya mendukung untuk kecerdasan otak sehingga menjadi cerdas, (karena tumbuh jenggot) akan tertarik sampai habis. Sehingga jenggotnya menjadi panjang.
Nah, orang yang berjenggot panjang, walaupun kecerdasannya berkurang, dia akan turun ke hati. Artinya orang yang berjenggot panjang adalah simbol dari orang yang hatinya sudah arif, hatinya bersih, tidak lagi mencintai harta, mencintai dunia, apalagi jabatan. Kemudian menjadi orang yang ikhlas lillahita’ala.
Oleh karena itu, apabila kita melihat ulama-ulama sufi atau para wali, itu semuanya berjenggot. Artinya kecerdasannya sudah pindah dari otak menuju hati. Orang yang berjenggot seharusnya mengikuti beliau-beliau ini. Perpanjang jenggot itu silahkan, tapi hatinya harus mulia. Tidak ada rasa takabur, tidak ada hubbu al dunya (mencintai dunia), cinta kedudukan maupun jabatan. Karena jenggot menunjukan simbol kebersihan hatinya dan simbol karifan jiwanya.
Bagi yang belum mencapai maqom tersebut, menurut saya, seyogyanya tidak memenghiasi dirinya penampilan jenggot panjang, bergamis, dan malah menjadikannya sombong akhirnya dengan penampinnya tersebut. Dia merasa paling benar, paling mengikuti sunnah rasul. Silahkan berjenggot panjang, tapi hatinya harus mulia, harus bersih dengan berakhlakul karimah”.
Namun klarifikasi ini -menurut saya- masih belum mengclearkan masalah. Justru, klarifikasi ini menjerumuskan Said Aqil sendiri ke dalam beberapa kerancuan. Perhatikan di alinea pertama dari klarifikasi ini, beliau sudah mengakui bahwa berjenggot itu sunnah Rasul. Tetapi lagi-lagi beliau kembali “membuat kekeliruan”, yaitu di alinea kedua di mana beliau menyatakan, “Masalah jenggot, menurut saya, orang yang memiliki jenggot itu mengurangi kecerdasanya”. Sudah bilang berjeenggot adalah sunnah Nabi kok masih tetap ngotot menyatakan ORANG YANG MEMILIKI JENGGOT (saya tulis dengan huruf besar karena ini titik poin yang menjadikan pernyataan beliau kontroversi) mengurangi kecerdasan?! Mana mungkin sunnah Nabi justru membawa kepada kebodohan?!
Saya kira Said Aqil sendiri -sebagai ulama yang sering kali membawa-bawa Ilmu Mantiq dalam ceramah-ceramahnya- jika beliau merenungi kembali dengan seksama klarifikasi itu niscaya beliau akan memahami kerancuan yang saya maksud tadi.
Menurut saya, untuk mengclearkan pernyataannya, sebenarnya beliau cukup menyatakan bahwa ceramahnya itu dimaksudkan untuk jenggot yang terlalu panjang. Dan bukan hanya sekedar jenggot. Toh beliau dulu juga berjenggot (sebagaimana foto beliau yang kemudian banyak diaploud oleh yang kontra beliau). Adapun kalau kalimat yang beliau pakai dalam ceramahnya itu meng-universalkan semua jenggot, baik yang biasa ataupun yang terlalu panjang, maka saya kira beliau cukup dengan menyatakan bahwa itu “sabqul kalam”. Dan masalahpun akan clear.
Tampaknya dalam masalah ini memang membutuhkan “kejantanan” Said Aqil dalam mengklarifikasi. Karena perlu diingat lagi bahwa dalam pidatonya, beliau dengan terang dan lantang menyatakan, “Tetapi kalau yang BERJENGGOT (ingat sekalilagi beliau memakai kalimat! ‘BERJENGGOT’ bukan ‘YANG TERLALU PANJANG JENGGOTNYA’) emosinya meledak-ledak. Jejjer otaknya. Karena, syaraf yang mensupport otak supaya cerdas ketarik oleh jenggotnya. Semakin panjang semakin goblok.”
Itu berkaitan dengan ceramah beliau. Selanjutnya mengenai sosok beliau. Menurut hemat saya warga NU dari Bondowoso ini, seandainya beliau sang ketua umum ini menjauh dari hal-hal yang kontroversi, misalnya kedekatannya dengan Syiah, pernyataannya yang menyatakan bahwa yang tidak merayakan Asyura adalah orang yang tidak mengerti, dan pernyataan kontroversi yang lain; juga seandainya beliau lebih hati-hati lagi dalam pemilihan kalimat dalam ceramah-ceramahnya, niscaya yang kontra beliau akan berbalik menjadi bangga. Karena, menurut saya saat ini beliau adalah termasuk tokoh NU yang patut dibanggakan. Kemampuan bahasa arab dan kitab kuningnya yang “seperti air mengalir” itu (banyak orang yang lancar Bahasa Arab, tetapi kemampuan kitab kuningnya kurang), juga beliau sebagai toko di NU yang wawasan keislamannya, terutama tentang tarikhul firaq dan kecemerlangan ilmu kalamnya sudah tidak diragukan lagi, inilah yang menyebabkan beliau patut dibanggakan.
Saya teringat kepada sebuah hadits, pada suatu ketika Nabi duduk berduaan bersama salah satu istri beliau. Kemudian di kejauhan sana ada salah seorang sahabat melintas. Nabi memanggil sahabat tersebut, seraya Nabi bersabda, “ini istriku”. Saya masih ingat kata guru saya, Abuya as Sayyid Ahmad al Maliki, kata beliau, dari hadits ini dapat kita petik sebuah hikmah, bahwa seyogyanya kita tidak melakukan hal-hal yang menjadikan kontroversi di kalangan masyarakat. Sebagaimana Nabi tidak mau membuka peluang kontroversi di hati sahabat yang melihat beliau berduaan dengan seorang wanita dari kejauhan, dengan memanggil sahabat tersebut supaya sahabat itu betul-betul yakin bahwa yang berduaan dengan Nabi itu adalah mahrom Nabi. Meskipun -hasya wa kalla- para sahabat akan berprasangka buruk kepada Nabi. Tetapi sekalilagi, Nabi melakukan seperti itu untuk mentauldankan kepada kita umatnya supaya tidak dekat-dekat dengan sesuatu yang rentan menimbulkan kontroversi. Terlebih lagi bagi umat Muhammad yang kebetulan diberi amanah sebuah kepemimpinan.
Terakhir, barangkali tulisan ini juga sampai kepada beliau sang ketua, KH. Said Aqil Siraj, maka salam ta’dzim dan ukhuwah dari saya untuk beliau. Mudah-mudahan Allah selalu memberikan ma’unah dan ‘inayah kepada beliau untuk melaksanakan tugas yang sudah diamanahkan. Menuju cita-cita yang diinginkan oleh hadratus syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Salam dakwah dan ukhuwah.
Bondowoso, 3 Dzil Hijjah 1436.
Muhammad Hasan Abdul Muiz
(Alumni Masyru’ as Sayyid Ahmad bin Muhammad al Maliki)
http://www.nugarislurus.com/2015/09/kritik-kh-muhammad-hasan-terhadap-cara-klarifikasi-seorang-said-agil.html#axzz3m0BfZiZt
Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Nganjuk, Jawa Timur, KH Ahmad Baghowi ikut mengomentari pernyataan Prof Dr KH Said Aqil Siraj yang menganggap orang berjenggot itu goblok.
”Sekarang ada orang yang merasa pandai (keminter) berani mengolok olok orang memelihara jenggot. Mungkin dia tidak pernah melihat foto Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau (Kiai Hasyim Asy’ari-red) memelihara jenggot,” kata Kiai Ahmad Baghowi dalam keterangan tertulisnya kepada BANGSAONLINE.com , Selasa (15/9/2015).
Seperti ramai diberitakan, dalam rekaman audio di Youtube, saat menjelaskan soal Islam Nusantara Said Aqil menyebut jenggot mengurangi kecerdasan seseorang. Said Aqil mengatakan orang yang berjenggot adalah orang yang goblok. Menurut dia, semakin jenggot itu panjang semakin goblok karena syaraf yang seharusnya menyuport otak ketarik ke bawah oleh jenggot.
Said Aqil menegaskan, orang-orang cerdas pasti tidak berjenggot. Ia mencontohkan Gus Dur, Quraish Shihab, dan Nurcholis Majid. “Tapi, kalau berjenggot emosinya saja yang meledak- ledak, geger otaknya. Karena syaraf untuk mensupport otak supaya cerdas, ketarik oleh jenggot itu. Semakin panjang, semakin goblok!,” kata Said Aqil yang disambut tawa hadirin yang mendengarkan ceramahnya.
Kiai Baghowi minta Said Aqil mengaji lagi. ”Suruh dia (Said Aqil) ngaji kitab Ihya Ulumuddin juz 1 halaman 1662, Riyadlusshalihin halaman 483 dan Ghayatu Talchish halaman 81, biar tak keminter (sok pintar-red),” katanya.
Kiai Baghowi juga menyinggung buku karangan Said Aqil Siraj berjudul Tasawuf sebagai Kritik Sosial, Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Buku itu diterbitkan SAS Foundation dan LTN PBNU.
Setelah membaca isi buku tersebut, Kiai Baghowi meragukan ke-NU-an Said Aqil.
”Isinya naudzubillah, isinya sudah menyimpang dari Nahdlatul Ulama. Mungkin orang itu (Said Aqil) bukan orang NU, walaupun menjadi (Ketua-red) PBNU,” tegas Kiai Baghowi dalam SMS- nya kepada BANGSAONLINE.com.
Bagaimana isi buku yang menggusarkan para kiai itu? Ikuti laporan penting dan menarik ini di koran HARIAN BANGSA edisi Jum’at 17 September 2015. (bersambung) [BangsaOnline/NUgl]
http://www.nugarislurus.com/2015/09/ini-pelurusan-rais-syuriah-pcnu-nganjuk-kh-ahmad-baghowi-terhadap-said-agil.html#axzz3m0BfZiZt
Ini Pelurusan Rais Syuriah PCNU Nganjuk KH. Ahmad Baghowi Terhadap Said Agil
Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Nganjuk, Jawa Timur, KH Ahmad Baghowi ikut mengomentari pernyataan Prof Dr KH Said Aqil Siraj yang menganggap orang berjenggot itu goblok.
”Sekarang ada orang yang merasa pandai (keminter) berani mengolok olok orang memelihara jenggot. Mungkin dia tidak pernah melihat foto Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Beliau (Kiai Hasyim Asy’ari-red) memelihara jenggot,” kata Kiai Ahmad Baghowi dalam keterangan tertulisnya kepada BANGSAONLINE.com , Selasa (15/9/2015).
Seperti ramai diberitakan, dalam rekaman audio di Youtube, saat menjelaskan soal Islam Nusantara Said Aqil menyebut jenggot mengurangi kecerdasan seseorang. Said Aqil mengatakan orang yang berjenggot adalah orang yang goblok. Menurut dia, semakin jenggot itu panjang semakin goblok karena syaraf yang seharusnya menyuport otak ketarik ke bawah oleh jenggot.
Said Aqil menegaskan, orang-orang cerdas pasti tidak berjenggot. Ia mencontohkan Gus Dur, Quraish Shihab, dan Nurcholis Majid. “Tapi, kalau berjenggot emosinya saja yang meledak- ledak, geger otaknya. Karena syaraf untuk mensupport otak supaya cerdas, ketarik oleh jenggot itu. Semakin panjang, semakin goblok!,” kata Said Aqil yang disambut tawa hadirin yang mendengarkan ceramahnya.
Kiai Baghowi minta Said Aqil mengaji lagi. ”Suruh dia (Said Aqil) ngaji kitab Ihya Ulumuddin juz 1 halaman 1662, Riyadlusshalihin halaman 483 dan Ghayatu Talchish halaman 81, biar tak keminter (sok pintar-red),” katanya.
Kiai Baghowi juga menyinggung buku karangan Said Aqil Siraj berjudul Tasawuf sebagai Kritik Sosial, Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Buku itu diterbitkan SAS Foundation dan LTN PBNU.
Setelah membaca isi buku tersebut, Kiai Baghowi meragukan ke-NU-an Said Aqil.
”Isinya naudzubillah, isinya sudah menyimpang dari Nahdlatul Ulama. Mungkin orang itu (Said Aqil) bukan orang NU, walaupun menjadi (Ketua-red) PBNU,” tegas Kiai Baghowi dalam SMS- nya kepada BANGSAONLINE.com.
Bagaimana isi buku yang menggusarkan para kiai itu? Ikuti laporan penting dan menarik ini di koran HARIAN BANGSA edisi Jum’at 17 September 2015. (bersambung) [BangsaOnline/NUgl]
http://www.nugarislurus.com/2015/09/ini-pelurusan-rais-syuriah-pcnu-nganjuk-kh-ahmad-baghowi-terhadap-said-agil.html#axzz3m0BfZiZt