Dulu "King Sulaiman" Turki, Kini
"King Salman" Saudi
Oleh Fairuz Ahmad
Penulis
'Hadiah Cinta Dari Istanbul'
Pada masa Daulah Turki
Utsmaniyah, King Sulaiman al-Qanuni (yang berkuasa dari tahun 1520 hingga 1566)
menghadapi dua pemberontakan Syiah:
(1) Pertama adalah
pengkhianat agama bernama Baba Dzun Nuun, seorang penganut agama Syi’ah
Rafidhah yang telah berhasil menghimpun para pemberontak sebanyak 3.000-4.000
orang. Beberapa kali gerakan mereka mampu mengalahkan pasukan Daulah
Utsmaniyah, namun akhirnya mereka bisa ditumpas. Baba pun akhirnya dibunuh dan
kepalanya dikirim ke Istanbul sebagaimana yang terjadi atas Jan Burdy
al-Ghazali.
(2) Kedua adalah gerakan
pembangkangan yang dilakukan oleh kaum pengkhianat agama pimpinan Qalandar
Jalaby, penganut Syi’ah Rafidhah. Ia memiliki pendukung sebanyak 30.000 orang.
Banyak ahli sejarah mengatakan bahwa Qalandar telah membunuh ribuan orang Islam
dan memfatwakan barang siapa yang membunuh orang Islamahlus sunnah dan
memperkosa wanitanya maka ia telah berhak atas pahala yang besar. Namun ia
tertipu oleh Ibrahim Basya sehingga banyak pengikutnya yang membelot dan pada akhirnya
kekuatannya mengecil dan berhasil ditumpas.
Sedang King Salman dari
Saudi, siapakah musuhnya?
Ooooooo....nyatanya sama
saja, setali tiga uang:
Pertama Syiah Houtsi Yaman.
Kedua Syiah Rafidhah Iran.
Mengenai Krisis Suriah dan Yaman, Saudi
Salahkan Iran
Mengenai kerusuhan yang
terjadi di Suriah dan Yaman, Saudi salahkan Iran. Melalui Menteri Luar Negeri
Adel Al-Jubeir, Arab Saudi menuduh Iran sebagai dalang dari krisis yang
berkepanjangan di Suriah dan Yaman.
“Jika bukan karena Iran,
tidak akan ada kerusakan dan pembantaian yang kita lihat hari ini di Suriah,”
kata Adel Al-Jubeir seperti yang dikutip dari arab news pada Kamis
(1/10).
Lebih lanjut ia mengatakan,
bahwa Iran mendukung Bashar Assad dengan mengirimkan ribuan tentara dan
persenjataan ke negara itu dan memicu kekacauan antara Sunni dan Syiah.
Dalam krisis Yaman, Saudi
menyebut Iran bekerja sama dengan milisi Houthi untuk mengulingkan Presiden
Alhadi yang sah, yang memicu krisis yang panjang. Saudi juga menuding Iran
telah menyelundupkan senjata ke Houthi yang melanggar Resolusi PBB 2216.
“Upaya terakhir mereka adalah
pada hari Sabtu ketika sebuah kapal Iran sarat dengan senjata dicegat,” ujar Al
Jubeir.
Al-Jubeir juga membalas Iran
mengenai musibah Mina yang menyalahkan Saudi dalam insiden itu,: “Iran
seharusnya menjadi yang terakhir untuk berbicara tentang haji dan jamaah haji
karena mereka telah menyebabkan kekacauan beberapa kali di masa lalu. Protes
mereka di tahun 80-an mengakibatkan banyak kematian, ” katanya.
Sementara itu, Brigadir
Jenderal Ahmed Asiri, juru bicara pasukan koalisi, telah menolak laporan bahwa
tentara Saudi yang dipimpinnya bertanggung jawab atas serangan di sebuah pesta
pernikahan di Yaman pada hari Minggu bahwa merenggut nyawa 27 orang. (muslim
cahyo)
Arab Saudi Minta Rusia Hentikan Serangan di
Suriah
Victor Maulana
Kamis, 1 Oktober 2015 − 13:55
WIB
NEW YORK - Serangan yang
dilakukan Rusia di Suriah terus menerus mendapat kritikan dan kecaman. Arab
Saudi adalah salah satu negara yang mengkritik serangan yang menargetkan ISIS
tersebut, dimana Saudi meminta Rusia untuk segera menghentikan aksinya di
Suriah.
Saudi menilai, Rusia sebagai
negara yang munafik. Menurut mereka, di. saat Rusia mengklaim melakukan
serangan terhadap ISIS, di saat yang sama Rusia justru membantu kelompok teror
lainnya, seperti Hizbullah, dan membantu rezim teror di bawah pimpinan Bashar
al-Assad.
"Negara-negara yang baru
saja tiba di Suriah tidak bisa mengklaim bahwa mereka tengah melawan ISIS,
sementara di sisi lain mendukung rezim brutal Bashar al-Assad dan sekutu
terorisnya seperti Hizbullah," kata Wakil Tetap Arab Saudi untuk PBB Abdullah
Al-Mouallimi, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (1/10/2015).
Sebelum Saudi, Amerika
Serikat (AS) sudah terlebih dahulu mengecam kebijakan terbaru Rusia di Suriah
tersebut. AS menuduh Rusia tidak menyerang ISIS, melainkan pemberontak Suriah,
yang selama ini memang mendapat dukungan dari AS.
Kepala Pentagon atau Menteri
Pertahanan AS, Ashton Carter dengan gamblang menyebut kebijakan Rusia tersebut
sebagai kebijakan yang gagal.
Rusia sendiri mulai melakukan
serangan di Suriah semalam. Pada manuver di hari pertama, Negeri Beruang Merah
itu meluncurkan 20 penerbangan tempur yang menghajar delapan target basis ISIS.
Arab Saudi Ancam Lakukan Agresi Militer Ke
Suriah
#ArabSaudi #Suriah – Pemerintah
Kerajaan Arab Saudi untuk pertama kalinya membuat ancaman untuk meluncurkan
agresi militer terhadap Suriah untuk menggulingkan rezim Presiden Bashar
al-Assad. Ancaman itu dilontarkan Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir
saat berbicara di New York.
Saudi mengabaikan seruan
Rusia—sekutu utama Assad—untuk melakukan kerja sama regional dalam perang
melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), tanpa mengganggu rezim
Assad.
Ancaman dari Menlu Saudi itu
muncul di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB. ”Tidak ada masa depan bagi
Assad di Suriah. Ada dua pilihan untuk penyelesaian (krisis) di Suriah,” kata
Jubeir.
“Salah satu pilihan adalah
proses politik, di mana akan ada dewan transisi. Pilihan lainnya adalah opsi
militer, yang juga akan berakhir dengan pelengseran Bashar al-Assad dari
kekuasaan,” katanya lagi, seperti dikutip IB Times, Rabu (30/9/2015).
Saudi telah melakukan
pembicaraan dengan sekutu-sekutu Barat-nya, setelah ada laporan Rusia menumpuk
kekuatan di Suriah untuk menolong rezim Assad. Tapi Jubeir menolak membocorkan
pembicaraan itu.
“Apa pun yang mungkin atau
tidak mungkin, kita tidak bicarakan sekarang. Ada Tentara Pembebasan Suriah
yang berjuang melawan Bashar al-Assad,” ujar Jubeir.
“Ada oposisi Suriah yang
moderat, yang berjuang melawan Bashar al-Assad dan oposisi ini mendapatkan
dukungan dari sejumlah negara dan kami berharap bahwa dukungan ini akan terus
berlanjut dan meningkat,” imbuh dia.
Dalam kesempatan itu, Menlu
Saudi ini juga mencemooh Iran yang setia mendukung rezim Suriah. Menurut
Jubeir, Teherean “menduduki kekusaan” untuk memanfaatkan konflik. “Kami telah
tinggal di Timur Tengah, mencakup semua kehidupan. Kami bukan pihak yang campur
tangan dalam urusan negara lain. Iran adalah (negara yang campur tangan). Jadi,
Anda harus melihat itu sebagai agresi Iran terhadap negara-negara lain di
kawasan,” ujarnya.
source:
http://international.sindonews.com/
ARAB SAUDI BUKA KEMUNGKINAN
OPSI MILITER DI SURIAH
Diposting Oleh: Rudi Hendrik October
1, 2015
New York, 17 Dzulhijjah
1436/31 September 2015 (MINA) – Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al-Jubeir
mengatakan, Selasa (29/9), operasi militer bisa menjadi pilihan untuk
menggulingkan Presiden Bashar Al-Assad karena tidak adanya solusi politik bagi
konflik Suriah.
Berbicara kepada wartawan di
Markas Besar PBB di New York, Jubeir memperingatkan opsi militer akan merusak,
tapi kondisi itu tergantung dari keputusan Assad apakah mau memenuhi roadmap politik
yang diajukan beberapa negara pada 2012 atau tidak.
Menurut roadmap, Assad
harus mundur untuk memberi jalan bagi pemerintahan transisi Suriah.
Menteri Luar Negeri Saudi
mengatakan, Tentara Suriah Merdeka (FSA) dan kelompok-kelompok oposisi moderat
anti-Assad akan mendapat dukungan untuk maju, demikian Anadolu Agency melaporkan
yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Dia menekankan, tidak ada
solusi yang bisa dicapai di Suriah tanpa penarikan milisi Hizbullah Lebanon dan
milisi Syiah lainnya (Iran) dari daerah konflik.
Jubeir juga mengkritik Iran
dan Rusia yang mendukung Assad yang menurutnya hanya meredupkan harapan untuk
solusi politik.
Perang saudara telah memasuki
tahu kelima telah menghancurkan Suriah. Menurut angka PBB, sudah lebih 250.000
jiwa yang tewas dan menjadikan negara itu sumber tunggal pengungsi terbesar di
dunia. (T/P001/R05)
Menlu Arab Saudi Adel
al-Jubeir : Sudah Tidak Ada Tempat Lagi Bagi al-Assad
Kamis, 18 Zulhijjah 1436 H / 1 Oktober 2015
08:36 wib
NEW YORK (voa-islam.com) -
Pemimpin Suriah Bashar al-Assad harus pergi dan meninggalkan kekuasaan atau
menghadapi penggulingan secara paksa, ujar Menteri Luar Negeri Saudi Adel
al-Jubeir. Jubeir sendiri menolak tawaran Rusia untuk memberikan dukungan bagi
langkah negeri bekas Uni Sovyet ini di Suriah, sampai Assad turun, Rabu,
30/9/2015.
Jubeir berbicara di New York
setelah bertemu dengan negara-negara sekutu Arab Saudi. Di sana Jubeir menolak
seruan Rusia untuk membangun koalisi yang bertujuan mempertahankan Assad dalam
menghadapi Daulah Islamiyah (IS).
"Ini adalah hal yang
tidak masuk akal”, tuturnya.
Dia memperingatkan bahwa
negara-negara lain akan meningkatkan dukungan kepada para pejuang Islam dan
oposisi moderat Suriah apabila Assad menolak mundur atau menghadapi apa yang
disebut "opsi militer".
Jubeir menginginkan
pembentukan dewan eksekutif dan mempersiapkan pemilihan – yang memungkinkan
dalam waktu satu hari atau satu minggu atau satu bulan.
Selanjutnya, Menteri Luar
Negeri Saudi Adel al-Jubeir, mencemooh keterlibatan Iran dalam aliansi dengan
Rusia. Ia menggambarkan Teheran sebagai "menduduki kekuasaan" di
Suriah, dan menuduh negeri Syiah itu mengobarkan "terorisme dan
ekstremisme" di seluruh wilayah Arab dan Timur Tengah.
"Tidak ada masa depan
bagi Assad di Suriah, dengan segala hormat kepada Rusia atau orang lain,"
kata Jubeir kepada wartawan di New York setelah pertemuan dengan para sekutu
Arab Saudi.
Jubeir berbicara bahwa hanya
ada dua kemungkinan tentang hasil penyelesaian di Suriah. Pertama adalah adanya
dewan transisi yang dicapai melalui proses politik dan akan menjadi
"pilihan yang lebih disukai” atau kemungkinan kedua yaitu opsi militer
yang bisa menjadi proses yang lebih panjang dan destruktif. Pilihan sepenuhnya berada
di tangan Bashar al-Assad," kata Menteri Luar Negeri Saudi, al-Jubeir.
Al-Jubeir tidak menyimpulkan
secara spesifik tentang opsi militer seperti apa bentuknya, tapi ia mencatat
bahwa Arab Saudi sudah mendukung kelompok "pejuang yang berhaluan moderat"
dalam perang di Suriah melawan Assad.
"Apa pun yang mungkin
atau tidak mungkin kita tidak berbicara tentang pilihan perang," katanya,
tapi dengan cepat menambahkan, "Ada pasukan sukarelawan Suriah yang
berjuang melawan Bashar al-Assad”, tambahnya.
"Ada oposisi Suriah yang
moderat yang berjuang melawan Bashar al-Assad dan oposisi ini mendapatkan
dukungan dari sejumlah negara," katanya. "Dan kami berharap bahwa
dukungan ini akan terus berlanjut dan meningkat."
Jubeir mengatakan solusi
terbaik bagi Assad menerima prinsip-prinsip perjanjian Jenewa I, yang
ditandatangani pada konferensi perdamaian pada tahun 2012, dan meletakkan dasar
pemerintahan transisi.
Di bawah rencana ini, kata
dia, Assad akan segera menyerahkan kekuasaan kepada dewan eksekutif dengan kekuasaan
penuh yang tokoh-tokohnya terdiri dari anggota rezim Assad dan para pejuang
oposisi', tukas Jubeir.
"Dan, kadang-kadang
antara pembentukan dewan ini dan pemilu - apakah itu satu hari atau satu minggu
atau satu bulan, saya tidak tahu - Presiden Assad akan berlayar ke matahari
terbenam (lengser)" katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin
dan Presiden Iran Hassan Rowhani datang ke Majelis Umum PBB di New York, dan
mendesak dunia mendukung Assad dan mengalahkan IS.
Putin mengusulkan resolusi
Dewan Keamanan yang memberikan legitimasi serangan militer asing di Suriah.
Namun Arab Saudi, anggota kunci dari koalisi yang dipimpin Amerika terhadap IS
menolak ini. Presiden Barack Obama, juga mengatakan, tidak mungkin mengalahkan
IS, bila Bashar al-Assad masih bercokol.
"Saya pikir jika Rusia
serius memerangi Daulah Islam (IS), maka mereka bisa bergabung dengan koalisi
internasional yang ada," kata Jubeir, menggunakan akronim Arab yang
menghadapi IS. Antara Amerika, Rusia dan sekutunya, mereka hanya berbeda skenario
dalam mengalahkan ISIS.
Amerika dan Arab Saudi,
menggulingkan Assad baru mengalahkan IS.Sementara itu, Rusia dan Iran mendukung
habis Bashar al-Assad, dan memerangi IS. Begitulah kafir musyrik. Termasuk
Kristen Ortodok sudah mengeluarkan pernyataan yang mendukung Putin untuk
memerangi IS.
Siapapun tidak akan
pernah bisa mengerti Rusia dan Iran dalam mempertahankan Bashar
al-Assad, yang membunuhi ratusan ribu rakyatnya dengan senjata pemusnah
massal, termasuk menggunakan senjata kimia dan bom barrel yang dilarang oleh
konvensi Jenewa. Benar-benar Rusia dan Iran, atau Putin, Rouhani, dan Bashar
al-Assad adalah manusia dajjal. Wallahu'alam.
Editor: RF