Bagian pertama :
Murid Syaikh Utsaimin Ini Menjadi Mujahid Besar
di Chechnya (Bag. 1)
Setelah malang melintang di
dunia jihad Afghanistan, kemudian kembali ke tanah airnya di Saudi, Abu Umar
kembali melangkahkan kakinya untuk hijrah ke bumi jihad kembali. Chechnya,
inilah bumi jihad kedua yang akan ia tinggali.
Namun, kali ini Abu Umar
mengajak anak dan istrinya untuk berhijrah. Tepatnya tahun 1996, istri dan dua
anaknya; putra yang berumur dua tahun dan putri yang baru berumur dua bulan
bernama Asmaa’ turut serta menyeberang ke Afghanistan.
Saat itu, tepatnya pada musim
semi tahun 1417 H, Chechnya sedang menanti detik-detik berakhirnya invasi Rusia
pertama yang berjalan dari tahun 1994-1996/1414-1417 H. Abu Umar bergegas
bergabung dengan salah satu kamp yang dikomandani Syaikh Khattab Rahimahullah pada
saat itu. Ketika pertama menginjakkan kaki di kamp, dia belum banyak dikenal.
Abu Umar senantiasa berhati-hati agar tidak menjadi pusat perhatian.
Ketika salah satu komandan
pasukan yang benama Abu Al-Walid mengunjungi kamp, ia terkejut dan
hampir-hampir tidak percaya melihat pemimpin dan gurunya semasa di Afghanistan
dulu. Ternyata Abu Al-Walid adalah salah satu murid Abu Umar semasa berjihad di
Afghan.
Abu Al-Walid merasa gembira
dan memperkenalkan Abu Umar pada pemimpin di kamp itu. Komandan mujahidin
Chechnya ini juga memperkenalkan Abu Umar kepada khalayak ramai bahwa ia adalah
seorang ulama dan mujahid, sekaligus gurunya ketika di Afghanistan.
“Allahu Akbar, setelah
pertempuran berdarah di Vedeno Selatan, konvoi-konvoi pasukan Rusia mundur dan
meninggalkan area itu.”ujar salah satu mujahid Chechnya.
Kedudukan Syaikh Abu Umar di
Jajaran Mujahidin Chechnya
Ketika perang telah usai dan
Rusia mulai menarik pasukannya, Abu Umar ditetapkan sebagai pendidik dan
pemimpin. Ia memberi pengajaran kepada para mujahidin tentang ulumuddien dan
pengalamannya dalam berjihad.
Abu Umar As-Saif memang
diminta secara khusus oleh para komandan yang ada untuk menularkan ilmunya pada
mujahidin. Maka dari itu, dibentuklah Al-Qaqaz Institute. Tujuannya untuk
menempa generasi muda agar tangguh secara fisik dan rohani. Sehingga, estafet
perjuangan pun tetap berjalan dengan mengandalkan generasi muda yang berakhlak
mulia dan kuat raganya.
Terkait berdirinya lembaga
ini, Jenderal Khattab Rahimahullahmemberikan sebuah statemen tentangnya:
“Sungguh, ini adalah
satu-satunya pengalaman yang paling membanggakan setelah usainya peperangan.
Perkara yang paling penting adalah institut ini, demi Allah. Institut dan
dakwah ini lebih penting daripada kamp militer dan operasi militer. Hal
ini menjadi kenyataan bagi kami setelah peperangan usai dan kami mendirikan
Institut Dakwah Al-Qaqaz. Mengagumkan, orang-orang telah menikmati pekerjaannya
setelah menyelesaikan dan mempelajari dien Allah serta mengetahui ajaran dari
Al-Quran, hadist dan jihad. “
“Kami mengirim mereka ke
dalam kamp-kamp pelatihan militer. Setelah dirasa cukup, para instruktur
telah membuat keterampilan dari para pemuda ini meningkat dan menunjukkan
kemampuan yang menakjubkan ketika berperang dengan pasukan Rusia. Dengan jalan
ini, kita akan mendapatkan sekelompok pemuda yang dapat dipercaya, baik dari
segi kekuatan maupun akhlaknya.”
“Maka dari itu, proses
pendidikan ini akan berjalan dua atau tiga bulan. Kita akan tahu sesiapa yang
pemberani, siapa yang penakut, siapa yang berwatak jahat dan sebagainya.
Sesiapa saja yang tidak mampu bertahan dalam pendidikan ini selama dua bulan,
apa yang kami butuhkan darinya? Mereka harus menemukan sesuatu yang baik untuk
dirinya, jika tidak, maka pulanglah.”
Pemberlakuan Syariat Islam di
Chechnya
Tidak berhenti sampai
mendirikan sebuah lembaga pendidikan saja, ada perkara yang lebih besar dan
lebih penting. Setelah Rusia benar-benar sudah mundur dan tidak tersisa lagi
pasukannya, Presiden Chechnya saat itu, Zelimkhan YandarbiyevRahimahullah mengumumkan
pemberlakuan syariat Islam di Chechnya dan akan dimotori oleh Abu Umar.
Pertemuan pertama diadakan
pada bulan Rajab 1417 H yang bertempat di perusahaan milik Syaikh Fathi Rahimahullah.
Diskusi panjang antara Syaikh Fathi dan presiden Zelimkhan ini menelurkan
sebuah keputusan penting akan pemberlakuan hukum syariat Islam.
Pertemuan lainnya yang masih
ada sangkut pautnya dengan pertemuan awal adalah keputusan presiden tentang
dekrit pembentukan pengadilan syariah. Selain itu, sebagai pelengkap perangkat
penegak hukum, dibentuklah Dewan Hisbah yang disebut pengawal syariah (Syariah
Guard). Kemudian menata kembali masalah pendidikan, masjid dan urusan-urusan
lainnya.
Presiden Checnya, Zelimkhan
Yandarbiyev
Ketika Abu Umar tahu akan
kebenaran dekrit dari presiden tentang diterapkannya syariat Islam, ia sangat
senang dan mendedikasikan dirinya siang dan malam untuk tugas mulia ini. Abu
Umar bertugas mengawasi jalannya beberapa institusi penting dalam perangkat
negara, semisal pengadilan syariah. Sebagai pendukung, ia membentuk dewan
perundang-undangan syariah dan pengawal syariah.
Syaikh Abu Umar mendukung
penuh itikad baik presiden Zelimkhan ini. Murid Syaikh Utsaimin ini mengumumkan
dukungannya ke publik dan mengumpulkan dukungan dari masyarakat. Ia juga
mencurahkan tenaganya untuk membantu presiden dalam membangun struktur
pemerintahan karena penting dan menjadi prioritas, khususnya sebagai pembuktian
adanya buah tangan berjihad karena Allah.
Ketika syariat telah
diberlakukan, masyarakat merasakan keamanan yang terjaga. Beberapa masjid
dibangun dan meningkat jumlah jamaah sholatnya. Proses pembelajaran tentang
syariah yang berlaku di mana saja, membuat masyarakat tersadar. Budaya korupsi
yang menyebabkan chaos mulai memudar dan segalanya dapat terkontrol
dengan baik.
Perang Chechnya Kedua,
Oktober 1999-Jumadil Tsani 1420 H
Kondisi aman, nyaman dan
tentram dalam balutan syariat Islam hanya dinikmati selama tiga tahun saja.
Rusia kembali menabuh genderang perang dan melanjutkan invasi ke negara
Chechnya. Abu Umar menjadi saksi hidup kekejaman yang dilakukan tentara Rusia
terhadap rakyat Chechnya
“Rakyat Chechnya kembali
terluka keimanannya karena kampanye ini. Masjid-masjid dihancurkan dan
Al-Qur’an menjadi kitab buruan tentara Rusia untuk dilenyapkan. Masyarakat
ketakutan menyimpan Al-Qur’an dan kitab Hadits di rumahnya. Wanita-wanita tak
lagi mengenakan hijab karena tekanan dari Rusia. Pemerintah komunis ini
mendistribusikan narkoba pada pemuda Chechnya untuk merusak generasi muda
sekaligus para militer Chechnya,”
“Rakyat Chechnya juga
dihantui ketakutan pembantaian-pembantaian sistematis yang dilakukan Rusia
untuk mengurangi jumlah populasi. Setiap bulan, sepuluh laki-laki yang sehat
dan kuat hilang, mereka dibawa dari rumahnya dan dieksekusi. Desa-desa dibom
hingga luluh lantak hingga tidak tampak tanda-tanda kehidupan di dalamnya.
Sebelumnya, tentara Rusia akan menjarah setiap rumah penduduk dan menculik
rakyat Chechnya. Untuk apa? Rusia menjadikan rakyat Chechnya sebagai komoditi
perdagangan manusia.” cerita Abu Umar atas apa yang dilihatnya.
Setelah melihat kenyataan
yang terjadi, Abu Umar segera berkoordinasi dengan para komandan jihad. Mereka
mendiskusikan jalan terbaik untuk bertahan dari para invader. Langkah nyata
yang diambil adalah memperkuat persenjataan, amunisi dan segala hal yang
dibutuhkan dalam peperangan. Ketika peperangan telah mencapai titik didihnya,
banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak, terkhusus manakala Rusia menargetkan
para komandan sebagai target utama.
Mereka membunuh komandan
Dzokhar Dudayev, Arabayev, Zelimkhan, Maskhadov serta para komandan dari
mujahid lokal lainnya. Komandan-komandan dari pihak “Anshar” pun banyak yang
berguguran, salah satunya yang paling dikenal adalah Jenderal Khattab, Abu
Al-Walid murid Abu Umar ketika di Afghan, Abu Qutaibah dan lainnya.
Strategi ini memang disengaja
oleh Rusia untuk melemahkan pasukan mujahidin dengan menghilangkan para
komandannya. Mereka berharap para mujahidin kocar-kacir setelah kehilangan
pemimpinnya. Abu Umar segera bergerak cepat menyatukan para pejuang dan
menumbuhkan rasa persaudaraan serta kasih sayang di antara mereka.
Abu Umar tidak hanya sekedar
seorang guru yang bisa menulis sebuah teori dan mengucapkannya saja. Dia juga
mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat untuk mengatur para mujahidin dan
menyatukan mereka dengan syariat Islam. Partnernya dalam memimpin mujahidin
adalah dua saudaranya dari Arab juga, yaitu Abu Al-Walid dan Abu Qutaibah. Juga
di antaranya yang lain adalah Abu Hafs Al-Urduni. Salah satu pertemuan mereka
yang terekam dalam sejarah adalah pada tahun 1424 H bulan Rabiul Awwal.
Pentingnya Jaringan yang Kuat
untuk Mendukung Perjuangan Chechnya
Abu Umar mempunyai koneksi
yang kuat dengan tokoh-tokoh dunia Islam. Mereka adalah ulama-ulama besar yang
menjadi pemimpin di dunia Islam. Salah satu dari mereka adalah Syaikh Muhammad
bin Shalih ibn Utsaimin. Oleh karenanya, kabar tentang Chechnya dapat ter-blow up
di seantero dunia.
Hubungan yang baik dengan
para ulama ini ia gunakan untuk menjelaskan semua masalah yang terjadi di
Chechnya. Akhirnya, Syaikh Utsaimin menggunakan ini untuk menyebarkan berita
mujahidin Chechnya. Syaikh Utsaimin sendiri yang menyelidiki, menyebarkan berita
dan menasehati para mujahidin.
“Saya tidak bersedih dengan
tewasnya umat Islam atau anak-anak di Chechnya, karena insya Allah mereka
adalah para syuhada. Yang saya sedihkan adalah mayoritas negara Islam hanya
diam seribu bahasa melihat kejadian seperti ini…”
Syaikh Al-Utsaimin sangat
menyayangkan bungkamnya negara-negara Islam atas penderitaan kaum muslimin di
Chechnya. Meski demikian, Syaikh tetap berusaha mendukung perjuangan mujahidin
Chechnya dengan menyebarkan kabar tentang mereka yang nun jauh di pegunungan
Kaukasus Utara.
Abu Umar Saif yakin bahwa
untuk menjaga kegiatan jihad yang stagnan perlu adanya sebuah konstitusi
khusus, yaitu persatuan mujahidin. Jika peperangan telah usai, maka persatuan
mujahidin tetap terjaga, dan itulah salah satu tujuan jihad yang mereka capai.
Persatuan mujahidin dan
kesolidan dalam bekerja sama menjadi salah satu nilai lebih dari jihad Chechnya
dari jihad di daerah lainnya. Oleh karena itu, Abu Umar benar-benar
berhati-hati dalam meramu sebuah panduan untuk melengkapi usaha ini. Hingga
terbitlah karya fenomenal Abu Umar yang berjudul “Shari’ah Politics.”
Muhammad Shisani menuturkan,
“Buku ini telah sempurna sebelum ia (Abu Umar) syahid. Syaikh Abu Umar menulis
sebuah buku yang berjudul “Politic in Islam.” Ini adalah buku yang mengagumkan.
Abu Umar ingin menyelesaikan buku ini sebelum ajal menjemput dengan
meninggalkan sebuah warisan untuk umat Islam berupa ilmu. Ia menghabiskan
waktunya berjam-jam untuk menyelesaikan bukunya sambil berujar. ‘Kami harus
segera menyelesaikan buku ini sebelum kami mati. Saya ingin mewariskan ini
untuk umat Islam.’ Harapannya pun terwujud… Alhamdulillah.”
Abu Umar adalah sosok yang
totalitas dalam perjuangan. Ia mendedikasikan dirinya dan hartanya untuk jihad
Chechnya. Pikiran dan konsentrasinya hanya tertuju pada satu titik, yaitu
kondisi kaum muslimin. Mujahin Arab ini selalu mengikuti berita perkembangan
tentang keadaan umat Islam. Ia yakin bahwa kemenangan itu dekat dan
menitikberatkan bahwa jihad itu penting untuk sebuah negara. Ia membawa negara
ke arah kejayaan dengan jihad.
Selain itu, Abu Umar adalah
orang yang sangat menjaga lisannya dari perkataan sia-sia. Pribadi yang kuat
dan ditakuti siapapun, penyabar dan sederhana. Orang yang tenang, kalem,
berakhlak mulia dan bisa memetakan antara kebulatan tekad dan ketergesa-gesaan.
Jadi, ketika berbuat tidak secara serampangan, tapi penuh dengan pertimbangan.
Abu Umar adalah sosok yang
tegas dalam permasalahan hukum syariah. Disiplin dalam segala hal dan tidak
suka menggunakan waktu untuk hal yang sia-sia. Meskipun demikian, ia adalah
orang yang mudah untuk diajak bekerja sama. Ia tidak pernah mengucapkan kata
kasar dan tajam ketika bergaul dengan mujahid lainnya.
Abu Umar juga menjadi pribadi
yang ringan tangan, fleksibel dan serius dalam bekerja. Luasnya ilmu yang dimiliki
tidak pernah membuatnya selalu menguasai forum. Ia selalu mengajak mujahidin
lainnya untuk berdiskusi hingga menemukan satu titik terang bersama. Jika kita
mengenalnya, maka akan muncul rasa suka dan kagum terhadapnya, dan jika kita
hanya melihatnya saja, ketakutan akan muncul kepadanya.
Syahidnya Syaikh Abu Umar
As-Saif
Abu Umar syahid pada bulan
Syawal 1426 H, bertepatan dengan bulan November 2005 setelah terlibat
konfrontasi dengan musuh. Saat itu ia maju ke medan perang tanpa persiapan yang
matang. Abu Umar syahid bukan di Chechnya, melainkan di negara tetangga,
Republik Daghestan.
Sebelum ia dijemput
kesyahidan pada hari itu, telah banyak usaha-usaha dari musuh untuk
membunuhnya. Abu Umar pun sudah terluka berkali-kali, tetapi hal itu tidak
pernah menyurutkan semangat perjuangannya.
Salah seorang seorang murid
dari Abu Umar yang bernama Muhammad mengatakan bahwa sebelum syahid, gurunya
telah merasakan bahwa ajal telah mendekatinya. Abu Umar pun semakin berharap
mendapatkan syahid dengan meningkatkan shalat dan membaca Al-Qur’an. Kemudian
dengan khusyuknya ia berdoa memohon kesyahidan.
“Katakan ‘Amin’!” ujarnya.
Dan aku pun berkata, “Amin”. Kemudian Abu Umar melanjutkan doanya, “Semoga
Allah mengaruniakan kesyahidan kepada kita sekalian.”
Adapun kronologi peristiwa
yang menyebabkannya syahid adalah sebagai berikut: Saat itu, ada seorang
mata-mata Rusia yang menginformasikan keberadaan sebuah kelompok mujahidin. Di
dalam kelompok itu terdapat beberapa komandan besar mujahidin. Mendapat sasaran empuk itu,
Rusia mengerahkan helikopter dan beberapa artileri berat untuk mengepung
perkumpulan mujahidin tersebut.
Pada saat itu, para mujahidin
telah semuanya keluar dari rumah. Hanya ada Abu Umar seorang di rumah itu.
Rusia yang tidak tahu menahu, mengultimatum agar semua mujahidin keluar dari
rumah. Mereka mengancam akan menghancurkan rumah dan membunuh semua mujahidin
yang ada di dalam rumah. Abu Umar menolak dan memilih untuk melawan Rusia
dengan persenjataan apa adanya.
Kemudian, Rusia pun
menurunkan pasukan khususnya untuk menyerang rumah yang hanya berisi Abu Umar.
Ketika pasukan mendekat, Abu Umar melemparkan sabuk berisi peledak dan membunuh
banyak pasukan Rusia, termasuk dirinya sendiri. Maka, saat itulah kesyahidan
menjemputnya.
Penulis: Dhani el_Ashim
Editor: Rudy