IslAm NUSantara, Anti Arab Atau Cenderung
Anti Islam ? Obsesi Romatisme Kejayaan Nusantara Kerajaan Majapahit.
IslAm NUSantara (Abul Jauzaa’). Gus Najih
Maimoen : Islam Nusantara Akan Mengembalikan Pada Kemusyrikan.
Kedudukan Ittibaa’ dalam Syari’at Islam.
Ittiba’ kepada Dalil Bukan Berarti Meninggalkan Perkataan Para ‘Ulama !!
Sikap Imam As-Syafi’i Menghadapi Orang
Bodoh
“Islam Nusantara hadir untuk
mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur Indonesia. Ada doktrin sesat di
balik lahirnya wacana Islam Nusantara,” tulis Gus Najih.
Murid ulama Mekkah, Sayyid
Maliki, ini mengungkapkan bahwa pengusung Islam Nusantara mengajak umat untuk
mengakui dan menerima berbagai budaya sekalipun budaya tersebut kufur, seperti
doa bersama antar agama, pernikahan beda agama, menjaga gereja, merayakan
Imlek, Natalan dan seterusnya.
Menurut Gus Najih, para
pengusung Islam Nusantara juga ingin menghidupkan kembali budaya-budaya kaum
abangan seperti nyekar, ruwatan, sesajen, blangkonan, sedekah laut dan sedekah
bumi (yang dahulu bernama nyadran).
“Dalam anggapan mereka, Islam
di Indonesia adalah agama pendatang yang harus patuh dan tunduk terhadap
budaya-budaya Nusantara. Tujuannya agar umat Islam di Indonesia terkesan ramah,
tidak lagi fanatik dengan ke-Islamannya, luntur ghiroh Islamiyahnya,” jelas Gus
Najih.
Gus Najih menegaskan, ada
misi “pluralisme agama” di balik istilah Islam Nusantara, di samping juga ada
tujuan politik tertentu, yang jelas munculnya ide tersebut telah menimbulkan
konflik, pendangkalan akidah serta menambah perpecahan di tengah-tengah umat.
Selain itu, Gus Najih
mengungkapkan, fakta yang ada budaya yang berasal dari tradisi Nusantara
pra-Islam telah di-Islamkan oleh para ulama Nusantara termasuk Walisongo.
“Bukan Islam yang diakulturalisasi dan di-nusantarakan oleh budaya Nusantara
karena budaya tersebut sudah ada terlebih dahulu sebelum Islam datang,” papar
Gus Najih.
Kata Gus Najih, kegiatan
keagamaan masyarakat Indonesia yang sepenuhnya berasal dari Islam seperti
tahlilan, yasinan, maulidan, manaqiban, thariqahan, pada dasarnya di
negara-negara Arab juga dilaksanakan seperti di Siria, Yaman, dan sebagainya.
“Lalu mengapa para pendukung
Islam Nusantara menolak Islam Arab, padahal amaliyah mereka sama? Terjadi lagi
ketidakjelasan dan inkonsistensi pemikiran dalam istilah Islam Nusantara
tersebut,” terang Gus Najih.
Terkait wacana Islam
Nusantara, Presiden Joko Widodo menyinggun “Islam Nusantara”
pada acara Istighasah dan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdhatul Ulama di
Masjid Istiqlal, Jakarta (14/06).
Menurut Jokowi, Islam Nusantara adalah ajaran Islam yang penuh sopan
santun dan toleransi. “Hampir semua perwakilan negara sahabat selalu bertanya
kepada saya, kok bisa penduduk banyak dan beda agama tapi bisa rukun,” kata Jokowi.
Pemikir Islam: Saat ini, Propaganda Komunis
Liberalis Jadikan Islam Sumber Terorisme
Pernyataan keras dilontarkan
Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Fahmi Salim terkait
pro kontra “permintaan maaf” negara kepada keluarga Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Fahmi Salim menegaskan bahwa
Islam telah dijadikan sebagai ancaman dan sumber terorisme oleh propaganda
komunis liberalis. “Setelah 50 tahun pemberontakan PKI yang ganas, kita dibuat
lupa, lalu Islam dijadikan ancaman sumber terorisme oleh propaganda komunis
liberalis,” tegas Fahmi di akun Twitter @Fahmisalim2.
Sebelumnya, Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar
Pandjaitan menegaskan, bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan mengajukan
permohonan maaf kepada keluarga mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Ndak ada pikiran sampai
situ, barusan saya bicara dengan presiden kita tidak ada pikiran sampai meminta
maaf. Minta maaf mengenai masalah peristiwa PKI,” ucap Luhut Pandjaitan di
Istana Kepresidenan (30/09).
Luhut mengakui, pemerintah
tengah menyiapkan rekonsiliasi berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) berat. Termasuk kasus-kasus yang melibatkan para anggota PKI terdahulu.
Namun, rekonsiliasi bukan
diartikan negara meminta maaf terhadap para keluarga anggota PKI. Sebab,
menurut Luhut dalam tragedi berdarah PKI, antara pihak yang menjadi korban
keganasan PKI dan para anggota PKI posisinya sama-sama sebagai korban.
Kesesatan Jemaat Islam Nusantara (JIN). Islam
Nusantara, Anti Arab Yang Ngarab. Islam Nusantara Perlu Nabi Nusantara. Akui
Islam Nusantara Membatalkan Keislamannya.
Habib
Rizieq: Kesesatan Jemaat Islam Nusantara (JIN)
Dalam pembukaan acara Istighotsah
menyambut Ramadhan dan pembukaan munas alim ulama NU, di Masjid Istiqlal,
Jakarta, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, NU akan terus
memperjuangkan dan mengawal model Islam Nusantara, Minggu, 14/06/2015
Presiden Jokowi saat berpidato dalam
membuka Munas alim ulama NU di Masjid Istiqlal, menyatakan dukungannya
secara terbuka atas model Islam Nusantara.Minggu (14/06/2015),
“Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam
yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara,
Islam yang penuh toleransi,” kata Presiden Jokowi.
Tentu saja, Konsep Islam Nusantara ini mendapatkan banyak tanggapan dan reaksi
dari kalangan tokoh dan masyarakat terlebih para ulama yang selalu mendakwahkan
islam.
Diantaranya adalah Imam Besar Front
Pembela Islam (FPI) Habib Riziq Sihab. Dengan tegas beliau menyatakan bahwa JIN
(Jemaat Islam Nusantara) merupakan paham yang sesat dan menyesatkan, serta
bukan dari ajaran Islam, sehingga wajib ditolak dan dilawan serta diluruskan.di
lansir dari tulisan beliau di suara islam.com.
Maka untuk lebih jelasnya, kami nukilkan 8 Alasan Habib Riziq sihab menolak
konsep Islam Nusantara yang di posting oleh Suara Islam dengan judul “Jemaat
Islam Nusantara (JIN) Paham Sesat Menyesatkan” :
1. Islam Pendatang
Bagi JIN bahwa Islam di Indonesia adalah
“pendatang” dari Arab yang “numpang”, bukan agama “asli” bangsa Indonesia.
Tanggapan : Islam adalah agama asli yang
turun dari langit untuk seluruh penduduk bumi, karena Islam datang dari Allah
Swt sang pemilik alam semesta, sehingga Islam di mana saja di atas bumi Allah
Swt akan selalu menjadi agama “asli” yang “pribumi”, dan tidak akan pernah jadi
“pendatang”.
Jadi, Islam bukan dari Arab, tapi dari
langit yang diturunkan pertama kali di tengah orang Arab, kemudian disebarkan
ke seluruh dunia.
2. Pribumisasi Islam
Islam sebagai pendatang dari Arab harus
tunduk dan patuh kepada Indonesia selaku pribumi, sehingga Islam harus siap
“dipribumisasikan” agar tunduk kepada budaya setempat.
Karenanya, tidak boleh lagi ada istilah
“Islamisasi Indonesia”, tapi yang mesti dilaksanakan adalah “Indonesia-isasi
Islam”. Jadi, jangan pernah katakan “Indonesia negara Islam”, tapi katakanlah
“Islam ada di Indonesia”.
Tanggapan : jika pola pikir ini benar,
maka Islam di China mesti di-China-isasi, dan Islam di India mesti
di-India-isasi, serta Islam di Amerika juga mesti di-Amerika-isasi, dan
seterusnya, sehingga Islam di dunia jadi bermacam-macam dan berjenis-jenis
sesuai negerinya.
Jika mundur lagi ke belakang, mestinya
saat Islam ada di tengah masyarakat jahiliyyah, maka Islam harus
di-jahiliyyah-isasi.
Jelas, pola pikir di atas ngawur dan
tidak ilmiah, bahkan sesat menyesatkan.
3. Tolak Arabisasi
Islam yang ada di Indonesia selama ini
adalah “Islam Arab”, sehingga budaya Nusantara terancam dan tergerus oleh
Arabisasi.
Karenanya, di Indonesia semua budaya Arab
yang menyusup dalam Islam harus diganti dengan budaya Nusantara, sehingga ke
depan terwujud “Islam Nusantara” yang khas bagi bangsa Indonesia.
Intinya, JIN menolak semua budaya Islam
yang beraroma Arab, karena dalam pandangan mereka semua itu adalah “Arabisasi
Islam”, sehingga perlu ada gerakan “Indonesia-isasi Islam” di Nusantara.
Tanggapan : Rasulullah Saw diutus di
tengah bangsa Arab untuk meng-Islam-kan Arab, bukan meng-Arab-kan Islam. Bahkan
untuk meng-Islam-kan seluruh bangsa-bangsa di dunia, bukan untuk meng-Arab-kan
mereka.
Jadi, tidak ada Arabisasi dalam Islam,
yang ada adalah Islamisasi segenap umat manusia.
4. Ambil Islam Buang Arab
Islam sebagai pendatang dari Arab tidak
boleh mengatur apalagi menjajah Indonesia, tapi Islam harus tunduk dan patuh
kepada Indonesia selaku pribumi.
Karenanya, bangsa Indonesia boleh ambil
budaya Islam, tapi wajib tolak budaya Arab, agar supaya budaya Nusantara tidak
terjajah dan tidak pula tergerus oleh budaya Arab.
Tanggapan : ini adalah propaganda busuk
JIN yang ingin menolak budaya Islam dengan “dalih” budaya Arab. Pada akhirnya
nanti, semua ajaran Islam yang ditolak dan tidak disukai JIN, akan dikatakan
sebagai “budaya Arab”.
Dan propaganda ini sangat berbahaya,
karena menumbuh-suburkan sikap rasis dan fasis, serta melahirkan sikap anti
Arab, yang pada akhirnya mengkristal jadi anti Islam.
5. Ambil Islam Buang jilbab
Menurut JIN bahwa jilbab adalah budaya
Arab karena merupakan pakaian wanita Arab, sehingga harus diganti dengan
pakaian adat Nusantara.
Tanggapan : JIN buta sejarah, karena di
zaman jahiliyyah, masyarakat Arab tidak kenal jilbab, dan wanita Arab tidak
berjilbab. Bahkan wanita Arab saat itu terkenal dengan pakaian yang umbar aurat
dan pamer kecantikan, serta tradisi tari perut yang buka puser dan paha.
Lalu datang Islam mewajibkan wanita
muslimah untuk berjilbab menutup aurat, sehingga wanita muslimah jadi berbeda
dengan wanita musyrikah. Dengan demikian, jilbab adalah busana Islam bukan
busana Arab, dan jilbab adalah kewajiban agama bukan tradisi dan budaya.
6. Ambil Islam Buang Salam
Ucapan “Assalaamu ‘alaikum” adalah budaya
Arab, sehingga harus diganti dengan “salam sejahtera” agar bernuansa Nusantara
dan lebih menunjukkan jatidiri bangsa Indonesia.
Tanggapan : lagi-lagi JIN buta sejarah,
karena di zaman jahiliyyah, salam masyarakat Arab adalah “wa shobaahaah”, bukan
“Assalaamu ‘alaikum”.
Lalu datang Islam yang mengajarkan umatnya
salam syar’i antar kaum muslimin, yaitu “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullaahi wa
barokaatuh”. Jadi, “Assalaamu ‘alaikum” adalah “tahiyyatul Islam” bukan
“tahiyyatul ‘Arab.”
7. Ambil tilawah Quran buang langgam
Arabnya
Termasuk baca Alquran tidak perlu lagi
dengan langgam Arab, tapi sudah saatnya diganti dengan langgam Nusantara
seperti langgam Jawa dan Sunda atau lainnya, agar supaya lebih Indonesia.
Tanggapan : membaca Alquran dengan
langgam Arab bukan kemauan orang Arab, akan tetapi perintah Allah Swt dan
Rasulullah Saw.
Dan karena Alquran diturunkan dalam
bahasa Arab, tentu membacanya harus dengan langgam Arab, agar sesuai dengan
intonasi makna dan arti. Dan itu pun tidak tiap langgam Arab boleh untuk
tilawah Alquran.
Langgam gambus dan langgam qashidah
berasal dari Arab, tapi tidak boleh digunakan untuk tilawah Alquran, karena
keduanya adalah langgam seni dan budaya serta musik dan hiburan.
Apalagi langgam tari perut yang merupakan
langgam seni dan budaya Arab untuk pertunjukan maksiat, lebih tidak boleh
digunakan untuk tilawah Alquran.
Karenanya, membaca Alquran dengan langgam
selain Arab tidak diperkenankan, karena memang tidak sesuai dengan pakem bahasa
Arab, sehingga tidak akan sesuai dengan intonasi makna dan arti.
Apalagi dengan langgam seni dan budaya
selain Arab yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan, seperti langgam
dalang pewayangan, langgam sinden jaipongan, langgam gambang kromong, dan
sebagainya, tentu lebih tidak boleh lagi.
Allah Swt telah menganugerahkan bangsa
Indonesia kefasihan dalam lisan Arab, sehingga dari Sabang sampai Merauke,
orang dewasa maupun anak-anak, sangat fasih dalam mengucapkan lafzhul jalalah
“Allah” dan aneka dzikir seperti “Subhanallah wal hamdulillaah wa laa ilaaha
illallaah wallaahu akbar.” dan mereka pun sangat fasih juga dalam membaca
Alquran.
Bahkan bangsa Indonesia sangat ahli dalam
ilmu tajwid dan amat piawai dalam tilawatil Alquran dengan langgam Arab,
sehingga di hampir setiap Musabaqah Tilawatil Qur’an internasional, para qori
Indonesia banyak sukses dan berhasil keluar jadi juara dunia tilawah.
Karenanya, pembacaan Alquran dengan
langgam dalang pewayangan adalah “kemunduran”, di mana bangsa Indonesia yang
sudah sangat maju dalam tilawatil Qur’an, hingga mengungguli bangsa Arab sekali
pun, lalu dibawa mundur jauh ke alam mitos pewayangan di zaman semar dan
petruk.
8. Ambil Alquran buang bahasa
Arabnya
Baca Alquran tidak mesti dengan bahasa
Arab, tapi cukup dengan terjemah Indonesianya saja, agar umat Islam Indonesia
bisa langsung menyimak dan memahami makna dan arti ayat-ayat yang dibaca.
Tanggapan : inilah tujuan sebenarnya dari
propaganda JIN yaitu menjauhkan Alquran dari umat Islam, karena mereka paham
betul bahwa ruh dan jiwa Islam adalah Alquran.
Bagi JIN, siapa yang ingin hancurkan dan
lenyapkan Islam, hancurkan dan lenyapkanlah Alqurannya. Jadi jelas sudah, bahwa
yang diserang JIN sebenarnya bukan Arab, tapi Islam.
Karenanya, selain yang sudah disebutkan
di atas, JIN juga melakukan aneka ragam propaganda anti Arabisasi untuk
merealisasikan tujuan busuknya, antara lain :
Pertama, menolak istilah-istilah yang
diambil dari bahasa Arab, hingga sebutan abi dan ummi pun mereka kritisi,
sehingga harus diganti dengan istilah-istilah Indonesia, tapi lucunya mereka
alergi dengan istilah Arab namun sangat suka dan amat fasih menggunakan
istilah-istilah Barat.
Kedua, menolak penamaan anak dengan
nama-nama Islam yang diambil dari bahasa Arab, sehingga anak Indonesia harus
diberi nama Indonesia. Tapi lucunya mereka senang dan bangga dengan penamaan
anak Indonesia dengan nama-nama barat dengan dalih lebih modern, walau pun
bukan nama Indonesia.
Ketiga, bahkan mulai ada rumor penolakan
terhadap pengafanan mayit dengan kain putih karena beraroma tradisi Arab,
sehingga perlu diganti dengan kain batik agar kental aroma Indonesia.
Bahkan mereka mulai tertarik dengan
pakaian jas dan dasi ala barat buat mayit sebagaimana pengurusan jenazah
non-Islam, dengan dalih jauh lebih keren dan rapih ketimbang “pocong”, walau
bukan budaya Indonesia.
Demikian kami cuplikan dari tulisan beliau, semoga membuka wacana kaum
muslimin Indonesia untuk lebih waspada menerima sebuah konsep yang
digelontorkan seorang tokoh.(rz)
Copas Dari Wa Ulama Nu Prof Baharun
Akui
Islam Nusantara Membatalkan Keislamannya
Oleh: Ferry Is Mirza
ISLAM Nusantara belakangan digemakan di
mana-mana. Tetapi, berhati-hatilah jika anda mengakui keberadaan agama Made in
Indonesian ini. Karena, bila disertai dengan keyakinan maka bisa membatalkan
keislaman kita atau kita keluar dari Islam.
Islam Nusantara diproklamirkan pada tahun
2016 oleh pimpinan organisasi Islam di negeri ini. Dan kini marak dibincangkan
setelah beredar video seorang tokoh Islam Nusantara menjelaskan, "Islam
Nusantara adalah agama yang sejati, sedangkan Islam Arab itu adalah agama
penjajah".
Waspadalah ini. Jangan dianggap sepele,
karena :
1. Mengandung arti tidak mengakui lagi
agama yg diturunkn Allah kepada Nabi Muhammad SAW di Arab (Mekkah-Madinah).
2. Mendustakan ayat2 Al Quran bahwa Islam
adalah agama sejati, satu-satunya agama yang diridhai Allah dan agama yang
sempurna.
3. Mengandung kebencian kepada agama yang
diturunkan Allah di Arab dan kebencian terhadap ajaran-ajarannya karena
dianggap menjajah bangsa kita.
Dengan demikian pernyataan tersebut
bermakna :
1. Tidak mengakui lagi Islam yang
diajarkan Nabi Muhammad sebagai agama untuk bangsa ini.
2. Tidak mengakui berarti telah
meninggalkan dan menggantinya dengan agama inovasi dan modifikasi sendiri yang
disebut Islam Nusantara.
3. Bila mengakui Islam Nusantara sebagai
agama yang sejati, maka telah rusaklah kalimat sahadat kita. Artinya, telah
berada di luar area Islam yang disebarkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai
satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT.
Bila kita ikut-ikutan mengakui Islam
Nusantara berarti ikut-ikutan keluar dari Islam Muhammad, kafir terhadap Islam
Muhammad dan mempertuhankan ulama pendiri Islam Nusantara.
Oleh karena itu, wahai saudaraku, jagalah
sahadatmu dengan menjaga akidah dan perkataanmu. Islam itu hanya satu, yaitu
yang turun di Arab dan yang disebarkan oleh Rasulallah dan berlaku untuk
seluruh umat manusia.
Jangan terkecoh pada Islam Nusantara yang
dianggap sebagai agama yang sejati. Itu adalah tipu daya setan untuk
menyesatkan dan merusak keislaman kita.
Jangan terbuai pada gelar pendirinya atau
banyaknya pengikutnya. Tetapi percayalah hanya kepada Islam yang sejati yang
diturunkan Allah SWT di tanah Arab.
Bila hatimu mengakui Islam Nusantara
sebagai agama sejati, maka lebih baik berhentilah shalat, berhentilah berkiblat
ke Masjidil Haram. Karena tiada gunanya bagi orang-orang yang mendustakan
Islam, yang telah meninggalkan Islam. Sebab, bila sahadat kita telah rusak maka
tidak akan diterima segala amal ibadah kita. Berpegang teguhlah pada Islam yang
telah diajarkan Rasulullah SAW dan ridhakan hatimu pada agama yang diridhai
Allah.
Ferry adalah wartawan senior NU, tinggal
di Sidoarjo, Jawa Timur.
Catatan
Asyari Usman: Islam Nusantara Perlu Nabi Nusantara
Saya sarankan kepada para penggagas dan
pendukung konsep Islam Nusantara (Lamtara) supaya tidak serba tanggung kalau
mau membuat “agama baru”. Jangan sebatas anti-Arab, anti-janggut, anti-jubah,
anti-sorban, anti-istilah (bahasa) Arab, dlsb. Buatlah Islam Nusantara yang
“kaffah”. Yang sempurna. Sama sekali tidak ada unsur Arab-nya.
Harus betul-betul lepas dari kearaban.
Barulah bisa disebut Islam Nusantara atau Lamtara. Termasuk jangan pakai Nabi
Muhammad SAW. Sebab, Baginda yang dielu-elukan oleh kaum muslimin ini dan juga
dimuliakan oleh Allah SWT itu, adalah orang Arab. Beliau berbahasa Arab.
Berjubah dan bersorban.
Jadi, kalau mau menciptakan “agama baru”,
jangan tanggung-tanggung. Anda perlu sosok “nabi” sendiri, kitab sendiri, tata
cara ibadah sendiri, semua sendiri. Supaya asli betul sebagai Islam Nusantara.
Jangan ikut Nabi Muhammad lagi karena begitu disebut “Nabi Muhammad”, pasti
orang akan ingat dengan “Islam” saja. Nabi Muhammad tidak diutus untuk
menyampaikan konsep “Islam Nusantara”.
Mengapa? Karena sejak awal kenabian
beliau, Muhammad hanya menggunakan kata “islam” untuk sebutan agama yang
diridhoi Allah. Sekali lagi, Baginda diutus untuk “Islam” bukan untuk “Islam
Nusantara”.
Dengan demikian, mutlak Anda perlu
memunculkan Nabi Nusantara. Dan Anda perlu cepat mendeklarasikan Nabi Nusantara
agar bisa segera disosialisasikan. Kemudian sang Nabi Nusantara itu haruslah
mampu membuat “kitab suci Lamtara”. Sebab, kalau masih menggunakan al-Quran
sebagai pedoman, maka menjadi batallah kenusantaraan Islam Nusantara yang Anda
inginkan.
Kalau para pengikut Lamtara masih
bernabikan Muhammad SAW, sangatlah aneh. Berarti nanti “terpaksa” mengikuti
arahan orang Arab. Bukankah Nabi Muhammad ada meninggalkan hadits? Nah,
hadits-hadits dari Baginda itu diriwayatkan oleh orang-orang Arab. Dalam bahasa
Arab. Kemudian, buku-buku tentang hadits banyak pula ditulis oleh orang Arab.
Kitab-kitab karangan para ulama besar, semua dalam bahasa Arab.
Begitu juga kitab suci Islam, al-Quran,
juga tak cocok untuk kenusantaraan Islam Nusantara. Kenapa? Karena, menurut
konsep Lamtara, semua yang berbau Arab harus ditiadakan. Jadi, tidak pas kalau
masih memakai al-Quran. Meskipun hanya terjemahannya saja. Sebab, terjemahan
itu ‘kan secara akademis akan mencantumkan sumbernya, yaitu al-Quran. Jadi,
akan mengurangi keaslian Islam Nusantara.
Terus, para penggagas harus mulai
memikirkan sebutan “Islam” yang dipasangkan dengan “Nusantara”. Kata “islam”
itu pun harus dicarikan bahasa asli Nusantaranya. Ada yang menyebutnya
“selamat,” “slamat”, “selamet” atau “slamet”. Kata-kata ini pun masih berbau
Arab. Seratus persen merupakan derivasi kata “islam”. Jadi, kata-kata di atas
tidak nusantaranistis.
Kalau Islam Nusantara disebut “Selamat
Nusantara”, masih belum murni betul kenusantaraannya karena kata “selamat” itu
berasal dari kata “islam”.
Baik. Sementara Anda memikirkan ganti
kata “islam” di dalam sebutan Islam Nusantara, kita lanjutkan ke pembahasan
aspek lain.
Saya lihat sosialisasi Lamtara antara
lain dilakukan dengan mempopulerkan Senam Islam Nusantara (SIN). Percayalah,
cara ini tidak akan efektif. Sulit Anda menjualnya. Sebab, gerakan senam sudah
terlalu banyak macamnya. Para pengikut senam, biasanya, akan cepat bosan. Lihat
saja senam yoga, senam taichi, senam pocho-pocho, dlsb. Sebentar saja lenyap.
Sayang sekali kalau penyebaran konsep
Lamtara mengandalkan gerakan senam. Keluar banyak biaya, hasilnya tidak ada.
Sekarang kita bicarakan soal rumah
ibadah. Allah dan Rasul-Nya menyebut rumah ibadah Islam yang diturunkan kepada
Rasulullah Muhamamd SAW sebagai “masjid”. Ini juga harus diganti. Harus
dicarikan kata asli Nusantara untuk “masjid”. Misalnya saja ada kata asli
Nusantara untuk menggambarkan ruangan luas, yaitu “pendopo” atau “pandopo”. Ada
lagi yang asli yaitu “jambo”, yang berarti ruangan lapang yang beratap.
Sayangnya kata “jambo” tidak terdaftar di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Terus, yang juga sangat penting adalah
memboikot Makkah dan Madinah. Para penggagas dan pengikut Lamtara harus mulai
memikirkan agar Anda tidak usah lagi pergi ke Makkah dan Madinah untuk
melaksanakan ibadah haji. Sebab, kalau masih pergi ke sana, mau tak mau Anda
akan menggunakan bahasa Arab, melihat tulisan Arab, jumpa orang Arab, jumpa
sorban, jumpa janggut, jumpa unta, dlsb. Pusing Anda nanti!
Kemudian soal nama para pengikut Lamtara.
Ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, menggganti nama-nama pengikut yang
terlanjur memakai nama-nama Arab menjadi nama-nama asli Nusantara. Kedua,
berhenti menggunakan nama-nama Arab seperti Muhammad Hanif, Abdul Kadir, Yahya,
Said Aqil, Umar, Usman, Musthofa, Kamal atau Kamil, Faisal Assegaf, dlsb.
Tentu banyak nama-nama asli Nusantara
yang bisa dipakai. Ada “Jaka” atau “Joko”, ada “Ken Arok”, “Ken Dedes”, ada
“Gautama”, ada “Gajahmada”, dll. Tapi, banyak juga yang tak perlu diganti.
Contohnya, Ade Armando, Denny Siregar, dsb.
Ok. Sekarang, siapa yang mau menjadi Nabi
Nusantara?
Mungkin sudah bisa dimulai proses
rekrutmennya. Saran saya, buat saja syarat-syarat untuk menjadi Nabi Nusantara
itu antara lain menguasai bahasa pra-Islam, bahasa Sanskerta, dan bahasa-bahasa
Timur.
Kok syaratnya begitu? Karena kemungkinan
besar kitab suci Lamtara harus menghindarkan bahasa Arab seratus persen. Sama
sekali tak boleh ada kata-kata Arab. Harus asli digali dari bahasa-bahasa
Nusantara. Nah, dulu, orang Nusantara itu konon menggunakan bahasa asli (saya
tak tahu apa namanya) sebelum Islam Muhammad SAW masuk ke negeri ini.
Dulu, penduduk asli Nusantara menyembah
pohon, busut, batu, dsb. Mereka menganut animisme. Jadi, perlu digali bahasa
yang mereka gunakan waktu itu. Harus kerja keras, tentunya.
Tapi, demi Lamtara, bolehlah berkorban.
Supaya Islam Nabi Muhammad SAW bisa Anda reduksi menjadi Islam yang umatnya
berblangkon, sembahyang pakai celana pendek dengan bahasa kuno atau Sanskerta.
Atau, setidaknya sembahyang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa standar
Islam Nusantara. [swamedium]
*Penulis: Asyari Usman, wartawan senior
ISLAM
NUSANTARA; Anti Arab yang Ngarab
(In-Konsistensi Tokoh Islam Nusantara)
Oleh : Hizbullah Ivan
MENURUT Lelaki yang lama belajar ilmu agama bimbingan Sayyid Maliki di Mekah,
sekaligus Putra dari KH. Maemoen Zubair yakni KH. Najih Zubair atau Gus Najih,
bahwa "ada doktrin sesat di balik lahirnya wacana Islam Nusantara.”
Gagasan Islam Nusantara secara fundamen
hadir dalam rangka untuk mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur
Indonesia.
Artinya,, secara kultural Islam Nusantara
seolah ingin mengajak umat untuk mengakui dan menerima berbagai budaya leluhur
sekalipun budaya tersebut kufur.
Karena bagi mereka,, Islam di Indonesia
adalah agama pendatang yang harus patuh dan tunduk terhadap tradisi &
budaya Nusantara. Sehingga Islam "wajib" di-akulturasikan dengan
nilai-nilai kultural yang dianggap telah mapan dianut oleh mayoritas masyarakat
Indonesia. Tak peduli sekalipun konten budaya itu sesat ataupun menabrak
syariat.
(Pokoknya,, di Indonesia Islam harus
"Kawin" dengan Budaya, tak peduli sekalipun maharnya adalah Hoax
mobil esemka ataupun patung pemimpin merongoss, Joosss..!)
Hal tersebut senada dengan apa yang
dikatakan Azyumardi Azra. Bahwa Islam Nusantara merupakan hasil Interaksi
antara Islam Rahmatan Lil'alamiin dengan realitas sosial budaya, dan agama di
Indonesia.
Dari terminologi itu, maka kita diajak
paham apa sebenarnya keinginan mereka.
Yakni, di Indonesia,, keluhuran Nilai
Agama,, khususnya Islam,, wajib menyesuaikan dengan kehendak dan kuasa budaya.
Artinya,, jika di satu wilayah terdapat
Budaya memakan Riba, maka Islam harus menjadi jalan tengah untuk menciptakan
RIBA SYARI'AH.
Jika di Pulau Jawa ada Budaya pemujaan
berhala, penyembah pohon, penyembah keris, dan peminum air cucian kyai, maka
Islam pun harus siap mencipta Fatwa, SYIRIK SYARI'AH.
Demikian pula jika di satu kampung
terdapat Budaya komunitas Homo. Maka Islam wajib melindungi mereka dengan
membuat Fiqh HOMO SYARI'AH.
Pun dengan kultur budaya Judi & Perzinahan.
Islam wajib memfasilitasi itu dengan membuat Mazhab Poros Tengah yang membahas
tentang Judi & Zina yang sesuai syariat dengan kadar dosa minimalis &
alakadarnya.
Lalu pertanyaannya,, bolehkah itu
dilakukan... ?
Maka saya katakan, SILAKAN....!!
Perhatikan...
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama
(Islam). Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (QS. Al Baqarah:
256)
Jadi, silakan tentukan pilihan dan hendak
kemana akan berjalan. Perintah dan larangan telah khatam diturunkan, dan risalah
pun telah final disampaikan.
Beragam kisah pun telah diceritakan.
Bagaimana kelak nasib manusia yang tetap dalam iman & keta'atan. Dan
bagaimana nasib mereka yang berbalik ke dalam kekufuran dan kebodohan.
Jadi ya silakan. Islam tidak akan
dirugikan dengan menjamurnya fikrah-fikrah sempalan.
Demikian pula Allah & Rasul-Nya,
sekali-kali tidak sedikitpun kehilangan keagungan dengan kemunculan
manusia-manusia Edan.
Lagi pula,, Bumi Allah ini masih sangat
luas untuk mengubur jasad manusia yang Kurang Waras.
Satu saja nasihat saya bagi mereka para
Pegiat Dakwah Islam Nusantara agar dakwahnya diterima masyarakat Indonesia.
Yakni, cobalah kaffah & istiqamah
serta konsisten dalam menghayati sampean punya ide & Fikrah.
Jika merasa diri sudah mantab mendeclare
slogan "ANTI ARAB".
Maka janganlah menggunakan nama-nama
keren yang ke Arab-araban.
Mulai besok, sampeyan datangi Disdukcapil
untuk mengganti nama di akta kelahiran.
Karena ide Islam Nusantara menjadi kurang
greget jika Para Punggawanya mengemban Nama-Nama Arab seperti (Contoh) : Said,
Siradj, Abshar Abdalla, Nadirsyah, Hosein, Mahfudz, Wahid, Nazaruddin, Romly,
Muhaimin, Yakhya Staqoef, Kholil Yaqoet, Omar, Shahab, Mizan, dll.
Cobalah berpikir & bertafakur untuk
mulai mencari nama-nama yang me-Nusantara.
Seperti : Burayot, Bushiat, Mukijo,
Sukethi, Paimin, Paijo, Tukijan, Kebul, Ngadimin, Nganjuk, Ngutang, Ngasbon,
Nginul, Ngojay, Ngopi, Ngorong, Ngojek, daaaaaan lain-lain.
Oke.. ?
Bagaimana,, Deal... ???
PUASSSS..!!!
END.
-Hizbullah Ivan-
(PEGIAT ISLAM ARAB)
Sumber Bacaan :