Kamis, 1 Muharram 1437 H / 15 Oktober 2015
14:35
Ada empat kewajiban yang
harus dilakukan setiap Muslim kepada Rabb-nya, kata Ustadz Oemar Mita.
“Pertama, ia harus mengerti
perkara apa yang Allah cintai, kedua ia harus mengerti perkara apa yang dibenci
oleh Allah, ketiga ia harus mengerti siapa orang-orang yang Allah cintai,
keempat ia harus mengerti siapa orang-orang yang dibenci oleh Allah,“ ujar
relawan kemanusiaan untuk Suriah Ustadz Oermar Mita saat menyampaikan orasinya
pada acara Munashoroh Suriah yang bertajuk ‘Negeri Syam Digempur, Umat Islam ke
Mana’ di Masjid Al-Furqon DDII, Jakarta, Rabu (14/10).
Ketika membicarakan Syam,
lanjutnya, ini termasuk dalam semua yang dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim
terkait empat perkara tersebut.
“Ketika kita membicarakan
tentang yang Allah cintai bukankah Syam adalah tanah yang Allah cintai di atas
tanah Madinah. Ketika kita berbicara tentang perkara apa yang Allah benci,
bukankah kita membicarakan kezaliman dan tentang darah kaum Mukminin yang
tertumpah, dan Allah membenci darah kaum Mukninin yang tertumpah tanpa hak,“
terang Wakil Ketua Majelis Dakwah Islam Indonesia (MADINA) itu.
Menurutnya, ketika kita berbicara
tentang apa yang Allah cintai, bukankah kita mengerti bahwa orang terbaik yang
hidup di atas muka bumi di akhir zaman adalah orang-orang Syam. Ketika kita
berbicara siapa orang yang paling Allah benci, bukankah kita melihat Syam
menjadi magnet yang besar tempat kumpulnya orang-orang kafir untuk mengalirkan
darah kaum Muslimin.
“Ini merupakan 4 perkara yang
korelasinya sangat kuat, berkaitan tentang rasa cinta kita kepada Allah. Inilah
yang menjadikan kita untuk bersatu, bukan hanya memikirkan ibadah sunnah yang
kita lakukan. Ini membuktikan sebuah kewajiban yang lebih besar, karena dzikir
kita hanya balik kepada diri kita sendiri, tetapi ketika membicarakan tubuh
kaum Muslimin adalah membicarakan hal yang sangat besar dan manfaatnya akan
kembali kepada orang banyak,“ jelasnya lagi.
Berbicara soal Syam, kata
Oemar, tak akan pernah berhenti dan tiada batasnya. Dia bermula tapi tidak ada
akhirnya. Pembicaraan Syam adalah pembicaraan nubuwah akhir zaman.
“Sungguh siapkanlah tenaga
kita melawan kaum kuffar, inilah yang menjadi kewajiban kita membela umat Islam
di Suriah,“ tegas Oemar Mita. (EZ/salam-online)
Terimakasih, Tuan Putin
Seperti badai yang datang tanpa disangka
sebelumnya, Rusia
benar-benar turun berlaga ke Suriah. Seolah menegaskan berita yang
sebelumnya hanya kabar burung, ratusan alat-alat perang Rusia turut menghiasi
langit-langit Suriah, menebarkan aroma kematian yang mencekam. Korban sipil pun
jatuh, meski Putin berdalih memerangi kelompok militan. Rumah sakit, instalasi
yang harusnya dihormati dalam perang sekalipun, tak luput dari hajaran rudal
Rusia.
Amarah umat Islam sedunia pun kembali
menggelegak. Puluhan ulama Saudi mengingatkan Rusia akan nasib pilu yang mereka
alami saat berperang melawan Islam di Afghanistan dan Chechnya. Meski di
Indonesia media mainstream seperti menganggap angin lalu peristiwa ini, di
media sosial umat menunjukkan jati dirinya. Membagi
berita, menabur doa dan merajut bantuan seadanya, semampunya.
Kita memang wajib marah. Namun kita juga perlu
“berterimakasih” kepada Rusia. Invasinya ke bumi Syam seperti mengingatkan
kembali kaum Muslimin akan nasib saudara mereka di Suriah yang dilindas rezim
tiran Bashar Asad. Penderitaan yang dialami umat Islam di Suriah sempat menjadi
perhatian publik Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu dan bertebarnya
syubhat, tragedi
kemanusiaan terburuk menurut UNHCR itu, pelan namun pasti,
terlupakan. Tabligh dan penggalangan dana untuk rakyat Suriah tak sebingar
sebelumnya.
Terimakasih juga “wajib” kita haturkan kepada
Rusia. Pilihannya untuk bertempur melawan mujahidin demi mempertahankan
singgasana Bashar Asad semakin menegaskan bendera dua kelompok yang sedang
berhadapan. Sebelumnya kelompok pendukung Iran dan aliran Syiah getol menebar
syubuhat. Mengatakan tragedi Suriah sebagai konflik politik semata, tak ada
tendensi ideologi karena—menurut mereka Syiah bagian dari Islam. Kini raungan
Mig dan Sukhoi Rusia semakin menegaskan bahwa Syiah dan Komunis
memang sekondan melawan Islam.
“Terimakasih”
serupa juga pantas kita haturkan ke Tel Aviv. Sebab, ketika
Israel merasa mantap turut ambil bagian membantu Rusia memerangi mujahidin di
Suriah, jelaslah sudah kini, perang apa yang terjadi di Suriah. Dengan
sendirinya, luruh sudah fitnah-fitnah keji yang mengatakan barisan mujahidin
yang melawan Asad sebagai proyek bayaran Israel atau Amerika.
Invasi Rusia juga membawa harapan baru akan
pemandangan jihad yang menyejukkan hati dan mata kaum Muslimin. Bila sebelumnya
jihad Suriah berkalang asap fitnah; saling caci dan bunuh antar kelompok
Mujahidin, setidaknya kita patut berharap korps Spetsnaz dan pasukan regular
Beruang Merah akan membuat jihad Suriah kembali melawan musuh
yang fokus. Jihad yang benar-benar mengobati sakit umat Islam
sebelumnya.
Selain itu, ratusan tank, ribuan senapan dan
jutaan amunisi yang dibawa Rusia, bisa dimakna sebagai hadiah yang
Allah berikan kepada para mujahidin. Hari ini alat-alat tersebut
berada di tangan tentara Rusia dan Bashar Asad. Namun, dengan sepenuh keyakinan
akan pertolongan Allah, tak lama lagi akan berpindah ke tangan para mujahidin.
Bara perang yang disulut Rusia di Suriah adalah
bahan bakar bagi obor jihad bumi Syam agar tetap berkobar tanpa kenal padam. Jihad yang
kelak akan memanggil para rijalul ummah yang siap
menunaikan janji setia kepada Allah, janji untuk siap berkorban dan terkorban.
Sebab, hanya dengan jihadlah akan muncul sebuah kelompok terbaik pilihan
umat yang dikenal sebagai Thaifah Mansurah.
Kita tidak akan pernah rela ada satu nyawa pun
dari kaum Muslimin yang terenggut. Rasa “terimakasih” kepada Rusia di atas
jelas bukan untuk maksud bersorai di atas suasana mencekam yang hari ini
dilalui rakyat Suriah. Tetapi,
ketika rengekan kepada PBB sudah pasti sia-sia, saat mengemis kasih
kepada Rusia hanya akan melacurkan diri, bukankah saat paling tepat untuk
kembali meyakini bahwa setiap takdir Allah itu pasti berakibat baik bagi
hamba-Nya?