Aan Chandra Thalib, حفظه الله تعالى
Agama Syi’ah adalah agama yang dibangun
diatas asas emosionalisme, provokasi, dan histeria dengan mengusung berbagai
mitos sejarah yang dibumbui oleh ratapan untuk membangkitkan gejolak emosi
jiwa-jiwa yang lemah, sehingga penganutnya tidak hanya menerima ajaran mereka,
bahkan juga rela berbohong demi ajaran tersebut.
Tidak satu pun kelompok keyakinan dan
pemahaman yang lebih buruk daripada Syi’ah dalam hal melegalkan dan melakukan
kebohongan, bahkan menjadikannya sebagai bentuk ketaatan beragama.
Kebohongan demi kebohongan yang dilakukan oleh para pemuka agama mereka
terhadap para pengikutnya acap kali membuat kita prihatin dengan kepolosan para
pengikut yang tertipu daya.
Ya, mereka memang lebih pantas untuk
dikasihani, dan dipandang dengan tatapan prihatin. Tak heran bila sebagian pengikut
Syi’ah yang berpikiran kritis mengeluhkan para sayid Syi’ah karena
praktek-praktek melampaui batas dan penjarahan yang dilakukan terhadap harta
maupun kehormatan mereka atas nama agama.
Kepribadian Syi’ah merupakan
perpaduan antara pola pikir Yahudi dan tingkah laku Majusi.
Mereka menjadikan slogan mengikuti Ahlulbait sebagai keyakinan utama mereka
dalam masalah akidah dan loyalitas. Ulama-ulama Syi’ah baik pada era klasik
maupun kontemporer dengan licinnya memanfaatkan peristiwa-peristiwa sejarah, setelah
menambah-nambahinya dengan berbagai rekayasa atas prahara dan kezaliman yang
menimpa Ahlulbait.
Itu mereka lakukan untuk dapat
menarik simpati para pengikutnya, sehingga sadar atau tidak mereka membiarkan
hati mereka terperangkap dalam kesedihan, tangisan, ratapan, bahkan menyakiti
diri sendiri. Jika kondisinya telah sampai pada taraf itu maka berikutnya
merupakan hal yang mudah untuk menyetir para pengikut tersebut sesuka hati
mereka.
Para pembesar mereka berupaya keras
menjadikan kebohongan sebagai pondasi agama mereka, sehingga kebohongan mereka
pun berkembang dari sekedar kebohongan biasa kepada kebohongan yang dipandang
sebagai bagian dari inti agama. Selanjutnya kebohongan itu diterjemahkan dalam
akidah taqiah yang membuat mereka tidak kesulitan menanamkan akidah-akidah yang
menyimpang dan fakta-fakta palsu dalam hati para pengikut, sebagaimana taqiah
ini juga memudahkan mereka untuk berada di tengah komunitas Umat Islam.
Permusuhan dan dendam yang terlihat
pada kepribadian penganut Syi’ah ini merupakan hasil dari perpaduan jiwa dan
pemikian yang tidak stabil, sehingga melahirkan manusia yang tidak stabil. Itu
tercermin pada kepribadian orang-orang Syiah yang memiliki sifat-sifat, antara
lain:
1. Selalu merasa lemah, tertindas
yang disertai dendam kesumat. Oleh karena itu mereka cendrung berbuat curang.
Selanjutnya bila mendapatkan kesempatan mereka akan melakukan balas dendam
secara melampaui batas dan menikmati penderitaan dan kesakitan orang lain tanpa
kenal kasihan.
2. Melakukan taqiah, dan itu merupakan
salah satu rukun mazhab Syi’ah yang berarti menampilkan hal yang berbeda dengan
yang dipikirkan dan dirasakan di hadapan orang-orang yang tidak sepaham dengan
mereka jika dibutuhkan.
3. Memiliki pemikiran dan ledakan
emosi yang tidak wajar, karena dibakar rasa benci terhadap orang-orang yang
menentang mereka yaitu Ahlusunah atau orang-orang yang mereka cap sebagai musuh
Ahlulbait. Mereka terbiasa memendam dendam dan mencari kesempatan untuk
melampiaskannya.
4. Sangat merindukan Imam Mahdi
al-Muntaẓar dari persembunyiannya di sebuah gua di Samara untuk memenuhi dunia
ini dengan darah dan tengkorak para penentang mereka, terutama para Khalifah
Rāsyidīn. Mereka –sebagaimana keyakinan Syi’ah dalam kitab-kitab mereka –akan
dihidupkan kembali oleh Allah untuk disiksa oleh Imam Mahdi sebagai hukuman
atas perlakuan mereka terhadap Fatimah.
5. Syi’ah didominasi oleh orang-orang
yang berpikiran dangkal, polos dan tidak kritis, akibat keterikatan sangat
besar dan pengkultusan terhadap imam-imam mereka. Oleh karena itu mereka dengan
mudah dapat dicekoki khurafat-khurafat berisi sanjungan berlebih-lebih terhadap
para Imam yang bahkan menempatkan mereka sebagai Tuhan, sebaliknya umat Islam
yang berbeda pendapat mereka mereka tempatkan kedudukannya sebagai penghuni
kerak neraka.
6. Kepribadian orang Syi’ah
sesungguhnya tidak siap untuk menghormati nilai-nilai kemanusia yang berlaku,
mereka tiba-tiba menjadi anarkis begitu mendengarkan fatwa emosional yang
menghalalkan membunuh orang-orang yang menentang mereka.
7. Orang-orang Syi’ah akan lebih
cendrung bekerja sama dengan orang kafir daripada orang islam yang tidak
sejalan dengan aqidah mereka, padahal orang kafir adalah musuh yang nyata. Ini
sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik Syi’ah Imamiah. Oleh karena
itu jatuhnya Baghdad pertama kali, kepada Tatar (656H) salah satunya karena
ulah pengkhianatan Wazir Khalifah al-Mu’taṣim, al-‘Alqami. Dia seorang penganut
Syi’ah kebatinan. Demikian juga kekalahan Baghdad pada bulan April 2003 dari
Amerika Serikat, juga karena ulah generasi penerus al-‘Alqami.
8. Orang Syi’ah tidak mampu bersikap
objektif dan berlaku adil dengan orang-orang yang tidak sejalan dengan mereka.
Jika menguasai pemerintahan, mereka memerintah tanpa rasa keadilan karena
dendam kesumat yang mereka warisi turun temurun, sebagaimana yang terjadi
terhadap Ahlusunah di Iran, Irak, Libanon, dan Yaman di wilayah al-Ḥuṡaiyin.
9. Simpati yang hanya berdasarkan
emosi serta kemampuan berpikir yang sederhana, menjadi sasaran empuk sejumlah
pemikiran ekstrim dan berlebih-lebihan.
10. Orang Syi’ah memandang ketulusan,
emosi serta air mata mereka, dan harta khumus (seperlima dari kekayaan dan
pendapat) yang mereka bayarkan merupakan pintu-pintu surga. Barangkali kita
tidak menemukan ibadah murni yang semata-mata dipersembahkan kepada Allah tanpa
bumbu-bumbu kepercayaan lainnya.
Akhirnya, saya (Syaikh Mamduh)
sampaikan bahwa dengan menganalisis dan memahami kejiwaan dan daya berpikir
Syi’ah Dua Belas Imam, maka para dai dapat dengan mudah meruntuhkan kepercayaan
para pengikut Syi’ah yang telah dibangun oleh para sayid mereka dengan berbagai
khurafat dan bisikan-bisikan setan.
Oleh sebab itu sudah seharusnya
setiap dai memperhatikan aspek ini dengan seksama. Tidak semua dai dapat
memberikan pencerahan kepada para pengikut Syi’ah meskipun da’i tersebut
mengetahui dengan baik akidah dan ajaran dasar Syi’ah, jika mereka tidak
memahami tipe dan karakter umum orang-orang Syi’ah.
Sekian. Semoga bermanfaat
Silahkan dishare.
(Diringkas dengan sedikit
penyelarasan dari tulisan Syaikh Mamduh Farhan al-Buhairi yang diterjemahkan
oleh Majalah Qiblati dengan judul: ANALISIS KEJIWAAN DAN KECERDASAN (Syi’ah Dua
Belas Imam))
________________
Madinah Selasa 03-06-1435 H
ACT El-Gharantaly