Monday, January 25, 2016

Musuh Yang Kerap Kita Lupakan


قـلـم الـتحـرير 
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang meneladani mereka.
Bahasan Al-Qur’an tentang kaum munafik dan karakter mereka yang demikian ekstensif akan memberi kita kesan betapa urgen dan krusialnya topik tersebut. Sedemikian rupa sehingga bahaya tersebut mengambil porsi banyak ayat Al-Qur’an. Kaum munafik diangkat dalam tujuh belas surah dari total tiga puluh surah Madaniyah (surah yang turun pasca Hijrah Nabi, pent). Setidaknya mencakup 340 ayat dalam Al-Qur’an. Ibn Qayyim sampai berkomentar,“Hampir saja Al-Qur’an seluruhnya berbicara tentang mereka (kaum munafik itu).”  (Madarij al-Salikin, Juz I, h. 347).
Pokok kemunafikan berasal dari inkonsistensi antara yang lahir (perbuatan di depan manusia) dengan yang batin (kondisi yang tersembunyi di dalam hati). Al-Qur’an membahas secara rinci kondisi kaum munafik mengingat bahwa mereka lebih berbahaya daripada kelompok kafir lainnya, dengan kedustaan, kamuflase, dan manipulasi. Rincian tersebut penting demi menghadapi makar mereka. Makar yang kaum munafik sangka dapat menipu Allah dan orang-orang beriman.“. . . padahal mereka hanya manipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.”(Terjemah QS. al-Baqarah/2: 9).
Al-Qur’an gamblang menjelaskan karakter kaum munafik agar orang-orang beriman tidak terperdaya dengan penampilan lahir mereka. Kerusakan vital mengancam bila kita tidak waspada. Ketika kita mengharap kebaikan dari ahli durhaka dan menunggu perbaikan justru dari pelaku korupsi.
Permusuhan kaum munafik bisa jadi tampak dalam bentuk permusuhan terhadap kaum Muslim. Padahal, sejatinya adalah permusuhan terhadap AllahTa’ala, Rasulullahshallallahu alaihi wasallamdan Al-Qur’an. Pada hakekatnya, permusuhan mereka tertuju kepada Islam itu sendiri.
Ibn Qayyim mendiskripsikan dampak perbuatan mereka,“Berapa banyak benteng Islam yang telah mereka runtuhkan, berapa banyak simbol Islam yang mereka hapus, dan berapa banyak pokok agama yang mereka hujani dengan syubhat. Islam dan kaum Muslim masih saja merasakan akibat dari perbuatan mereka. Syubhat mereka datang bertubi-tubi di saat mereka mengklaim melakukan perbaikan. ‘Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”  (Terjemah QS. al-Baqarah/2: 12;Ibid).
Dalam sejarahnya, kemunafikan termanifestasi dalam beragam bentuk. Kadang muncul sebagai sekte-sekte menyimpang yang mendompleng Islam tapi sesungguhnya di luar Islam. Kadang juga tampil tanpa menunjukkan penentangan terhadap aqidah, namun menyelisihi ketentuan syariat.
Di era ini, kemunafikan tampil dengan sangat terbuka. Dengan berani, ideologi ini memproklamirkan keluar dari agama. Kelompok munafik era modern mempromosikan sekularisme yang memisahkan antara agama dengan urusan dunia. Seakan-akan setelah kehidupan dunia ini tidak ada lagi kehidupan, tanpa pertanggungjawaban, dan tanpa balasan atas perbuatan di dunia.
Membandingkan antara fenomena sekularisme di dunia Islam, pemikiran dan gerakan, dengan pembahasan Al-Qur’an tentang perilaku kaum munafik, terdapat kemiripan yang luar biasa. Seakan-akan Al-Qur’an berbicara langsung tentang kaum sekular. Sekularisme abad ini sesungguhnya merupakan manifestasi kemunafikan.
Tokoh-tokoh ekstrim sekuler, pemikir idiologis, penguasa diktator, hingga aktor intelektual sekuler adalah representasi kaum munafiknifaq akbar. Kelompok inilah yang terus bekerja membentuk komunitas-komunitas kecil kaum munafiknifaq ashghar, agar menjadi pendukung dan sandaran dalam proyek mereka.      
Proyek utama kaum munafik sekuler adalah untuk menjadikannifaq ashghar  dengan segala bentuknya mewarnai bangsa-bangsa Muslim. Sehingga sedikit-demi sedikit ummat Islam keluar dari cahaya Islam menuju kegelapan kekufuran (QS. al-Nisa’: 98).
Masalah yang timbul akibat perbuatan kaum munafik dari kelompok sekuler dan sejenisnya lebih besar daripada masalah lainnya. Kaum munafik bermain hampir di belakang semua petaka, baik itu secara langsung atau tidak langsung. Dampak yang ditimbulkannya mencakup ranah aqidah, syariat dan akhlak, merusak materi dan kehormatan, menyangkut urusan pribadi dan masyarakat.
Kita kutip kembali Ibn Qayyim:
“Bencana akibat perbuatan kaum munafik lebih merusak daripada akibat perbuatan kaum kafir yang jelas kufur. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menyebut mereka sebagai “mereka itulah musuh yang sebenarnya, maka waspadalah terhadapnya!” (QS. al-Munafiqun/63: 4). Gaya bahasa seperti ini mengandung makna membatasi: tidak ada lagi musuh selain mereka. Walaupun bukan berarti bahwa permusuhan terbatas hanya kepada mereka dan bahwa tidak ada musuh kaum Muslim selainnya. Penekanan dalam konteks ini bermakna permusuhan sesungguhnya dan bahwa merekalah musuh sejati. Agar jangan sampai afiliasi terbuka serta pembauran mereka dengan kaum Muslim menjadikan kita terkecoh: mereka bukan lawan. Sesungguhnya mereka lebih penting dilawan daripada musuh dari luar.
“Bahaya mereka yang berbaur sambil menyembunyikan kekufurannya lebih besar dan dahsyat daripada musuh yang jelas. Perang melawan musuh yang disebut terakhir hanya terjadi beberapa waktu atau hari kemudian berakhir dan ditutup dengan kemenangan. Sedangkan kaum munafik, tinggal bersama dengan kaum Muslim siang-malam. Mereka membocorkan kelemahan kaum Muslim kepada musuh dan menunggu waktu lengah, sedangkan kaum Muslim tidak bisa menentang mereka (langsung). Itulah sehingga kaum munafik lebih layak dilawan daripada musuh yang jelas.”(Thariq al-Hijratayn, h. 404).
A­­­­pa yang diceritakan oleh Ibn Qayyim di atas telah kita saksikan dewasa ini dan sebelum abad ini. Sejak Ubay ibn Salul tampil sebagai pelopor di zaman Nabi, jalan kemunafikan tidak pernah sepi sepanjang sejarah.
Di abad ini, kaum munafik demikian jelas dalam dukungannya terhadap kaum kafir dalam isu-isu krusial yang terkait dengan kaum Muslim. Mereka tampak sebelum dan pasca runtuhnya Khilafah Islamiyah sembilan puluh tahun silam di Turki. Mereka juga tampak di Palestina sejak pendudukan enam puluh lima tahun lewat. Sebagaimana mereka kelihatan pada banyak negeri kaum Muslim dalam upaya mereka untuk menghapus identitas dan karakter Islam.
Di sisi lain, dari waktu ke waktu kita juga menyaksikan tragedi-tragedi yang menimpa ummat yang kaum ini punya peran penting di dalamnya. Masih saja kita sebagai ummat merasakan dampaknya di Afghanistan, Palestina, Irak, Bosnia, Pakistan, Chechnya, Somalia, dll. yang kaum munafik bisa “bermain” demi menghinakan kaum Muslim di depan musuh-musuhnya. Semua itu terjadi dengan berbagai modus. Sebab, kaum munafik tidak punya prinsip apa pun selain upaya untuk mencapai kursi kekuasaan agar bisa melakukan kerusakan. Untuk mencapai itu, mereka menghalalkan segala cara.    
Di tengah alpanya syariat di sebagian besar negeri kaum Muslim dan lemahnya seleksi publik buat memilih pemimpin, dunia politik menjadi terbuka buat tokoh represif munafik untuk tampil menjadi penguasa lewat berbagai metode dan cara.  
Selanjutnya, setiap kali kaum munafik ini sampai ke kursi kekuasaan maka satu-satunya upaya yang akan dia lakukan adalah bagaimana mempertahankan kekuasaannya dengan dukungan dari kekuatan luar. Sebagai kompensasi, dia akan memelihara kepentingan kekuatan tersebut di dalam negerinya sendiri. Mulai dari manajemen pemerintahan, undang-undang, komponen-komponen masyarakat, perwakilan, oposisi, rencana lima tahunan, proyek pembangunan, persaingan partai, hingga konflik internal dan eksternal, dll semuanya berujung pada:“Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. al-Baqarah/2: 11-12).
BAHAYA AKIBAT KURANG WASPADA
Ketika Al-Qur’an mengingatkan tentang bahaya kaum munafik dengan ayat:“mereka itulah musuh yang sebenarnya, maka waspadalah terhadapnya!”(QS. al-Munafiqun/63: 4), tampaknya kaum Muslim saat ini belum mengambil sikap yang semestinya. Kaum Muslim kurang waspada dan belum berjihad yang semestinya melawan kaum Munafik. Padahal, AllahTa’alamenyebutkan:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْـمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْـمَصِيرُ}
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”(QS. al-Tawbah/9: 73).
Kiranya, kaum Muslim belum melawan mereka dengan hujjah, apalagi dengan pedang terhadap pihak-pihak yang memang berhak untuk itu. Minimnya kewaspadaan ini berakibat pada lemahnya strategi perlawanan sehingga tidak sedikit aktivis Islam yang menganggap enteng bahayanya. Tidak sedikit aktivis Islam yang menaruh percaya kepada tokoh-tokoh kaum munafik hingga terjebak dalam jerat.
Peristiwa-peristiwa yang mengiringi Revolusi Arab, khususnya kasus Mesir, menunjukkan bagaimana kaum munafik sekuler berhasil membangun basis massa dari kelompok sekuler awam. Kelompok yang mungkin tidak paham arti sekularisme, tapi sikap dan perbuatannya persis seperti diskripsi kaum munafik. Kelompok ini terus meluas akibat berjangkitnya pemikiran dan nilai-nilai pragmatisme dan opurtunisme.
Mereka telah terbiasa dengan dusta, melanggar janji, mengejar popularitas, tidak amanah, penakut, menjauhi jihad, gila harta, gembira dengan musibah yang menimpa kaum Muslim, loyal kepada musuh Islam, anti terhadap orang shalih, bersikap merendahkan terhadap syiar Islam, gembira terhadap menangnya kelompok perusak masyarakat, dll. Kelompok inilah yang tampil menghadap atau menentang proyek-proyek serta slogan aktivis Islam!
Menurut hemat penulis, kita harus mengevaluasi kembali persepsi kita terhadap bahaya kaum munafik yang direpresentasikan oleh kelompok sekuler. Evaluasi ini dilakukan dengan mengkaji kembali Al-Qur’an, Hadits dan sejarah. Agar kita bisa menghidupkan kesadaran ummat terhadap bahaya sekularisme serta bagaimana sikap seharusnya sesuai dengan petunjuk syariat. Dan agar kita bisa menyusun kembali strategi yang tepat guna menangkal ancaman internal tersebut. Ancaman yang terbukti, di luar perkiraan kita, telah mengorbankan banyak nyawa di dalam negeri kita sendiri. Itulah akibat perbuatan kaum sekuler yang yang lahir dari sistem pendidikan dan media yang luput dari perhatian yang seharusnya.
Apakah para aktivis Islam dan kaum Muslim belum maksimal dalam menerapkan peringatan Al-Qur’an“mereka itulah musuh yang sebenarnya, maka waspadalah terhadapnya!”? Apakah kita telah bekerja keras dalam mengungkap hakekat dan bahaya sekularisme, termasuk tokoh-tokoh, proyek, sumber daya, dan penyebarannya kepada masyarakat?
Kita mungkin terperangah bahwa kaum sekuler di negeri kaum Muslim bukan lagi puluhan atau ratusan jumlahnya. Karena kaum ini telah menyebar ke berbagai komponen masyarakat sedemikian rupa sehingga masyarakat terbagi kepada sekuler dan islamis. Apakah realitas ini terbentuk secara kebetulan atau lewat usaha perubahan? Pertanyaan besar yang membutuhkan pemikiran yang mendalam.***