Alhamdulillah,
shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, sahabat, dan
orang-orang yang meneladani mereka.
Bahasan Al-Qur’an
tentang kaum munafik dan karakter mereka yang demikian ekstensif akan memberi
kita kesan betapa urgen dan krusialnya topik tersebut. Sedemikian rupa sehingga
bahaya tersebut mengambil porsi banyak ayat Al-Qur’an. Kaum munafik diangkat
dalam tujuh belas surah dari total tiga puluh surah Madaniyah (surah yang turun
pasca Hijrah Nabi, pent). Setidaknya mencakup 340 ayat dalam Al-Qur’an. Ibn
Qayyim sampai berkomentar,“Hampir
saja Al-Qur’an seluruhnya berbicara tentang mereka (kaum munafik itu).”
(Madarij al-Salikin,
Juz I, h. 347).
Pokok kemunafikan
berasal dari inkonsistensi antara yang lahir (perbuatan di depan manusia)
dengan yang batin (kondisi yang tersembunyi di dalam hati). Al-Qur’an membahas
secara rinci kondisi kaum munafik mengingat bahwa mereka lebih berbahaya
daripada kelompok kafir lainnya, dengan kedustaan, kamuflase, dan manipulasi.
Rincian tersebut penting demi menghadapi makar mereka. Makar yang kaum munafik
sangka dapat menipu Allah dan orang-orang beriman.“. . . padahal mereka hanya manipu dirinya sendiri
sedang mereka tidak sadar.”(Terjemah QS. al-Baqarah/2: 9).
Al-Qur’an gamblang
menjelaskan karakter kaum munafik agar orang-orang beriman tidak terperdaya
dengan penampilan lahir mereka. Kerusakan vital mengancam bila kita tidak
waspada. Ketika kita mengharap kebaikan dari ahli durhaka dan menunggu
perbaikan justru dari pelaku korupsi.
Permusuhan kaum
munafik bisa jadi tampak dalam bentuk permusuhan terhadap kaum Muslim. Padahal,
sejatinya adalah permusuhan terhadap AllahTa’ala,
Rasulullahshallallahu
alaihi wasallamdan Al-Qur’an. Pada hakekatnya, permusuhan mereka
tertuju kepada Islam itu sendiri.
Ibn Qayyim
mendiskripsikan dampak perbuatan mereka,“Berapa
banyak benteng Islam yang telah mereka runtuhkan, berapa banyak simbol Islam
yang mereka hapus, dan berapa banyak pokok agama yang mereka hujani dengan
syubhat. Islam dan kaum Muslim masih saja merasakan akibat dari perbuatan
mereka. Syubhat mereka datang bertubi-tubi di saat mereka mengklaim melakukan
perbaikan. ‘Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (Terjemah QS.
al-Baqarah/2: 12;Ibid).
Dalam sejarahnya,
kemunafikan termanifestasi dalam beragam bentuk. Kadang muncul sebagai
sekte-sekte menyimpang yang mendompleng Islam tapi sesungguhnya di luar Islam.
Kadang juga tampil tanpa menunjukkan penentangan terhadap aqidah, namun
menyelisihi ketentuan syariat.
Di era ini,
kemunafikan tampil dengan sangat terbuka. Dengan berani, ideologi ini
memproklamirkan keluar dari agama. Kelompok munafik era modern mempromosikan
sekularisme yang memisahkan antara agama dengan urusan dunia. Seakan-akan setelah
kehidupan dunia ini tidak ada lagi kehidupan, tanpa pertanggungjawaban, dan
tanpa balasan atas perbuatan di dunia.
Membandingkan antara
fenomena sekularisme di dunia Islam, pemikiran dan gerakan, dengan pembahasan
Al-Qur’an tentang perilaku kaum munafik, terdapat kemiripan yang luar biasa.
Seakan-akan Al-Qur’an berbicara langsung tentang kaum sekular. Sekularisme abad
ini sesungguhnya merupakan manifestasi kemunafikan.
Tokoh-tokoh ekstrim
sekuler, pemikir idiologis, penguasa diktator, hingga aktor intelektual sekuler
adalah representasi kaum munafiknifaq
akbar. Kelompok inilah yang terus bekerja membentuk
komunitas-komunitas kecil kaum munafiknifaq
ashghar, agar menjadi pendukung dan sandaran dalam proyek
mereka.
Proyek utama kaum
munafik sekuler adalah untuk menjadikannifaq
ashghar dengan segala bentuknya mewarnai bangsa-bangsa
Muslim. Sehingga sedikit-demi sedikit ummat Islam keluar dari cahaya Islam
menuju kegelapan kekufuran (QS. al-Nisa’: 98).
Masalah yang timbul
akibat perbuatan kaum munafik dari kelompok sekuler dan sejenisnya lebih besar
daripada masalah lainnya. Kaum munafik bermain hampir di belakang semua petaka,
baik itu secara langsung atau tidak langsung. Dampak yang ditimbulkannya
mencakup ranah aqidah, syariat dan akhlak, merusak materi dan kehormatan,
menyangkut urusan pribadi dan masyarakat.
Kita kutip kembali
Ibn Qayyim:
“Bencana
akibat perbuatan kaum munafik lebih merusak daripada akibat perbuatan kaum
kafir yang jelas kufur. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menyebut mereka sebagai
“mereka itulah musuh yang sebenarnya, maka waspadalah terhadapnya!” (QS.
al-Munafiqun/63: 4). Gaya bahasa seperti ini mengandung makna membatasi: tidak
ada lagi musuh selain mereka. Walaupun bukan berarti bahwa permusuhan terbatas
hanya kepada mereka dan bahwa tidak ada musuh kaum Muslim selainnya. Penekanan
dalam konteks ini bermakna permusuhan sesungguhnya dan bahwa merekalah musuh
sejati. Agar jangan sampai afiliasi terbuka serta pembauran mereka dengan kaum
Muslim menjadikan kita terkecoh: mereka bukan lawan. Sesungguhnya mereka lebih
penting dilawan daripada musuh dari luar.
“Bahaya
mereka yang berbaur sambil menyembunyikan kekufurannya lebih besar dan dahsyat
daripada musuh yang jelas. Perang melawan musuh yang disebut terakhir hanya
terjadi beberapa waktu atau hari kemudian berakhir dan ditutup dengan
kemenangan. Sedangkan kaum munafik, tinggal bersama dengan kaum Muslim
siang-malam. Mereka membocorkan kelemahan kaum Muslim kepada musuh dan menunggu
waktu lengah, sedangkan kaum Muslim tidak bisa menentang mereka (langsung).
Itulah sehingga kaum munafik lebih layak dilawan daripada musuh yang jelas.”(Thariq al-Hijratayn, h. 404).
Apa yang
diceritakan oleh Ibn Qayyim di atas telah kita saksikan dewasa ini dan sebelum
abad ini. Sejak Ubay ibn Salul tampil sebagai pelopor di zaman Nabi, jalan
kemunafikan tidak pernah sepi sepanjang sejarah.
Di abad ini, kaum
munafik demikian jelas dalam dukungannya terhadap kaum kafir dalam isu-isu
krusial yang terkait dengan kaum Muslim. Mereka tampak sebelum dan pasca
runtuhnya Khilafah Islamiyah sembilan puluh tahun silam di Turki. Mereka juga
tampak di Palestina sejak pendudukan enam puluh lima tahun lewat. Sebagaimana
mereka kelihatan pada banyak negeri kaum Muslim dalam upaya mereka untuk
menghapus identitas dan karakter Islam.
Di sisi lain, dari
waktu ke waktu kita juga menyaksikan tragedi-tragedi yang menimpa ummat yang
kaum ini punya peran penting di dalamnya. Masih saja kita sebagai ummat
merasakan dampaknya di Afghanistan, Palestina, Irak, Bosnia, Pakistan,
Chechnya, Somalia, dll. yang kaum munafik bisa “bermain” demi menghinakan kaum
Muslim di depan musuh-musuhnya. Semua itu terjadi dengan berbagai modus. Sebab,
kaum munafik tidak punya prinsip apa pun selain upaya untuk mencapai kursi
kekuasaan agar bisa melakukan kerusakan. Untuk mencapai itu, mereka
menghalalkan segala cara.
Di tengah alpanya
syariat di sebagian besar negeri kaum Muslim dan lemahnya seleksi publik buat
memilih pemimpin, dunia politik menjadi terbuka buat tokoh represif munafik
untuk tampil menjadi penguasa lewat berbagai metode dan cara.
Selanjutnya, setiap
kali kaum munafik ini sampai ke kursi kekuasaan maka satu-satunya upaya yang
akan dia lakukan adalah bagaimana mempertahankan kekuasaannya dengan dukungan
dari kekuatan luar. Sebagai kompensasi, dia akan memelihara kepentingan
kekuatan tersebut di dalam negerinya sendiri. Mulai dari manajemen
pemerintahan, undang-undang, komponen-komponen masyarakat, perwakilan, oposisi,
rencana lima tahunan, proyek pembangunan, persaingan partai, hingga konflik
internal dan eksternal, dll semuanya berujung pada:“Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. al-Baqarah/2:
11-12).
BAHAYA AKIBAT KURANG
WASPADA
Ketika Al-Qur’an
mengingatkan tentang bahaya kaum munafik dengan ayat:“mereka itulah musuh yang sebenarnya,
maka waspadalah terhadapnya!”(QS. al-Munafiqun/63: 4), tampaknya
kaum Muslim saat ini belum mengambil sikap yang semestinya. Kaum Muslim kurang
waspada dan belum berjihad yang semestinya melawan kaum Munafik. Padahal, AllahTa’alamenyebutkan:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْـمُنَافِقِينَ
وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْـمَصِيرُ}
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan)
orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap
mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang
seburuk-buruknya.”(QS. al-Tawbah/9:
73).
Kiranya,
kaum Muslim belum melawan mereka dengan hujjah, apalagi dengan pedang terhadap
pihak-pihak yang memang berhak untuk itu. Minimnya kewaspadaan ini berakibat
pada lemahnya strategi perlawanan sehingga tidak sedikit aktivis Islam yang
menganggap enteng bahayanya. Tidak sedikit aktivis Islam yang menaruh percaya
kepada tokoh-tokoh kaum munafik hingga terjebak dalam jerat.
Peristiwa-peristiwa
yang mengiringi Revolusi Arab, khususnya kasus Mesir, menunjukkan bagaimana
kaum munafik sekuler berhasil membangun basis massa dari kelompok sekuler awam.
Kelompok yang mungkin tidak paham arti sekularisme, tapi sikap dan perbuatannya
persis seperti diskripsi kaum munafik. Kelompok ini terus meluas akibat
berjangkitnya pemikiran dan nilai-nilai pragmatisme dan opurtunisme.
Mereka telah
terbiasa dengan dusta, melanggar janji, mengejar popularitas, tidak amanah,
penakut, menjauhi jihad, gila harta, gembira dengan musibah yang menimpa kaum
Muslim, loyal kepada musuh Islam, anti terhadap orang shalih, bersikap
merendahkan terhadap syiar Islam, gembira terhadap menangnya kelompok perusak
masyarakat, dll. Kelompok inilah yang tampil menghadap atau menentang
proyek-proyek serta slogan aktivis Islam!
Menurut hemat
penulis, kita harus mengevaluasi kembali persepsi kita terhadap bahaya kaum
munafik yang direpresentasikan oleh kelompok sekuler. Evaluasi ini dilakukan
dengan mengkaji kembali Al-Qur’an, Hadits dan sejarah. Agar kita bisa
menghidupkan kesadaran ummat terhadap bahaya sekularisme serta bagaimana sikap
seharusnya sesuai dengan petunjuk syariat. Dan agar kita bisa menyusun kembali
strategi yang tepat guna menangkal ancaman internal tersebut. Ancaman yang
terbukti, di luar perkiraan kita, telah mengorbankan banyak nyawa di dalam
negeri kita sendiri. Itulah akibat perbuatan kaum sekuler yang yang lahir dari
sistem pendidikan dan media yang luput dari perhatian yang seharusnya.
Apakah para aktivis
Islam dan kaum Muslim belum maksimal dalam menerapkan peringatan Al-Qur’an“mereka itulah musuh
yang sebenarnya, maka waspadalah terhadapnya!”? Apakah kita telah
bekerja keras dalam mengungkap hakekat dan bahaya sekularisme, termasuk
tokoh-tokoh, proyek, sumber daya, dan penyebarannya kepada masyarakat?
Kita mungkin
terperangah bahwa kaum sekuler di negeri kaum Muslim bukan lagi puluhan atau
ratusan jumlahnya. Karena kaum ini telah menyebar ke berbagai komponen
masyarakat sedemikian rupa sehingga masyarakat terbagi kepada sekuler dan
islamis. Apakah realitas ini terbentuk secara kebetulan atau lewat usaha
perubahan? Pertanyaan besar yang membutuhkan pemikiran yang mendalam.***