بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dalam sebuah tanya jawab di Detik Ramadan yang diasuh
oleh seorang Doktor, ada sebuah pertanyaan:
Mohon penjelasan al-Qur’an termasuk makhluk atau kalam
(Allah subhanahu wa ta’ala, pen)?
Sang Doktor menjawab:
Pertanyaan tersebut menjadi perdebatan yang panjang
dalam sejarah Islam. Jawaban apapun yang kita pilih tetap saja akan menyisakan
pertanyaan baru. Namun kami sependapat dengan pandangan ulama sunni yang
menyebut sebagai makhluk. Wallahua’alam.
Tanggapan:
Pembaca yang budiman, menjawab sebuah pertanyaan dalam
masalah agama dengan tanpa dasar ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta keterangan
ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sebuah “keberanian”. Betapa tidak, Allah
subhanahu wa ta’ala telah mengancam dalam Al-Qur’an dengan ancaman yang keras
terhadap orang-orang yang berani berbicara tentang agama-Nya tanpa didasari
ilmu. Allah ta’ala berfirman:
وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ
هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ
الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang
disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” [An-Nahl: 116]
Dan firman Allah ta’ala:
وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللَّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“(Allah mengharamkan) kalian berkata atas Allah apa
yang tidak kalian ketahui.” [Al-A’rof: 33]
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di
rahimahullah menjelaskan dalam tafsir beliau, “Makna firman Allah ta’ala, “(Allah
mengharamkan) kalian berkata atas Allah apa yang tidak kalian ketahui”,
mencakup pembicaraan tentang nama-nama Allah Ta’ala, sifat-sifat-Nya,
perbuatan-perbuatan-Nya dan syari’ah-Nya. Semua bentuk pembicaraan tanpa ilmu
telah diharamkan oleh Allah Ta’ala. Dia melarang hamba-hamba-Nya untuk
melakukan hal itu, karena dalam perbuatan tersebut terdapat kerusakan yang
khusus maupun umum.”[1]
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam juga telah
memperingatkan akan datangnya suatu zaman dimana ilmu bukan lagi menjadi
sandaran dalam masalah agama, sehingga yang dijadikan rujukan adalah
orang-orang jahil namun dianggap berilmu, pada akhirnya si jahil ini sesat dan
menyesatkan orang lain. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا ،
يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ
الْعُلَمَاءِ ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا ، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا
جُهَّالاً فَسُئِلُوا ، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidaklah mengangkat ilmu itu
dengan dicabut dari para hamba, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan
mewafatkan para ulama, sampai tidak tersisa lagi seorang ‘alim, sehingga
manusia mengangkat orang-orang jahil sebagai pemimpin. Orang-orang jahil ini kemudian
ditanya, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.”
[HR. Al-Bukhari dan Muslim][2]
Pembaca yang budiman, sesungguhnya Ulama Ahlus Sunnah
wal Jama’ah sepakat Al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluq, sebagaimana
mereka juga sepakat, barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an makhluq maka dia
kafir, tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini.
Sebelum kita lihat bagaimana keterangan ulama Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, mari kita simak dulu firman Allah ta’ala berikut ini:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ
فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّه
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu
meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar
kalam Allah” [At-Taubah: 6]
Ayat ini dengan tegas mengatakan bahwa Al-Qur’an
adalah kalam Allah, demikianlah yang dijelaskan para ulama mufassirin.
Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah berkata:
عن السدي:(فأجره حتى يسمع كلام الله)، أما “كلام
الله”، فالقرآن
“Dari As-Sudi tentang firman Allah, “lindungilah ia
supaya ia sempat mendengar kalam Allah,” adapun makna kalam Allah adalah
Al-Qur’an.”[3]
Al-Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
حتى يسمع كلام الله أي القرآن
“Firman Allah, “supaya ia sempat mendengar kalam
Allah,” yakni Al-Qur’an.”[4]
Kesepakatan Ulama: Al-Qur’an adalah Kalamullah bukan
Makhluk dan Kafirnya Orang yang Berpendapat Al-Qur’an Makhluk
Al-Imam Al-Baihaqi Asy-Syafi’i rahimahullah
meriwayatkan ucapan Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah, dari pertanyaan muridnya
Al-Qodhi Abu Yusuf rahimahullah, beliau berkata:
أن القرآن مخلوق أم لا ؟ فاتفق رأيه ورأيي على أن من
قال : القرآن مخلوق ، فهو كافر
“Apakah Al-Qur’an makhluk atau bukan? Maka jawaban
beliau sesuai dengan pendapatku bahwa siapa yang mengatakan “Al-Qur’an makhuk”
maka dia kafir.”[5]
Al-Imam Al-Baihaqi Asy-Syafi’i rahimahullah
meriwayatkan ucapan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah:
لما كلم الشافعي رضي الله عنه حفصا الفرد ، فقال حفص :
القرآن مخلوق ، فقال له الشافعي : كفرت بالله العظيم
“Ketika Asy-Syafi’i radhiyallahu’anhu berbicara dengan
Hafsh Al-Fard, dia berkata, “Al-Qur’an makhluk”, maka Asy-Syafi’i berkata
kepadanya, engkau telah kafir kepada Allah Yang Maha Agung.[6]
Al-Imam Abu Hatim dan Abu Zur’ah rahimahumallah
mengabarkan aqidah seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah di seluruh negeri
yang mereka temui:
ومن زعم أن القرآن مخلوق فهو كافر بالله العظيم كفرا
ينقل عن الملة ومن شك في كفره ممن يفهم فهو كافر ومن شك في كلام الله عز و جل فوقف
شاكا فيه يقول لا أدري مخلوق أو غير مخلوق فهو جهمي ومن وقف في القرآن جاهلا علم
وبدع ولم يكفر
“Barangsiapa yang menyangka Al-Qur’an makhluk maka dia
kafir kepada Allah Yang Maha Agung dengan kekafiran yang mengeluarkan dari
Islam, dan barangsiapa yang ragu dengan kekafirannya –dari orang yang sudah
memahami masalah- maka dia juga kafir, dan barangsiapa ragu pada kalam
Allah ‘Azza wa Jalla, lalu dia tidak
menentukan sikap dalam keraguan dengan berkata, “Aku tidak tahu Al-Qur’an makhluk
atau bukan,” maka dia seorang pengikut Jahmiyah, dan barangsiapa tidak
menentukan sikap karena tidak tahu (bukan karena ragu), maka dia harus diajari,
dibid’ahkan, dan tidak dikafirkan.”[7]
Al-Imam Al-Lalikai rahimahullah berkata:
أن القرآن كلام الله جل ثناؤه ولا اختلاف فيه بين أهل
العلم ومن قال كلام الله مخلوق فقد كفر
“Bahwasannya Al-Qur’an adalah kalam Allah ‘Azza wa
Jalla, tidak ada perbedaan pendapat anatara ulama dalam masalah ini, dan
barangsiapa yang mengatakan kalam Allah adalah makhluk maka dia telah
kafir.”[8]
Faidah Penting: Alhamdulillah telah jelas bahwa ulama
sunni tidaklah berbeda pendapat, semuanya sepakat bahwa Al-Qur’an adalah kalam
Allah bukan makhluk dan barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an makhluk maka dia
kafir. Akan tetapi terdapat perbedaan pendapat tentang: Bolehkah mengatakan,
“Bacaanku (pelafalanku) terhadap Al-Qur’an adalah makhluq”?
Untuk dapat memahami masalah ini maka perlu dirinci
apakah yang dimaksud dalam ucapan, “Bacaanku (pelafalanku) terhadap Al-Qur’an
adalah makhluq.” Sesungguhnya ucapan ini mengandung dua makna:
1)
Al-Malfuzh (yang diucapkan atau dilafazkan), yaitu ayat-ayat Allah
Ta’ala atau Al-Qur’an itu sendiri, maka makna ini sama dengan ucapan “Al-Qur’an
makhluq,” inilah yang dimaksud oleh Jahmiyyah, yang telah disepakati ulama
bahwa ucapan tersebut adalah kekafiran.
2)
Talaffuzh al-insan (perbuatan manusia dalam melafazkan), di sinilah
letak perbedaan pendapat ulama sunni, dan yang berpendapat seperti ini hanyalah
segelintir ulama sunni, kebanyakan ulama mengatakan “Al-Qur’an kalamullah,”
mereka membid’ahkan ucapan tersebut. Walaupun maknanya benar, namun kebanyakan
ulama melarang ucapan tersebut karena dua alasan:
Pertama: Ucapan tersebut tidak dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan sahabat, padahal mereka adalah
Salaf yang hidup sebelum para ulama yang berpendapat demikian.
Kedua: Ucapan tersebut dapat mengantarkan kepada
pendapat bid’ah “Al-Qur’an makhluk” yang telah disepakati ulama bahwa ucapan
itu termasuk kekafiran, dan sudah dipamahi dalam kaidah syari’ah, sesuatu yang
bisa mengantarkan kepada yang haram maka diharamkan.
Ketika mengomentari bid’ah yang dibuat oleh
Al-Karabisi yang diingkari oleh Al-Imam Ahmad rahimahullah, Al-Imam Adz-Dzahabi
rahimahullah berkata:
ولا ريب أن ما ابتدعه الكرابيسي، وحرره في مسألة
التلفظ، وأنه مخلوق هو حق، لكن أباه الامام أحمد لئلا يتذرع به إلى القول بخلق
القرآن، فسد الباب، لانك لا تقدر أن تفرز التلفظ من الملفوظ الذي هو كلام الله إلا
في ذهنك
“Tidak diragukan, bid’ah yang dilakukan Karabisi dan
ditulisnya tentang pelafalan Al-Qur’an sebagai makhluk adalah benar, akan
tetapi Al-Imam Ahmad menolaknya agar tidak mengantarkan pada pendapat
”Al-Qur’an makhluk,” beliau (Al-Imam Ahmad) menutup pintu (kepada bid’ah),
karena engkau tidak dapat membedakan (kepada pendengarmu) antara at-talaffuzh
(perbuatanmu dalam melafazkan) dan al-malfuzh (yang engkau lafazkan) yang
merupakan kalamullah (bukan makhluk) kecuali dalam benakmu sendiri.”
Dan perlu dicermati, bahaya keyakinan bid’ah “Al-Qur’an
makhluk” secara tidak langsung menganggap Allah ta’ala sebagai makhluk, sebab
Al-Qur’an adalah kalamullah, dan kalamullah adalah sifat Allah. Demikian pula,
keyakinan ini sama artinya dengan meyakini Al-Qur’an bisa benar dan bisa salah,
sebab umumnya makhluk bisa benar dan bisa salah, pada akhirnya bisa direvisi
dan bisa dterima atau ditolak. Sehingga orang yang berpendapat “Al-Qur’an
makhluk” kemudian memiliki alasan untuk menyalahkan Al-Qur’an apabila
bertentangan dengan akal mereka yang pendek. Wallahul Musta’an.
Tanggapan ringkas ini semoga dapat menjadi nasihat
bagi kaum muslimin agar berhati-hati dari berbagai macam kesesatan yang
tersebar di dunia maya.
[Disadur dari buku kami, Salafi, Antara Tuduhan dan
Kenyataan, hal. 197-200 cet. ke-2]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه
وسلم
[1] Tafsir
As-Sa’di, hal. 283.
[2] HR.
Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 6971 dari Abdullah bin Amr bin Ash
radhiyallahu’anhuma
[3] Tafsir
Ath-Tobari, 14/139, no. 16482.
[4] Tafsir Ibnu
Katsir, 2/411.
[5] Al-Asma’
was Shifaat, 1/611, no. 551.
[6] Ibid,
1/611, no. 554.
[7] Syarhu
I’tiqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah minal Kitab was Sunnah wa Ijma’ Ash-Shohabah,
1/178, no. 321.
[8] Ibid, 1/172
no. 319.
Wa’alaykumussalam
warahmatullahi wabarakatuh, ungkapan di atas benar, segala sesuatu selain Allah
ta’ala adalah makhluk, adapun kalam Allah adalah sifat Allah ta’ala yang
merupakan bagian dari Allah ta’ala itu sendiri, jadi bukan makhluk. Ini sudah
merupakan ijma’ (kesepakatan) seluruh ulama sebagaimana dalam pembahasan di
atas, maka wajib bagi kita untuk tunduk.
1. Seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sepakat, tidak ada yang berbeda pendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah
ta’ala dan bukan makhluk.
2.
Seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga sepakat, tidak ada yang berbeda
pendapat bahwa siapa yang mengatakan Al-Qur’an itu makhluk maka dia kafir.
3.
Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah melarang ucapan semisal,“Pelafalan malaikat Jibril ‘alaihissalam
terhadap Al-Qur’an adalah makhluk.” walaupun
kenyataannya ucapan makhluk memang makhluk namun tidak boleh kita menyebutkan
demikian karena itu adalah ucapan yang baru dalam agama, tidak ada contohnya
dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dan juga sangat dikhawatirkan
dapat mengantarkan kepada keyakinan kufur: Al-Qur’an adalah makhluk. Sebab
Al-Qur’an adalah kalamullah.
4.
Keyakinan bahwa setiap ayat Al-Qur’an ada penjaganya adalah batil atau salah
karena tidak ada dalil yang menunjukkannya.
5.
Ilmu kanuragan termasuk ilmu sihir, adapun penggunaan Al-Qur’an padanya
hanyalah sebagai tipuan sehingga seakan-akan berasal dari Islam.