BAGI yang belum tahu
latar belakang Goenawan Mohamad (GM), mungkin terheran-heran dengan minatnya
terhadap bacaan-bacaan dan pemikiran-pemikiran yang membincangkan soal Tuhan
namun dengan orientasi yang meniadakan, meragukan, dan sejenisnya.
Cobalah
sesekali kunjungi situs taman kembang pete yang memuat
wawancara majalah porno Playboyedisi 16 April 2007 dengan
Goenawan Mohamad (GM) (http://tamankembang
pete.blogspot.com/2007/04/playboy-interview-goenawan-mohamad.html). Dari
wawancara itu, antara lain bisa diketahui bahwa bapaknya GM adalah seorang tokoh Marxis yang
berpengaruh di Pekalongan.
GM
sendiri mengakui bahwa bapaknya kiri. “Iya, Bapak saya
seorang kiri. Saya terlalu kecil waktu itu untuk
mengerti. Kakak saya, Kartono, cerita dalam perpustakaan
bapak saya itu Karl Marx isinya. Dia
aktivis politik, pelopor kemerdekaan. Dia dibuang ke Digul bersama ibu saya.
Pulang, tahun 1945, Belanda datang dia ditangkap, ditembak mati. Saya
umur lima tahun ketika itu.”
Bahkan,
melalui wawancara majalah porno tersebut, GM memposisikan orang-orang yang berpaham komunis setara
dengan yang non komunis. Menurut GM, “Saya lihat orang-orang
komunis sama patriotiknya dengan yang bukan komunis, sama-sama ingin
membikin Indonesia lebih baik…” Begitu kata GM.
Lain yang dikata GM lain pula dalam kenyataan.
Dan ternyata, patriotisme kaum yang berpaham komunis itu ditunjukkan
–setidaknya– melalui dua kali kudeta, di tahun 1948 dan 1965, membunuhi ulama;
juga mengolok-olok agama dan umat beragama, sebagaimana kini dilakukan oleh
sebagian anasir JIL (Jaringan Islam Liberal) dan sejumlah mahasiswa kiri di
UIN/IAIN.
Dalam
salah satu catatan pinggirnya berjudul Atheis (30 Juli 2007), GM
seperti sedang ‘membanggakan’ kitab bacaannya yang membincangkan keberadaan
tuhan, antara lain God Is Not Great: Religion Poisons Everything karya
penulis Inggris bernama Christopher Hitchens yang meyakini bahwa Tuhan tidak
akbar dan bahwa agama adalah racun. Masih ada beberapa buku lainnya yang dibaca
GM, meski tidak tuntas.
Bagaimana
kesan GM setelah membaca buku-buku –yang tidak tuntas itu? Menurut GM, “… saya
telah merasa setengah terusik, tersinggung, berdebar-debar, terangsang
berpikir, tapi juga gembira…”
Sebuah
potret perasaan yang membingungkan, dan boleh jadi mewakili kondisi psikis GM
secara keseluruhan. Kalau membaca buku-buku seperti itu membuat GM terusik,
tersinggung, berdebar-debar dan sebagainya, mengapa ia menyediakan waktu khusus
untuk mengunyah-ngunyah sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat luas.
Bukankah
akan lebih baik energi dan kekuatan berfikir GM dicurahkan membaca-baca buku
bermanfaat, seperti cara menanam tomat yang baik, cara menanam padi yang baik,
kemudian ditulis di majalahnya untuk dibaca dan diterapkan oleh orang lain?
Tapi,
itu merupakan pilihan GM membaca buku-buku yang tidak ada
manfaatnya bagi rakyat kebanyakan. Meski, GM setelah membaca buku-buku itu –dan
tidak tuntas– ia merasa setengah terusik, tersinggung, berdebar-debar,
terangsang berpikir, tapi juga gembira Mengapa gembira? Karena, menurut GM,
“…kini datang beberapa orang atheis yang sangat fasih dengan argumen yang
seperti pisau bedah. Dengan analisa yang tajam
mereka menyerang semua agama, tanpa kecuali, di zaman ketika iman
dikibarkan dengan rasa ketakutan, dan rasa ketakutan dengan segera diubah jadi
kebencian. Dunia tak bertambah damai karenanya. Maka siapa tahu memang dunia menantikan
Hitchens, Harris, dan Dawkins. Siapa tahu para atheis
inilah yang akan membuat kalangan agama mengalihkan fokus mereka dan kemudian
berhenti bermusuhan.”
Jadi, GM
gembira karena para penganut atheis telah hadir dengan pisau argumennya yang
tajam dan menyerang semua agama, sehingga kehadirannya bagaikan Imam Mahdi
dalam konsep syi’ah (bukan Imam Mahdi yang disabdakan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam) atau Lia Eden, yang memang ditunggu-tunggu dunia, bahkan
siapa tahu para penganut atheis itu menjadi juru damai di antara penganut agama
yang ‘gemar’ bertikai satu sama lain. Begitulah kira-kira konsepsi GM, sehingga
ia gembira.
Bila
para penganut agama cenderung bertikai satu sama lain, sehingga suara dan
kehadiran para penganut atheis menjadi perlu; maka, bila pelaku pertikaian dan
sumber pertikaian itu sendiri bukan penganut agama tetapi sebuah rezim, seperti
rezim Bush menyerang Iraq, menyerang Afghanistan dan sebagainya bukan atas nama
agama, maka isme apa yang ditunggu-tunggu untuk besuara dan hadir?
GM merusak agama demi
atheisme
Beberapa bulan kemudian, GM kembali menunjukkan
kebingungannya berkenanan dengan konsep ketuhanan, melalui tulisannya berjudul Tentang Atheisme Dan Tuhan
Yang Tak Harus Ada sebagaimana
dipublikasikan harian Kompas edisi 6 Oktober 2007. Antara lain dikatakan GM,
“…Ketika kita mengatakan ‘Tuhan itu Satu’, kita sebenarnya telah
menyekutukan-Nya…”
Mengapa demikian? Karena menurut GM, kata esa
atau tunggal atau satu itu menunjuk kepada sesuatu yang dapat dihitung. Maka, jika
“tuhan” dapat dihitung, Ia praktis setaraf dengan benda. Begitulah pendapat GM
Padahal, dalam perspektif Islam, Allah
sendiri yang menyebut dirinya satu, esa, tunggal atau ahad, sebagaimana bisa
ditemui pada Al-Qur’an al-Kariem surat ke-112 (Al-Ikhlaash): Qul
huwallaahu ahad.
قُلْ
هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ، وَلَمْ يَكُنْ
لَهُ كُفُواً أَحَدُ
(1)
Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2) Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3) Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, (4) Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS
Al-Ikhlash/ 112: 1, 2, 3, 4).
Masa’
sih, GM yang konon beragama Islam tidak pernah
membaca surat Al-Ikhlaash. Kalau buku-buku yang tergolong ‘berat’
saja ia sempat baca, masak sih surat sependek itu seumur hidupnya
tidak sempat terbaca.
Baik GM
pernah membaca surat Al-Ikhlaash maupun tidak, GM telah berfatwa
tentang hal yang sangat amat besar dalam agama, yakni tentang kemusyrikan. Dan
yang amat sangat fatalnya, “fatwa”nya itu justru menjatuhi hukum musyrik bagi
setiap orang yang bertauhid, yang mengimani bahwa Allah itu satu. Perkataan GM: “…Ketika kita mengatakan ‘Tuhan itu Satu’, kita
sebenarnya telah menyekutukan-Nya…” itu
benar-benar kesesatan yang amat sangat tinggi. Itu tidak akan keluar dari mulut
siapapun, kecuali dari orang yang jelas-jelas merusak agama. Apalagi masih
berbau marxisme komunisme, maka jelas itu adalah suara orang yang sejatinya
anti agama.
Boleh
jadi, GM memang tidak pernah sama sekali membaca surat sependek itu.
Kalau benar demikian, tentu amat sulit bagi kita untuk menilai ke-Islam-an GM?
Sebenarnya Islam tidak diuntungkan oleh ke-Islam-an GM dan keluarganya.
Sebaliknya, Islam juga tidak dirugikan bila GM dan sanak-saudaranya memilih
agama lain atau memilih atheisme, marxisme, komunisme sekalipun. Boleh jadi,
ketidak-Islam-an GM justru akan lebih baik bagi Islam dan umat Islam.
GM mau pilih atheisme, silakan. Mau pilih
marxisme, silakan. Mau pilih komunisme, silakan. Umat Islam tidak akan peduli,
dan sama sekali tidak dirugikan. Kalau itu sudah menjadi pilihannya, mungkin GM
akan berurusan dengan aparat negara. Karena, paham-paham tadi bertentangan
dengan ideologi negara. Sejak era kepemimpinan Gus Dur, para penganut atheisme,
marxisme, komunisme menjadi leluasa membincangkan paham-paham yang bertentangan
dengan ideologi negara tersebut. Media massa nasional seperti Kompas,
MBM Tempo, tidak takut-takut mempublikasikan tulisan-tulisan yang
mempropagandakan paham-paham tadi.
Kalau
keleluasaan itu masih berlanjut di era kepemimpinan Megawati, masih bisa
dipahami, karena Soekarno –bapaknya Megawati– meski tidak mengakui berpaham
kiri, namun pada masa kepemimpinannya sangat men-support gerakan kiri. Bila hal
itu menurun kepada putrinya, tentu bisa dipahami walaupun amat sangat
disayangkan.
Namun,
tentu sangat tidak bisa dimengerti bila di era kepemimpinan SBY keleluasaan seperti
itu masih tetap terjaga, bahkan kian berani. Padahal, SBY adalah Jenderal TNI
bintang empat yang saptamargais, yang seharusnya sensitif dengan paham-paham
yang bertentangan dengan ideologi negara. Apalagi, mertua SBY –Jenderal Sarwo
Edhie Wibowo– adalah tokoh terkenal yang gigih memberangus tokoh-tokoh PKI di
tahun 1960-an.
Kalau GM
ditanya, apakah dia penganut atheis, pasti GM akan menjawab “tidak” dengan
tegas seraya memposisikan sebagai penyerang atheisme. Bisa juga GM akan
memberikan jawaban dengan makna yang tidak benderang: “… itu
mengherankan sekali sebab menurut saya, atheis itu bermula dari kesulitan
bahasa dan kemudian karena kebuntuan. Dan kalau kita baca buku Christopher
Hitchens, juga karena sedikit kepongahan…” Sebagaimana dikemukakan GM pada
sebuah forum diskusi.
Tetapi, mengapa GM gemar sekali mempublikasikan
tulisan-tulisan yang bertema seperti itu? Kemungkinan GM sedang mencontoh
cara-cara tukang obat pinggir jalan, yang pada kemasan obatnya dicantumkan
peringatan berupa “bagi yang sedang hamil, jangan mengkonsumsi obat ini, karena
dapat membunuh janin dalam kandungan”. Peringatan itu justru untuk
‘menganjurkan’ mereka yang hendak membunuh janinnya dengan mengkonsumsi obat
yang dijual. Atau, meski tidak benar-benar manjur dapat membunuh janin,
setidaknya kepada mereka yang sudah punya niat seperti itu, akan terdorong
membeli obat tersebut.
Begitulah kami memahami GM, meski secara lisan
dan tersurat ia terkesan menyerang atheisme, namun sesungguhnya ia sedang
mempromosikannya dengan cara-cara yang dapat mengagumkan sejumlah anak muda.
Bahkan, ada yang menjadikan kumpulan tulisan GM layaknya “kitab suci”
segala. (haji/tede)
Hantu
Komunisme, Tuhankan Paham Marxisme Berorientasi Materialisme
Menurut M Isa Anshary
dalam buku Bahaja Merah di Indonesia menuliskan, "Materialisme filosofi
atau Marxisme pada hakekatnja adalah kejakinan 'menuhankan alam benda'
(stofvergoding)
oleh: Muawwin
Hantu komunisme, istilah yang mereka pakai untuk dirinya
sendiri (Karl Max, Frederick Engels:Manifes Partai Komunis)
kini merayap dan berkeliaran di seluruh dunia.
Komunisme adalah sebuah aliran atau sistem yang hendak memecahkan
persoalan kehidupan dan kemasyarakatan.
Karenanya, ia tak hanya konsepsi duniawi semata, ia juga
sebagai perumusan persaudaraan modern.
Paham komunisme ini tegak berlandaskan filsafat hidup yang
belum selesai, filsafat Marxisme dan Materialisme.
Kenapa filsafat hidup Marxisme dan Materialisme dianggap
belum selesai? Sebabnya ia sangat bertentangan dengan fitrah manusia. Dalam
diri manusia ada perasaan yang ia bukanlah dipengaruhi oleh kebendaan/materi
semata.
Lebih lagi seorang Muslim yang menjadikan Islam sebagai
agama. Tentu ia bukanlah berpedoman dengan suatu tata nilai yang nampak saja,
ia mengharuskan percaya dan mengikuti aturan yang bersumber dari wahyu, sesuatu
yang tidak bisa diukur dengan nilai kebendaan.
Belum lagi jika dikaitkan dengan alam akhirat, maka paham
Komunisme ini tidak akan pernah sampai menjangkau titik tersebut, tentu ia
tidak akan selesai mengatur segala aspek kehidupan di dunia dan akhirat kelak.
Jika demikian, lantas bagaimana ia akan diterima oleh
semua orang?
Paham Komunisme adalah filsafat hidup yang belum selesai.
Ia menolak adanya unsur-unsur batin, faktor ruhani, jiwa dan semangat, ruh
dalam diri, ia juga menolak unsur kepercayaan dalam kehidupan manusia, tidak
ada kesadaran batin, rasa keterikatan sosial yang harmoni, dan lain sebagainya.
Kekurangan-kekurangan itulah yang layak menyatakan bahwa
Komunisme adalah paham/falsafah hidup yang tidak akan pernah selesai.
Mari kita lihat teori kemasyarakatan dari Marxisme dan
Komunisme. Secara mutlak, teori mereka didasarkan kepada kebendaan
(Materialisme).
Hal itu dibuktikan dengan produk pemikiran yang
dipertuhankan oleh mereka.
“Bukanlah kesadaran-otak manusia yang menetapkan adanya
manusia, akan tetapi sebaliknya, keadaan masyarakat manusia yang menetapkan
kesadaran otaknya,” demikian kata Karl Max (dalam Bahaja Merah di Indonesia, M
Isa Anshary, hal. 3-25).
“Dunia-benda, dunia yang salah kita alami dengan panca
indera kita, dimana kita juga pun termasuk di dalamnya, adalah satu-satunya
yang hakikat.
Kesadaran ingatan kita dan pikiran kita, bagaimanapun juga
rupa-rupanya tinggi dan rasa tak tercapai dengan panca indera kita adalah hasil
akibat dari bagian badan kita yang kasar, yaitu otak.
Benda bukanlah hasil akibat dari kesadaran-ingatan
(ruhani), akan tetapi kesadaran-ingatan (ruhani) sendiri adalah hanya cuka
hasil akibat yang setinggi-tingginya dari benda,” ujar Frederick Engels.
Menurut M Isa Anshary dalam buku Bahaja Merah di Indonesiamenuliskan, “Materialisme
filosofi atau Marxisme pada hakekatnja adalah kejakinan ‘menuhankan alam benda’
(stofvergoding), mempunjai kepertjajaan bahwa segala
sesuatu ini adalah asalnja dari benda, oleh benda dan kepada benda.”
Lanjutnya Isa menyebutkan, bahwa Komunisme-Materialisme
akan menyebabkan banyak sekali paham dan akibat buruk yang akan terjadi.
Ada sebelas poin pedih bilamana hantu Komunisme
bergentayangan, dengan tuhan Marxisme dan orientasi hidup yang Materialisme
menguasai dunia, yaitu: Anti Tuhan, Anti Agama, Hukum
Rimba, Tanpa Moral, Perang Golongan, Pemerintah Teror,
Neraka Dunia, Anti Demokrasi, Anti Nasional, Imperialisme
Baru, dan Agama Baru.
Kekuasan Ghaib itu tidak ada, karenanya Tuhan dan agama
disingkirkan dari pentas kehidupan di dunia ini.
Akibatnya, tidak ada aturan agung yang mengikat
orang-orang berotak otak Materialisme, tata nilai, norma, akhlak dan adab
tidaklah menjadi bingkai indah pribadi seorang manusia.
Dampaknya, manusia akan bertindak brutal. Berlaku hukum
rimba, tidak ada norma, yang ada hanya perang dan saling bunuh, menebar terror,
dan perbuatan yang bersifat merusak semua segi kehidupan.
Hidup di dunia pun menjadi seperti di neraka, yang ada
hanya siksa dan derita, darah manusia menjadi fenomena yang biasa, potongan
tangan, kaki, bahkan kepala, berserakan dimana-mana.
Sungguh keji dan biadab paham yang telah menewaskan
sekitar 120.000 juta nyawa di 76 negara selama kurang lebih 79 tahun lamanya.
Oleh karena itu, M Isa Anshary, salah satu tokoh Islam
yang lahir dari ormas Persatuan Islam (PERSIS) mengingatkan.
“Adalah
termasuk kedalam tugas suci dari segenap umat beragama, terutama kaum Muslimin
dan umat Nasrani, untuk membentuk blok Ketuhanan, kembali kepada kalimat
persamaan antara kedua umat ini, untuk bekerja sama menolak dan menantang faham
yang sesat dan agama palsu ini (Komunisme-Materialisme).
Tugas
keagamaan dan kemanusiaan ini, lebih terasa arti dan urgensinya, jikalau kita
memahamkan secara sungguh kegelisahan zaman kita karena ancaman negeri yang
dahsyat itu.”
Penulis mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIKA
Bogor
Anies Baswedan, Gunawan Muhammad Dan Kelompok Kiri
Lainnya Bersuara Lantang Bela Peredaran Buku-Buku Komunis ( Anti Allah ).
Terhadap Salafi ( Mentauhiidkan Allah ) Beri Stigma Negatif. Gemar Mainkan
Psikologi Masa Mayoritas. Perlu Kejujuran Syar’i.
Komunisme Dan Syi’ah Sama-Sama Ancaman Bagi Agama Dan
Bangsa. Wasiat Khumaini: Terus Perangi Islam Sampai Mereka Menjadi Negara
Syiah. Kh Prof Ali Musthafa Ya’qub: Syiah Lebih Bahaya Daripada Komunis