Al-Qur’an merupakan
Firman Allah Ta’ala sebagai undang-undang yang mengatur kemaslahatan umat
manusia dan dijamin Allah tidak ada keraguan di dalamnya. Nabi MuhammadShallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para shahabat untuk menulis
pesan Ilahi ini. Pada mulanya berbentuk lembaran-lembaran bertuliskan ayat
per-ayat. Kemudian disusun atas perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjadi surah per-surah. Surah yang berjumlah 114 ini
disusun menjadi satu yang kemudian dinamakan mushaf.
Berdasar pemahaman
seperti ini kemudian kaum Muslimin mayoritas yakni Ahlussunnah meyakini bahwa
kitab suci terakhir ini bersifat otentik (asli). Wahyu Allah ini diyakini tidak
mengalami perubahan sedikitpun sebagaimana yang terjadi pada kitab-kitab
sebelumnya seperti Taurat dan Injil.
Adapun sebagian
ulama Syiah berpandangan bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan
umat Muslim sekarang ini mengalami perubahan. Menurut mereka hal ini terjadi
pada masa Abu Bakr dan Umar bin Khatthab.
Para ulama Syiah saling
berdebat tentang keotentikan Al-Qur’an. sebagian besar ulama Syiah mengatakan
bahwa Kitab Suci yang berada di tangan umat Islam sudah tidak asli lagi.
Ulama-ulamaSyiah seperti Muhammad bin Hasan al-Shafar, Al-‘Ayashi,
Al-Qummi, Al-Mufid, Al-Tabarshi, Al-Kulaini, Al-Jazairi, dan masih banyak lagi
menyatakan dalam karya mereka dan sepakat bahwa Al-Qur’an yang ada di tangan
Sunni telah banyak mengalami perubahan. Memang ada sebagian ulama Syiah yang
mengingkari adanya penyelewengan tersebut namun itu hanya taqiyyah saja.
Salah satu ulama
besar Syiah, Al-Kulaini dalam kitabnya al-Kafimengatakan
bahwa, “Sesungguhnya Al-Qur’an yang diturunkan oleh Jibril kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallamberjumlah 17.000 ayat.” (al–Kulaini, al-Kafi, juz
2 hlm. 634) Padahal, ayat Al-Qur’an tidak lebih dari 6.300 ayat. Ulama besarSyiah lain,
Al-Majlisi mengatakan, “Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat sahih menjelaskan
bahwa Al-Qur’an telah mengalami pengurangan dan perubahan…. Menolak riwayat ini
berarti menolak seluruh riwayat Ahlul Bayt.” (Al-Majlisi, Mir’ah
al-‘Uqul,juz 12 hlm. 525)
Penyelewengan Al-Qur’an
merupakan suatu yang urgen dalam akidah Syiah karena kebutuhan
mereka dalam mendukung madzhabnya. Ada tiga faktor mengapa Syiah beranggapan
Al-Qur’an yang berada di tangan umat Islam telah mengalami tahrif.
Pertama, tidak
adanya penyebutan Imamah di dalamnya yang merupakan dasar agama mereka. Imamah
merupakan keyakinan yang paling urgen bagi Syiah. Siapa yang tidak
meyakininya dan bahkan mengingkarinya maka ia telah menjadi kafir. Al-Kulaini
mengatakan bahwa bahwa wilayah Ali tertulis pada setiap suhuf para Nabi,
lebih-lebih di dalam Al-Qur’an. Allah tidak sekali-kali mengutus para Rasul
kecuali dengan nubuwwah (kenabian) danwasiat Ali. (Al-Kulaini, al-Kafi, juz
1 hlm. 437) Namun untuk membuktikan hal tersebut mereka mengalami
kesulitan. Cara paling mudah yaitu menuduh bahwa Al-Qur’an dirubah dan ayatnya
banyak yang dihapus.
Kedua, dalam
Al-Qur’an terdapat pujian dan dukungan terhadap shahabat-shahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jelas hal ini
bertentangan dengan akidah Syiah yang selalu mencela para
shahabat seperti Abu Bakr, Umar, dan Utsman.
Untuk meyakinkan hal
tersebut, Syiah menuduh bahwa shahabat telah mengubah ayat
Al-Qur’an, diantaranya surah Fushshilat ayat 6.
وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا رَبَّنَا أَرِنَا اللَّذَيْنِ أَضَلَّانَا مِنَ الْجِنِّ
وَالْإِنْسِ نَجْعَلْهُمَا تَحْتَ أَقْدَامِنَا لِيَكُونَا مِنَ الْأَسْفَلِينَ
“Dan orang-orang kafir berkata:
“Ya Rabb kami perlihatkanlah kepada kami dua jenis orang yang telah menyesatkan
kami (yaitu) sebagian dari jinn dan manusia agar kami letakkan keduanya di
bawah telapak kaki kami supaya kedua jenis itu menjadi orang-orang yang hina.” (QS. Fushshilat: 29)
Al-Majlisi mengatakan
yang dimaksud “huma (keduanya)” dalam ayat diatas adalah Abu Bakr dan Umar
(yaitu dua setan). (Al-Majlisi, Mir’ah al-‘Uqul, juz 26
hlm. 488)
Contoh lain adalah surah
al-Baqarah ayat 23:
وَإِنْ
كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ
مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan jika kamu (tetap)
dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Al-Kulaini dari Abu
Ja’far berkata tentang ayat diatas: Seperti inilah diturunkan Jibril ayat ini,
“Jika kamu dalam keraguan atas apa yang telah Kami turunkan atas hamba Kami
tentang Ali maka datangkanlah satu surah semisalnya.” (Al-Kulaini, al-Kafi, juz
1 hlm. 412) Masih banyak lagi contoh dalam Al-Qur’an yang menurut mereka
telah di-tahrif, baik di dalam surah Al-Baqarah, An-Nisa,
Al-Maidah, Al-An’am, Al-A’raf, Bara’ah, Ar-Ra’d, Al-Kahfi, Thaha, Al-Furqan,
Al-Qadr, dan lainnya.
Ketiga, dalam
Al-Qur’an tidak terdapat keutamaan-keutamaan Imam dan ziarah ke kuburan mereka.
Dalam kitab al-Kafi dan Bihar al-Anwar banyak
terdapat keutamaan para Imam yang tidak ada dalam Al-Qur’an, seperti para Imam
mengetahui kapan mereka akan mati dan tidak akan mati kecuali mereka
menginginkannya.(Al-Kulaini, Ushul al-Kafi, juz 1 hlm. 258)
Lalu siapa yang telah
mengubah Al-Qur’an versi Syiah? Dalam hal ini yang paling tidak
mereka sukai adalah Abu Bakr, Umar, dan Utsman karena mereka yang paling
berperan dalam mengumpulkan Al-Qur’an. Ulama Syiah Muhammad
Taqi al-Kashani mengungkapkan bahwa ketika Utsman mengumpulkan Al-Qur’an, ia
menghapus ayat-ayat manaqib (sifat-sifat baik) Ahlul Bayt.
Diriwayatkan Utsman telah menghapus tiga perkara: manaqibAmirul
Mukminin (Ali), manaqib Ahlul Bayt, dan keburukan suku
Quraisy. (Ihsan Ilahi Zahir, al-Syiah wa Al-Qur’an… hlm.
94)
Dari sinilah
akhirnya Syiah mengklaim adanya mushaf tandingan. Dalam
akidah Syiah, Al-Qur’an yang orisinil adalah Mushaf Fatimah. Syiah beranggapan
bahwa mushaf ini turun setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam wafat. Dijelaskan dalam suatu riwayat dalam al-Kafi,
“Sesungguhnya setelah Allah mengangkat (wafat) Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, Fatimah dirundung duka dan kesedihan. Tidak ada yang tahu
satupun kecuali Allah Ta’ala. Kemudian Allah mengirim
kepadanya Malaikat untuk menghibur dan meringankan kesedihannya. Lalu Fatimah
mengadu kepada Ali. Ali pun berseru, “Apabila engkau merasakan dan
mendengar suara maka sampaikan padaku.” Amirul Mukminin Ali mulai menulis semua
yang didengarnya sampai menjadi suatu mushaf. Tidak terdapat di dalamnya halal
dan haram, akan tetapi ilmu tentang sesuatu yang akan
terjadi.” (Al-Kulaini, al-Kafi, juz 1 hlm. 240)
Syiah menjadikan mushaf ini untuk mengetahui sesuatu yang
ghaib dan yang akan terjadi. Ulama Syiah, Abu Abdillah berkata,
“Nanti akan keluar kafir zindik pada tahun 128 H, dan kabar itu aku melihatnya
di Mushaf Fatimah.” (al-Kafi, juz 1 hlm. 240) Faktanya,
pada tahun 128 H tidak terjadi peristiwa besar apa pun kecuali terbunuhnya Jahm
bin Shafwan, pemimpin orang-orang sesat.
Selain Mushaf Fatimah,
juga ada kitab al-Jami’ah. Al-Majlisi meriwayatkan bahwa
sesungguhnya ilmu syariah terdapat dalam kitab al-Jami’ah, bukan
Mushaf Fatimah. Dikatakan juga sesungguhnya mereka mempunyai shahifah yang di
dalamnya menerangkan halal dan haram. (Bihar al-Anwar, juz 26
hlm. 23)
Tetapi ada juga yang
menyangkal Mushaf Fatimah sebagai kitab yang berisi ilmu untuk mengetahui
tentang sesuatu yang akan terjadi. Yang benar adalah kitab al-Jafr yang
dibuat oleh Jibril dan Mikail yang isinya sampai-sampai mengetahui apa yang
terjadi di udara. (Bihar al-Anwar, juz 26 hlm. 19)
Tampak dari
penjelasan-penjelasan diatas, ternyata ulama-ulamaSyiah tidak
mempunyai suara yang bulat mengenai kebenaran Mushaf Fatimah. Selanjutnya, jika
kita yang ditulis Ali itu berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, mengapa ia menyembunyikannya dari umatnya? Padahal
Allah Ta’alamemerintahkan Rasul-Nya menyampaikan kepada manusia
semua yang diturunkan kepadanya. (QS. Al-Nisa: 82)
Dan yang perlu menjadi
catatan, bahwa dari pemaparan diatas, kitab-kitab samawi Syiah tersebut
tidak pernah muncul ke permukaan. Semuanya hanya sekedar fiktif belaka. Untuk
itulah mereka membungkus cerita-cerita itu dengan ‘akhir’ yang sama bahwa
kitab-kitab itu ada di genggaman Imam Mahdi yang tengah bersembunyi. Tentu saja
pengakuan ini hanya mitos yang tidak bisa mereka buktikan dan munculkan ke
permukaan.
Begitu banyak dalil
Al-Qur’an yang menjelaskan kesucian dan kemurnian kitab yang mulia tersebut.
Pertanyaannya, bagaimana bisa kelompok Syiah melontarkan
pemikiran-pemikiran miring tentang Al-Qur’an? Wallahu A’lam.
Penulis: Zaqy Dafa
(Aktif menulis di berbagai media Islam)