Penaklukan
Konstantinopel Oleh Muhammad Al Fatih (1453) Tidak Ada Kaitannya Dengan Nubuat Nabi.
Tidak Mungkin Nabi Memuji Pemimpin Dan Pasukan Yang Sama Melakukan Kekejaman
(Genoside) Di Jazirah Arab (Madinah Al-Munawwarah, Hijaz) Dan Mesir, Hampir
Terjadi Tragedi Aneksasi Oleh Nomaden Pendengki Arab, Utsmaniyah.
Penaklukan Konstantinopel
Oleh Orang Terbaik!!!Hadits Dhaif Bin Lemah Part1
https://youtu.be/6lRfmYJhytY
Penaklukan Konstantinopel
Oleh Orang Terbaik!!!Hadits Dhaif Bin Lemah Part2/Final
https://youtu.be/3S30yIVOxg0
Kekejaman Ottoman Di Madinah
https://youtu.be/IPcdm8ZLBhE
Bagian pertama ●Hadits
Bisyarah Jatuhnya Konstantinopel Lafal
hadits : لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها… “Kota
Konstantinopel akan jatuh, sungguh sebaik-baiknya amir (pemimpin) adalah
pemimpinnya (penaklukan itu)…” Hadits
ini diriwayatan oleh Ibnu Hanbal, Al Baghawi dan Ibnu Qani’. Keduanya (yakni Al
Baghawi dan Ibnu Qani’) meriwayatkannya dalam Mu’jam Ash-Shahabah, dari Abu
Bakr Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah, dari Zaid bin Al Hubab, dari Al
Walid bin Al Mughirah Al Mu’afiri, dari Abdullah bin Bisyr Al Khats’ami, dari
ayahnya, bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; لتفتحن القسطنطينية فلنعم الأمير أميرها فلنعم
الجيش ذلك الجيش “Kota
Konstantinopel akan jatuh, sungguh sebaik-baiknya amir (pemimpin) adalah
pemimpinnya (penaklukan itu), dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.” Zaid
bin Al Hubab seorang kufi (orang Kufah), tsiqah (terpercaya), fiihi liin (ada
padanya kelemahan). Dia wafat pada tahun 203 H. Al
Walid bin Al Mughirah bin Sulaiman Al Mu’afiri, seorang mishri (orang Mesir),
shaduq (jujur). Wafat pada tahun 172 H. Abdullah
bin Bisyr Al Khats’ami, seorang kufi, Syu’bah dan Sufyan bin Uyainah dan Sufyan
Ats-Tsauri dan selain mereka meriwayatkan darinya. Ibnu Hibban menyebutkannya
dalam Ats-Tsiqaat (buku yang menghimpun nama-nama orang tsiqah) Hadits
ini bermasalah dan sanadnya mengisyaratkan besar kemungkinan terdapat
kejanggalan. Yaitu pada riwayat seorang kufi dari mishri dari kufi (lagi)!
Sejauh yang saya ketahui sanad seperti ini tidak terdapat pada riwayat-riwayat
yang lurus. Akan tampak kejanggalan ini insyaallah di akhir takhrij ini. Kemudian
hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam At-Tarikh Al Kabir dan Al
Awsath, dan Al Baghawi dan Ibnu Qani’, keduanya meriwayatkan dalam Mu’jam
Ash-Shahabah. Begitu juga At-Thabrani dalam Al Kabir, dan Ibnu Mandah dalam
Ma’rifah Ash-Shahabah, dan Al Hakim dan Abu Nu’aim dalam Ma’rifah Ash-Shahabah
dari jalan Abu Kuraib Muhammad bin Al ‘Ala dan Abdah bin Abdillah Ash-Shaffar
dan Utsman bin Abi Syaibah dan Abu Mas’ud Ahmad bin Al Furat Ar-Razi,
keempatnya dari Zaid bin Al Hubab dari Al Walid bin Al Mughirah Al Mu’afiri
dari Ubaid atau Ubaidullah bin Bisyr Al Ghanawi dari ayahnya secara marfu’. Tampak
dari riwayat-riwayat ini, bahwa Abu Bakr bin Abi Syaibah keliru dalam penamaan
syaikhnya Al Walid bin Al Mughirah, ia menamakannya Abdullah bin Bisyr Al
Khats’ami. Karena nama yang populer sekalipun bisa saja seseorang lupa. Lalu
pada sebuah riwayat dalam Musnad Ahmad dan salah satu riwayat yang terdapat
pada Mu’jam Ash-Shahabah karya Al Baghawi dan Mu’jam Ash-Shahabah karya Ibnu
Qani’ terdapat kekeliruan ini. Yang benar nama syaikhnya Al Walid bin Al
Mughirah adalah Ubaid atau Ubaidullah bin Bisyr Al Ghanawi, bukan Abdullah bin
Bisyr Al Khats’ami. Abdullah
bin Bisyr Al Khats’ami kufi, sedangkan Ubaidullah atau Ubaid bin Bisyr Al
Ghanawi mishri. Abu Hatim Ar-Razi berkata dalam Al Jarh wat-Ta’dil; Bisyr Al
Ghanawi mishri. Dan ia berkata; Ubaidullah bin Bisyr Al Ghanawi diantara
kawan-kawannya Ibnu Lahi’ah. Sedangkan Abdullah bin Lahi’ah mishri yang
terkenal. Dengan
ini terbukalah tabir yang telah diisyaratkan di depan. Tidak ada pada sanad ini
periwayatan kufi dari mishri dari kufi. Tapi ia adalah periwayatan kufi dari
mishri dari mishri sehingga sanad seperti ini tidak mengherankan lagi. Dan
Ubaidullah bin Bisyr Al Ghanawi telah disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam
Ats-Tsiqat, saya tidak mendapati seorang pun yang meriwayatkan darinya selain
Al Walid bin Al Mughirah. Maka yang tampak orang ini majhul. Karena itu Ali bin
Al Madini, guru Al Imam Al Bukhari menilainya begitu. Ia berkata tentang jalan
(sanad) ini; perawinya majhul. Lihat Tarikh Dimasyq Ibnu Asakir (36/58), Tarikh
Al Islam Adz-Dzahabi tahqiq Basyar Awwad, pada peristiwa-peristiwa yang terjadi
di tahun 98 (2/1044). Kesimpulannya
hadits ini terdapat pada sanadnya seorang rawi yang majhul, dan tidak ada yang
jalan lain yang menguatkannya. Maka hadits inni syadid ad-dha’f (sangat lemah
sekali).Wallahu’alamDitulis
oleh Shalahuddin Al Idlibi 27/12/1436 ●Derajat Hadits Bahwa Sebaik-Baik Pemimpin
Adalah Yang Menaklukan Konstantinopel Dari
Abdullah bin Bisyr Al Ghonawi, ia berkata: Bapakku telah menceritakan kepadaku:
Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ
أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ “Sesungguhnya
akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat
itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu“. Derajat
haditsHadits
ini lemah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 4/235, Bukhori dalam Tarikh Shoghir
hal. 139, Thobroni dalam Al Kabir 1/119/2, Hakim 4/4/422, Ibnu Asakir 16/223
dan lainnya. Sisi
cacatnya, Abdullah bin Bisyr Al Ghonawi dia seorang perawi yang majhul dan
hanya ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban, padahal beliau masyhur dengan tasahul-nya
(sikap menggampangkan). Meskipun demikian Imam Al Hakim berkata: “sanadnya
shohih dan disepakati oleh Adz Dzahabi” (lihat Silsilah Adh Dha’ifah, 878). Pembukaan
kota Konstantinopel adalah sebuah fakta yang diceritakan dalam banyak hadits
yang shahih. Hanya saja hadits di atas meskipun sangat masyhur adalah sebuah
hadits yang lemah, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani. Dan
di antara hadits shahih yang berhubungan dengan jihad Konstantinopel adalah hadits
dari Abu Qobil, ia berkata: كنا عند عبدِ اللهِ بنِ عمرو بنِ العاصِ ، و
سُئِلَ أيُّ المدينتيْنِ تُفتحُ أولًاالقسطنطينيةُ أو روميَّةُ ؟ فدعا عبدُ اللهِ
بصندوقٍ له حِلَقٌ ، قال : فأخرج منه كتابًا قال : فقال عبدُ اللهِ : بينما نحنُ
حولَ رسولِ اللهِ نكتبُ ، إذ سُئِلَ رسولُ اللهِ : أىُّ المدينتيْنِ تُفتحُ أولًا
القسطنطينيةُ أو روميَّةُ ؟ فقال رسولُ اللهِ : مدينةُ هرقلَ تُفتحُ أولًا : يعني
قسطنطينيةَ “Kami
berada di sisi Abdullah bin Amr bin Ash dan beliau ditanya tentang mana kota
yang dibuka terlebih dahulu, apakah Konstantinopel ataukah Romawi? Maka beliau
meminta untuk diambilkan sebuah kotak, lalu beliau mengeluarkan sebuah kitab
lalu berkata: ‘Berkata Abdullah bin Mas’ud: Tatkala kami bersama Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam untuk menulis, tiba-tiba beliau ditanya: Manakah
kota yang terlebih dahulu dibuka, apakah Konstantinopel ataukah Romawi?’. Maka
beliau menjawab: ‘Yang dibuka terlebih dahulu adalah kota Heraklius’.
YaituKonstantinopel“.Dari
buku Hadits Lemah dan Palsu Yang Populer Di Indonesia halaman 286-287.Penulis:
Ust. Abu Yusuf Ahmad Sabiq ●Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( لَا تَقُومُ السَّاعَةُ
حَتَّى يَنْزِلَ الرُّومُ بِالْأَعْمَاقِ أَوْ بِدَابِقٍ ، فَيَخْرُجُ إِلَيْهِمْ
جَيْشٌ مِنَ الْمَدِينَةِ ، مِنْ خِيَارِ أَهْلِ الْأَرْضِ يَوْمَئِذٍ ، فَإِذَا
تَصَافُّوا ، قَالَتِ الرُّومُ : خَلُّوا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوْا
مِنَّا نُقَاتِلْهُمْ . فَيَقُولُ الْمُسْلِمُونَ : لَا ، وَاللهِ لَا نُخَلِّي
بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا . فَيُقَاتِلُونَهُمْ ، فَيَنْهَزِمُ ثُلُثٌ لَا
يَتُوبُ اللهُ عَلَيْهِمْ أَبَدًا ، وَيُقْتَلُ ثُلُثُهُمْ ، أَفْضَلُ
الشُّهَدَاءِ عِنْدَ اللهِ ، وَيَفْتَتِحُ الثُّلُثُ ، لَا يُفْتَنُونَ أَبَدًا ،
فَيَفْتَتِحُونَ قُسْطَنْطِينِيَّةَ ، فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْتَسِمُونَ
الْغَنَائِمَ ، قَدْ عَلَّقُوا سُيُوفَهُمْ بِالزَّيْتُونِ ، إِذْ صَاحَ فِيهِمِ
الشَّيْطَانُ : إِنَّ الْمَسِيحَ قَدْ خَلَفَكُمْ فِي أَهْلِيكُمْ ، فَيَخْرُجُونَ
، وَذَلِكَ بَاطِلٌ ، فَإِذَا جَاءُوا الشَّأْمَ خَرَجَ ، فَبَيْنَمَا هُمْ
يُعِدُّونَ لِلْقِتَالِ ، يُسَوُّونَ الصُّفُوفَ ، إِذْ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ ،
فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَمَّهُمْ
، فَإِذَا رَآهُ عَدُوُّ اللهِ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ ،
فَلَوْ تَرَكَهُ لَانْذَابَ حَتَّى يَهْلِكَ ، وَلَكِنْ يَقْتُلُهُ اللهُ بِيَدِهِ
، فَيُرِيهِمْ دَمَهُ فِي حَرْبَتِهِ ) رواه مسلم Dari
Abu Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Tidak akan
terjadi hari kiamat hingga bangsa Romawi turun ke medan perang di suatu tempat
bernama A’maq atau Dabiq, sehingga ada sekelompok pasukan dari Madinah yang
keluar menghadapi mereka. Mereka adalah sebaik-baik penduduk bumi ketika itu.
Dan tatkala mereka berhadapan, pasukan Romawi berkata: ‘Biarkanlah kami
memerangi orang-orang yang menawan kami! ‘ Kaum muslimin menjawab: ‘Tidak, demi
Allah, kami tidak akan membiarkan kalian memerangi saudara-saudara kami.’ Maka
terjadilah peperangan antara mereka. Lalu ada sepertiga yang kalah dimana Allah
tidak akan mengampuni dosa mereka untuk selamanya, dan sepertiga lagi terbunuh
sebagai sebaik-baik para syuhada’ di sisi Allah, dan sepertiga lagi Allah
memberikan kemenangan kepada mereka. Mereka tidak akan ditimpa sebuah fitnah
untuk selamanya, lalu selanjutnya mereka menaklukkan kostantinopel. Dan ketika
mereka sedang membagi-bagi harta rampasan perang dan tengah menggantungkan
pedang-pedang mereka pada pohon zaitun, tiba-tiba setan meneriaki mereka ‘Sesungguhnya
Al Masih telah muncul di tengah-tengah keluarga kalian, ‘ merekapun berhamburan
keluar, dan ternyata itu hanyalah kebohongan belaka. Ketika mereka mendatangi
Syam, ia muncul. Dan ketika mereka sedang mempersiapkan peperangan dan sedang
merapikan barisan, tiba-tiba datanglah waktu shalat, dan turunlah Nabi Isa bin
Maryam Shallallahu ‘alaihi wa Salam, lalu ia mengimami mereka. Dan apabila
musuh Allah (Dajjal) melihatnya, niscaya ia akan meleleh sebagaimana garam yang
mencair di dalam air, meskipun seandainya saja ia membiarkannya nantinya ia
juga akan meleleh lalu binasa akan tetapi Allah menginginkan ia membunuhnya
dengan tangannya lalu memperlihatkan kepada mereka darahnya yang berada di
ujung tombaknya.” (HR. Muslim) Hadits
tersebut menyebutkan bahwa akan ada penaklukan terhadap Konstantinopel di akhir
zaman, sebelum keluarnya Dajjal sebelum terjadinya Kiamat. Perang
melawan orang kafir adalah jihad, namun perang melawan orang mukmin bukan
termasuk jihad, berdasarkan definisi jihad (qitalul kuffar li i’la’i
kalimatillah).Hal
itu menunjukkan bahwa hadits tentang keutamaan pasukan yang membuka
Konstantinopel bukanlah di masa-masa itu (masa Dinasti Utsmaniyyah), tapi di
masa menjelang turunnya Dajjal, sebelum turunnya Nabi Isa ‘alaihissalaam
menjelang hari kiamat. Bagian Kedua 52-53.
Penaklukan Konstantinopel. Munculnya Al-QahthaniTanda-Tanda
Kecil Kiamat Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil 52.
Penaklukan Kostantinopel [1] Dan
di antara tanda-tanda Kiamat adalah penaklukan kota Konstantinopel -sebelum
keluarnya Dajjal- di tangan kaum muslimin. Yang dapat difahami dari berbagai
hadits bahwa penaklukan ini terjadi setelah peperangan mereka dengan bangsa
Romawi pada sebuah peperangan yang sangat besar dan kemenangan kaum muslimin
atas mereka. Waktu itu kaum muslimin pergi menuju Konstantinopel, lalu Allah
menaklukkannya untuk kaum muslimin tanpa ada peperangan. Senjata mereka
hanyalah takbir dan tahlil (ucapan Laa ilaaha illallaah). Dijelaskan
dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: سَمِعْتُمْ
بِمَدِينَةٍ جَانِبٌ مِنْهَا فِـي الْبَرِّ وَجَانِبٌ مِنْهَا فِي الْبَحْرِ؟
قَالُوا: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى
يَغْزُوَهَا سَبْعُونَ أَلْفًا مِنْ بَنِي إِسْحَاقَ، فَإِذَا جَاءُوهَا نَزَلُوا،
فَلَمْ يُقَاتِلُوا بِسِلاَحٍ وَلَمْ يَرْمُوا بِسَهْمٍ، قَالُوا: لاَ إِلهَ
إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، فَيَسْقُطُ أَحَدُ جَانِبَيْهَا -قَالَ ثَوْرٌ(
أَحَدَ رُوَاةِ الْحَدِيْثِ) لاَ أَعْلَمُهُ إِلاَّ قَالَ:- الَّذِي فِي
الْبَحْرِ، ثُمَّ يَقُولُوا الثَّانِيَةَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
أَكْبَرُ، فَيَسْقُطُ جَانِبُهَا اْلآخَرُ، ثُمَّ يَقُولُوا: لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، فَيُفَرَّجُ لَهُمْ، فَيَدْخُلُوهَا، فَيَغْنَمُوا،
فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْتَسِمُونَ الْغَنَائِمَ، إِذْ جَاءَ هُمُ الصَّرِيخُ،
فَقَالَ: إِنَّ الدَّجَّالَ قَدْ خَرَجَ، فَيَتْرُكُونَ كُلَّ شَيْءٍ
وَيَرْجِعُونَ. “Pernahkah
kalian mendengar satu kota yang satu sisinya ada di daratan sementara satu sisi
(lain) ada di lautan?” Mereka menjawab, “Kami pernah mendengarnya, wahai
Rasulullah!” Beliau berkata, “Tidak akan tiba hari Kiamat sehingga 70.000 dari
keturunan Nabi Ishaq menyerangnya (kota tersebut), ketika mereka (bani Ishaq)
mendatanginya, maka mereka turun. Mereka tidak berperang dengan senjata, tidak
pula melemparkan satu panah pun, mereka mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah
wallaahu Akbar,’ maka salah satu sisinya jatuh (ke tangan kaum muslimin) -Tsaur
[2] (salah seorang perawi hadits) berkata, “Aku tidak mengetahuinya kecuali
beliau berkata, ‘Yang ada di lautan.’” Kemudian mereka mengucapkan untuk kedua
kalinya, ‘Laa ilaaha illallaah wallaahu Akbar,’ akhirnya salah satu sisi
lainnya jatuh (ke tangan kaum muslimin). Lalu mereka mengucapkan untuk ketiga
kalinya: ‘Laa ilaaha illallaah wallaahu Akbar,’ lalu diberikan kelapangan
kepada mereka. Mereka masuk ke dalamnya dan mendapatkan harta rampasan perang,
ketika mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan perang, tiba-tiba saja
datang orang yang berteriak meminta tolong, dia berkata, “Sesungguhnya Dajjal
telah keluar,’ lalu mereka meninggalkan segala sesuatu dan kembali.’” [3] Ada
sesuatu yang musykil dalam ungkapan hadits ini: …يَغْزُوَهَا
سَبْعُونَ أَلْفًا مِنْ بَنِي إِسْحَاقَ. “…
Sehingga 70.000 dari bani Ishaq menyerangnya…” Sementara
bangsa Romawi adalah keturunan Ishaq, karena mereka dari keturunan al-Shis bin
Ishaq bin Ibrahim al-Khalil Alaihissallam [4]. Maka bagaimana bisa penaklukan
kota Konstantinopel dilakukan oleh mereka?!Al-Qadhi
‘Iyadh berkata, “Demikianlah semua ungkapan yang ada dalam Shahiih Muslim:
‘Dari bani Ishaq.’”Kemudian
beliau berkata, “Sebagian dari mereka berkata, ‘Yang terkenal lagi terjaga
ungkapannya adalah dari bani Isma’il,” inilah makna yang ditunjukkan oleh
hadits, karena yang dimaksud sebenarnya adalah orang-orang Arab.” [5] Sementara
itu al-Hafizh Ibnu Katsir berpendapat sesungguhnya hadits ini menunjukkan bahwa
bangsa Romawi memeluk Islam di akhir zaman. Barangkali penaklukan kota
Konstantinopel dilakukan oleh sebagian dari mereka, sebagaimana diungkapkan
oleh hadits terdahulu, ‘Sesungguhnya 70.000 orang dari bani Ishaq
memeranginya.’” Pendapat
ini diperkuat dengan kenyataan bahwa mereka dipuji di dalam hadits al-Mustaurid
al-Qurasy, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: تَقُومُ
السَّاعَةُ وَالرُّومُ أَكْثَرُ النَّاسِ، فَقَالَ لَهُ عَمْرٌو: أَبْصِرْ مَا
تَقُولُ. قَالَ: أَقُولُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُـولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ إِنَّ فِيهِمْ لَخِصَالاً أَرْبَعًا
إِنَّهُمْ َلأَحْلَمُ النَّاسِ عِنْدَ فِتْنَةٍ، وَأَسْرَعُهُمْ إِفَاقَةً بَعْدَ
مُصِيبَةٍ، وَأَوْشَكُهُمْ كَرَّةً بَعْدَ فَرَّةٍ، وَخَيْرُهُمْ لِمِسْكِينٍ
وَيَتِيمٍ وَضَعِيفٍ، وَخَامِسَةٌ حَسَنَةٌ جَمِيلَةٌ وَأَمْنَعُهُمْ مِنْ ظُلْمِ
الْمُلُوكِ. ‘Kiamat
akan tegak sementara bangsa Romawi adalah manusia yang paling banyak,’” lalu
‘Amr berkata (kepada al-Mustaurid), “Jelaskanlah apa yang kau ucapkan itu!” dia
berkata, “Aku mengatakan apa yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.” Dia berkata, “Jika demikian yang engkau ungkapkan, maka
sesungguhnya di dalam diri mereka ada empat (keistimewaan): sesungguhnya mereka
adalah manusia paling tenang ketika datang fitnah, paling cepat sadar ketika
terjadi musibah, paling cepat menyerang setelah mundur, dan sebaik-baiknya
(manusia) dalam menghadapi orang miskin, anak yatim dan orang lemah, dan yang
kelima adalah sesuatu yang indah lagi elok, yaitu mereka orang yang paling
bersemangat mencegah kezhaliman para raja.” [6] Komentar
saya: Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang Romawi di akhir zaman
memeluk Islam adalah hadits Abu Hurairah terdahulu tentang peperangan bangsa
Romawi. Waktu itu bangsa Romawi berkata kepada kaum muslimin: خَلُّوا
بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوْا مِنَّا نُقَاتِلْهُمْ. فَيَقُولُ
الْمُسْلِمُونَ: لاَ وَاللهِ لاَ نُخَلِّي بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا. “Biarkanlah
kami membunuh orang-orang yang tertawan dari kalangan kami.” Kemudian kaum
muslimin berkata, “Kami tidak akan membiarkan kalian memerangi saudara-saudara
kami.” [7] Bangsa
Romawi meminta kepada kaum muslimin agar membiarkan mereka memerangi orang yang
telah ditawan dari kalangan mereka karena mereka telah memeluk Islam, lalu kaum
muslimin menolaknya dan menjelaskan kepada orang-orang Romawi bahwa orang yang
telah masuk Islam dari kalangan mereka adalah saudara-saudara kami, maka kami
tidak akan menyerahkannya kepada siapa pun. Kenyataan banyaknya pasukan kaum
muslimin dari kalangan orang-orang yang sebelumnya ditawan dari kalangan
orang-orang kafir bukanlah hal yang aneh. Imam
an-Nawawi rahimahullah berkata, “Hal ini ada pada zaman kita sekarang ini,
bahkan kebanyakan pasukan Islam di negeri-negeri Syam, dan Mesir adalah para
tawanan, kemudian mereka sekarang ini -alhamdulillaah- adalah orang yang
menawan orang-orang kafir, dan beberapa kali menawan mereka di zaman kita ini,
satu kali saja mereka menawan ada beberapa ribu orang kafir yang ditawan, maka
segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan kemenangan dan kejayaan
kepada Islam.[8] Pendapat
yang mengatakan bahwa yang menaklukkan Konstantinopel adalah orang-orang dari
keturunan Ishaq diperkuat oleh kenyataan bahwa pasukan Romawi jumlahnya
mencapai jutaan. Sebagian dari mereka tewas dan yang lainnya masuk ke dalam
Islam, dan yang masuk Islam dari kalangan mereka bergabung dengan pasukan kaum
muslimin untuk menaklukan Kon-stantinopel, wallaahu a’lam. Penaklukan
Konstantinopel tanpa peperangan belum terjadi sampai se-karang. Imam
at-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwasanya beliau berkata: فَتْحُ
الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ مَعَ قِيَامِ السَّاعَةِ. “Penaklukan
Konstantinopel terjadi seiring dengan akan terjadinya hari Kiamat.” Kemudian
at-Tirmidzi berkata, “Mahmud -maksudnya adalah Ibnu Ghailan, guru at-Tirmidzi-
berkata, ‘Hadits ini gharib. Konstantinopel adalah sebuah kota di Romawi,
ditaklukkan ketika Dajjal keluar. Sedangkan Konstantinopel telah ditaklukkan
pada zaman Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’”[9] Yang
benar bahwa Konstantinopel tidak pernah ditaklukkan pada zaman Sahabat, karena
Mu’awiyah Radhiyallahu anhu mengirim anaknya, Yazid, ke sana dengan membawa
pasukan yang di antara mereka adalah Abu Ayyub al-Anshari, dan penaklukannya
belum sempurna. Kemudian daerah tersebut dikepung oleh Maslamah bin ‘Abdil
Malik, akan tetapi belum juga bisa ditaklukan, akan tetapi beliau melakukan
perdamaian dengan penduduknya untuk mendirikan masjid di sana.” [10] Penaklukan
yang dilakukan bangsa Turk terhadap Konstantinopel pun terjadi dengan
peperangan. Kemudian negeri tersebut saat ini berada di tangan orang-orang
kafir dan akan ditaklukkan kembali dengan penaklukan yang terakhir, sebagaimana
dikabarkan oleh orang yang dibenarkan ucapannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ahmad
Syakir rahimahullah berkata, “Penaklukan Konstantinopel yang merupakan sebagai
kabar gembira dalam hadits ini akan terjadi di kemudian hari, cepat ataupun
lambat, hanya Allahlah yang mengetahuinya. Ia adalah penaklukan yang benar
(adanya) ketika kaum muslimin kembali kepada agamanya, padahal sebelumnya mereka
menolaknya. Adapun penaklukan yang dilakukan bangsa Turk yang terjadi sebelum
zaman kita ini, maka hal itu hanya sebagai pembuka bagi penaklukan yang
terakhir (paling besar). Kemudian
kota ini keluar dari kekuasaan kaum muslimin ketika pemerintahan di sana telah
mengumumkan bahwa pemerintahannya bukanlah pemerintahan Islam dan bukan
pemerintahan agama. Mereka telah melakukan perjanjian dengan orang-orang kafir,
musuh-musuh Islam, dan memberlakukan undang-undang kafir terhadap penduduknya.
Penaklukan yang dilakukan oleh kaum muslimin akan kembali dilakukan insya
Allah, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
[11][Disalin
dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil,
Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah
Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]_______Footnote[1].
Kota bangsa Romawi, dinamakan Konstantinopel, yaitu sebuah kota yang terkenal
pada zaman sekarang dengan nama Istanbul, satu kota di Turki. Pada masa lalu
terkenal dengan sebutan Bizantium, kemudian ketika raja tertinggi Bizantium
memimpin Romawi, dia membangun pagar di sana dan menamakannya dengan sebutan
Konstantinopel dan menjadikannya sebagai ibu kota bagi kerajaannya. Daerah
tersebut memiliki teluk yang mengelilingi dua sisi, sebelah timur dan utara (di
lautan), dan kedua sisinya yang lain, yaitu sebelah barat dan selatan adalah di
daratan. Lihat kitab Mu’jamul Buldaan (IV/347-348), karya Yaqut al-Hamawi.[2].
Dia adalah Tsaur bin Zaid ad-Daili mawali mereka adalah al-Madani, tsiqah,
wafat pada tahun (135 H) rahimahullah. Lihat Shahiih Muslim (XVIII/43,
an-Nawawi), dan Tahdziibut Tahdziib (II/ 31-32).[3].
Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/43-44, Syarh
an-Nawawi). [4]. Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/58) tahqiq Dr.
Thaha Zaini.[5].
Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVIII/43-44).[6].
Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/22, Syarh
an-Nawawi).[7].
Shahiih Muslim (XVIII/21, Syarh an-Nawawi).[8].Syarah
an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVIII/21).[9].
Jaami’ at-Tirmidzi, bab Maa Jaa-a fii ‘Alaamatil Khuruujid Dajjal (VI/498).[10].
Lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim (I/62) tahqiq Dr. Thaha Zaini.[11].
Hasyiyah ‘Umdatut Tafsiir ‘an Ibni Katsir (II/256) diringkas dari ditahqiq oleh
Ahmad Syakir. 53.
MUNCULNYA AL-QATHANI Di
akhir zaman akan muncul seorang laki-laki dari Qahthan, orang-orang taat
kepadanya, dan berkumpul padanya. Hal itu terjadi ketika zaman telah berubah,
karena itulah Imam al-Bukhari menyebutkannya dalam bab taghayyuriz zamaan
(perubahan zaman). Imam
Ahmad dan asy-Syaikhani (al-Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: لاَ
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ رَجُلٌ مِنْ قَحْطَانَ يَسُوقُ النَّاسَ
بِعَصَاهُ. “Tidak
akan tiba hari Kiamat hingga keluar seorang laki-laki dari Qahthan yang
menggiring manusia dengan tongkatnya.” [1] Al-Qurthubi
rahimahullah berkata, “Sabda beliau: ‘… menggiring manusia dengan tongkatnya,’
adalah kinayah (kiasan) dari ketaatan manusia kepadanya dan kesepakatan mereka
untuk mentaatinya, bukanlah yang dimaksud (di dalam hadits) adalah tongkat
secara hakiki, itu hanya sebagai perumpamaan dari ketaatan mereka kepadanya dan
kekuasaannya kepada mereka. Hanya saja, penyebutan kata tersebut terdapat dalil
bahwa ia orang yang keras kepada mereka.” [2] Kami
katakan: Benar, penggiringan yang dilakukannya terhadap manusia merupakan
kiasan ketaatan dan kepatuhan mereka kepadanya. Hanya saja, yang diisyaratkan
oleh al-Qurthubi berupa sikapnya yang keras kepada mereka bukanlah sikap yang
ditujukan kepada semuanya, sebagaimana nam-pak dari perkataannya. Ia hanyalah
keras kepada orang-orang yang melakukan kemaksiatan. Dia adalah orang shalih
yang menghukumi dengan adil. Pendapat ini diperkuat dengan riwayat yang dinukil
oleh Ibnu Hajar dari Nu’aim bin Hammad [3], beliau meriwayatkan dari jalan yang
kuat dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa beliau menyebutkan para khalifah, kemudian
dia berkata, “Dan seorang laki-laki dari Qahthan.” Demikian
pula yang diriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Ibnu ‘Abbas, sesungguhnya
beliau berkata tentangnya: وَرَجُلٌ
مِنْ قَحْطَانَ كُلُّهُمْ صَالِحٌ. “Dan
seseorang dari Qahthan, semuanya (orang Qahthan) adalah orang shalih.” [4] Ketika
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa akan ada
seorang raja (penguasa) dari Qahthan, marahlah Mu’awiyah Radhiyallahu anhu,
lalu dia berdiri dan memuji Allah dengan sesuatu yang sesuai dengan-Nya,
kemudian beliau berkata, “Amma ba’du, telah sampai kepadaku bahwa beberapa
orang dari kalian membawakan beberapa riwayat yang tidak ada di dalam
Kitabullah, tidak pula diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, mereka adalah orang-orang bodoh di antara kalian, maka hati-hatilah
kalian dari angan-angan yang dapat menyesatkan pelakunya, sesungguhnya aku
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِنَّ
هَذَا اْلأَمْرَ فِي قُرَيْشٍ، لاَ يُعَادِيْهِمْ أَحَدٌ، إِلاَّ كَبَّهُ اللهُ
عَلَى وَجْهِهِ، مَا أَقَامُوا الدِّيْنَ. “Sesungguhnya
urusan (kekhilafahan) ini akan tetap ada pada keturunan Quraisy, tidak ada
seorang pun yang mencabutnya kecuali Allah akan menelungkupkan mukanya; selama
mereka (keturunan Quraisy) menegakkan agama.” [HR. Al-Bukhari][5] Mu’awiyah
hanya mengingkarinya karena takut bila seseorang menyangka bahwa kekhalifahan
bisa dipegang oleh selain Quraisy, sementara Mu’awiyah sendiri tidak
mengingkari akan adanya seorang tokoh dari Qahthan. Karena di dalam hadits
Mu’awiyah terdapat ungkapan “Selama mereka menegakkan agama”, artinya jika
mereka (Quraisy) tidak menegakkan agama, maka urusan (kekhilafahan) tersebut
keluar dari tangan mereka, dan ini pernah terjadi. Manusia akan tetap mentaati
seorang Quraisy hingga mereka lemah dalam memegang teguh agama, sehingga mereka
pun lemah, dan pada akhirnya kepemimpinan berpindah kepada yang lainnya. [6] Al-Qahthani
ini bukanlah Jahjah [7] , karena al-Qahtani di sini adalah keturunan dari orang
merdeka, karena penisbatannya kepada Qahthan yang merupakan puncak nasab
penduduk Yaman dari kalangan Himyar, Kindah, Hamadan dan yang lainnya [8].
Adapun Jahjah termasuk dari keturunan budak belian. Pendapat
ini diperkuat riwayat yang disebutkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: لاَ
يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّـى يَمْلِكَ رَجُلٌ مِنْ الْمَوَالِـي
يُقَالُ لَهُ جَهْجَاهُ. ‘Tidak
akan lenyap siang dan malam sehingga seseorang dari (kalangan) hamba sahaya
yang bernama Jahjah menjadi raja.’”[9] [Disalin
dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil,
Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah
Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]_______Footnote[1].
Musnad Ahmad (XVIII/103) (no. 9395), Syarh Ahmad Syakir, disempurnakan oleh Dr.
Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan bab
Taghayyuriz Zamaan hatta Tu’badul Autsaan (XIII/76, al-Fat-h), Shahiih Muslim,
kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/36, Syarh an-Nawawi).[2].
At-Tadzkirah (hal. 635).[3].
Nu’aim bin Hammad al-Khuza’i. Termasuk tokoh pembesar para Hafizh (ahlul
hadits), al-Bukhari meriwayatkan darinya sebagai penyerta, Muslim meriwayatkan
darinya dalam Muqaddimah, demikian pula Ash-habus Sunan kecuali an-Nasa-i. Imam
Ahmad mentsiqahkannya, begitu juga Yahya bin Ma’in, dan al-‘Ajali. Abu Hatim
berkata, “Dia perawi shaduq.” An-Nasa-i melemahkannya, adz-Dzahabi berkata,
“Salah seorang Imam akan tetapi layyin di dalam hadits,” Ibnu Hajar berkata,
“Shaduq dan sering salah,” adz-Dzahabi menukil dari Nu’aim bahwa beliau
berkata, “Se-belumnya aku adalah seorang Jahmiyyah, karena itulah aku mengenal
perkataan mereka, ketika aku meminta hadits, aku tahu sesungguhnya akhir dari
pendapat mereka adalah Ta’thil (meniadakan seluruh sifat Allah).” Wafat pada
tahun 228 H rahimahullah. Lihat Tadzkiratul Huffaazh (II/418-420), Miizaanul
I’tidaal (IV/267-270), Tahdziibut Tahdziib (X/458-463), Taqriibut Tahdziib
(II/305), Hadyus Saari Muqaddimah Fat-hul Baari (hal. 447), dan Khulashah
Tadzhiibut Tahdziibil Kamaal (hal. 403).[4].
Fat-hul Baari (VI/535).[5].
Shahiih al-Bukhari, kitab al-Manaaqib bab Manaaqibu Quraisy (VI/532-533). [6].
Lihat Fat-hul Baari (XIII/115)[7].
Berbeda dengan pendapat al-Qurthubi, beliau berkata di dalam kitab
at-Tadz-kirah (hal. 636), “Barangkali seorang laki-laki dari Qahthan itu adalah
seorang laki-laki yang bernama Jahjaah.”[8].
Lihat Fat-hul Baari (VI/545, XIII/78).[9].
Musnad Ahmad (XVI/156) (no. 8346), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau
berkata, “Sanadnya shahih, hadits ini terdapat dalam Shahiih Muslim (XVIII/ 36)
tanpa lafazh (مِنَ
الْمَوَالِي). masa
Dinasti Utsmaniyyah, thoriqoh-thoriqoh Sufiyyah berkembang dengan pesat.
Pemimpin yang ke-2 pada Dinasti Utsmaniyyah, yaitu Aurkhan bin Utsman bin
Arthughurl adalah pengikut thoriqoh Baktasyiyah. Sultan
Muhammad II yang dikenal dengan sebutan al-Fatih karena pembukaan
Konstantinopel, membangun kubah di kuburan Sahabat Nabi Abu Ayyub al-Anshariy,
dan juga membangun masjid di sampingnya. Rasulullah
shollallahu alaihi wasallam melarang kuburan ditinggikan, dibangun, atau
dimuliakan. نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ, وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ, وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْه Rasulullah
shollallahu alaihi wasallam melarang kuburan dari dikapur, diduduki di atasnya,
dan dibangun atasnya (H.R Muslim dari Jabir bin Abdillah) عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ قَالَ قَالَ
لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا
إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ Dari
Abul Hayyaaj al-Asadiy beliau berkata: Ali bin Abi Tholib berkata kepada saya:
Maukah aku utus engkau dengan (misi) sebagaimana Rasulullah shollallahu alaihi
wasallam mengutusku? Yaitu janganlah engkau tinggalkan suatu patung/ gambar
makhluk bernyawa kecuali engkau hapus, dan tidaklah ada kuburan yang
ditinggikan kecuali engkau ratakan (H.R Muslim ) Banyak
kaum muslimin yang sangat terkesima dengan kesuksesan pembukaan Konstantinopel
itu kemudian menghubungkan perjuangan al-Fatih itu dengan hadits: لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ
الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ Sungguh
al-Qustanthiniyyah (Konstantinopel) akan benar-benar dikuasai. Sebaik-baik
pemimpin adalah pemimpin pasukan itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan
itu (H.R Ahmad) Terlepas
adanya perbedaan pendapat Ulama tentang keshahihan riwayat hadits tersebut,
namun sebenarnya penjelasan tentang pembukaan Konstantinopel telah disebutkan
dalam hadits lain yang telah jelas keshahihannya, yaitu Shahih Muslim: لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ الرُّومُ
بِالْأَعْمَاقِ أَوْ بِدَابِقٍ فَيَخْرُجُ إِلَيْهِمْ جَيْشٌ مِنْ الْمَدِينَةِ
مِنْ خِيَارِ أَهْلِ الْأَرْضِ يَوْمَئِذٍ فَإِذَا تَصَافُّوا قَالَتْ الرُّومُ
خَلُّوا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوْا مِنَّا نُقَاتِلْهُمْ فَيَقُولُ
الْمُسْلِمُونَ لَا وَاللَّهِ لَا نُخَلِّي بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا
فَيُقَاتِلُونَهُمْ فَيَنْهَزِمُ ثُلُثٌ لَا يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ أَبَدًا
وَيُقْتَلُ ثُلُثُهُمْ أَفْضَلُ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ اللَّهِ وَيَفْتَتِحُ
الثُّلُثُ لَا يُفْتَنُونَ أَبَدًا فَيَفْتَتِحُونَ قُسْطَنْطِينِيَّةَ
فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْتَسِمُونَ الْغَنَائِمَ قَدْ عَلَّقُوا سُيُوفَهُمْ
بِالزَّيْتُونِ إِذْ صَاحَ فِيهِمْ الشَّيْطَانُ إِنَّ الْمَسِيحَ قَدْ خَلَفَكُمْ
فِي أَهْلِيكُمْ فَيَخْرُجُونَ وَذَلِكَ بَاطِلٌ فَإِذَا جَاءُوا الشَّأْمَ خَرَجَ
فَبَيْنَمَا هُمْ يُعِدُّونَ لِلْقِتَالِ يُسَوُّونَ الصُّفُوفَ إِذْ أُقِيمَتِ
الصَّلَاةُ فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّهُمْ
فَإِذَا رَآهُ عَدُوُّ اللَّهِ ذَابَ كَمَا يَذُوبُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ فَلَوْ
تَرَكَهُ لَانْذَابَ حَتَّى يَهْلِكَ وَلَكِنْ يَقْتُلُهُ اللَّهُ بِيَدِهِ
فَيُرِيهِمْ دَمَهُ فِي حَرْبَتِهِ Tidak
akan tegak hari kiamat hingga bangsa Romawi di daerah A’maq dan Daabiq,
kemudian keluarlah pasukan dari Madinah yang merupakan penduduk bumi terbaik
pada hari itu. Tatkala telah berhadapan (dua pasukan), Romawi berkata: Biarlah
kami memerangi orang-orang yang menawan kami. Kaum muslimin berkata: Tidak, demi
Allah. Kami tidak akan membiarkan kalian memerangi saudara-saudara kami. Maka
kaum muslimin itu pun memerangi mereka. Maka kalahlah sepertiga (anggota
pasukan: lari dari medan pertempuran), yang Allah tidak menerima taubat mereka
selamanya. Dan terbunuhlah sepertiga (anggota pasukan muslim) sebagai
orang-orang syahid yang paling utama di sisi Allah. Dan sepertiga (anggota
pasukan) mengalami kemenangan. Mereka tidak akan mendapat fitnah (ujian)
selamanya. Maka mereka pun menaklukkan Konstantinopel. Ketika mereka sedang
membagi-bagikan harta rampasan perang, mereka menggantungkan pedang-pedang
mereka di (pohon) Zaitun, tiba-tiba Syaithan berteriak kepada mereka:
Sesungguhnya al-Masih (Dajjal) telah menggantikan posisi kalian di keluarga
kalian. Maka merekapun keluar. Ternyata teriakan itu tidak benar. Ketika telah
datang perasaan putus asa, mereka keluar bersiap berperang mengatur shof-shof.
Tiba-tiba dikumandangkan iqomat untuk sholat, kemudian turunlah Isa putra
Maryam shollallahu alaihi wasallam menjadi imam bagi mereka. Ketika musuh Allah
melihat kepadanya, ia meleleh sebagaimana melelehnya garam. Kalau
meninggalkannya, niscaya ia akan larut mengalir hingga binasa. Akan tetapi
Allah membunuh mereka melalui tangannya, sehingga mengalirlah darahnya di
tombak pendeknya (H.R Muslim dalam Kitab al-Fitaan wa Asyroothis Saa’aah bab
ke-9) Hal
itu menunjukkan bahwa hadits tentang keutamaan pasukan yang membuka
Konstantinopel bukanlah di masa-masa itu (masa Dinasti Utsmaniyyah), tapi di
masa menjelang turunnya Dajjal, sebelum turunnya Nabi Isa ‘alaihissalaam
menjelang hari kiamat. Keruntuhan
Dinasti Utsmaniyyah bukanlah sesuatu hal yang harus diratapi dengan kesedihan
berlebihan. Para pemimpin muslim itu bisa jadi memiliki jasa yang tidak sedikit
bagi kaum muslimin. Bagi yang meninggal dalam keadaan muslim, kita doakan
ampunan dan rahmat Allah untuk mereka. Namun, kesalahan atau penyimpangan yang
dilakukannya, tidaklah diabaikan begitu saja. Mereka pun tidak dielu-elukan
berlebihan, hingga melupakan sikap proporsional yang dibimbing syariat. Tersisa
pelajaran-pelajaran berharga untuk generasi setelahnya, agar menimbang segala
sesuatu dengan bimbingan alQuran dan Sunnah Nabi dengan pemahaman para
Sahabat-nya. Melecut mereka untuk berbenah, memperbaiki diri dan masyarakatnya,
memurnikan ibadah hanya kepada Allah dan ittiba’ kepada Rasulullah shollallahu
alaihi wasallam. Semoga pertolongan Allah senantiasa menyertai perjuangan kaum
muslimin di masa-masa berikutnya, di manapun mereka berada.