Kamis, 12 Ramadhan 1435 H / 10 Juli 2014 06:07
Ibnu
Katsir rahimahullah dalam
Al Bidayah Wan Nihayah juz 11/398 menyebutkan :
“Dan di
antara yang menjadi dalil bahwa mereka (Khilafah Daulah Fathimiyyah) adalah
orang-orang yang memberikan pengakuan dusta (bahwa mereka adalah Ahlul Bait),
sebagaimana disebutkan oleh para ulama yang terhormat itu dan para imam yang
utama, dan bahwasanya mereka (Daulah Fathimiyyah) tidak memiliki hubungan nasab
sama sekali dengan Ali bin Abi Thalib juga kepada Fathimah binti Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana pengakuan mereka. Adalah ucapan
sahabat Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma kepada Al Husain bin
Ali bin Abi Thalib ketika akan berangkat ke Iraq, yaitu saat para penduduk kota
Kuffah mengirimkan utusan kepada beliau dan berjanji akan memberikan bai’at
kepadanya.
Ibnu Umar
berkata : “Janganlah engkau pergi ke sana karena sesungguhnya aku takut engkau
akan terbunuh, dan sesungguhnya kakekmu (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam) telah diminta oleh Allah untuk memilih dunia atau akhirat, dan beliau
memilih akhirat dibandingkan dunia. Sedangkan engkau adalah bagian dari beliau
dan sesungguhnya demi Allah, engkau tidak akan mendapatkannya (kekhalifahan),
engkau maupun salah satu di antara orang setelahmu, juga Ahlul Bait mu”.
Ibnu Katsir
kemudian menjelaskan : “Kalimat yang berkedudukan Hasan Shahih, yang tertuju
pada kepada masalah ini dan sangat masuk akal, yang disampaikan oleh sahabat
yang mulia ini menunjukkan bahwa : tidak akan ada khalifah dari ahlul bait
kecuali muhammad bin abdullah al mahdi (imam mahdi) yang akan diangkat di akhir
zaman bersama dengan turunnya nabi isa ibnu maryam. Hal ini karena demi menjaga
agar ahlul bait tidak terpedaya dengan dunia dan agar tidak mengotori kemuliaan
mereka”.(Al
Bidayah Wan Nihayah Juz 11/398)
Berdasarkan atsar hasan shahih ini dan berbagai
komentar ahli nasab terhadap keluarga Al Badry, tidak sedikit yang mengatakan
bahwa nasab Al Badry bukanlah Ahlul Bait. Namun demikian jika memang benar
bahwa nasab Al Badry di mana Syaikh Abu Bakar Al Baghdady dilahirkan merupakan
Ahlul Bait maka kemungkinannya adalah :
Pertama : Syaikh Abu Bakar Al Baghdady menjadi Khilafah bukan di atas
Manhaj Nubuwwah karena masih belum memenuhi syarat-syarat wilayah, tamkin,
ahlul halli wal aqdy dan sebagainya menurut jumhur ulama mutaqaddimin dan
muta’akhkhir.
Dan juga
karena khilafahnya didirikan dengan dasar ghalabah sebagaimana yang dilakukan
oleh Abdul Malik bin Marwan (pendiri Daulah Umayyah) atau Abul Abbas Ash
Shaffah (pendiri Daulah Abbasiyyah). Atsar Ibnu Umar di atas sangat jelas
menyebutkan bahwa Khalifah dari Ahlul Bait setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib
dan Al Hasan bin Abi Thalib adalah Muhammad bin Abdullah Al Mahdi.sebelum al mahdi, memang akan muncul khilafah tapi
khalifahnya bukan dari ahlul bait.
Adapun mengenai
pentingnya syura yang melibatkan jumhur ulama’ berikut penjelasan Asy Syahid
–kamaa nahsabuh- Sayyid Quthb tentang pentingnya Syura :
“Di sini, di
ayat-ayat ini menggambarkan kekhasan jama’ah ini (jama’atul muslimin) yang mana
sifat ini telah dilekatkan secara kuat dan menjadi sifat utamanya, padahal
ayat-ayat ini sifatnya Makkiyah yang diturunkan sebelum berdirinya Daulah
(Khilafah) Islam di Madinah. Sesungguhnya kami menemukan bahwa di antara sifat
jama’ah ini adalah : “…dan urusan-urusan mereka itu diputuskan dengan syuro di
antara mereka”. Dari ayat
yang diwahyukan Allah di atas, maka sesungguhnya penempatan kedudukan syura
pada kehidupan kaum muslimin lebih dalam dari sekedar sebagai aturan politik
kenegaraan. Syura adalah tabi’at yang sangat mendasar bagi jama’atul muslimin
secara keseluruhan di mana semua urusan mereka didasarkan atas syura tersebut,
kemudian dari jama’atul muslimin itulah syura diaplikasikan pada Daulah
(khilafah) dengan sifat asasnya sebagai sebuah proses alami pada Daulah Islamiyyah”.
(Fie Zhilalil Qur’an 6/327)
Dari
penjelasan Sayyid Quthb di atas bisa kita pahami bahwa Syura adalah asas utama
umat ini dan dengan syura pula Khilafah Islamiyyah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah
akan ditegakkan. Lalu bagaimana jika proses syura ini yang justru disepelekan
oleh ISIS??
Dengan
syura, semua pihak bisa saling memberi nasehat, saling menghargai perbedaan dan
saling memberikan masukan. Semestinya ISIS memberikan penghargaan dan keutamaan
kepada para masyayikh jihad untuk dilibatkan dalam syura Ahlul Halli Wal Aqdy,
karena buah jihad ini adalah berasal dari benih yang ditanam, dirawat dan
dijaga oleh para masyayikh pendahulu mereka itu.
Allah Azza
Wa Jalla berfirman : “Dan Allah memberikan setiap mereka yang memiliki keutamaan
(balasan) keutamaannya”. (Qs.
Huud : 3)
AL QUR’AN MENGAJARKAN KEPADA KITA
AGAR KITA MENGHARGAI KEUTAMAAN PARA PENDAHULU KITA DALAM ILMU DAN AMAL.
Diriwayatkan
dari Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam
bersabda :“Bukan dari kalangan kami orang yang tidak menghormati
yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda di antara kami. Dan
menghargai hak orang yang alim di antara kami.” (HR. Imam Ahmad dan Hakim)
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Amru bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
: “Bukan dari kalangan kami orang yang tidak mengasihi
yang lebih muda di antara kami dan menghargai kemuliaan orang tua di
antara kami”. (HR.
Ahmad)
Sabda Nabi
Shallallohu ‘alaihi wasallam, “bukan dari kalangan kami” adalah pelepasan diri yang berkonsekuensi bahwa pelakunya
berhadapan dengan ancaman tersebut dan ia menyimpang dari manhaj yang benar,
sesat dari jalan yang lurus, Minhaajun Nubuwwah.
Wallahu a’lam…
(muqawamah.com/arrahmah.com)