Kaum Syi'ah di seluruh dunia
merayakan hari Asyura yang jatuh setiap tanggal 10 Muharram dalam kelender
Hijriyah.
Berbeda dengan kaum Muslimin
(Ahlusunnah) yang menjalankan puasa seperti dalam Hadits Nabi Muhammad
(shalallahu 'alaihi wasallam), karena banyak peristiwa penting pra Nabi yang
terjadi pada tanggal itu, umat Syi'ah menyambut hari tersebut dengan rasa duka
cita dan kesedihan.
Hari Asyura bertepatan dengan
syahidnya cucu Nabi, yaitu Husein bin Ali (radhiyallahu anhu), yang terbunuh di
padang Karbala, Irak, ketika sedang dalam perjalanan menuju kota Kuffah
(menurut sejarah populer).
Al-Husein dan rombongan keluarganya,
berangkat dari Mekkah menuju Irak setelah mendapat undangan dari Syi'ah Ali di
kota Kuffah, dengan tujuan diberi baiat dan memimpin mereka melawan Khalifah
bani Umayyah, Yazid bin Muawiyah.
Para Sahabat lain, seperti
Ibnu Abbas menasehati al-Husein agar tidak meninggalkan Mekkah oleh bujukan
Syi'ah Kuffah. Sebabnya mereka dikenal sebagai kaum yang meragukan dan mungkin
balik berkhianat.
Namun al-Husein tetap
berangkat, dengan membawa serta keluarga dan kerabatnya.
Di tengah perjalanan,
rombongan ini dihadang oleh pasukan wakil pemerintah pimpinan Ubaidillah bin
Ziyad, yang dikenal fasik. Pembantaian pun segera terjadi terhadap rombongan
cucu Nabi itu, termasuk al-Husein.
Al-Husein dipenggal,
sementara kepalanya kemudian dipermainkan oleh Ubaidillah.
Dalam peristiwa ini, tak ada
bantuan atau pertolongan yang diberikan kaum Syi'ah Kuffah kepada al-Husein,
sebagaimana yang mereka janjikan.
Muslim Sunni melihat kejadian
Karbala sebagai sesuatu yang sangat menyakitkan, dimana rombongan Ahlul Bait dibantai
dan dizhalimi. Namun peristiwa ini hanya dianggap sebagai kejahatan dalam
sejarah, tak ada dogma yang bersifat teologis atasnya.
Hal itu berbeda dengan kaum
Syi'ah yang menjadikan peristiwa Karbala sebagai bagian dari keyakinan mereka.
Al-Husein sendiri memang diklaim Syi'ah sebagai "imam maksum" nomor
ke-3.
Akibat pembantaian itu,
Syi'ah meyakini Karbala sebagai tanah suci yang lebih afdhol daripada Mekkah
dan Madinah.
Bahkan, berkunjung ke kuburan
al-Husein, konon, setara lebih dari 70 kali berhaji. Tanah di kawasan Karbala
juga diyakini berkhasiat dan memiliki kekeramatan.
Sedangkan tanggal kematian
al-Husein, 10 Muharram atau hari Asyura, menjadi tanggal yang dikhususkan oleh
Syi'ah untuk diperingati di seluruh dunia.
Di negara-negara dengan
penganut Syi'ah signifikan, tak segan mereka mengekpresikan ratapan, kesedihan
dan kesakitan sekaligus, dengan secara berjama'ah melukai diri.
Kaum Syi'ah juga melakukan
parade atau karnaval untuk menggambarkan ulang peristiwa Karbala.
Berikut gambar-gambar
perayaan Asyura oleh Syi'ah dari berbagai negara: lihat gambar paling bawah
Al-hasan dan al-husein telah meraih kedudukan
bahagia dan hidup sebagai syuhada’
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah,
“Adapun terbunuhnya al-Husein
— radhiyallahu ‘anhu — tidak diragukan bahwa beliau terbunuh dalam keadaan
terzhalimi dan sebagai seorang syahid, sebagaimana telah terbunuh yang
semisalnya, yaitu orang-orang yang terzhalimi sekaligus sebagai para syuhada’.
Pembunuhan terhadap al-Husein
adalah MAKSIAT kepada Allah dan Rasul-Nya yang dilakukan oleh orang-orang yang
membunuhnya, atau membantu untuk membunuhnya, atau ridha dengannya. Itu
merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, baik dari kalangan keluarganya
maupun selain keluarganya. Namun bagi beliau itu merupakan syahadah,
diangkatnya derajat, dan kedudukan yang tinggi. Karena beliau (al-Husein) dan
saudaranya (al-Hasan) telah ada ketetapan dari Allah kebahagian bagi mereka
berdua. Tentu saja kebahagian tersebut tidak bisa diraih kecuali dengan adanya
sesuatu dari musibah. Tidak ada keutamaan-keutamaan seperti yang terdapat dalam
lingkungan rumah beliau berdua. Karena beliau berdua terdidik dalam asuhan
Islam, dalam kemuliaan dan keamanan. Lalu yang ini (al-Hasan) wafat karena
diracun, sedangkan yang ini (al-Husein) wafat karena dibunuh. Supaya dengan itu
beliau berdua meraih kedudukan orang-orang yang berbahagia dan kehidupan para
syuhada’.”
Minhaj as-Sunnah, 4/550
[الحسن
والحسين نالا منازل السعداء وعاشا عيش الشهداء]
قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله:
(وَأَمَّا
مَقْتَلُ الْحُسَيْنِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – فَلَا رَيْبَ أَنَّهُ قُتِلَ
مَظْلُومًا شَهِيدًا، كَمَا قُتِلَ أَشْبَاهُهُ مِنَ الْمَظْلُومِينَ
الشُّهَدَاءِ. وَقَتْلُ الْحُسَيْنِ مَعْصِيَةٌ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مِمَّنْ
قَتَلَهُ أَوْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِهِ أَوْ رَضِيَ بِذَلِكَ وَهُوَ مُصِيبَةٌ
أُصِيبَ بِهَا الْمُسْلِمُونَ مِنْ أَهْلِهِ وَغَيْرِ أَهْلِهِ، وَهُوَ فِي
حَقِّهِ شَهَادَةٌ لَهُ، وَرَفْعُ دَرَجَةٍ، وَعُلُوُّ مَنْزِلَةٍ ; فَإِنَّهُ
وَأَخَاهُ سَبَقَتْ لَهُمَا مِنَ اللَّهِ السَّعَادَةُ، الَّتِي لَا تُنَالُ
إِلَّا بِنَوْعٍ مِنَ الْبَلَاءِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُمَا مِنَ السَّوَابِقِ مَا
لِأَهْلِ بَيْتِهِمَا، فَإِنَّهُمَا تَرَبَّيَا فِي حِجْرِ الْإِسْلَامِ، فِي
عِزٍّ وَأَمَانٍ، فَمَاتَ هَذَا مَسْمُومًا وَهَذَا مَقْتُولًا، لِيَنَالَا بِذَلِكَ
مَنَازِلَ السُّعَدَاءِ وَعَيْشَ الشُّهَدَاءِ).
منهاج السنة النبوية ٥٥٠/٤