Tentang Ahli
Bait
1. Syi’ah meyakini bahwa Ali Radhiyallahu ‘Anhu adalah
imam yang ma’shum, lalu kita jumpai-menurut pengakuan mereka- bahwa ia
menikahkan putrinya, Ummu Kultsum, saudara sekandung Al Hasan dan Al Husain,
dengan Umar bin Al Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Hal ini memiliki konsekwensi
salah satu dua hal bagi Syi’ah yang paling manis dari keduanya terasa pahit,
yaitu:
Pertama:
Ali Radhiyallahu ‘Anhu tidak ma’shum, karena menikahkan putrinya dengan orang
yang mereka anggap Kafir yaitu Umar Radhiyallahu ‘Anhu. Hal ini mengharuskan
mereka meyakini bahwa para imam selainnya tidak ma’shum pula.
Kedua: Umar
Radhiyallahu ‘Anhu adalah Muslim. Ali Radhiyallahu ‘Anhu ridha menjadikannya
sebagai menantu. Ini adalah dua jawaban yang harus dipilih. keyakinan manakah
yang harus kita pilih?!
2. Syi’ah menyangka, Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘Anhuma
adalah Kafir. Lalu kita dapati bahwa Ali, seorang imam yang ma’shum menurut
Syi’ah, telah ridha dengan kekhalifahan keduanya, membaiat keduanya, dan tidak
memberontak terhadap keduanya. Hali ini berkonsekwensi bahwa Ali tidak ma’shum,
karena ia membaiat orang Kafir, zhalim lagi membenci ahli bait, sebagai bentuk
persetujuan kepada keduanya. Ini merusak kema’shuman dan menolong orang zhalim
atas kezhalimannya. Ini tidak mungkin dilakukan orang yang ma’shum sama sekali.
Atau apa yang dilakukannya adalah benar; karena keduanya adalah khalifah yang
beriman, jujur dan adil. Dengan demikian kaum Syi’ah telah menyelisihi imam
mereka, karena mengkafirkan, mencaci maki, melaknat, dan tidak ridha dengan
kekhalifahan keduanya. Akibatnya, kita bingung dengan urusan kita: Apakah
menempuh jalan yang ditempuh Abu Al Hasan (Ali), ataukah kita meniti jalan
Syi’ah yang bermaksiat?!
3. Setelah wafatnya Fathimah Radhiyallahu ‘Anha, Ali
Radhiyallahu ‘Anhu menikah dengan sejumlah wanita yang melahirkan sejumlah anak
untuknya, di antaranya: Abbas bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ali bin Abi
Thalib, Utsman bin Ali bin Abi Thalib., Ibu mereka adalah Ummu Al Banin binti
Hizam bin Darim. (Kasyf Al Ghummah fi Ma’rifah Al Aimmah, Ali Al Arbili).
Juga Ubaidillah bin Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar bin Ali bin
Abi Thalib. Ibu keduanya adalah Laila binti Mas’ud Ad Darimiyyah. (Kasyf Al
Ghummah).
Juga Yahya bin Ali bin Abi Thalib, Muhammad Al Ashghar bin
Ali bin Abi Thalib, ‘Aun bin Ali bin Abi Thalib. Ibu mereka adalah Asma binti
Umais. (Ibid).
Juga Ruqayyah binti Ali bin Abi Thalib, Umar bin Ali bin Abi
Thalib-yang meninggal duni pada usia 35 tahun-. Ibu keduanya adalah Ummu Habib
binti Rabi’ah. (Ibid).
Juga Ummu Al Hasan binti Ali bin Abi Thalib, Ramlah Al Kubra
binti Ali bin Abi Thalib. Ibu keduanya adalah Ummu Mas’ud binti Urwah bin
Mas’ud Ats Tsaqafi. (Ibid).
Pertanyaan:
Apakah mungkin seorang ayah menamakan buah hatinya dengan musuh bebuyutannya?
Lalu bagaimana halnya jika sang ayah ini adalah Ali bin Abi Thalib? Bagaimana
mungkin Ali Radhiyallahu ‘Anhu menamakan anak-anaknya dengan nama orang-orang
yang kaliana anggap bahwa mereka adalah musuh-musuhnya?! Apakah seorang yang
berakal menamakan anak-anak yang dicintainya dengan nama musuh-musuhnya?!
4. Syi’ah menyangka bahwa Fatimah Radhiyallahu ‘Anha, darah
daging Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam yang terpilih, telah dihinakan pada
zaman Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu, dipatahkan tulang rusuknya, rumahnya hendak
dibakar, dan janinnya yang mereka namakan Al Muhsin digugurkan!.
Pertanyaan:
Dimanakah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu dari semua ini? Mengapa ia tidak menuntut hak istrinya, padahal
dia seorang pemberani lagi kuat?!
5. Kita jumpai
banyak para pemuka sahabat berbesan dengan ahli bait Nabi dan menikah dengan
mereka, demikian pula sebaliknya. Tak terkecuali Abu Bakar dan Umar, sebagaiman
telah disepakati oleh ahli sejarah , baik dari Sunnah maupun Syi’ah. Begitun
dengan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
– Menikah dengan
Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhuma.
– Menikah dengan Hafshah binti Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.
– Menikahkan kedua putrinya (Ruqayyah, kemudian Ummu Kultsum) dengan khalifah
ketiga yang dermawan dan pemalu. Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu. Karena
itu, dia diberi gelar dengan Dzun Nurain.
Kita cukup
menyebutkan tiga khalifah dari kalangan sahabat, untuk menjelaskan bahwa mereka
mencintai ahli bait. Karena itu, terjadi hubungan pernikahan. Wallahu A’lam
(ama).
Al Quran
Menurut Versi Syi’ah
1. Syi’ah
meyakini, Al Quran telah dibuang dan dirubah ayat-ayatnya oleh Abu Bakar dan
Umar Radhiyallahu ‘Anhuma. Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far pernah
ditanyakan kepadanya: “Mengapa Ali disebut Amirul Mukminin?” Ia menjawab:
“Allah yang menamakannya, dan demikianlah Dia menurunkannya dalam kitab-Nya:
“Dan ingatlah ketika Rabmu mengambil dari Bani Adam dari
tulang sulbi mereka akan keturunan mereka, dan mengambil persaksian mereka atas
diri mereka, ‘Bukankah aku Rab kalian, Muhammad adalah Rasul-Ku, dan Ali
adalah Amirul Mukminin?”. (Mirip
dengan surat Al A’raf: 172, dengan tambahan kalimat yang ditebalkan). (Ushul Al
Kafi).
Alkulaini
mengatakan mengenai Tafsir ayat ke 157 dari surat Al A’raf yang berbuyi:
فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ
ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Al A’raf:
157) “yakni,
orang-orang yang menjauh dari menyembah Jubt dan Thaghut, yaitu fulan dan
fulan”. (Ibid). Al Majlisi berkata: “Yang dimaksud dengan fulan dan fulan adalah Abu Bakar
dan Umar”. (Bihar Al Anwar).
Karena itu,
Syi’ah menganggap keduanya sebagai dua setan, wal iyadzu billah.
Sebagaiman disebutkan dalam Tafsir mereka mengenai firman
Allah Ta’ala:
لَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
“janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan”. (Q.S An Nuur: 21).
Mereka mengatakan: “Langkah-langkah setan,
demi Allah, ialah kekuasaan fulan dan fulan”. (Tafsir Al ‘Ayyasyi
dan Tafsir Ash Shafi).
Dari Abu Ja’far, ia berkata: “Jibril menurunkan ayat ini
kepada Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam demikian:
“Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual
dirinya dendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah kepada Ali kerena
kedengkian” (Mirip dengan surat Al Baqarah: 90, dengan tambahan kalimat yang
ditebalkan). (Ibid).
Ayat-ayat tersebut disangka kaum Syi’ah bahwa itu menunjukkan
dengan terang atas keimaman Ali Radhiyallahu ‘Anhu, tapi kemudian Abu Bakar dan
Umar Radhiyallahu ‘Anhuma merubahnya sebagaimana yang mereka yakini.
Berdasarkan hal tersebut ada dua pertanyaan yang diajukan
kepada Syi’ah:
Pertama:
Ketika Abu Bakar dan Umar telah mengubah ayat-ayat ini, lalu mengapa Ali ketika
menjadi khalifah tidak menjelaskan semua ini?! Atau, minimal, mengembalikan
ayat-ayat ini dalam versi Al Quran yang aslinya?!.
Kami tidak mendapati Ali Radhiyallahu ‘Anhu melakukan hal
ini. Bahkan Al Quran di masanya seperti pada masa para khalifah sebelumnya, dan
sebagaiman di zaman Nabi. Karena Al Quran dipelihara oleh Allah Ta’ala:
إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S Al
Hijr: 9).
Tetapi Syi’ah tidak mengetahuinya.
Kedua:
Sebagian ayat yang mereka simpangkan untuk menetapkan kekuasaan, keimaman dan
kekhilafahan Ali itu mengabarkan kepada kita dengan jelas bahwa ini tidak akan
pernah ada!.
2. Syi’ah
meriwayatkan (penafsiran) dari Abu Al Hasan terhadap firman Allah Ta’ala:
يُرِيدُونَ لِيُطۡفُِٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَٱللَّهُ
مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan
mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya,
walau orang-orang kafir membencinya”. (Q.S As Shaaf: 8).
“Dan Allah tetap menyempurnakan imamah, dan imamah adalah
cahaya. Itulah firman Allah ‘Azza Wajalla:
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya yang telah
kami turunkan”. (At Taghabun: 8).
Abu Al Hasan mengatakan: “Demi Allah, cahaya ialah para imam dari keluarga
Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari kiamat”. (Al Kafi).
Pertanyaan:
Apakah Allah menyempurnakan cahaya-Nya dengan menyebarkan Islam, ataukah
memberi kekuasaan, wasiat dan khilafah kepada ahli bait?
3. Sebagian kitab-kitab Syi’ah meriwayatkan dari Ja’far Ash
Shadiq bahwa ia berkata kepada seorang wanita yang bertanya kepadanya tentang
Abu Bakar dan Umar: “Apakah aku mencintai keduanya?”, ia menjawab: “Cintailah
keduanya”. Wanita tadi berkata: “Kelak aku akan mengatakan kepada Rabbku, jika
aku berjumpa dengan-Nya bahwa engkau telah memerintahkan kepadaku utnuk
mencintai keduanya?”, ia menjawab: “ya”. (Raudhah Al Kafi).
Sebagian kitab-kitab itu juga meriwayatkan, seorang dari
sahabat Al Baqir merasa heran saat mendengarkan Al Baqir mensifati Abu Bakar
dengan Ash Shiddiq. Maka ia bertanya: “Apakah
engkau mensifatinya demikia?”, Al Baqir berkata: “Ya,
Ash Shiddiq. Barangsiapa yang tidak menyebutnya Ash Shiddiq, maka Allah tidak
membenarkan ucapannya di akhirat”. (Kasyf Al Ghummah).
Pertanyaan:
Lantas apa pendapat Syi’ah tentang Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Al
Khattab Radhiyallahu ‘Anhuma?. Wallahu A’lam (ama).
Benarkah
Syi’ah Mencintai Ahli Bait?
1. Syi’ah mengklaim mencintai ahli bait dan keturunan
Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. Tapi kita dapati pada mereka apa yang
bertentangan dengan kecintaan ini, di mana mereka mengingkari nasab sebagian
keturunan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, seperti Ruqayyah dan Ummu Kultsum,
kedua putri Rasulallahu Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebagaimana yang
disebutkan dalam buku Syi’ah Indonesia: “Ruqoyah
dan Ummu Kultsum, istri khalifah Utsman bukanlah putri Nabi Muhammad”.
(“Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi”, Muthohari Press, hlm 164-165.)
Mereka juga mengeluarkan Al Abbas, paman Rasulallah berikut
semua anaknya, dan Az Zubair bin Shafiyyah, bibi Rasulallah Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam.
Mereka membenci banyak anak-anak Fatimah Radhiyallahu ‘Anha
bahkan mencacai maki mereka, seperti Zaid bin Ali dan putranya, Yahya, Ibrahim
dan Ja’far kedua putra Musa Al Kazhim, dan Ja’far bin Ali, saudara imam mereka,
Al Hasan Al Askari.
Mereka meyakini bahwa Al Hasan bin Al Hasan “Al Mutsanna”,
putranya Abdullah “Al Mahd”, dan putranya An Nafs Az Zakiyyah telah murtad!.
Demikian pula keyakinanmereka terhadap Ibrahim bin Abdillah,
Zakaria bin Muhammad Al Baqir, Muhammad bin Abdillah bin Al Husain bin Al
Hasan, Muhammad bin Al Qasim bin Al Husain, Yahya bin Umar dan lainnya.
Hal ini dibuktikan oleh perkataan salah seorang dari mereka: “Semua
Bani Al Hasan bin Ali memiliki perbuatan yang tercela dan tidak tabah untuk
melakukan taqiyyah”. (Ibid).
Pertanyaan:
Lantas di manakah klaim mencintai ahli bait yang mereka gembar-gemborkan? apakah
yang dimaksud ahlu bait adalah yang sesuai dengan kriteria mereka?
3. Syi’ah mengkafirkan semua ahli bait yang hidup pada abad
pertama. Hal itu disebutkan dalam Hadts-Hadits dan sumber mereka yang
terpercaya bahwa semua manusia setelah wafatnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam telah murtad kecualai tiga orang: Salman Al Farisi, Abu Dzar dan Al
Miqdad. Sebagian mereka menyebut hingga tujuh orang. (Tanqih Al Maqaal).
Pertanyaan:
Adakah salah satu dari tiga sahabat yang mereka kecualikan termasuk dari kalangan
ahlu bait? bagaimana dengan nasib sahabat dari kalangan ahlu bait setelah
wafatnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam?
4. Al Hasan Radhiyallahu ‘Anhu meskipun banyak pembela dan
pengikutnya rela turun dari kekhilafahan untuk diserahkan kepada Mu’awiyah
Radhiyallahu ‘Anhu. Sementara saudaranya Al Husain, meskipun sedikit pembela
dan pengikutnya, menentang Yazid bin Mu’awiyah dan melakukan pemberontakan
terhadapnya. Padahal mereka, Al
Hasan dan Al Husain adalah imam yang ma’shum menurut Syi’ah.
Jika tindakan Al
Hasan benar, berarti tindakan Al Husain itu bathil. Sebaliknya, jika tindakan
Al Husain benar, berarti tindakan Al Hasan bathil.
Pertanyaan: Siapakah di antara keduanya, Al Hasan
dan Al Husain yang ma’shum, benar dalam mengambil sikap dan jauh dari
kesalahan? apa yang mereka lakukan terhadap kesalahan dari salah satu dari
mereka yang dianggap imam?
5. Mereka
mengkafirkan secara tegas sebagian ahlu bait, seperti Al Abbas, paman Nabi
Shollallahu ‘Alaii Wasallam, yang mereka klaim, berkenaan dengannya turun
firman Allah Ta’ala:
وَمَن كَانَ فِي هَٰذِهِۦٓ أَعۡمَىٰ فَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ أَعۡمَىٰ
وَأَضَلُّ سَبِيلٗا
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia
ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat
dari jalan (yang benar)”. (Q.S Al Isra: 72).
Demikian juga
dengan putranya, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, tinta umat dan ahli Tafsir Al
Quran. Disebutkan dalam kitab Syi’ah Al Kafi yang isinya mengkafirkannya dan
bahwa ia jahil lagi lemah akal. (Rijal Al Kusyi).
Dalam kitab mereka
yang berjudul Rijal Al Kusyi disebutkan: “Ya Allah, laknatlah dua putra fulan dan butakanlah mata
keduanya seperti buta hati keduanya…”. (Ushul Al Kafi).
Syeikh mereka
Hasan Al Mushthafawi mengomentari perkataan tersebut dengan perkataannya: “Maksudnya adalah Abdullah bin Abbas dan Ubaidillah bin
Abbas”. (Rijal Al
Kusyi).
Pertanyaan: Apakah mereka berani mencela sahabat
dari kalangan ahli bait yang Nabi doakan baginya pemahaman dalam ilmu agama dan
Tafsir? apakah Nabi salah dalam memilih orang untuk didoakan kebaikan baginya.
Wallahu A’lam (ama).
sumber: Asilah Qadat Syabaab Asy Syi’ah, Sulaiman bin Shalih Al
Karasyi.