Label: Umum
Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini yang secara umum terbagi menjadi dua pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat tentang kekafirannya berdasarkan dhahir hadits :
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ، حَدَّثَنَا الشَّيْبَانِيُّ، حَدَّثَنَا يُسَيْرُ بْنُ عَمْرٍو، قَالَ، قُلْتُ لِسَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ: هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْخَوَارِجِ شَيْئًا؟، قَالَ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ وَأَهْوَى بِيَدِهِ قِبَلَ الْعِرَاقِ: " يَخْرُجُ مِنْهُ قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الْإِسْلَامِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid : Telah menceritakan kepada kami Asy-Syaibaaniy : Telah menceritakan kepada kami Yusair bin ‘Amru, ia berkata : Aku berkata kepada Sahl bin Hunaif : “Apakah engkau pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda sesuatu tentang Khawarij ?”. Ia menjawab : “Aku pernah mendengar beliau bersabda sambil mengarahkan tangannya ke ‘Iraaq : ‘Akan keluar darinya satu kaum yang membaca Al-Qur’aan namun tidak melebihi/melewati kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam seperti keluarnya anak panah dari busurnya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6934].
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ بَعْدِي مِنْ أُمَّتِي قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَلَاقِيمَهُمْ يَخْرُجُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَخْرُجُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ، ثُمَّ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ، شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Al-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Humaid : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ash-Shaamit, dari Abu Dzarr, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya sepeninggalku nanti ada satu kaum dari kalangan umatku yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya, yang kemudian ia tidak kembali padanya (agama). Seburuk buruk makhluk dan ciptaan” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad, 5/31; shahih].
Inilah yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah dalam beberapa fatwanya, di antaranya adalah jawaban beliau ketika ditanya hukum tidak menshalatkan ahli bid’ah :
إذا تركها أهل العلم من باب التنفير من عملهم فهو مناسب؛ إذا كانت بدعتهم لا توجب التكفير، أما إذا كانت بدعتهم مكفرة كبدعة الخوارج والمعتزلة والجهمية فلا يصلى عليهم
“Apabila ahli ilmu meninggalkannya dalam rangka menjauhkan dari perbuatan (bid’ah) mereka, maka ini sesuai, jika bid’ah mereka tidak mengkonsekuensikan pengkafiran. Namun jika bid’ah mereka termasuk bid’ah yang mengkafirkan pelakunya seperti bid’ahnya Khawaarij, Mu’tazilah, dan Jahmiyyah, maka tidak boleh menshalati mereka” [Majmuu’ Al-Fataawaa wal-Maqaalaat, 13/165].
Beberapa ulama sebelum Ibnu Baaz yang juga mengkafirkan kelompok Khawaarij adalah Al-Bukhaariy, Al-Qaadliy ‘Iyaadl, Ibnul-‘Arabiy, As-Subkiy, dan yang lainnya.
Ulama lain berpendapat kelompok Khawaarij tidak dikafirkan. Inilah pendapat jumhur ulama. Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وَذَهَبَ أَكْثَرُ أَهْل الْأُصُول مِنْ أَهْل السُّنَّة إِلَى أَنَّ الْخَوَارِج فُسَّاق وَأَنَّ حُكْم الْإِسْلَام يَجْرِي عَلَيْهِمْ لِتَلَفُّظِهِمْ بِالشَّهَادَتَيْنِ وَمُوَاظَبَتِهِمْ عَلَى أَرْكَان الْإِسْلَام ، وَإِنَّمَا فُسِّقُوا بِتَكْفِيرِهِمْ الْمُسْلِمِينَ مُسْتَنِدِينَ إِلَى تَأْوِيل فَاسِد وَجَرَّهُمْ ذَلِكَ إِلَى اِسْتِبَاحَة دِمَاء مُخَالِفِيهِمْ وَأَمْوَالهمْ وَالشَّهَادَة عَلَيْهِمْ بِالْكُفْرِ وَالشِّرْك
“Kebanyakan ahli ushul dari kalangan Ahlus-Sunnah berpendapat bahwasannya Khawaarij itu adalah fasiq dan hukum Islam (muslim) berlaku pada mereka karena dua kalimat syahadat yang mereka ucapkan dan rukun-rukun Islam yang mereka lakukan. Mereka difasikkan hanyalah karena pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin dengan bersandar pada ta’wil fasid (rusak); sehingga menyebabkan mereka menghalalkan darah dan harta orang-orang yang yang menyelisihi mereka, serta mempersaksikannya dengan kekufuran dan kesyirikan” [Fathul-Baariy, 12/300].
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :
الْخَوَارِجُ الَّذِينَ يُكَفِّرُونَ بِالذَّنْبِ ، وَيُكَفِّرُونَ عُثْمَانَ وَعَلِيًّا وَطَلْحَةَ وَالزُّبَيْرَ ، وَكَثِيرًا مِنْ الصَّحَابَةِ ،وَيَسْتَحِلُّونَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِينَ ، وَأَمْوَالَهُمْ ، إلَّا مَنْ خَرَجَمَعَهُمْ ، فَظَاهِرُ قَوْلِ الْفُقَهَاءِ مِنْ أَصْحَابِنَا الْمُتَأَخِّرِينَ أَنَّهُمْ بُغَاةٌ ، حُكْمُهُمْ حُكْمُهُمْ. وَهَذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ ، وَالشَّافِعِيِّ ، وَجُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ ،وَكَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ
“Khawaarij yang mengkafirkan dengan sebab dosa besar, mengkafirkan ‘Utsmaan, ‘Aliy, Thalhah, Az-Zubair, dan banyak orang dari kalangan shahabat, serta menghalalkan darah dan harta kaum muslimin kecuali orang yang keluar bersama mereka; maka yang dhahir pendapat para fuqahaa’ dan shahabat-shahabat kami belakangan menyatakan mereka itu bughat (pembangkang). Hukum mereka (Khawaarij) adalah hukum bughat(tidak kafir). Ini adalah pendapat Abu Haniifah, Asy-Syaafi’iy, jumhur fuqahaa’, dan banyak ulama dari kalangan ahli hadits” [Al-Mughniy, 8/106].
Asy-Syaikh Shaalih bin ‘Abdil-‘Aziiz Aalusy-Syaikh hafidhahullah pernah ditanya : ‘Apakah Khawaarih itu kafir ?’, maka beliau menjawab :
ليسوا بكفار على الصحيح ، بل كما قال علي رضي الله عنه: من الكفر فروا" وقول النبي عليه الصلاة والسلام: (يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية) لا يعنى به أصل في الدين ، وإنما يعنى به أكثر الدين
“Mereka bukanlah kafir menurut pendapat yang benar. Akan tetapi sebagaimana perkataan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : ‘Mereka lari dari kekafiran’. Adapun sabda Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busurnya’; bukanlah yang dimaksudkan dengannya (keluar dari) pokok agama, namun yang dimaksudkan dengannya adalah (keluar dari) kebanyakan perkara agama” [Al-Ajwibah Al-Ushuuliyyah ‘alal-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah – Free Program from islamspirit].
Apa yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Shaalih Alusy-Syaikh tentang atsar ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu adalah sebagaimana berikut :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، ثَنَا مُفَضَّلُ بْنُ مُهَلْهِلٍ، عَنِ الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ عَلِيٍّ، فَسُئِلَ عَنْ أَهْلِ النَّهْرِ أَهُمْ مُشْرِكُونَ؟ قَالَ: " مِنَ الشِّرْكِ فَرُّوا "، قِيلَ: فَمُنَافِقُونَ هُمْ؟ قَالَ: " إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا "، قِيلَ لَهُ: فَمَا هُمْ؟ قَالَ: " قَوْمٌ بَغَوْا عَلَيْنَا "
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Aadam : Telah menceritakan kepada kami Mufadldlal bin Muhalhil, dari Asy-Syaibaaniy, dari Qais bin Muslim, dari Thaariq bin Syihaab, ia berkata : Aku pernah berada di sisi ‘Aliy, dan ditanyakan kepadanya tentang orang-orang Nahrawaan (Khawaarij), apakah mereka itu orang-orang musyrik ?. ‘Aliy menjawab : “Mereka lari dari kesyirikan”. Dikatakan : “Apakah mereka termasuk orang-orang munafik ?”. Ia berkata : “Sesungguhnya orang-orang menuafik tidaklah berdzikir kepada Allah kecuali sedikit saja”. Dikatakan kepadanya : “Lalu termasuk apakah mereka ini ?”. Ia menjawab : “Orang yang bertindak aniaya terhadap kami” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 15/332; shahih].
Yang raajih dalam permasalahan ini – wallaahu a’lam - adalah pendapat jumhur ulama karena itulah yang disepakati para shahabat. Selain atsar ‘Aliy di atas, yang menunjukkan para shahabat tidak mengkafirkan Khawaarij adalah bahwasannya mereka tetap shalat di belakang mereka (Khawaarij) sebagaimana yang dilakukan Ibnu ‘Umar dan yang lainnya radliyallaahu ‘anhum yang bermakmum di belakang Najdah Al-Haruuriy [Minhaajus-Sunnah, 5/247]. Adapun nash keluarnya Khaawarij dari Islam dapat dita'wilkan sebagaimana penjelasan Asy-Syaikh Shaalih Alusy-Syaikhhafidhahullah di atas.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
Comments bisa dilihat sumber diatas
sanggahan comments oleh Ustadz Abu Al-Jauzaa' sangat ilmiyyah (ilmu yang bermanfaat)