Tauhid menurut bahasa berarti : menjadikan sesuatu itu satu.
Sedangkan menurut istilah syar’i berarti : Pengesaan terhadap Allah subhaanahu
wa ta’ala dengan sesuatu yang khusus bagi-Nya, baik dalam uluhiyyah-Nya,
rububiyyah-Nya,asma’ dan sifat-Nya. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa tauhid ini
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Tauhid Rububiyyah, Tauhid
Uluhiyyah, dan Tauhid Asmaa’ wa ShifaatAllah.
Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah : Suatu keyakinan
yang pasti bahwa Allah subhaanahu wa ta’ala satu-satunya pencipta,
pemberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur semua urusan
makhluk-makhluk-Nya tanpa ada sekutu bagi-Nya. Dalil-dalil yang menunjukkan Tauhid
Rububiyyah ini diantaranya firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
”Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-Fatihah : 2].
Juga firman-Nya :
أَلا لَهُ الْخَلْقُ
وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
”Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-A’raf : 54].
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan kepada
hamba-Nya bahwa Dia-lah satu-satunya pencipta dan pemilik seluruh alam semesta
ini serta Dia pulalah yang mengaturnya secara mutlak, tidak ada pengecualian
(yang luput) dari-Nya sesuatupun.
Di samping dua ayat di atas, Allah juga
menjelaskan tentang Rububiyyah-Nya dengan firman-Nya :
قُلْ مَنْ رَبُّ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ
Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan
bumi?" Jawabnya: "Allah." [QS. Ar-Ra’d : 16].
Dan juga firman-Nya :
قُلْ لِمَنِ الأرْضُ
وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ * سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
* قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ *
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ * قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ
كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ *
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi
ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?". Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
ingat?". Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya
langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?". Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?". Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada
yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?". Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka
dari jalan manakah kamu ditipu?" [QS. Al-Mukminun : 84-89].
Dari pengertian ayat di atas, tiada keraguan
bagi orang yang berakal tentangrububiyyah Allah bahwa Dia-lah satu-satunya Dzat yang
mampu menciptakan langit dan bumi, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan.
Demikian pula pengakuan mereka (orang-orang Quraisy) ketika ditanya tentang
siapa pencipta langit dan bumi ? Dan siapa Rabb langit dan bumi ? Mereka akan mengatakan :
”Allah”. Sebagaimana firman Allah :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ
مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
”Dan jika kamu bertanya kepada mereka :
Siapakah yang menciptakan tujuh langit dan bumi. Pasti mereka akan mengatakan :
Allah” [QS. Luqman : 25].
Juga firman-Nya :
قُلْ مَنْ رَبُّ
السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ * سَيَقُولُونَ لِلَّهِ
قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Katakanlah : ”Siapakah Rabb langit yang tujuh
dan ’Arsy yang besar ?”. Pasti mereka akan mengatakan : ”Allah”.
Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?". [QS. Al-Mukminun : 86-87].
Allah banyak menyebutkan dalam Al-Qur’an
pengakuan orang-orang kafir Quraisy terhadap rububiyyah Allah, akan tetapi dengan pengakuan tersebut
mereka tetap menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Maha Suci Allah dari apa
yang mereka persekutukan.
Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah adalah : Pengesaan Allah subhaanahu wa ta’ala dalam hal ibadah dengan penuh ketaatan dan
rendah diri serta cinta pada setiap peribadatan tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun.
Dalil tentang Tauhid Uluhiyyah di antaranya adalah firman Allah subhaanahu wa ta’ala:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
”Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” [QS. Al-Fatihah : 2].
Lafadh Allah maknanya adalah Al-Ma’luh (yang disembah) dan Al-Ma’bud (Yang diibadahi). Dan juga firman Allah :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” [QS. Al-Fatihah : 5].
Kemudian juga firman-Nya :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” [QS. Al-Baqarah : 21].
Juga firman-Nya :
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ * أَلا لِلَّهِ
الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
”Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al
Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih
(dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya" [QS. Az-Zumar : 2-3].
Dan firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
وَمَا أُمِرُوا إِلا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus”[QS. Al-Bayyinah : 5].
Ayat-ayat di atas menjelaskan kepada kita
agar kita mengesakan Allah dalam beribadah. Oleh sebab itu dilarang menyembah
selain Allah baik dia seorang Nabi, wali, raja, atau malaikat sekalipun.
Yang dimaksud dengan ibadah adalah segala
aktifitas kehidupan yang Allah ridlai dan Allah cintai baik berupa perkataan
atau perbuatan yang lahir maupun yang batin. Ibadah dibangun di atas tiga hal
yang sangat besar dan sangat penting pengaruhnya dalam perjalanan ibadah
seseorang, yaitu : cinta (mahabbah), takut (khauf), dan harapan (raja’). Cinta kepada Allah dalam beribadah akan membuahkan
keikhlasan, takutkepada Allah akan membawa seseorang untuk menjauhi segala
larangan Allahsubhaanahu wa ta’ala dan membimbingnya untuk selalu taat kepadanya. Sedangkanpengharapan akan membangkitkan semangat dalam menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya untuk mendapatkan janji-janji Allah subhaanahu wa ta’ala. Kalau ketiga penggerak hati tersebut sudah
tumbuh dengan kuat di hari seorang hamba, maka akan mudah baginya untuk
mendapatkan ridla dan cinta Allah subhaanahu wa ta’ala. Dengan kata lain kalau seseorang masih
berbuat maksiat atau suatu hal yang tidak dicintai dan diridlai Allah berarti
kecintaannya dan ketakutannya terhadap Allah sangat rendah, bahkan dapat
dikatakan orang tersebut tidak mengharapkan atau tidak percaya terhadap
janji-janji Allah dan meremehkan ancaman-ancaman Allahsubhaanahu wa ta’ala. Na’uudzu billahi min-dzaalik.
Dari dalil-dalil dan keterangan di atas dapat
diketahui bahwa tauhid ibadah (uluhiyyah) adalah hakekat makna Laa ilaaha illallaah yang mengandung nafi (peniadaan) danitsbat (penetapan). Makna nafi adalah meniadakan segala macam peribadatan
kepada selain Allah bagaimanapun bentuk dan macamnya, atau peniadaan segala
macam bentuk ketuhanan. Sedangkan makna itsbat adalah menetapkan ke-Esa-an Allah dalam
beribadah dengan berbagai bentuk ibadah yang sesuai dengan tuntunan syari’at
Islamiyyah yang telah disampaikan oleh Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam dan penetapan bahwa tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah
saja. Dua kandungan di atas – yaitu nafi dan itsbat – tidak boleh dipisahkan dan harus dipahami
dan diambil keduanya. Karena kalau diambil salah satu saja, tidaklah seseorang
dikatakan muslim. Misalnya, seseorang yang mengambil nafi saja tanpa itsbat, berarti dia seorang komunis karena dia
meniadakan segala macam bentuk ketuhanan tanpa menetapkan ketuhanan bagi Allah.
Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang hanya mengambil itsbat saja tanpa nafi, dia juga bukan seorang muslim. Bahkan dia
seorang kafir karena disamping menetapkan Allah sebagai ilah, ia juga menetapkan selain Allah sebagai ilah. Penyebabnya adalah karena dia tidak
mengingkari tuhan-tuhan selain Allah sebagaimana orang-orang kafir Quraisy yang
disamping mengakui Allah sebagai Rabb alam semesta, juga mengakui adanya
sesembahan selain Allah seperti Latta, ’Uzza, dan lain-lain. Dengan perbuatan
mereka ini, Allah dan Rasul-Nya menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang
kafir. Oleh sebab itu tidaklah cukupseseorang mengambil nafisajatanpa itsbat, begitu pula itsbat saja tanpa nafi. Kalau seseorang mengakui dirinya seorang
muslim, maka wajib baginya untuk mengambil, meyakini, dan mengamalkan keduanya
secara bersamaan tanpa memisah-misahkannya dalam rangka membenarkan persaksian
(syahadat) Laa ilaaha illallaah (tiada Rabb yang berhak untuk diibadahi
dengan benar kecuali Allah).
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan keesaan
Allah dalam uluhiyyah-Nya adalah firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ
قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا
فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun
sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku" [QS. Al-Anbiyaa’ : 25].
Juga firman-Nya :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي
كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Thaghut (= segala sesuatu yang diibadahi selain Allah dan dia ridla
dengan peribadatannya tersebut)" [QS. An-Nahl : 36].
Juga firman-Nya :
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ
لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا
إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS. Ali-’Imran : 18].
Ayat-ayat di atas adalah dalil yang sangat
jelas akan keesaan Allah dalam hal uluhiyyah-Nya.
Kerancuan (syubhat) yang biasa
dilontarkan oleh sebagian manusia adalah pernyataan mereka : ”Bagaimana kamu
menyatakan tidak ada Rabb (Tuhan) selain Allah sedangkan Allah sendiri
menyatakan keberadaan tuhan-tuhan selain-Nya ? sebagaimana firman-Nya :
وَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ
إِلَهًا آخَرَ
”Janganlah kamu sembah di samping (menyembah)
Allah, tuhan apapun yang lain” [QS. Al-Qashash : 88].
Juga firman-Nya :
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ
اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ
”Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain
di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu” [QS. Al-Mukminun : 117].
Juga firman-Nya :
فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ
آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
”Karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun
kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah” [QS. Huud : 101].
Jawaban atas kerancuan tersebut :
Pertama, yang perlu diketahui bahwa ketuhanan selain
Allah adalah ketuhanan yang bathil atau tidak hak (benar), walaupun tuhan-tuhan
tersebut diibadahi atau disembah oleh orang-orang yang bodoh dan sesat.
Sesungguhnya tuhan-tuhan tersebut adalah sesuatu yang tidak pantas untuk
diibadahi sebagaimana firman-Nya :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ
هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ
”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah,
Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah
itulah yang batil” [QS. Luqman : 30].
Kedua, sebutan tuhan bagi tuhan-tuhan selain Allah
adalah sekedar penamaan saja sebagaimana firman-Nya subhaanahu wa ta’ala :
إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ
سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
”Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu
dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan
pun untuk (menyembah) nya”[QS. An-Najm : 23].
Dua macam tauhid di atas (Tauhid
Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah) tidak ada yang menentangnya dan tidak ada
pula yang mengingkarinya dari kalangan ahli kiblat yang menyandarkan diri
kepada Islam, kecuali orang yang berlebih-lebihan dari kalangan Syi’ah
Rafidlah. Mereka menyatakan bahwa ’Ali bin Abi Thalib adalah tuhan sebagaimana
yang dilakukan oleh ’Abdullah bin Saba’ (pemimpin Syi’ah yang pertama) yang
datang kepada ’Ali bin Abi Thalib dan berkata kepadanya : ”Kamu (wahai ’Ali)
adalah Allah yang sebenarnya”. Akan tetapi ’Abdullah bin Saba’ adalah Yahudi
yang berpura-pura masuk Islam. Dengan pengakuan ingin melindungi keluarga
Rasulullah, dia berusaha menghancurkan Islam dari dalam. Perbuatan ’Abdullah
bin Saba’ ini diingkari oleh ’Ali bin Abi Thalib dan beliau tidak ridla kepada
siapa saja yang menempatkan dirinya lebih dari semestinya. Karena beliau juga
seorang hamba Allah, bahkan di atas mimbar Kuffah beliau berkata : ”Sebaik-baik
umat setelah Nabi-Nya (shallallaahu ’alahi wa sallam) adalah Abu Bakar,
kemudian ’Umar”. ’Ali juga memerintahkan untuk membakar ’Abdullah bin Saba’ dan
pengikut-pengikutnya. Yang jelas, kedua macam tauhid di atas tidak ada yang
mengingkari secara terang-terangan dari ahli kiblat (kaum muslimin) walaupun
ada dari kalangan ahli bid’ah yang mengingkarinya dengan berbagai penakwilan
(penyelewengan makna).
Tauhid Asmaa’ wa Shifat
Tauhid Asmaa’ wa Shifat Allah adalah : Berkeyakinan dengan keyakinan
yang pasti tentang nama-nama Allah, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya
yang termuat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, tanpa merubah-rubah atau menolak
atau menanyakan bagaimana hakekatnya atau menyerupakan dengan makhluk-Nya.
Dalil tentang Tauhid Asmaa’ wa Shifaat ini adalah firman Allah subhaanahu wa ta’ala :
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ
أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah
Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaulhusna
(nama-nama yang terbaik)” [QS. Al-Israa’ : 110].
Juga firman-Nya :
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ
سَمِيًّا
”Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan Dia)?” [QS. Maryam : 65].
Juga firman-Nya :
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا
هُوَ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى
”Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaulhusna (nama-nama yang baik)” [QS. Thaha : 8].
Juga firman-Nya :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [QS. Asy-Syuuraa : 11].
Ayat-ayat di atas merupakan hujjah yang menyatakan tentang tauhid asma’ wa shifatAllah.
Dalam mengimani nama-nama Allah subhaanahu wa ta’ala ada beberapa kaedah, antara lain :
1. Semua nama Allah adalah terbaik dan berada dalam puncak
kebaikan. Karena nama Allah mengandung atau menunjukkan sifat-Nya yang
sempurna, tidak ada cacat atau kekurangan dari segi apapun. Seperti Al-Hayyu (الْحَيُّ) ”Yang Maha Hidup”, salah satu dari nama Allah yang mengandung
arti bahwa Allah hidup secara mutlak, tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak
pula berakhir dengan kebinasaan. Dia hidup dengan kesempurnaan-Nya.
2. Nama Allah adalah nama sekaligus sifat bagi-Nya subhaanahu wa ta’ala. (Al-Hayyu, Al-’Aliim, As-Samii’)
”Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Mendengar” ; semua adalah
nama untuk Dzat yang satu, yaitu Allah subhaanahu wa ta’ala. Nama-nama tersebut mengandung makna dan
sifat yang berbeda-beda, karena makna Al-Hayyu lain dengan makna Al-’Aliim dan lain pula dengan maknaAs-Samii’.
Dan begitu pula nama-nama Allah yang lain. Nama Al-Hayyu mengandung sifat al-hayat (hidup), Al-’Aliim mengandung sifat al-’ilmu (ilmu/mengetahui), As-Samii’ mengandung sifat as-sam’u (mendengar). Dan begitu pula nama-nama Allah
yang lain.
3. Nama Allah yang mengandung sifat Muta’addi (sifat yang pengaruhnya mengenai
makhluk-Nya), ia mengandung tiga perkara :
a. Penetapan nama tersebut untuk Allah.
b. Penetapan sifat yang terkandung dalam nama tersebut
bagi-Nya.
c. Penetapan hukum dan pengaruh-Nya.
Contohnya : As-Samii’ – salah satu nama Allah yang artinya Yang
Maha Mendengar. Lafadh tersebut ditetapkan sebagai nama Allah dan ditetapkan
pula sebagai sifat Allah. Adapun hukum dan pengaruhnya adalah Dia mendengar apa
saja, baik yang tersembunyi ataupun yang tampak pada makhluk-Nya.
Sedangkan jika nama Allah menunjukkan sifat
yang lazim (yang tidak berpengaruh kepada yang lainnya), maka ia
menunjukkan dua perkara :
a.
Penetapa nama bagi-Nya.
b.
Penetapan sifat yang terkandung dalam nama tersebut
untuk-Nya.
Seperti nama Al-Hayyu yang berarti Yang Maha Hidup. Maka lafadh Al-Hayyuditetapkan sebagai nama Allah dan sekaligus
sifat bagi Allah semata.
4. Nama-nama Allah menunjukkan atas Dzat dan sifat-Nya
sesuai dengan kandungannya, nama dan sifat itu akan terus ada dan tidak pernah sirna,
seperti :Al-Khaaliq, salah satu nama Allah yang artinya Yang Maha
Menciptakan – menunjukkan atas Dzat dan sifat Allah yang mengandung makna bahwa
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dua tetap dan terus-menerus sebagai Sang
Pencipta.
5. Nama-nama Allah semuanya harus diambil dari Al-Qur’an
atau As-Sunnah. Tidak ada tempat bagi akal untuk menentukannya. Oleh karena itu
janganlah menambah atau menguranginya, karena nama-nama Allah adalah merupakan
permasalahan ilmu yang ghaib, dan hanya Allah sajalah yang mengetahuinya.
6. Nama-nama Allah tidak terbatas dengan jumlah tertentu sebagaimana
diterangkan dalam hadits yang masyhur tentang doa ketika dalam kesedihan :
أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ
هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ
أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ
عِنْدَكَ
”(Ya Allah), aku minta dengan (menyebut)
segala nama yang Engkau miliki, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau
Engkau turunkan pada kitab-Mu, atau Engkau ajarkan pada seseorang dari
makhluk-Mu atau Engkau tentukan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu...” [HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim].
Dalil ini menunjukkan ketidakterbatasan nama
Allah. Adapun nama Allah yang disebutkan dalam hadits 99 (sembilan puluh
sembilan) nama tidak menunjukkan batas akhir. Hadits yang menunjukkan perincian
atau penyebutan nama-nama-Nya yang berjumlah 99 adalah lemah.
7. Haram bagi seseorang untuk mengingkari, menolak
sifat-sfat Allah, atau menyerupakan dengan makhluk-Nya.
Tentang masalah sifat-sfat Allah,
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah mengimaninya tanpa merubah (tahrif),
mengingkari (ta’thil), menanyakan bagaimana (takyif), dan tidak
pula menyerupakan (tasybih) dengan sifat makhluk-Nya.
Tahrif (merubah) artinya merubah makna yang
terkandung dalam sifat tersebut. Seperti perkataan Jahmiyyah tentang sifat istiwaa’ (bersemayam), mereka rubah menjadiistaulaa’ (menguasai). Juga perkataan sebagian
ahlul-bid’ah tentang makna al-ghadlab(marah) diartikan dengan iradatul-intiqaam (kehendak untuk menyiksa); dan makna ar-rahmah dirubah menjadi iradatul-in’am (kehendak untuk memberi nikmat). Semuanya ini
tidak benar. Yang benar adalah bahwa makna istiwaa’ bagi Allah adalah bahwa Allah mempunyai sifat
ketinggian dan berada dalam ketinggian yang sesuai dengan keagungan dan
kemuliaan-Nya. Begitu pula dengan al-ghadlab dan ar-rahmah, adalah sifat bagi Allah secara hakekat
sesuai dengan kemuliaan Allah dan keagungan-Nya.
Ta’thil (menolak) adalah mengingkari sifat-sifat
Allah yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Seperti yang
dilakukan oleh Jahmiyyah dan semisalnya. Pengingkaran yang mereka lakukan
merupakan puncak kebatilan. Padahal dalam Al-Qur’an dan As-Sunah banyak sekali
diterangkan sifat-sfat Allah yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.
Tasybih (menyerupakan) adalah menyerupakan
sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Untuk itu kita tidak boleh
mengatakan bahwa sifat Allah itu adalah seperti sifat kita. Hal itu dikarenakan
Allah sudah menyatakan tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatupun.
Adapun makna takyif (menanyakan bagaimananya) adalah menanyakan
bagaimana hakekatnya. Seperti menanyakan bagaimana istiwaa’-nya Allah ? Atau menanyakan bagaimana wajah
dan tangan Allah ? Yang seharusnya kita lakukan adalah kita beriman akan
keberadaan sifat Allah yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an mauoun As-Sunnah
sesuai dengan keagungan-Nya, tanpa menanyakan bagaimana hakekat sifat itu,
karena Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mengkhabarkan bagaimana hakekat sifat
tersebut.
Pedoman yang harus dipegang oleh setiap
muslim adalah :
1. Semua sifat Allah adalah sifat yang paling sempurna,
tidak memiliki kekurangan sama sekali dari segi apapun.
2. Sifat Allah dibagi menjadi dua :
a.
Sifat tsubutiyyah, yaitu sifat yang ditetapkan oleh Allah
untuk diri-Nya dalam Al-Qur’an atau melalui lisan Rasul-Nya. Semuanya adalah
sifat yang sempurna, tidak ada unsur kekurangan sama sekali.
b.
Sifat salbiyyah, yaitu sifat yang di-nafi-kan
(ditiadakan) oleh Allah untuk diri-Nya, baik peniadaan tersebut termuat dalam
Al-Qur’an mapun As-Sunnah. Semuanya yang di-nafi-kan tersebut berupa
sifat-sifat kekurangan seperti sifat mati, bodoh, lemah, dan lain-lain. Untuk
itu wajib bagi kaum muslimin untuk meniadakan sifat-sifat tersebut dari Allah subhaanahu wa ta’ala dan menetapkan sifat kesempurnaan lawan sifat
tersebut.
3. Semua sifat Allah harus berasal dari Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada tempat bagi akal untuk menentukannya.
Dari dalil-dalil pada pembagian di atas dapat
diketahui oleh siapa saja tentang kebenaran pembagian tauhid menjadi tiga,
yaitu :
Ø Tauhid Rububiyyah.
Ø Tauhid Uluhiyyah.
Ø Tauhid Asmaa’ wa Shifat.
Orang yang mengingkari pembagian tauhid ini
adalah orang yang mengingkari sesuatu tanpa ilmu dan berbicara atas nama Allah
tanpa didasari ilmu. Karena orang yang mempunyai ilmu sedikit saja dari
kalangan Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah dimana saja ia berada dan kapan saja, mesti
akan mengetahui kebenaran pembagian tersebut. Seseorang tidak dikatakan beriman
kalai ia tidak mengimani tiga macam tauhid di atas. Barangsiapa mengimani tauhid rububiyyah saja, maka ia belum dikatakan mukmin.
Demikian juga kalau dia hanya mengimani tauhid uluhiyyah atau tauhid asmaa’ wa shifaat saja. Jadi, seseorang dikatakan mukmin kalau
dia mengimani ketiga macam tauhid di atas.
Wallaahu a’lam bish-shawwab.
[Diketik
ulang oleh Abul-Jauzaa’ dari tulisan Zainul Arifin bin An-Nawawi yang termuat
dalam Majalah Salafy edisi lama (XIII/Sya’ban-Ramadlan 1417-1997) halaman 37-41
– dengan sedikit perubahan dan penambahan].
Baca comments dibawah ini untuk pendalan:
Anonim mengatakan...
Jika aqidah yg saya pakai tidak sama dengan 3 aqidah di atas, apakah
saya sesat dan bukan Islam ataukah hanya sekedar bukan ahlussunah wal jama'ah?
Salam
Abujafar
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Perkataan Anda mengandung banyak kemungkinan makna.
Jika Anda tidak mentauhidkan Allah dalam Rububiyyahnya, Uluhiyyah, dan
Al-Asmaa’ wash-Shifaat, memangnya apa yang And tauhidkan ? Dan jika Anda tidak
mentauhidkan Allah dalam tiga hal tersebut, tentu saja Anda dapat kafir
karenanya.
Maaf, maksud saya jika pengertian sy mengenai Rububiyyah umpamanya, tdk
sama dgn aqidah ahlussunnah.
Katakanlah saya menganggap bahwa Rububiyyah tdk termasuk Tauhid tentang Sifat
Allah Memelihara, namun hanya sebatas Sifat Pencipta. Tauhid Sifat Memelihara
ada di bagian tauhid lain.
Apakah sy menjadi kafir karenanya? Meskipun secara hakiki tdk ada perbedaan?
Salam
Abujafar
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Keyakinan Anda bahwa Rububiyyah Allah hanya meliputi sifat 'Mencipta'
saja, maka ini tidak lengkap. Karena Rububiyyah ini mencakup banyak hal
sebagaimana telah disebutkan di atas. Tentu saja perbedaan ini bukanlah
perbedaan dari segi lafadh, namun hakekat dan makna.
Jika Anda
tidak mentauhidkan Rububiyyah Allah dalam memberikan rizki, mengatur seluruh
alam, dan yang lain sebagainya - dan di sisi lain Anda hanya mengakui sifat
Maha Mencipta saja - maka Anda bisa terancam dengan kekafiran. Bagaimana tidak
? karena Anda tidak mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang
memberikan rizki, mengatur seluruh alam, menghidupkan dan mematikan, serta yang
lainnya.... (dimana ini semua termasuk Rububiyyah Allah ta'ala).
Terima kasih,
Tentu saja sy mengakui sifat Allah Maha Memelihara. Masakan tidak? :)
Hanya sy tidak menyatukan sifat Allah tsb dalam Tauhid Rubbubiyah.
Salam
Abjafar
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Jika Anda masih mentauhidkan Allah dalam makna-makna Rububiyyah
sebagaimana telah disebutkan di atas, maka di sini Anda hanya melakukan
kekeliruan secara ilmiah. Tidak sampai pada mengeluarkan seseorang pada agama
(kafir).
Hanya memasukkan sifat bahwa Allah satu-satu Dzat yang menciptakan seluruh alam
(makhluk) dalam Tauhid Rububiyyah adalah kurang dan tidak mencukupi.
Terima kasih,
Sudah cukup. Saya tadinya khawatir perbedaan pemahaman tentang istilah tauhid
akan menyebabkab kekafiran
Salam
Abujafar
muhammad rizal mengatakan...
assalamu'alaikm......, mohon maah sebelumnya karena telah meninggalkan
komentar di posting ini, hal ini saya lakukan krn merasa bertanggung jawab atas
kebenaran aqidah yg telah keliru dari aqidah sebenarnya yaitu aqidah
ahlussunnah wal jama'ah. ulama telah sepakat baik dari kalangan ulama mazahibil
arba'ah maupun klangan ulama lain yg mayoritas (jumhur), bahwa aqidah
ahlussunnah wal jama'ah adalah aqidah yg di nisbahkan kepada asy-'ariyah dan
al-maturidiyah (bukan berarti semata2 pndapat ra'yu beliau berdua saja) tetapi
hasil galian dari ayat2 alquran dan Hadist2 yg mutawwatir. sangat aneh dan Syaz
bila tauhid tiga serangkai dinisbahkan kepada ahlussunnah karena sangat
mukhalafah (berbeda sekali) dengan faham ahlussunnah yg sebenarnya. karena
faham tiga serangkai tidak pernah diajarkan dalam ahlussunnah bahkan tauhid
tersebut perlu di pertanyakan dan dikhawatirkan keshahihannya. ada beberapa
alasan yg saya berani mengatakan demi kian diantaranya :(yg anda tulis dalam
posting ini)
":Tauhid Rububiyyah adalah : Suatu keyakinan yang pasti bahwa Allah
subhaanahu wa ta’ala satu-satunya pencipta, pemberi rizki, menghidupkan dan
mematikan, serta mengatur semua urusan makhluk-makhluk-Nya tanpa ada sekutu
bagi-Nya"
kemudian anda mngatakan bahwa kafir quraisy juga telah bertauhid dengan
rububiyah ..? (ini posting anda)Demikian pula pengakuan mereka (orang-orang
Quraisy) ketika ditanya tentang siapa pencipta langit dan bumi ? Dan siapa Rabb
langit dan bumi ? Mereka akan mengatakan : ”Allah”.
sekarang saya bertanya : apakah tauhidnya kafir quraisy itu tauhid yang pasti
(jazam/qath'i)? padahal mereka hanya dimulut saja, krn kalu mereka yakin dengan
apa yg mereka ucapkan pasti mereka akan beriman. padahal ulama ahlussunnah
sepakat bahwa tauhid itu adalah keyakinaa yang jazam/qath'i bukan seperti yg
anda katakan. ini seolah2 telah memberikan pendapat bhwa orang kafir quraisy
telah bertauhid, orang nasrani telah bertauhid, orang yahudi telah bertauhid,
padahal mereka kafir ada yg kafir musyrik dan ada yg kafir kitabi.... sungguh
tidak beralasan pendapat saudara dan pengikut2nya... ini adalah pendapatnya
ibnu taimiyah yg gharib (asing) dari jumhur ulama. ibnu taimiyah pengikut
mazhab ahmad bin hanbal, tp aqidahnya melenceng krn ahmad bin hanbal sendiri
tdk berpendapat seperti demikian.
demikian mudah2an jadi pertimbangan buat yg lainnya. berhatilah berguru dan
menuntut ilmu tauhid karena banyak tauhid yg keliru yg telah menggunakan lebel
ahlussunnah wal jama'ah. pada dhahirnya asli tp hakikatnya palsu (aspal)
oleh Tgk Muhammad Rizal Aceh.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Wa'alaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakatuh
Kalau Anda mengatakan bahwa 'aqidah Ahlus-Sunnah adalah 'aqidah Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah adalah keliru. Silakan baca satu contoh kecil dalam kitab
Asy'ariyyah mu'tabar : Hasyiyyah Al-Baijuriy ‘alaa
Jauharit-Tauhiid :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/02/paham-asyariyyah-adalah-cucu-paham.html.
Di artikel ini saja sudah membuktikan ketidakbenaran mendasar 'aqidah
Asy'ariyyah. Kalau ulama Asy'ariyyah mengklaim bahwa mereka sebagai perwakilan
Ahlus-Sunnah, ya 'sah-sah' saja....
Adapun tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan asmaa' wa shifat merupakan tauhid yang
selaras dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang diketahui melalui istiqra' dan tatabbu' terhadap
nash-nash. Dan itu bisa Anda baca pada artikel di atas.
Kalau Anda menyangkal bahwa orang kafir Quraisy yang difirmankan Allah dalam
Al-Qur'an bahwa mereka mempunyai bagian dari tauhid rububiyyah, ya berarti anda
telah menyangkal ayat Al-Qur'an. Mereka (kafir Quraisy) itu tahu bahwa Allah
lah yang menciptakan langit dan bumi, menghidupkan dan mematikan. Itu adalah
pengetahuan yang fithrah. Namun, tauhid rububiyyah itu belum cukup membuat
seseorang menjadi muslim.
Nasihat saya, sebaiknya Anda belajar dulu sebelum banyak berkata-kata. Dengan
Anda diam, maka banyak dosa yang antum tahan akibat berkata-kata tanpa ilmu.
Allahul-musta'aan.
Buat Muhammad Rizal:
PERKATAAN ULAMA SALAF TENTANG PEMBAGIAN TAUHID
Berikut ini adalah perkataan ulama salaf sebelum zaman Ibnu Taimiyyah tentang
pembagian Tauhid.
1. AL-Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit w. 150H, berkata dalam kitab Fiqhul
Absath hal 51:
“Allah تعالى itu diseru dengan sifat yang tinggi bukan
dengan sifat rendahan, karena sifat yang rendah bukanlah termasuk sifat Rububiyyah
dan Uluhiyah sedikitpun”.
2. Ibnu Jarir Ath-Thobari w. 310H, berkata dalam tafsirnya terhadap firman
Allah تعالى
QS. Muhammad 19:
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ
لَا
إِلَهَ
إِلَّا
اللَّهُ
وَاسْتَغْفِرْ
لِذَنبِكَ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَاللَّهُ
يَعْلَمُ
مُتَقَلَّبَكُمْ
وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah wahai Muhammad, tidak ada sesembahan yang pantas atau layak
bagi-Nya untuk disembah, dan tidak boleh bagimu dan bagi seluruh makhluk untuk
menyembahnya kecuali Allah تعالى yang menciptakan para
makhluk, Penguasa seluruh alam, yang segala sesuatu tunduk padanya dengan
kekuasaan Rububiyyah-Nya”.
3. Imam Abu Ja’far Ath-Thohawi w. 321H, berkata dalam mukaddimah kitab
Ath-Thohawiyyah:
“Kami katakan dengan penuh keyakinan –semoga Allah تعالى memberikan
curahan taufiknya- dalam masalah pengesaan terhadap Allah تعالى
: Allah itu maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada sesuatu yang sepadan
dengan-Nya, tidak ada sesuatupun yang mampu mengalahkan-Nya, dan tidak ada
sesembahan yang haq melainka Dia”.
4. Imam Abu Hatim Muhammad bin Hibban Al-Busti w. 354H, berkata dalam
mukaddimah kitab Roudhotul Uqola’ wa Nuzhatul Fudholaa’:
“Segala puji bagi Allah Yang Maha Tunggal dalam ke-esaan Uluhiyyah-Nya, yang
maha mulia dengan Rubbubiyyah-Nya, yang mengurusi segala yang hidup dengan
ketentuan ajal…
5. Ibnu Abi Zaid Al-Qoirowani Al-Maliki w. 386H menyebutkan dalam kitab
Aqidah-nya:
“Termasuk kedalamnya: Beriman dengan hati serta mengucapkan dengan lisan bahwa
Allah adalah sesembahan yang Esa, tidak ada sesembahan selain-Nya, tidak ada
yang serupa dan sebanding dengan-Nya, Dia tidak memiliki anak dan orang tua.
Tidak ada pembantu dan sekutu, tidak ada permulaan dalam uluhiyyah-Nya, serta
tidak ada penghabisan bagi yang selain-Nya. Tidak mungkin menjangkau
kesempurnaan sifat sifat Allah dengan sekedar sifat sifat yang disebutkan oleh
orang orang yang mensifatinya, dan kaum cendikiawan tidak akan bisa menjangkau
urusan Allah dengan olah pikirnya”.
Sampai Beliau berkata: “Ingatlah Dia adalah Rabb para hamba dan Rabb dari
perbuatan perbuatan mereka.
6. Berkata Al-Imam Abu Abdillah Ubaidulloh bin Muhammad bin Baththoh Al-‘Akbari
w. 387H, dalam kitabnya Al-Ibanah ‘an Syariati Al-Firqotin Najiyah wa
Mujanibatil Firqotil Madzmumah:
“Sesungguhnya prinsip keimanan kepada Allah تعالى yang wajib
diyakini oleh para makhluk dalam hal keimanan kepada-Nya ada tiga bagian:
Pertama: Seseorang hamba harus meyakini Rabbaniyyah Allah. Yang demikian itu
sebagai pemisah antara madzhab ahlul tha’thil yang tidakmenetapkan adanya
pencipta.
Kedua: Seorang hamba harus meyakini keesaan Allah. Hal ini untuk membedakan
dengan madzhab pelaku syirik yang menetapkan adanya pencipta namun menyekutukan
Allah dalam peribadatannya.
Ketiga: Dia harus meyakini bahwa Allah disifati dengan sifat sifat sebagaimana
Allah mensifati diri-Nya, seperti Qudroh, hikmah, dan seluruh apa yang Dia
sifatkan didalam kitab-Nya”.
7. Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusy w. 520H, dalam mukaddimah kitab
Sirajul Muluk (1/7):
“Dan aku bersaksi bahwa sungguh bagi Allah sifat Rububiyyah dan Ke-Esaan, dan
dengan apa apa yang Allah telah persaksikan bagi diri-Nya dan Nama nama-Nya
baik dan sifat sifat-Nya yang maha tinggi serta sifat sifat-Nya yang maha
sempurna”.
8. Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi w. 671 berkata dalam tafsirnya
(1/72):
“Maka Allah adalah nama yang menunjukkan keberadaan yang haq, terkandung
didalam-Nya sifat sifat Ilahiyyah, yang bersifat dengan sifat Rububiyyah. Maha
tunggal dengan keberadaan-Nya yang hakiki. Tidak ada sesemgahan yang haq
melainkan Dia”.
Beliau juga berkata dalam tafsirnya (5/118):
“Dasar kesyirikan yang diharamkan adalah berkeyakinan adanya sekutu bagi Allah
dalam Uluhiyyah-Nya, dan ini adalah kesyirikan yang terbesar, dan kesyirikan
yang dilakukan oleh orang orang jahiliyyah. Bentuk kesyirikan yang lainnya
adalah keyakinan adanya sekutu bagi Allah dalam perbuatan walaupun dia tidak
meyakini ketuhanan hal tersebut, seperti perkataan orang: “Sesungguhnya selain
Allah memungkinkan untuk mengadakan dan menciptakan dengan tanpa adanya
keterkaitan”.
Untuk akhi muhammad rizal :
Afwan akh, nampaknya antum lah yg harus berhati2 dalam menuntut ilmu tauhid.
Asy'ariyah adalah paham yg baru muncul pada abad 2 H yaitu pencetusnya adalah
Abul Hasan Al-Asy'ari.
Banyak muslim di Indonesia yg katanya mengikuti madzhab imam Syafi'i tp
ternyata tauhidnya mengikuti madzhab Asy'ari/Maturidi/Jahmiy. Disini saya akan
tambahkan manhaj aqidah Imam Syafi'i sebagai imam panutan muslim Indonesia
sebagai bantahan pada mereka yg mengklaim imam Syafi'i berakidah Asy'ari :
1. Imam Syafi'i pernah ditanya tentang sifat-sifat Alloh Subhanahu wa Ta'ala
yang harus diimani, maka beliau menjawab, bahwa Alloh Subhanahu wa Ta'ala
memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang telah dikabarkan oleh kitabNya dan
dijelaskan oleh NabiNya kepada umatnya. Tidak seorang pun boleh menolaknya
setelah hujjah (keterangan) sampai kepadanya karena Al-Qur'an turun dengan
membawa nama-nama dan sifat-sifat itu. Maka barangsiapa yang menolaknya setelah
tegaknya hujjah, ia adalah kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, ia adalah
ma'dzur (diampuni) karena kebodohannya, sebab hal (nama-nama dan sifat-sifat
Alloh Subhanahu wa Ta'ala) itu tidak bisa diketahui dengan akal dan pemikiran.
Alloh Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa Dia memiliki sifat
"Yadaini" (dua tangan), dengan firmanNya, yang artinya: "Tetapi
kedua tangan Alloh terbuka" (QS: Al-Maidah: 64). Dia memiliki wajah,
dengan firmanNya, yang artinya: "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali
wajahNya" (QS: Al-Qashash: 88)." (Manaqib Asy-Syafi'i, Al-Baihaqi,
1/412-413; Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah, Al-Lalikai, 2/702; Siyar A'lam
An-Nubala', Adz-Dzahabi, 10/79-80; Ijtima' Al-Juyusy Al-Islamiyah, Ibnul Qayyim,
94).
2. Sumber aqidah Imam Syafi'i adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Beliau pernah
mengucapkan: sebuah ucapan seperti apapun tidak akan pasti (tidak diterima)
kecuali dengan (dasar) Kitabulloh atau Sunnah RasulNya. Dan setiap yang
berbicara tidak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ia adalah mengigau
(membual, tidak ada artinya). Wallahu a'lam. ( Manaqibusy Syafi'i,
1/470&475)
---bersambung---
3. Dari Ar-Robi’ bin Sulaiman: Imam Syafi’i mengatakan: “Barangsiapa
bersumpah dengan nama Alloh, atau dengan nama-namaNya yang lain, lalu ia melanggarnya,
maka ia wajib membayar kaffarot (tebusan). (Manaqib Syafi’i 1/405). Yang
demikian itu: “Karena nama-nama Alloh itu bukanlah makhluk, maka barangsiapa
bersumpah dengan nama Alloh, lalu melanggarnya, maka wajib atasnya membayar
kaffarot”. (Adab syafi’i libni Abi Hatim, Al-Hilyah li Abi Nu’aim 9/112, Sunan
Kubro lil baihaqi 1/28, Al-Asma was shifat lil baihaqi 255-256, Syarhus sunnah
lil baghowi 1/188, Al-Uluw lidz Dzahabi 121, Mukhtashorul Uluw lil albani 77)
4. Imam Syafi’i mengatakan: Perkataan dalam sunnah yang aku berjalan di
atasnya, dan aku lihat para sahabat kami juga berjalan di atasnya, -yakni para
ahlul hadits yang ku temui dan ku ambil ilmu dari mereka, seperti Sufyan
Ats-Tsauri, Malik, yang lainnya-, adalah: Berikrar dengan persaksian bahwa
tiada sesembahan yang berhak disembah selain Alloh, sesungguhnya Muhammad itu
Rosululloh, sesungguhnya Alloh itu diatas arsy-Nya, di atas langit-Nya, Dia
mendekat kepada makhluknya bagaiamanapun Dia kehendaki, dan Alloh juga turun ke
langit dunia sesuai kehendaknya. (Ijtima’ul juyusyil islamiyah libnil qoyyim,
hal: 165. Itsbatu Shifatil Uluw, hal:124. Majmu’ul Fatawa 4/181-183. Al-Uluw
lidz Dzahabi, hal: 120. Mukhtashorul Uluw lil Albani, hal: 176)
5. Al-Imam Syafi'i berkata didalam kitab Ar-Risalah hal 7-8 : “Segala puji bagi
Alloh… yang Dia itu sebagaimana disifati sendiri oleh-Nya, dan lebih agung dari
sifat yang diberikan oleh para makhluknya”. (Ar-Risalah, hal:7-8)
6. Dari Ar-Robi bin Sulaiman, dari Asy-Syafii: “Barangsiapa mengatakan Alqur’an
itu makhluk, maka dia kafir”. (Syarah Ushul I’tiqodi Ahlissunnah wal Jama’ah
lillalaka’I 1/252)
7. Robi’ bin Sulaiman mengatakan: aku pernah mendatangi Muhammad bin Idris
Asy-Syafii, ketika sampai padanya kertas yang bertuliskan: “Apa pendapatmu
tentang firman Alloh ta’ala: ‘Sekali-kali tidak, sungguh mereka pada hari itu
benar-benar terhalang dari melihat Tuhannya’.” (Al-Muthoffifin: 15). Imam
Syafii mengatakan: “Ketika mereka terhalangi (dari melihat-Nya) di saat (Alloh)
marah, itu berarti dalil bahwa sesungguhnya mereka akan melihatnya di saat
(Alloh) ridho”. Ar-Robi’ bertanya: “Apa dengan itu engkau berpendapat?”. “Ya,
itulah agama yang akan kupertanggung-jawabkan di hadapan Alloh kelak”. (Syarah
Ushul I’tiqodi Ahlissunnah wal Jama’ah lillalaka’i 2/506)
Semoga dapat membukakan hati2 yg telah taqlid buta oleh akidah asy'ari. Inilah
aqidah Imam agung nashirus sunnah, Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris
Asy-Syafi'i -rahimahullah-. Jadi, tidaklah tepat ketika akhi muhammad rizal
mengatakan aqidah asy'ariyah adalah aqidah ijma' dari imam 4 madzhab.
Wallahu a'lam bishowab.
Aqil mengatakan...
pembegaian tauhid menjadi 3 adalah bid'ah dan tidak dikenal oleh ulama
Salaf
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Coba Anda baca komentar di atas Anda.
Tauhid boleh dibagi,..
Kok masalah bidah gak boleh dibagi,.
Aneh..??????
Tauhid kok di bagi...?!! sing ati2 poro sdulur...!! sing biso
bibagi-bagi kuwi makhluk dudu Pengeran.....!!!
bingung mengatakan...
saudaraku, saat saudaramu telah berhujjah dengan dalil yang kuat, tidak
pantas bagi siapapun membantahnya, kecuali hujjahnya tidak tepat sasaran.
maka jangan suka membandingkan dengan yang bukan bandingannya. tauhid
dibandingkan dengan bid'ah pembagiannya, itu tidak mengena. tp harapan sy
jangan berhenti belajar. bukalah hati anda, kita terhadap kebenaran, meski
bertentangan dengan keyakinan sebelumnya. cerna dengan baik dan
sungguh-sungguh. semoga Alloh menunjukan kita pilihan yang benar.
assalamualaikum y akhi, sy cuma ingin belajar yg benar dan lurus. mohon
bila ada sanggahan atau di benarkan kiranya memberi hujjah dgn dalil. jgn
mengatakan salah atau betul tanpa dalil. kepada yg menolak, tolaklah dgn dalil
anda, kpd yg mendukung beri dukungan dgn dalil anda. kasihan org seperti sy yg
ingin belajar. mohon kerjasama dan pengertian anda. terima kasih. yg benar
pasfi dari Allah. amien. wassalamualaikum
ustadz apa bisa dibuatkan kesimpulan atau catatan singkat yang berisi
tujuan dari pembagian tauhid ini.
jazaakallahu khairan
abu 'abdillah
semoga Allah membuka pintu hati anda, sebagaimana dia telah membuka
aqal anda, sebab tidak ada satupun dari salafus shaleh yang menyatakan bahwa
tauhid terbagi tiga. demi Allah jika anda benar, tunjukkan satu saja bukti
bahwa ada kalangan salafus shaleh yang menyatakan bahwa tauhid itu terbagi 3.
terima kasih
@anonim 31 Agustus 2012 02:53
kalau antum berkata begitu, saya jg bisa dong membuat analogi begini :
semoga Allah membuka pintu hati anda, sebagaimana dia telah membuka aqal anda,
sebab tidak ada satupun dari salafus shaleh yang merayakan maulid Nabi. demi
Allah jika anda benar, tunjukkan satu saja bukti bahwa ada kalangan salafus
shaleh yang merayakan maulid Nabi. terima kasih.
Apakah Lailahailallah saja tidak cukup?...
Menurut pemahaman taudid ahlus-sunnah wal-jama'ah tidaklah dikenal
pembagian tauhid menjadi 3 seperti terurai pada artikel di atas. Namun
pembagian tauhid menjadi 3 ini sudah umum dikenal dan diyakini oleh orang-orang
yg berpaham wahabi. maaf saya rasa Ustad yg terhormat salah menyandarkan nama
pengertian tauhid tri tunggal itu pada keyakinan tauhid ahlus-sunnah
wal-jama'ah, namun tepat jika dikatakan artikel di atas berjudul
"Pembagian Tauhid Menurut Wahabi". Sebagai rujukan untuk orang-orang
awam tentang ciri-ciri dari kelompok orang yang perpaham tauhid tri tunggal ini
silahkan liat pada link berikut : http://www.infosalafi.com/berita/2012/05/10/ciri-ciri-komplotan-wahabi/
Dikatakan tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma' wa sifat, mereka bilang
tri tunggal.
Dikatakan Alloh istawa di atas arsy, mereka bilang Alloh punya rumah di atas
langit
Dikatakan tahlilan itu bid'ah, mereka bilang baca tahlil kok dilarang
dan seabrek lainya.....SABARRR.
pembagian tauhid ke dalam 3 adalah bid'ah, tidak pernah diajarkan oleh
Nabi SAW angak 3 itu muncul dari mana
Assalamu'alaikum,
Terimakasih atas postingannya...
saya senang membacanya,
Fu
Ah yg bnr tadz
Subhanallah....sangat masuk akal sekali ustadz...saya setuju dengan
artikel diatas...semua argument berdasarkan Dalil Alqur'an. Ya Allah
...tunjukkan lah yang benar itu adalah benar...sebagai Pencari Ilmu, artikel
ini sangat mencerahkan dan menambah pengetahuan. semoga Ustadz terus memberikan
ilmu kepada kami yang masih awam. Dan Allah Maha Pemberi balasan yang setimpal.
Aamiin..
Pembagian seperti itu hanya penggiringan saja,
dengan sandaran ulasan tsb. agar mudah membid'ahkan dan mengkafirkan orang yg
tidak sefaham dengan penulisnya.
naudubillah min dzalik.
pembagian seperti ini bukannya malah untuk lebih mempermudah dalam
memahami tauhid..
cilacap_jateng
Awad Khan mengatakan...
salam alaik..bisa ga saya minta satu hal...coba teliti ulang saya yang
pertama membagi tauhid menjadi tiga.....saya rasa al-Quran tidak, rasulullah
juga tidak....siapa dong...
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Itu dengan metode istiqraa' dan tatabbu'. Sama seperti pembagian hadits
menjadi ahad dan mutawatir. Atau, pembagian istilah dalam ilmu nahwu. Dan masih
banyak yang lainnya.
Tentang tauhid, kan di atas sudah disebutkan beberapa perkataan para ulama
tentang tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Al-Asmaa' wash-Shifaat. Jadi, jika
dikatakan tauhid ada 3 itu karena pembagian atau pengelompokan dari yang sudah
ada saja.
Ardhie Ardhana Video Shooting And Photo Graphy mengatakan...
Maaf, jika golongan yang biasa disebut salafy/wahaby (oleh orang diluar
mereka)menggolongkan diri sebagai ahlussunnah berarti apakah bisa disebut
sunny? setau saya, sunny adalah sebutan untuk orang2 ahlussunnah. maaf kalo
salah.
Assalamualaikum,
1. Pembagian Tauhid menjadi tiga , sbnrnya bukanlah hal yang baru, namun Para
ulama hanya utk memperjelas saja berdasarkan Al quran wa sunnah.
Layaknya (analogi) seorang ahli dlm melihat sebuah komputer. Sempurnanya kerja
komputer bila ADA HARD WARE, SOFT WARE dan HUMAN . Jadi demikianlah para ulama
memperjelas hakekat TAUHID , wong sdh demikian adanya, jadi hanya memperjelas
sekaligus menyempurnakan pemahaman kaum muslimin.
2. Asy'ariyah dalam hal memmahami ayat2 mutasyabih, knp mrk menafikan Allah
ber-istiwa ? atau Allah "Punya dua tangan" dan ayat lainnya yg
semisal ? Karena mrk takut menyerupakan Allah dg makhluk, hal ini sangat
dihargai.Niat mrk baek. Sehingga menggahti makna ISTIWA dg ISTAULA (menguasai)
dan lainnya yg semisal . Namun asy'ari khilaf akan sesuatu , apa itu ? Dia
seolah olah tahu persis ISTIWA Nya Allah seperti ISTIWA nya makhluk ! padahal
ISTIWA Nnya Allah itu ghoib , tidak bisa di pahami hakekatnya , bagaimananya !
Demikian pun "tangan Allah", itu hal yang diluar jangkauan akal dan
fikiran manusia. Tidaklah sama zat, bentuk dan hakekat ISTIWA Nya Allah dengan
makhluk, demikian pun dengan " wajah " , "tangan" dan sifat
- sifat Allah lainnya yg Allah khabarkan dalam Al quran. Kesimpulan : Yakini
sajalah apa apa yg Allah firmankan tanpa mentakwil , mentasybih, dst. dg
prinsip Surat Al Ikhlas. Barakallahu fiikum
yudi mengatakan...
Allah itu raja bukan PANGERAN. Robb manusia, Raja manusia, Illaah manusia.
Kok kayak konsep trinitasnya umat Kristiani ya?
Sudah coba tanya umat Kristiani kenapa ada Allah, Yesus dan Roh Kudus belum?
Menurut mereka Tuhan itu ESA, tapi untuk berkomunikasi dan menyebarkan ajaran
tauhid versi mereka, Tuhan bermanifestasi menjadi 3, yaitu Allah (Tuhan), Yesus
(Tuhan dalam wujud manusia supaya bisa bertatap langsung kepada manusia demi
menyampaikan tauhid dan wahyu Tuhan) serta Roh Kudus (atau bagi umat Katholik,
Bunda Maria – pihak perantara antara Allah dan Yesus). Kan Nabi Isa
alaihissalam tidak pernah mengajarkan hal ini, tapi kaum-kaumnya-lah yang
menyelewengkan tauhid yang ESA yang dibawakan Nabi Allah Isa alaihissalam.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadits pun tidak ada penjelasan mengenai tauhid
trinitas. Beriman kepada Allah ta’ala hanya perlu dengan kalimat:
“AKU BERSAKSI BAHWA TIADA ILAH (TUHAN) SELAIN ALLAH DAN MUHAMMAD ADALAH UTUSAN
ALLAH.”
Kalau memang ada pendapat ulama yang berpendapat bahwa tauhid trinitas itu
benar adanya, lalu apakah Al-Qur’an dan Hadits salah dan pendapat ulama-ulama
lebih benar?
Kan pendapatnya pengikutnya Yesus berpendapat bahwa Yesus (Nabi Isa
alaihissalam) adalah Tuhan, padahal Nabi Isa mati-matian menetapkan tauhid
TIADA TUHAN SELAIN ALLAH kepada umat Yahudi saat itu, tapi pengikutnya lebih
benar?
Bukankah itu bid’ah (hal-hal baru yang berbentuk akidah yang tidak disampaikan
oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya)?
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya susah memahami, kok bisa diqiyaskan dengan Trinitas ya. Sisi
apanya yang bisa diqiyaskan ?. Kembalikan ke ilmu ushul kalau mau main ke
qiyas-qiyasan. Apakah karena sekedar di situ ada bilangan 3 (tiga). Jika cara
pikirnya demikian (asal main qiyas tanpa aturan), nanti kalau saya punya
program 3 anak cukup, ada orang yang nyeletuk : "Konsep berkeluarga Anda
kok seperti konsep pembagian tauhidnya Wahabi ya ?".
Ketahuilah pembagian tauhid menjadi tiga telah terbukti secara ilmiah
kebatilannya dan bukan bersumber dari ajaran Islam. Allah dan RasulNya tidak
pernah mengajarkan tauhid dengan model trinitas seperti itu. Begitu juga para
Sahabat Nabi tidak ada satu pun yang mengajarkan “tauhid tiga” tersebut.
Umat Islam harus paham bahwa masalah tauhid/aqidah merupakan masalah ushul,
yang wajib berdasar dalil Qoth’i (pasti). Perlu dipertanyakan darimana dan apa
dalil Qoth’i yang menjadi dasar pembagian tauhid tiga tersebut. Selain itu,
efek samping dari ajaran “tauhid tiga” yang batil ini hanya akan menimbulkan
fitnah di tengah Umat Islam. Seperti kita ketahui bersama, tauhid tiga ajaran
Wahabi Salafi ujung-ujungnya hanya bermaksud untuk menuduh bahkan memvonis kaum
beriman sebagai musyrik. Sebagai contoh dalam masalah tauhid asma wasifat
dimana kelompok Wahabi Salafi ingin mengeluarkan faham Asy’ariah dari kelompok
kaum muslimin yang benar, khususnya berkenaan dengan ayat-ayat sifat atau
ayat-ayat mutasabihat yang berkaitan dengan masalah boleh tidaknya ta’wil.
Dan ternyata memang pembagian tauhid menjadi tiga (Rububiyyah, Uluhiyyah, dan
Asma wa Shifat) sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, dan
hadits, serta tidak ada seorang pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama
saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian
tersebut. Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari
kaum Musyabbihah masa sekarang, mereka mengaku datang sebagai penegak Tauhid
untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang
membawa bid’ah. Mereka adalah kelompok yang terjerumus dalam aqidah tasybih dan
tajsim yang menyamakan Allah SWT dengan makhlukNya. Wallohu a’lam.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Sebenarnya komentar Anda adalah jenis komentar yang tidak memperhatikan
pembicaraan yang telah berlangsung sebelumnya. Coba tengok ap ayang telah
tertulis di atas dalam kolom komentar. Atau baca pula artikel : Ibnu Baththah Al-‘Ukbariy dan Pembagian Tauhid.
Semoga bermanfaat.
Shadow-Bane mengatakan...
@ (Anonim 22 Mei 2014 12.36):
Apa yang anda katakan ini sama seperti anda mengatakan bahwa Ilmu Nahwu Shorof
itu tidak diajarkan Nabi..
Atau perkataan kaum Khawarij yang menuduh pembagian Kufur itu adalah bid'ah.
Tentu saja Nabi tak menjelaskan teori ini, karena beliau dan para Shahabat
hidup dengannya.
Teori ini muncul setelah banyak para penuntut Ilmu yang berasal dari kalangan
Mualaf, jadi mereka perlu diperkenalkan Aqidah dan Syariat dengan istilah, agar
lebih mudah dipelajari dan dihafalkan.
Sama kan seperti Nahwu Shorof?
Nabi dan para Shahabat dulu tak pernah belajar dan tak mengenal Nahwu Shorof,
karena memang mereka sejak lahir hidup dengan ilmu itu.
Baru setelah ada banyak orang-orang masuk Islam dari banyak tempat diluar Arab,
maka Ali bin Abi Thalib pun menyuruh beberapa Shahabatnya untuk meletakkan
dasar ilmu Nahwu Shorof agar orang-orang bisa belajar bahasa Arab dengan benar.
Saya rasa ada komentar yang komen di sini mengatakan taudid 3
serangkai,kenapa tauhid dibahagi 3 sedangkan tauhid hanya satu,tentunya
golongan yang malas ataupun berpenyakit hati. Saya dari kecil dibesarkan dengan
pelajaran tauhid sifat 20, selepas itu belajar ke tauhid 3 serangkai (bukan
tauhid bahagi 3), dan kembali belajar kedua-dua tauhid ini. Saya merasakan
tidak ada masalah pun antara kedua2 metodologi ini (salaf dan khalaf).Sesiapa
yang hanya komen mengikut hati tu,janganlah sampai komentar anda menunjukkan
cara fikir anda tu dengan jelas. Ibaratnya sebahagian pelajar salaf yang
menganggap tauhid sifat 20 tu terpecah kepada 20. Kalau nak sampai kata tauhid
3 serangkai tu kafir,majoriti umat Malaysia sudah kafir,sukatan pengajian agama
sekolah dan universiti semuanya berfokus pada tauhid 3 serangkai. Tuduhan
memang ringan di sini,tapi berat kesannya di sana.
Menjelaskan bahwa Aqidah yang dipakai si A adalah aqidah Kufur, bukan
berarti lantas menujuluki si A sebagai Kafir.
Dalam Aqidah Ahlussunnah (bukan bahasa lho ya), apa yang dilakukan Fa'il itu
tak lantas menjadikan si Fa'il tersebut berhak disifati dengan Fi'ilnya.
Sama seperti seorang Shahabat yang baru pulang dari Syiria tiba-tiba mendatangi
nabi & bersujud pada Nabi.
Sujud pada selain Allah itu Kafir Akbar.
Tapi Nabi tak lantas memvonis Shahabat tersebut Kafir.
Nabi tanyakan dulu, apa motivasinya bersujud pada Nabi.
Ternyata Shahabat tersebut hanya ikut-ikutan orang Nasrani Syiria yang suka
sujud pada Pendetanya (untuk menghormati).
Maka Nabi pun melarang & menjelaskan bahwa itu adalah perbuatan Kufur.
Nabi sekalipun tak pernah mengkafirkan Shahabat tersebut.
Iyas mengatakan...
Mungkin bermanfaat buat antum akhi,
http://iyasjkt.blogspot.com/2014/07/pengertian-dan-pembagian-tauhid.html
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Tauhid Mulkiyyah itu sudah masuk cakupan Tauhid Rububiyyah.
Iyas mengatakan...
sepertinya antum membacanya tidak sampai akhir.
Andy J.P.M Gucci mengatakan...
Bedanya Trinitas Kristen dengan 3 pembaian
tauhid yang difitnah sebagai Trinitas islami.
Trinitas kristen = tuhan itu ada satu namun
terwujud pada 3 pembagian.
A= Tuhan bapa, inilah Allah yang tertinggi.
B= Tuhan anak atau yesus (Nabi Isa as).
C= Roh kudus , inilah malaikat jibril.
Trinitas kristen meyakini 1 tuhan dengan 3
wujud yang berbeda = wujud Allah, manusia ,
dan malaikat.
Bandingkan dengan 3 pembagian Tauhid
atau fitnahnya trinitas islami.
Rubbubiyah = meyakini Allah adalah pencipta
alam semesta dan segala isinya, Allah yang
mengatur semua hukum.
Uluhiyah = meyakini Allah lah Ilah (tuhan)
yang haq disembah. Dan dijadikan tujuan
ibadah dan doa.
Asma Wa shifat = meyakini kekuasaan Allah
dalm sifat sifatnya dan tidak mendustainya.
3 pembagian tauhid semua bermuara kepada
Allah. Zatnya sama sama Allah. Sama sekali
tidak membicarakan dan menggambarkan
wujud Allah.
Jadi orang berakal bisa membedakan apa itu
trinitas kristen dan Trinitas islami (kurang
sreg dengan sebutan ini).
So fitnah apa lagi yang akan diberikan
kepada umat islam ...?
Andy J.P.M Gucci mengatakan...
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10204384062978938&id=1151315827&_rdr
itu link berisi tulisan bantahan yang mengatakan pembagian tauhid adalah
trinitas.
Sangkakala Zaman mengatakan...
subhanallah..jelas mudah dfahami,terang bederang,indahnya (ISLAM)jika
mengikut method sbenar sperti yg akhi jelaskan(ALquran Asunnah)kmudhan fitrah
manusia itu sndri yg trbatas akalnya..ngak ada lencongan,bengkok,kabur,cyclic
sifat dalil kbenaran itu..demi Allah,telah tegak HAQ hujah pda mnusia2 yg
berakal/mata hati..ngak ada omongan kosongan taklid buta pda artikel akhi
sperti yg difitnahkn dilolongkan sgolongan mnusia yg keras buta ego zahir
batinnya..maaf..sunnatullah akhir zman..mohon teman2 sperti akhi dikurniakan
redha sabar,teguh dlm mgharungi fitnah fana manusia..amin..mhon dihalalkan
ilmunya..peace
Sangkakala Zaman mengatakan...
demi Allah SWT,
kmungkaran,keingkaran itu lemah,jelik sifatnya..dan ini jelas terlihat pada
teman2 yg masih plin plan,ingkar,mutar hanya mnurut mainan bahasa tanpa
bantahan dalil nash di pamerkan..semata2 bantahan utuk memuaskan syubhat
hati,maaf,,jelas terlihat pda glongan sdemikian..maaf..
mana dalil kalian??skdar angin lalu,,sia2..ssguhnya ISLAM itu
smpurna,mudah,cocok bagi fitrah semua glongan umat mnusia,ngak ada yg berbelit2
kabur sifatnya..skadar prkgsian ssma jasad(islam).cinta kalian.peace
Assalamualaykum Ustad... semoga Allah merahmati kita sekalian
mohon penjelasan dan koreksinya
ini murni pikiran saya sendiri pembagian ini memang demi mempermudah kita dalam
menelusuri hati kita sendiri akan ihwal ketuhidan kita, namun demikian apakah
perbedaannya antara Tauhid Rubbubiyah dan Uluhiyah.. menimbang ayat ayat yang
merujuk pada Rubbubiyah seringkali diakhiri dengan pertanyaan yang menisbatkan
pada bukti perbuatan tauhid hamba itu sendiri.. "apakah kamu tidak
bertaqwa?" atau "dari jalan manakah kamu ditipu..?
disamping itu pula Pencipta (yang termasuk pada Rubbubiyah) juga terdapat pula
pada Asma Allah (Al -Khaliq) yang termasuk pada Asma Wa Shifat
menimbang dari itu bisakah seseorang dikatakan bertauhid jika dia hanya
mengambil salah satunya saja misal hanya meyakini saja tanpa ada bukti
perbuatan dari yakinnya itu, tentunya tidak karena akan batal dengan sendirinya
secara bahasa "menjadikan sesuatu itu satu"...
mohon maaf lagi "iblis pun tahu persis akan Kebesaran Allah, Keesaan dan
sifat-Nya tapi ia tidak memberikan bukti perbuatan dari persaksiannya itu...
jadi pembagian ini untuk mempermudah kita saja .. sedang keseluruhannya
haruslah dikumpulkan antara Kebesaran Allah dengan segala Sifat sempurna yang
diberitakan oleh-Nya dan masih bisa dijangkau oleh bayangan pensifatan yang
difahami manusia (sesungguhnya Allah lebih Agung dari yang mampu kita
renungkan-Maha suci Allah dari pensifatan mahluknya dan tidak ada sesutupun
yang setara dengan-Nya) serta penghambaan kita kepadaNya... barulah itu dinamai
Tauhid...
apa betul demikian ustad..?