Suatu ketika penulis
membaca sebuah kitab fikih syafi’i bertajuk Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in syarh
Qurratil ‘Ain bi Muhimmatid Din lil Malibari. Ketika membaca muqaddimah pensyarah, penulis dikejutkan dengan
sebuah pernyataan yang mengganjil di hati.
Pernyataan itu adalah sebagai berikut:
أَمَّا بَعْدُ، فَيَقُوْلُ العَبْدُ
الْفَقِيْرُ الْرَّاجِي مِنْ رَبِّهِ الْخَبِيْرُ غَفَرَ الْذُّنُوْبَ وَ
الْتَّقْصِيْرَ، مُحَمَّدُ نَوَوِيُّ ابْنُ عُمَرَ الْتَّنَارْيُّ بَلَداً،
اَلْأَشْعَرِيَّ إِعْتِقَاداً، اَلْشَّافِعِيَّ مَذْهَباً
“Adapun
selanjutnya, berkata hamba yang membutuhkan lagi mengharapkan dari Robb-nya
agar Dia mengampuni dosa-dosa serta kecerobohannya, Muhammad Nawawi bin ‘Umar
At Tanari negerinya, Al Asy’ari akidahnya, dan Asy Syafi’i
madzhab fikihnya…”(Nihayatuz Zain, hal. 5).
“Dan
wajib bagi siapa saja yang tidak memiliki keahlian (dalam agama) untuk
bertaklid dalam masalah ushul, yaitu akidah, kepada Abul Hasan Al Asy’ari atau Abu Manshur Al Maturidi”. “Dan juga wajib kepada orang yang disebut di
atas (yaitu orang yang tidak memiliki keahlian) untuk bertaklid kepada salah
satu imam dari imam-imam tasawuf, seperti Al Junaid. Dia adalah Imam Sa’id bin
Muhammad Abul Qasim Al Junaid, seorang penghulu para shufi; baik secara ilmu
maupun amall. Semoga Allah meridhainya.”
Ternyata penulis juga mendapatkan hal yang sama di beberapa
kitab ulama-ulama yang berakidah Asy’ari.
Ini senada dengan
pernyataan banyak kaum muslimin –terutama di Tanah Air-, “Madzhab saya adalah syafi’i dan akidah saya
Ahlussunnah wal Jama’ah Asy’ariyyah (!?).”
Sebagaimana juga yang
sering dijumpai dalam buku-buku tulisan KH Siradjuddin ‘Abbas –salah satu ulama
kenamaan dan pemerang utama tauhid di Indonesia- , seperti bukunya yang
ma’ruf, I’tiqad
Ahlussunnah wal Jama’ah dan lainnya.
Setelah membaca
pernyataan semacam di atas, terbetik dalam hati, “Apa mereka menyangka bahwa Imam Syafi’i tidak
memiliki akidah, sehingga beliau hanya layak diikuti dalam masalah fikih saja?!
Bukankah Imam Syafi’i adalah mujaddid di zamannya?”.
Oleh karena itu, dalam artikel ringkas ini penulis akan mencoba
menyingkap beberapa kerancuan-kerancuan pernyataan semacam ini.
Imam
Syafi’i Tidak Mempunyai Akidah?
Sesunguhnya para ulama di
sepanjang zaman bersepakat bahwa Imam Syafi’i rahimahullah adalah mujaddid di zamannya. [Al Khazain As Saniyyah (hal. 108) karya ‘Abdul Qadir Al Mandili] Karena keilmuan
dan perjuangan beliau yang begitu gigih. Imam Ahmad, selaku muridnya, pernah
mengatakan, “Dahulu
ilmu fikih itu terkunci, sampai kemudian datang Imam Syafi’i membukanya.”
Jika seseorang yang
memperhatikan madzhab Imam Asy Syafi’i dengan sebenar-benar perhatian, niscaya
ia akan mendapatkan bahwa madzhab yang beliau dirikan adalah madzhab yang
berasaskan ushul Ahlissunnah wal Jama’ah. Ini karena beliau melihat di zamannya
banyak bermunculan kelompok-kelompok sesat yang berkembang, seperti Zindiq,
Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, dan ahli kalam lainnya. [Al Imam Asy Syafi’i wa Madzhabaih Al Qadim wal
Jadid hal. 121 karya Dr. Ahmad Nahrawi
‘Abdussalam]
Melihat kelompok-kelompok
bid’ah yang semakin gencar menyebarkan idiologi-idiologi ini, Imam Asy Syafi’i
pun merasa terpanggil untuk membendung dakwah sesat mereka. Maka beliau pun
dengan sepenuh jiwa membela sunnah dari campur tangan kotor itu. Tidak heran,
Imam Asy Syafi’i digelari Nashirus Sunnah (pembela/penolong
sunnah) ketika di Iraq.
Sebagai penganut madzhab
syafi’i saja, yang benar-benar bermadzhab dengannya, mengambil dasar-dasarnya
dari sumber-sumbernya yang mu’tabar, dan mengetahui
kepribadian pendirinya, tentu akan menjumpai bahwa Imam Asy Syafi’i tidak hanya
mengenalkan fikih kepada umat, akan tetapi semua keilmuan islam telah beliau
ajarkan kepada umat, terlebih akidah.
Dari sini, maka seseorang yang bermadzhab syafi’i harus
cerdas dalam menilai madzhab syafi’i itu sendiri. Jika tidak, ia akan tergelincir seprti banyak penganunt
syafi’i lainnya, terutama dari kalangan belakangan, yang hanya melihat madzhab
dengan hanya menggunakan kacamata kuda. Sehingga hanya mengikuti madzhab fikih
saja, bukan madzhab akidah yang lebih penting.
Ya. Madzhab syafi’i tidak hanya sebatas hukum amaliyyah saja, yang
biasa diungkapkan dengan istilah fikih. Bahkan ia merupakan madzhab yang
lengkap, yang mencakup akidah. Oleh karena itu, sebagian murid Imam Asy Syafi’i
apabila ditanya tentang akidah mereka atau mengarang buku yang menjelaskan
masalah-masalah akidah, mereka menyatakan bahwa apa yang mereka tetapkan adalah
semata-mata akidah imam mereka. Sebagaimana perkataan Abu Hamid Al
Isfirayini rahimahullah ketika menyebutkan masalah-masalah akidah:
مَذْهَبِي وَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَ
جَمِيْعُ عُلَمَاءِ الْأَعْصَارِ، أَنَّ الْقُرْآنِ كَلَامُ اللهِ…إلخ
“Madzhabku, madzhab Syafi’i, dan madzhab
seluruh ulama sepanjang zaman, bahwa Al Quran adalah perkataan Allah….dsb.” [Dinukil Imam Ibnul Qayyim dalam Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah hal. 156]
Dalam muqaddimah kitabnya
yang bertajuk Ushuluddin, Imam Abu ‘Amru As Sahruardi rahimahullah mengatakan, “Ia memintaku agar aku mengumpulkan ringkasan (mukhtashar) ini
dalam akidah sunnah menurut madzhab Asy Syafi’i…dsb.” [Dinukil Ibnul Qayyim dalam Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah hal.
Ketika Imam Al
Muzani rahimahullah (w. 264) ditanya tentang pendapatnya terhadap Al Quran, beliau
menjawab:
مَذْهَبِي مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ
“Madzhabku
adalah sebagaimana madzhab Asy Syafi’i.” Ketika ditanya apa
madzhab Syafi’i itu, beliau menjawab, “Bahwasannya Al Quran adalah firman Allah
dan bukanlah makhluk.” [Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah karya Imam Al Lalika’i (II/254)]
Tidak ragu lagi bahwa yang beliau maksud di sini adalah
madzhabnya dalam akidah. Adapun madzhab fikih, maka beliau termasuk ulama
syafi’iyyah yang banyak membantah dan mengoreksi kekeliruan gurunya, Asy
Syafi’i.
Ulama-ulama syafi’iyyah sendiri mengkencap dengan keras kepada
setiap orang yang hanya menisbatkan dirinya kepada madzhab syafi’i dalam
masalah fikih namun malah menyelisihinya dalam masalah yang paling mendasar,
yaitu akidah.
Salah seorang ulama
syafi’iyyah yang paling banyak menjelaskan masalah ini adalah Syaikh Abul Hasan Al Karji Asy Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya, Al Fushul fil Ushul ‘anil Aimmatil Fuhul. Di sini beliau banyak mengkeritik orang yang menyelisi Imam Asy
Syafi’i dalam akidah, hanya mengambil madzhabnya dalam fikih dan hukum. Beliau
juga banyak menukil dari ulama-ulama syafi’iyyah semacam Abu Hamid Al
Isfirayini yang mengkeritik dengan keras kepada pengikut-pengikut Asy Syafi’i
yang malah menyelisihi akidah Asy Syafi’i.
Imam Abul Muzhaffar As
Sam’ani Asy Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya, Al Intishar li Ash-habil Hadits, setelah beliau menjelaskan sikap Imam Asy Syafi’i terhadap
ilmu kalam dan ahlinya, beliau berkata, “Tidak sepantasnya bagi seseorang yang membela madzhabnya
dalam furu’ (fikih) namun kemudian membenci metodenya
dalam ushul (akidah).” [Dinukil As Suyuthi
dalam Shaunul Manthiq]
Imam Ibnu Qayyimil
Jauziyyah rahimahullah dalam Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah (hal. 150) menukilkan perkataan Imam Abu ‘Amru As
Sahrawardi dalam kitab Ushuluddin, “Imam kami
dalam ushul & furu’, yaitu Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin
Idris Asy Syafi’i.”
Lihatlhah, bagaimana sikap ulama-ulama besar di atas
terhadap madzhab Imam Asy Syafi’i dan pengikutnya. Seandainya benar mereka mengikuti madzhab Imam Asy Syafi’i
dengan sebenarnya, pasti tidak hanya fikih saja yang diikuti. Karena
sesungguhnya madzhab besar Syafi’i adalah madzhab dalam akidah.
Sampai di sini kiranya sudah dapat dijawab pertanyaan di atas. Ternyata
Imam Asy Syafi’i juga memiliki akidah yang juga patut diikuti. Maka seyogyanga
pengikut madzhab Asy Syafi’i tidak memilah-milih dan memisahkan antara madzhab
fikih dan madzhab akidah. Bahkan madzhab akidah itulah yang lebih penting,
karena dia merupakan fikih akbar.
Di Mana
Dijumpai Akidah Imam Asy Syafi’i?
Imam Asy Syafi’i memang tidak menulis kitab akidah secara
khusus, namun bukan berarti menunjukkan beliau tidak memiliki perhatian
terhadap akidah. Perhatiaan seseorang terhadap sesuatu tidak harus
diterjemahkan dengan menulis suatu kitab, namun bisa dengan yang lainnya.
Demikian juga dengan Imam Asy Syafi’i.
Perhatian Imam Asy
Syafi’i diterjemahkan dalam bentuk putusan-putusan serta fatwa-fatwanya yang
diriwayatkan banyak ulama dan ‘direkam’ dalam kitab-kitab mereka. Berikut kami
nukilkan dari kitab ‘Aqidatul
Imam Asy Syafi’i min Nushush Kalamih wa Idhah Ash-habihi karya Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al ‘Anqari tentang di mana
ditemui akidah Asy Syafi’i.
Kita dapat menjumpai Imam Asy Syafi’i dalam masalah akidah dalam
dua tempat,
Pertama, di dalam
karangan-karangan Imam Asy Syafi’i sendiri. Jika ada seseorang yang meneliti
karangan-karanagan Imam Asy Syafi’i, ia akan bisa mengeluarkan sejumlah
perkara-perkara akidah. Ini adalah jalan terbaik dalam mengetahui akidah
beliau. Sebagaimana dalam kitab Al Umm & Ar Risalah.
Kitab Al Umm tidak
hanya sebatas memuat hukum-hukum fikih saja, bahkan ia memiliki hubungan erat
dengan akidah. Karena secara umum, kitab fikih juga didapati masalah-maslah
akidah, yang bisa diistilahkan dengan masalah-masalah musytarakantara
akidah & fikih, yang disebutkan dalam kitab-kitab fikih. Sebagaimana dalam
kitab jenazah, haji, hukum murtad, dan masalah-masalah yang bertebaran dalam
perkara jihad, warisan, dan
Hal serupa juga dijumpai
dalam kitab Ar
Risalah, sebuah kitab ushul
fikih pertama yang ‘dilahirkan’ di dunia
Kedua, dalam riwayat-riwayat
yang bertebaran dalam kitab-kitab akidah yang bersanad. Di antara ulama-ulama
syafi’iyyah yang menukilkan darinya dalam masalah akidah:
1.
Imam Al Lalika’i
dalam Syarh Ushul I’tiqad
Ahlissunnah wal Jama’ah
2.
Al Ashbahani At Taimi
dalam Al Hujjah
3.
Syaikhul Islam Abu
‘Utsman Ash Shabuni dalam ‘Aqidatus Salaf Ash-habul Hadits
4.
Dan lain-lain.
Al Hikkari bahkan menulis
sebuah juz yang diberi judul I’tiqad Asy Syafi’i yang dinukil dari Imam Asy Syafi’i dalam beberapa
perkara-perkara akidah dengan bersanad.
Contoh
Akidah Imam Asy Syafi’i
1). Madzhab Imam Asy Syafi’i dalam Masalah
Tauhid
Ketika datang seseorang
kepada Imam Al Muzani yang menanyakan tentang masalah kalam, beliau menjawab,
“Aku membenci yang semacam ini, bahkan aku melarang darinya, sebagaimana Imam
Asy Syafi’i melarangnya. Aku telah mendengar Imam Asy Syafi’i berkata, Malikk (bin Anas) ditanya tentang kalam dan
tauhid, maka beliau menjawab, ‘Mustahil kita menyangka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan umatnya (cara) beristinja akan tetapi tidak
mengajari mereka tauhid. Tauhid adalah apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ الْنَّاسَ حَتَّى
يَقُوْلَ لَا إِلهَ إِلَّا اللُه
“Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia ia mengatakan laa ilaaha
illallah (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah).” [HR Al Bukhari & Muslim].
Maka apa
yang dapat melindungi darah dan harta, itulah hakekat tauhid.’” [Siyar
A’lam An Nubala’ (X/26)]
Dan sudah diketahui bahwa
yang melindungi darah dan harta adalah mengingkari thaghut & iman kepada
Allah. [Manhaj Al Imam Asy
Syafi’i At Tauhid fi Itsbatil ‘Aqidah hal.
241-242]
Asy Syafi’i berkata, “Allah berfirman, ‘Tidaklah Aku ciptakan
jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah-Ku.’ [QS Adz Dzariyat: 56]” Asy
Syafi’i berkata, “Allah menciptakan makhluk agar (mereka) menyembah-Nya.”
Adz Dzahabi meriwayatkan
dari Al Muzani, katanya, “Apa bila ada orang yang mengeluarkan uneg-uneg yang
berkaitan dalam maslah tauhid yang ada di dalam hati saya, maka orang itu
adalah Asy Syafi’i.” [Siyar
A’lam An Nubala’ (X/31)].
2). Madzhab Imam Asy Syafi’i bahwa Iman
Adalah Keyakinan, Ucapan, dan Perbuatan
Al Hakim dalam Manaqib Asy Syafi’i berkata, Abul ‘Abbas Al Ashamm bercerita kepada kami, Ar
Rabi’ mengkabari kami, ia berkata, ‘Aku mendengar Asy Syafi’i berkata, ‘Iman
adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.’ [Fathul Bari (I/47)]
Dalam Al Hilyah [IX/115] ditambahkan, “Bertambah dengan ketaatan dan
berkurang dengan kemaksiatan.” Lalu beliau membaca firman Allah [QS Al
Muddatstsir: 31]:
وَ يَزْدَادُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِيْمَانًا
“Dan
orang-orang beriman bertambah imannya”.
3). Madzhab Imam Asy Syafi’i tentang Taqdir
Al Baihaqi [Manaqib Asy Syafi’i (I/412-413) dan juga disebutkan Al Lalika’i dalam
Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah
wal Jama’ah (II/702)]
meriwayatkan dari Ar Rabi’ bin Sulaiman, katanya, Imam Asy Syafi’i pernah
ditanya tentang taqdir, beliau menjawab dengan bait-bait syair yang terkenal:
Apa
yang Engkau kehendaki terjadi, Meskipun aku tidak menghendaki
Apa
yang aku kehendaki tidak terjadi, Apabila Engkau tidak menghendaki
Engkau
ciptakan hamba-hamba, Sesuai apa yang Engkau ketahui
Maka
dalam ilmu-Mu, Pemuda dan kakek berjalan
Yang
ini Engkau karuniai, Sementara yang itu Engkau rendahkan
Yang
ini Engkau beri pertolongan, Yang itu tidak Engkau tolong
Manusia
ada yang celaka, Manusia juga ada yang beruntung
Manusia
ada yang buruk rupa, Dan juga ada yang bagus rupawan.
4). Madzhab Imam Asy Syafi’i dalam Memahami
Asma’ & Sifat Allah
Ibnu Qudamah dalam Lum’atul I’tiqad ( beserta syarah Al ‘Utsaimin hal. 19) berkata, “Al Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris Asy
Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Aku beriman kepada Allah, dengan
apa yang datang dari Allah dengan apa yang Allah inginkan. Dan aku beriman
kepada Rasulullah, dengan apa yang datang dari Rasulullah, dengan apa yang
diinginkan Rasulullah.”
Ibnu ‘Abdil Barr
meriwayatkan dari Yunus bin ‘Abdul A’la, katanya saya mendengar Imam Asy
Syafi’i berkata, “Apabila
Anda mendengar ada orang yang berkata bahwa nama itu berlainan dengan apa yang
diberi nama, atau sesuatu itu berbeda dengan sesuatu itu, maka ketahuilah bahwa
orang itu adalah kafir zindiq.”
Dalam Ar Risalah, Imam Asy Syafi’i berkata, “Segala puji bagi Allah yang memiliki
sifat-sifat sebagaimana Dia mensifati diri-Nya, dan di atas yang disifati
makhluk-Nya.”
Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An Nubala’ (XX/341) menuturkan dari Imam Asy Syafi’i, kata beliau,
“Kita menetapkan sifat-sifat Allah ini sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran
dan sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan kita meniadakantasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya), sebagaimana Allah
meniadakan tasybih itu dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ
“Tidak
ada satu pun yang serupa dengan Dia.” [Asy Syura: 11]
Akidah-akidah Imam Asy
Syafi’i ini bisa dibaca dan ditelaah lebih luas dalam beberapa kitab
berikut: Juhud
Asy Syafi’iyyah fi Taqrir Tauhud Al ‘Ibadah, ‘Aqidah
Al Imam Asy Syafi’i min Nushush Kalamih wa Idhah Ash-habihkeduanya karya Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al ‘Anqari, dan
penulis banyak mengambil manfaat dari dua kitab ini, Manhaj Al Imam Asy Syafi’i fi Itsbatil ‘Aqidah karya Dr. Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Al ‘Aqil yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Pustaka Imam Asy
Syafi’i Jakarta, I’tiqad
Al Aimmah Al Arba’ah karya Dr. Muhammad
bin ‘Abdurrahman Al Khumais yang juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.
Allahua’lam.
Segala puji hanya milik Allah. Semoga shalawat beserta salam
tercurahkan kepada Nabi, keluarga, shahabat, dan siapa saja yang berpegang
teguh kepada petunjuknya hingga hari kiamat.
Comments
ya akhi akan lebih ilmiah lagi jika ente menyebutkan
buku buku akidah asari apa yang ente baca, kemudian buku buku akidah syafii apa
yang telah ente baca. kemudian dibuat tabel perbandingan beserta dengan sumber
sumbernya. Setelah itu ente jelaskan kenapa hampir semua ulama empat madzhab
besar berakidah asyari atau maturidi. KEmudian ente jelaskan kesesatan semua
ulama tersebut. insya Allah itu lebih valid.
Masukannya bagus, namun pernyataan bahwa para imam madzhab
itu berakidah maturidi itu salah besar. Abu Mansur Al Maturidi itu lahir tahun
300-an ketika para imam yang empat sudah wafat semua. Jadi mana mungkin imam
yang empat mengikuti akidah yang dibuat-buat oleh orang yang belum lahir?
#faiz fauzan
Na'am, sumber pengambilan aqidah kita
tentu Al Qur'an dan As Sunnah, bukan dari perkataan fulan dan alan. Namun dengan
pemahaman siapa? Bukankah keduanya bisa dipahami berbeda oleh masing-masing
orang. Jawab, dengan pemahaman para sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikuti
mereka. Dan para sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in mereka menetapkan asma dan
sifat Allah apa adanya, sesuai yang layak bagi Allah, tanpa ta'wil, tanpa
mempertanyakan kaifiyah-nya dan meyakini sifat-sifat Allah berbeda dengan
makhluk.
Dan yang menjadi Imam Asy Syafi'i dalam masalah aqidah
adalah yang bersesuaian dengan Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman para
sahabat. Mengenai perbedaan nukilan dari Imam Asy Syafi'i tentang hal ini,
insya Allah jika Allah memudahkan, tim redaksi kami akan membahasnya dalam
artikel tersendiri.
Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
Baarakallahu fiikum.
faiz fauzan
Dimana Allah?
Aqidah Imam Syafi'i : Allah ada tanpa tempat dan arah.
Aqidah yang menyelisihi Imam Syafi'i : Allah ada di langit.
faiz fauzan
Jangan berbicara tanpa ilmu wahai
saudaraku, Imam Asy Syafi'i berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Pendapat yang ada dalam As Sunnah yang diyakini olehku,
pengikutku serta pakar hadits, juga diyakini oleh Sufyan, Malik dan selain
mereka: “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan
benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Dan sesungguhnya Allah berada di atas
‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun Ia tetap dekat dengan
makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia
sesuai dengan kehendak-Nya”. Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa
keyakinan beliau lainnya".
(Lihat Itsbatu Shifatil ‘Uluw,
hal. 123-124, dan Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal.165)
Yulian Purnama
Ahlus Sunnah menetapkan sifat istiwa semata-mata karena
dalil Qur'an dan Sunnah menetapkannya. Mengapa kita enggan menetapkan apa yang
ditetapkan oleh Qur'an dan Sunnah?
Kemudian, bukan berarti dengan demikian kita menetapkan
adanya tempat dan arah bagi Allah. Karena al makan (tempat) dan al jihhah
(arah) keduanya tidak terdapat dalam dalil-dalil yang bicara mengenai sifat
Allah, sehingga tidak kita tetapkan dan tidak kita nafikan. Karena menetapkan
atau menafikan asma dan sifat Allah itu sesuai dengan dalil.
Jadi, apakah Allah itu bertempat dan diliputi suatu tempat?
Jawabnya, tidak boleh kita sebut demikian karena tidak ada dalil yang
menyebutkan al makan. Tapi, apakah Allah istiwa di atas 'Arsy? Jawabnya ya,
karena dalil mengatakan demikian. Dan istiwa Allah bukan berarti bertempat dan
butuh tempat karena istiwa Allah beda dengan istiwa makhluk. Dan kita tidak
tahu bagaimana kaifiyah istiwa Allah, yang jelas bukan seperti makhluk yang
sedang bertempat di suatu tempat.
Lalu, apakah Allah memiliki arah (jihhah)? Jika yang
dimaksud adalah jihhah bi nisbati al makhluk (arah dalam terminologi kita
sebagai makhluk), maka jawabnya Allah tidak memiliki arah. Namun jika yang
dimaksud arah adalah al uluw (ke-Maha Tinggi-an), maka jawabnya ya, Allah itu
Maha Tinggi.
Lalu, apakah benar كان الله و هو الآن على ما عليه كان ? Jawab, sifat Allah ada yang dzatiyah
dan fi'liyah.
Untuk sifat Dzatiyah, benar bahwa كان الله و هو الآن على ما عليه كان artinya tidak ada perubahan. Jika dahulu Allah Maha
Mendengar, sekarang pun Maha Mendengar, dst,
Untuk sifat Fi'liyah, tentu ada perubahan.
Allah mencipta, berbicara, mengabulkan doa, mengadzab, mendengar, dll. Misal,
fulan berdoa kepada Allah, sebelum fulan berdoa maka Allah belum mengabulkan
doa fulan. Namun setelah fulan berdoa, Allah mengabulkan doa fulan. Ada
perubahan. Demikian juga sifat istiwa adalah sifat fi'liyah. Sebelum Allah
menciptakan 'Arsy, Allah tidak di atas 'Arsy. Setelah menciptakan 'Arsy, Allah
istiwa di atas 'Arsy.
اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
"Allah melakukan apa yang Ia
kehendaki"
Semoga dapat dipahami
Firman Hidayat
Buat saudara Abdurrahman:
Aqidah Imam Syafi'i bukan 'aqidah Asy'ari,
bukan pula Maturidi. Namun aqidah Imam Syafi'i adalah aqidah Ahlussunnah wal
Jama'ah, yaitu aqidah yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam dan diterima para shahabat radhiyallahu 'anhum serta diikuti
generasi-generasi setelahnya secara jujur. Allahua'lam.
Abdurrahman
Jadi, Aqidah Imam Syafi'i itu apa ??
maaf MASIH bingung...
ibnu anwar
firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ
“Tidak ada satu pun yang serupa dengan Dia.” [Asy Syura:
95]
Dari artikel Bermadzhab Syafi’i, Berakidah Asy’ari —
Muslim.Or.Id by null
* [Asy Syura : 11]