PENDUDUK Iran
terdiri dari banyak etnis dan golongan mulai dari Kristen, Yahudi, Zoroastrian,
Baha’is, Sunni, dan Syiah sebagai golongan penguasa. Namun, di antara
golongan-golongan tersebut, kaum Sunni lah yang paling banyak ditindas oleh
pemerintah Iran, dikarenakan perbedaan masalah aqidah antara Syiah dan Sunni.
Dalam kekuasaan Iran, tak pernah ada ceritanya, orang Sunni
duduk dalam kursi pemerintahan. Baik itu untuk menterinya ataupun sekadar calon
presiden belaka. Ini terjadi sejak Revolusi Iran yang mengintegrasikan golongan
Sunni ke dalam kaum minoritas. Dalam konstitusi Iran, sudah disepakai, presiden
Ian haruslah seorang penganut Syiah. Syiah, tak pelak, telah membuat kaum Sunni
menjadi sangat inferior.
Penghinaan kaum Syiah terhadap jamaah Sunni bisa dilihat jelas
pada ritual Syiah setiap pekannya, misalnya saja dalam acara doa bersama yang
memang kerap dilaksanakan berbarengan. Di Iran, kaum Sunni mencapai 20% dari
populasi penduduk Iran yang berjumlah 70 juta orang.
Sunni Iran mengalami penekanan yang sistematik selama
bertahun-tahun. Pemimpin mereka, seperti Ahmed Mufti Zadeh dan Syeikh Ali
Dahwary, dipenjarakan kemudian dibunuh. Pemerintah Iran juga menghancurkan
masjid-masjid kaum Sunni, dan melarang adanya pendirian masjid Sunni lainnya
sekarang ini. Bandingkan dengan Sinagog Yahudi yang banyak bertebaran di
seantero Iran. Bahkan, azdan oleh kaum Sunni pun dilarang oleh pemerintah Iran.
Perkembangan Kaum Sunni
Kaum Sunni Iran hidup
di pinggiran dan perbatasan. Sementara kaum Syiah, Kristen dan Yahudi menghuni
kawasan kota-kota besar di Iran. Karroubi-sebelum pemilu-berjanji akan merevisi
semua konstitusi Iran yang telah bertahun-tahun dilaksanakan, di antaranya
adalah dengan melindungi kaum Sunni. Menurut Karoubi, kaum Sunni di Iran tak
lebih berharga daripada orang asing di negara itu sendiri. Mousavi-jika
terpilih-akan kembali membangun masjid pertama untuk kaum Sunni. Asal tahu
saja, kaum Sunni Iran sekarang ini, jika melakukan shalat Jumat, harus di
kedutaan besar asing!
Kemarahan kaum Sunni Iran terhadap Ahmadinejad dan pemerintahnya
tak lepas dari kebijakan Iran sendiri selama ini. Selain itu juga karena
perbedaan aqidah yang sangat besar, yaitu kaum Syiah tak mengakui keberadaan
sahabat Rasul (kecuali Ali). Kaum Syiah menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib
lebih utama daripada seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk
kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. Sesuatu
yang oleh Ali bin Abu Thalib sendiri pernah disanggahnya semasa beliau hidup.
Pencetus pertama paham Syi’ah ini adalah seorang Yahudi dari
negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba’ Al-Himyari, yang
menampakkan keislaman di masa kekhalifahan ‘Utsman bin Affan. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah berkata: “Asal Ar-Rafdh ini dari munafiqin dan zanadiqah
(orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran).
Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba’ Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrem di
dalam memuliakan ‘Ali, dengan suatu slogan bahwa ‘Ali yang berhak menjadi imam
(khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa,).”
(Majmu’ Fatawa, 4/435).
Tak pelak, ajaran Syiah sudah dianggap sebagai ajaran sesat
dalam Islam dan ulama-ulama besar internasional pun sudah mengharamkannya.
[sa/islampos/iol/grb]