Saturday, July 25, 2015

Head To Head Ahlus Sunnah vs Syi’ah : Apakah boleh menyebut Amirul-Mu’minin (pemimpin orang2 yang beriman) untuk orang selain ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallaahu ‘anhu?

Syi’ah mengatakan : 

Tidak boleh menggelari orang selain ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu dengan sebutan Amirul-Mu’minin (bahkan mereka meriwayatkan tentang kafirnya orang yang menggelari Amirul-Mu’minin selain ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu).

Bobroknya ‘Aqidah dan ajaran mereka telah menjadikan mereka buta dan ghuluw terhadap salah seorang diantara khalifah2 kaum muslimin, dan menjadikan sebutan Amirul-Mu’minin itu hanya khusus bagi ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu. Kemudian dengan konyolnya mereka mencela, dan bahkan menyatakan riwayat tentang kafirnya orang yang menyebut orang selain ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallaahu ‘anhu dengan sebutan Amirul-Muminin.
Ibnu Syahr mengatakan dalam kitab Manaqib-nya :
ولم يجوز أصحابنا أن يُطلق هذا اللفظ لغيره من الأئمة عليهم السلام
“Sahabat2 kami tidak membolehkan untuk memutlakan gelar ini kepada orang selain ‘Ali, meskipun ia adalah dari kalangan imam2 ‘alaihissalaam.”
Al-Amili mengatakan :
ولقب أمير المؤمنين "عليه السلام" خاص بعلي، لا يحق لأحد حتى للأئمة من ولده أن يتسمى به
“Gelar Amirul-Mu’minin ‘alaihissalaam adalah khusus untuk ‘Ali, tidak dibenarkan bagi seorangpun untuk disebut dengan gelar itu meskipun itu adalah imam2 dari kalangan putra2 beliau.”
(Ash-Shahih min sirah al-imam ‘Ali 1/156)

Adapun diantara beberapa riwayat ghuluw yang disebutkan oleh ulama2 mereka tentang hal ini adalah dalam Al-Kafi :
لم يسم به أحد قبله، ولا يسمَّى به بعده إلا كافر
“Tidaklah seorangpun sebelum ‘Ali maupun sesudahnya yang disebut dengan Amirul-Muminin melainkan orang yang kafir.”
(Al-Kafi 1/411. Al-Majlisi menilainya dha’if. Tapi meski dikatakan dha’if, maka riwayat ini tetap dijadikan dalil oleh ulama2 Syi’ah.)

Atau dalam Al-Manaqib :
إنه لا يرضى بهذه التسمية أحد إلا ابتلاه الله ببلاء أبي جهل
“Sesungguhnya, tidaklah seorang yang ridha dengan sebutan Amirul-Mu’minin kecuali Allah akan menimpakan musibah dengan musibah yang diberikan kepada Abu Jahal.”

Bahkan salah seorang ulama busuk Syi’ah yang bernama Hassan Syahatah pernah mengatakan : ( sudah mampus )
“Amirul-Mu’minin, gelar ini adalah gelar khusus bagi imam (‘Ali)….
Tidak ada seorangpun yang berhak untuk dinamakan dengan gelar itu….
Maka, siapapun selain imam (‘Ali) yang disebut dengan gelar tersebut….., siapapung orangnya yang disebut dengan gelar itu selain imam (‘Ali), maka dia adalah seorang banci.”
https://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=RdZLBy5zH20
(lihat dari menit ke-1 detik ke-5, dan seterusnya)

Adapun Ahlus-Sunnah :
Penyebutan Amirul-Mu’minin untuk orang selain ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu adalah benar dan ma’ruf berdasarkan apa yang dikenal dikalangan sahabat2 Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada khususnya, dan kaum muslimin saat itu pada umumnya, yakni mereka memanggil khalifah2 kaum muslimin dengan gelar Amirul-Mu’minin

Merupakan suatu hal yang masyhur diantara ulama2 besar Ahlus-Sunnah adalah bahwa mereka seringkali menyebut nama ‘Umar bin Al-Khathab radhiyallaahu ‘anhu dengan menyandingkan gelar Amirul-Mu’minin sebelum nama beliau. Begitupula saat mereka menyebut nama ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhu ataupun ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu.
Ini menunjukan bahwa hal ini merupakan sesuatu yang benar dan ma’ruf di sisi Ahlus-Sunnah.

Semisal apa yang dikatakan oleh Al-Hafizh ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya :
أما الخمر فكما قال أمير المؤمنين عمر بن الخطاب : إنه كل ما خامر العقل
“Adapun Khamr maka itu adalah sebagaimana dikatakan oleh Amirul-Mu’minin ‘Umar bin Al-Khathab : “Sesungguhnya Khamr itu adalah apa yang menutupi akal.”
(Tafsir ibnu Katsir 1/580)

Atau perkataan Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullah :
عثمان بن عفان بن أبي العاص بن أمية بن عبد شمس ، أمير المؤمنين ، أبو عمرو ، وأبو عبد الله ، القرشي الأموي
“Utsman bin ‘Affan bin Abil-‘Ash bin Umayyah bin ‘Abdi Syamsi, Amirul-Muminin, Abu Amru…”
(As-Siyar 28/148)

Atau perkataan Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah rahimahullah :
الخوارج المارقين الذين قاتلهم أمير المؤمنين علي بن أبي طالب - رضي الله عنه - بالنهروان
“Al-Khawarij yang diperangi oleh Amirul-Mu’minin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu di Naharawan…”
(Minhajus-Sunnah 4/532)

Dan yang lainnya.

Apa yang disepakati di kalangan ulama2 Ahlus-Sunnah dalam hal ini adalah berdasarkan apa yang dikenal dikalangan sahabat2 Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada khususnya, dan kaum muslimin saat itu pada umumnya, yakni mereka memanggil khalifah2 kaum muslimin dengan gelar Amirul-Mu’minin. Hal ini sebagaimana telah shahih dalam beberapa riwayat di bawah ini.
Diantaranya :
1. ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallaahu ‘anhu menyebut ‘Umar bin Al-Khathab radhiyallaahu ‘anhu dengan sebutan Amirul-Mu’minin

Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dalam Musnad-nya bahwa ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata kepada ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu :
يا أمير المؤمنين أما سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول رفع القلم عن ثلاثة
“Wahai Amirul-Mu’minin, tidakkah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam  bersabda : “Pena itu diangkat dari 3 golongan..”
(Musnad Ahmad 1/158 no.1360. Syaikh Syu’aib mengatakan bahwa hadits ini : “Shahih li ghairihi.”)

2. Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallaahu ‘anhu menyebut ‘Umar bin Al-Khathab radhiyallaahu ‘anhu dengan sebutan Amirul-Mu’minin

Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Syaqiq bin Salamah bahwa Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata kepada ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu :
لَيْسَ عَلَيْكَ مِنْهَا بَأْسٌ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ بَيْنَكَ وَبَيْنَهَا بَابًا مُغْلَقًا
“Engkau tidak akan terkena fitnah itu wahai Amirul-mu’minin, sebab diantara engkau dan fitnah itu terdapat pintu yang tertutup.”
(Shahih al-Bukhari  9/54 no.7096)

3. Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallaahu ‘anhu menyebut ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhu dengan sebutan Amirul-Mu’minin

Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu pernah mengadukan masalah perselisihan kuam muslimin tentang bacaan Al-Quran kepada ‘Utsman radhiyallaahu ‘anhu dan berkata :
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَدْرِكْ هَذِهِ الْأُمَّةَ قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوا فِي الْكِتَابِ
“Wahai Amirul-Mu’minin, luruskanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang Al-Quran.”
(Shahih al-Bukhari 6/183 no.4987)

4. ‘Ammar bin Yasir radhiyallaahu ‘anhu menyebut Umar bin Al-Khathab radhiyallaahu ‘anhu dengan sebutan Amirul-Mu’minin

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalam Ash-Shahih bahwa ‘Ammar radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata kepada ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu :
أما تذكر يا أمير المؤمنين إذ أنا وأنت في سرية
“Wahai Amirul-Mu’minin, tidakkah engkau mengingat saat aku dan engkau sedang berada dalam suatu sariyyah….”
(Shahih Muslim 1/280 no.368)

5. Abu Juhaifah radhiyallaahu 'anhu pernah bertanya kepada 'Ali radhiyallaahu 'anhu di masa ke-khalifahan beliau :
يا أمير المؤمنين هل عندكم سوداء في بيضاء ليس في كتاب الله ؟ 

 "Wahai Amirul-Mu'minin, apakah engkau memiliki catatan sesuatu yang tidak ada di dalam kitab Allah?"

(Sunan At-Tirmidzi 4/24 no.1412)

Dan yang lainnya.

Konklusi :
Allah berfirman di dalam Al-Quran :
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.”
(Q.S At-Taubah ayat 100)

‘Ali radhiyallaahu ‘anhu, Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu dan ‘Ammar bin Yasir radhiyallaahu ‘anhu termasuk orang2 yang pertama-tama masuk Islam dari golongan Muhajirin, dan mereka ridha serta sama sekali tidak keberatan untuk memanggil ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu dan ‘Utsman radhiyallaahu ‘anhu sebagai Amirul-Mu’minin. Maka, Ahlus-Sunnah mengikuti mereka dengan baik sebagaimana hal ini diisyaratkan oleh Allah di dalam kitab-Nya.
Begitupula kaum muslimin yang lurus saat itu, mereka semua sama sekali tidak keberatan, bahkan ridha untuk memanggil ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu, ‘Utsman radhiyallaahu ‘anhu, dan ‘Ali radhiyallaahu ‘anhu dengan sebutan Amirul-Mu’minin, tanpa ada seorangpun yang menentangnya.
So, kebenaran dalam hal ini ada pada Ahlus-Sunnah, sedangkan kekonyolan dan kebathilan ada pada Syi’ah.

Allaahul-musta’an.