Singapura
Perlakukan Syi'ah dan Ahmadiyah Bukan Bagian dari Islam (sama dengan Malaysia
dan Brunei).Kapan di Indonesia ?
Dari
Sekian Banyak Aliran Sesat, Syiah Paling Berbahaya
Ajaran Syiah Lebih Berbahaya dari
Ahmadiyah
Forum Ulama Umat Indonesia menuntut
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan agar melengkapi Peraturan Gubernur nomer 12
tahun 2011 dengan memasukkan ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia
sebagai ajaran menyimpang dari agama.
Ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah Islam
Indonesia dituding menyimpang dari agama sebelumnya karena menambah kalimat
syahadat dan menganggap murtad muslim yang bukan anggotanya. Menurut Anggota
Forum Ulama Umat Islam Deddy Rahman, penyimpangan ajaran Syiah dan Lembaga
Dakwah Islam Indonesia dianggap lebih berbahaya dibandingkan dengan ajaran
Ahmadiyah.
Bahkan Syiah itu kan lebih
terang-terangan. Mereka mengeluarkan buletin At Tanwir kan. Ahmadiyah tidak
pernah mengeluarkan buletin secara terang-terangan. Jadi sebetulnya lebih
berbahaya Syiah dibandingkan dengan Ahmadiyah sebetulnya. Jadi sebaiknya bukan
hanya Ahmadiyah, tapi cobalah Syiah juga dibekukan atau pun dipersempit ruang
geraknya.
Anggota Forum Ulama Umat Islam Deddy
Rahman mempertanyakan keputusan Ahmad Heryawan sebagai Gubernur Jawa Barat,
hanya melarang aktifitas Ahmadiyah dan tidak mengusik keberadaan ajaran Syiah
dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Dia menambahkan Forum Ulama Umat Indonesia
akan melakukan pembahasan mengenai keberadaan ajaran Syiah dan Lembaga Dakwah
Islam Indonesia pada akhir pekan nanti, sebagai tambahan materi Peraturan
Gubernur nomer 12 tahun 2011. (Redaksi HASMI/KBR68H )
Sama-sama sesat, Ahmadiyah lebih berani
menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi mereka. Namun tidak demikian
dengan syiah, mereka mengatakan bahwa siapa saja yang tidak mempercayai ke 12
imam maka orang tersebut termasuk kafir. Dan anehnya para imam itu tidak
didudukkan seperti nabi.
Tidak hanya itu syiah juga mengklaim
bahwa imam mereka mengerti akan hal ghaib. Sedang Allah menurut versinya
memiliki sifat Ba’da (yang tadinya tidak tahu menjadi tahu). Dengan demikian
syiah memposisikan bahwa imam mereka jauh lebih lebih hebat dari Allah SWT.
Itulah beberapa penjelasan yang disampaikan oleh Ust Hartono Ahmad Jaiz saat
memaparkan tentang kesesatan syiah di depan jamaah pengajian Joglo Arrahmah
Laweyan, Rabu malam (23/1/2013).
Dalam kajian tersebut disampaikan
berbagai macam kesesatan pemikirian aliran syiah mulai dari sejarah masa lalu
hingga saat ini.
Golongan syiah mengatakan bahwa Abu
Lu’luah adalah Baba Sujaudin (pahlawan pemberani). Kuburannya yang berada di
Iran sangat dikeramatkan. Orang syiah takut jika orang Islam akan mengamuk maka
diputuskan bahwa kuburan keramat Abu Lu’luah ditutup sementara.
Ini bisa diartikan bahwa kuburan tersebut
adalah aset terbesar bagi orang syiah. Meski bagi umat Islam Abu Lu’luah adalah
orang majusi pembunuh Umar Bin Khatab.
Terkait adanya 12 imam syiah. Ust Hartono
Ahmad Jaiz mengatakan bahwa hal tersebut fiktif. Karena yang menjadi Imam itu
hanya Hasan. Namun mereka langsung memutuskan bahwa ke 12 imam mereka adalah
ma’sum.
Kecintaan dengan Abu Lu’luah ini juga
disertai dengan doa yang disampaikan orang-orang syiah bahwa mereka semua
berharap jika meninggal nanti bisa dikumpulkan dengan Abu Lu’luah.
Dalam kajian tersebut juga dibuka sesi
tanya jawab. Muncul pertanyaan dari peserta diantaranya syiah di Iran beda
dengan di Indonesia. Lantas Ust Hartono menjawabnya syiah di Sampang Madura
yang dikenal dengan nama Tajul Muluk pimpinannya mengatakan bahwa kitab suci Al
quran itu tidak murni diturunkan ole Allah SWT namun sudah dimodifikasi oleh
para sahabat nabi. Karena pernyataan itulah maka pimpinan Tajul Muluk akhirnya
di vonis 2 tahun penjara. Sehingga bisa dikatakan bahwa syiah di manapun
sama-sama sesatnya.
Terkait adanya pernyataan bahwa hanya
Iran yang berani melawan Amerika. Ustadz pemerhati aliran sesat tersebut
menjelaskannya bahwa “Syiah Iran dan Amerika itu sama sama anjing yang bisa
saling cakar-cakaran” ujarnya menirukan pendapat seorang syaih dalam sebuah
dauroh.
Saat terjadi perang antara Syiah Lebanon
dan Israel. Tentara Israel hanya memborbardir kawasan Lebanon yang ditinggali
oleh orang-orang Suni. Sedang perkampungan syiah tidak ada yang diserang. Namun
hal itu menjadikan kelicikan bagi Hizbullah yang “menjual” perkampungan orang
suni untuk meminta bantuan orang-orang Arab dan mencaploknya sendiri.
Syiah lebih berbahaya dan kompleks
dibandingkan dengan Ahmadiyah, karena merupakan “virus” yang merusak ideologi
masyarakat Islam dan berkembang dengan pesat.
Demikian dikatakan seorang pakar aliran
Sesat Ustadz Hertono Ahmad Jaiz saat diwawancarai pada konverensi pers yang
diadakan seusai acara Musyawarah Ulama dan Ummat Islam Indonesia ke-2 yang
mengambil bahasan “Merumuskan Langkah Strategis untuk Menyikapi Penyesatan dan
Penghinaan Para Penganut Syiah”, di mesjid Al Fajr- Cijagra Bandung, Minggu(
22/04/2012)
“Syiah adalah salah satu virus yang
merusak ideologi masyarakat islam, mereka berkembang sangat pesat dan cepat ,
bahkan juga sudah banyak mempengaruhi pola pikir sebagian besar masyarakat kita
secara tidak kita sadari. Syiah itu lebih berbahaya dan kompleks dibanding
Ahmadiyah “ tutur Ustadz Hertono Ahmad Jaiz.
Dalam acara Musyawarah tersebut
diputuskan fatwa sesat Syiah yang dirumuskan oleh FUUI, antara lain ; Pertama,
Pribadi/kelompok yang meyakini, mengajarkan dan menyebarkannya secara
keseluruhan maupun sebagian dari faham Syiah di atas, yang meyakini dirinya
pengikut syiah maupun tidak, adalah sesat dan menyesatkan serta berada di luar
Islam, dan yang Kedua, Umat Islam wajib membatasi interaksi, baik pribadi
maupun kelompok dengan pengikut faham Syiah untuk menghindarkan diri dan
keluarga dari pengaruh ajaran sesat mereka.
Dengan diputuskannya Fatwa tersebut, FUUI
meminta Pemerintah Indonesia berkewajiban mengambil tindakan terhadap pribadi
maupun kelompok Syiah, karena telah menodai kemurnian ajaran Islam sekaligus
untuk menghindarkan konflik yang lebih besar sebagaimana terjadi di
negara-negara lain. (*) Ust. Hertono
Ahmad Jaiz : Syi’ah lebih bahaya dari Ahmadiyah
Minggu, 22 April 2012 00:00 Red.
SuaraJabar.Com
Pakar Sebut Syiah Lebih Berbahaya dari
Ahmadiyah
Syiah yang berangkat dari akidah
Imamiyah, Syiah tidak cukup hanya sebatas mendakwahkan akidah Syiahnya yang
menyesatkan, tetapi juga berupaya ingin menguasai bumi Ahlus Sunnah
Pakar Syiah, Haidar Bawazir mengatakan
bahwa bahaya Syiah jauh lebih besar dibandingkan Ahmadiyah dan aliran sesat
lainnya.
“Aliran Ahmadiyah hanya sebatas
mendakwahkan aqidah yang mereka yakini supaya umat mau mengikutinya (mencari
pengikut,red),” kata Haidar dalam acara Tabligh Akbar bertajuk “Kokohkan
Ahlus Sunnah Wal Jamaah Menjaga NKRI Dari Bahaya Syiah” di Wisma Andini
Jalan Munggang No.25, Jakarta belum lama ini.
Namun, sambung Haidar, berbeda dengan
Syiah yang berangkat dari akidah Imamiyah, Syiah tidak cukup hanya sebatas
mendakwahkan akidah Syiahnya yang menyesatkan, tetapi juga berupaya ingin
menguasai bumi Ahlus Sunnah dimana ketika kekuasaan sudah ditangan Syiah maka
semua harus tunduk kepada Syiah tanpa terkecuali.
Dalam acara tersebut turut hadir
pembicara lainnya; Habib Ahmad bin Zein al-Kaaf (Dewan Syuro Aliansi Nasional
Anti Syiah), DR. H. Abdul Chair SH, MH, MM (Anggota Komisi Hukum dan
Perundang-undangan MUI Pusat) dan Munarwan, SH (Advokad Hukum).
Sebagaimana diketahui acara tersebut
awalnya dijadwalkan akan digelar di masjid Fatahillah Jalan Bulak Rantai
Keramat Jati. Namun, setelah pihak DKM mendapat tekanan kelomoik Syiah dan
pihak Koramil akhirnya panitia mendapatkan arahan dari Kepolisian untuk
mengalihkannya di Wisma Andini, yang mana tempat tersebut justru merupakan
wilayah jantungnya Syiah di Jakarta. [Baca: Dihalangi,
Acara Tabligh Akbar Aswaja Sukses Digelar Di Wilayah Jantung Syiah]
Dari pantauan awak hidayatullah.com di lokasi tabligh
akbar berlangsung dengan lancar dan sukses meski ada beberapa jama’ah Syiah
yang ikut menyusup ke dalam dan sebagian memberikan tekanan sebelum acara
dimulai.*
Mengapa Syiah Lebih Kenyal Ketimbang
Ahmadiyah?
Insiden penyerangan kelompok Syiah ke
perkampungan Muslim Az Zikra pada Rabu (11/2) malam menambah panjang catatan
aksi brutal kelompok Syiah. Sebelumnya, beberapa insiden serupa terjadi di
Sampang, Jember dan Masjid-Masjid berbagai daerah yang mendapat teror dari
kelompok Syiah ketika akan mengadakan acara yang membongkar kesesatan Syiah.
Keterlibatan ormas FBR (Forum Betawi
Rempug) bersama kelompok Syiah bukan kali pertama. Belum lama ini pada akhir
Januari 2015 sebuah Masjid di Sentul diserang dan diancam agar membatalkan
acara yang membahas seputar kesesatan Syiah. Aksi-aksi kelompok Syiah dengan
melibatkan ormas FBR telah terjadi beberapa kali dalam skala kecil, penyerangan
ke kampung Muslim Az Zikra menjadi besar karena disana ada tokoh kharismatik
yaitu Ust. Arifin Ilham.
Umat Islam kembali dibuat resah dengan
insiden yang melibatkan 40 orang preman dan penganut Syiah itu.
Mencermati insiden serangan kelompok
Syiah kita perlu mengingat satu aliran sesat yang serupa dengan Syiah yaitu
Ahmadiyah. Pada 2008 lalu terjadi 2 insiden penyerangan kepada Ahmadiyah di
Parung dan Monas. Setelah terjadi 2 insiden tersebut isu Ahmadiyah menjadi isu
nasional hingga menggerakkan pemerintah untuk mengeluarkan peraturan khusus
untuk menertibkan Ahmadiyah.
Selain itu, dua insiden Ahmadiyah
tersebut juga melahirkan “garis tegas” antara umat Islam secara umum dan
Ahmadiyah. Umat Islam sepakat kesesatan Ahmadiyah baik kalangan ulamanya maupun
awamnya, sampai pada kesimpulan jika ada pihak-pihak mengatasnamakan Islam yang
membela Ahmadiyah maka pihak-pihak tersebut adalah pihak yang menyimpang dari Islam
sebagaimana Ahmadiyah. Nah, mengapa insiden demi insiden yang terkait dengan
aliran sesat Syiah tidak melahirkan situasi dan kondisi seperti Ahmadiyah ?.
Sebagian orang mungkin akan menjawab
sederhana bahwa kasus Ahmadiyah dan Syiah berbeda jika dilihat dari beberapa
sisi. Hanya saja yang penting jadi sorotan adalah kedua kasus tersebut baik
Syiah maupun Ahmadiyah merupakan bentrokan antara umat Islam dan aliran sesat
yang merusak Islam.
Mengapa output antara insiden
Ahmadiyah dan Syiah berbeda dari sisi sikap umat Islam dengan segenap
elemen-elemennya baik ulama maupun awamnya ? Jawabannya adalah karena Syiah
memiliki strategi yang lebih matang ketimbang Ahmadiyah dengan menempatkan
“agen plat merah” dan “agen swasta” di tengah-tengah umat Islam.
“Agen plat merah” dan “agen swasta” Syiah
tersebar di tengah-tengah umat dari akar rumput, ormas, organisasi
kemahasiswaan, lembaga kemanusiaan sampai partai politik.
“Agen plat merah” adalah orang-orang yang
secara jelas dan nyata-nyata mengaku sebagai penganut Syiah dengan berbagai
latar profesi dan mendakwahkan ajaran Syiah.
“Agen swasta” adalah orang-orang yang
tidak mengaku penganut Syiah atau bahkan sesekali ikut mengecam Syiah, bukan
anggota ormas Syiah, namun secara konsisten menyerukan ide-ide, cara berfikir,
propaganda dan opini Syiah kepada umat Islam sehingga mendukung dakwah Syiah.
“Agen plat merah” relatif lebih mudah
untuk diatasi karena jelas menunjukkan identitas Syiah dan menjalankan
kesesatannya, sementara yang menjadi masalah serius adalah “agen swasta”
yang samar bergentayangan bahkan sebagaiannya memegang posisi prestisius di
mata umat Islam seperti tokoh ormas, aktivis dakwah amar ma’ruf nahi munkar,
aktifis kemanusiaan Islam, dan lain-lain.
Posisi para “agen swasta” ini mengamankan
posisi para “agen plat merah” dan gerakan-gerakan Syiah, sesekali mereka
memberi ruang publik untuk Syiah menjajakan ajarannya seperti melalui mimbar
masjid, media online, radio dan sarana lain.
Kelompok Syiah sukses merekrut dan atau
memanfaatkan para “agen swasta” ini, walau secara zhahir mereka bukan penganut
Syiah. Kelompok-kelompok Syiah mengikat para “agen swasta” ini dengan berbagai
cara, diantaranya dengan pemberian materi berupa fasilitas rumah, masjid,
tempat majelis taklim, kantor, dana sosial, dana kemanusiaan dan sejumlah
pemberian-pemberian materi lain.
Para “agen swata” ini seakan tertawan dan
dibuat berhutang budi dengan kelompok Syiah sehingga mereka membalas budi
orang-orang Syiah ini dengan pembelaan baik langsung maupun tidak langsung
kepada Syiah. Pola hubungan ini memang kompleks untuk diurai tetapi semuanya
bisa nampak jelas terasa dan terjadi hari ini di tubuh umat Islam Indonesia.
Penjabaran di ataslah yang menjadi faktor
penghambat utama isu aliran sesat Syiah sampai hari ini belum melahirkan “garis
tegas” di tengah umat Islam antara umat itu sendiri dan Syiah. Isu Syiah belum
bisa mendorong pemerintah untuk mengeluarkan aturan sebagaimana yang terjadi
pada Ahmadiyah. Sekadar fatwa MUI Pusat saja belum bisa dikeluarkan. Padahal
insiden yang melibatkan aliran sesat Syiah sudah terjadi berkali-kali.
Akar masalahnya adalah tidak ada “garis
tegas” pemisah antara umat Islam dan penganut aliran sesat Syiah. Sehingga
sulit untuk “meng-Ahmadiyah-kan” Syiah.
Langkah-langkah elemen umat Islam
diantaranya melalui wadah ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) sudah cukup baik
menembus DPR RI. Namun langkah strategis untuk melawan para “agen swasta” Syiah
tidak kalah penting guna memuluskan jalan membasmi Syiah.
Umat Islam sekarang harus sadar memilah,
mewaspadai, mengantisipasi dan melawan dengan cara tepat nan akurat para “agen
swasta” Syiah guna memuluskan jalan menuju Indonesia bebas dari aliran sesat
bernama Syiah.
Usyaqul Hurr
Pada acara seminar Koepas “Syiah, Antara
Gerakan Politik dan Agama” selain Ustadz Abu Qotadah, hadir pula Buya Risman
Muchtar, Ketua Harian PW Muhammadiyah DKI Jakarta. Buya Risman yang bertindak
sebagai narasumber menyatakan bahwa Syiah muncul pertama kali dalam bentuk
gerakan politik (dendam politik), yang kemudian akidah dan doktrinnya
disesuaikan dengan tujuan politik Syiah. Beliau mengatakan: “Akidah Syiah
disesuaikan dengan kepentingan politik, seperti mengkafirkan para sahabat dan
istri-istri Nabi. Ini adalah dendam politik yang kemudian menjadi akidah dan
doktrin pokok Syiah.”
Menurut Buya Risman, Syiah telah
menyimpang dan menistakan agama Islam dan sepanjang sejarah, Syiah selalu
memusuhi Ahlus Sunnah. “Saya tidak setuju polarisasi Syiah-Sunni, karena Syiah
bukan bagian dari Islam dan selalu memusuhi Ahlus Sunnah, mereka selalu
menistakan dan berusaha merusak tatanan ajaran Islam,” ujarnya.
Meski Syiah telah nyata kesesatannya,
tokoh Muhammadiyah kelahiran Padang ini sangat menyayangkan banyak para tokoh
Islam yang tidak tegas. “Masih banyak tokoh Islam yang belum berani dengan
tegas menyatakan Syiah sesat, termasuk sebagian anggota MUI,” terangnya.
Adanya beberapa Ulama yang menilai
perbedaan Sunni-Syiah hanya masalah furu’iyah, tokoh Muhammadiyah Jakarta ini
memberikan catatan khusus padanya. “Ada ulama yang memandang perbedaan
Sunni-Syiah adalah dalam masalah ijtihadiyah, ini adalah keliru, perbedaan
Sunni-Syi’ah adalah dalam perkara ushul (pokok agama),” tegasnya.
Buya
Risman menilai Syiah jauh lebih sesat dari Ahmadiyah. “Ahmadiyah itu meyakini
dan memiliki 1 nabi (palsu) , maka Syiah meyakini adanya 12 nabi setelah nabi
Muhammad (yaitu imam-imam mereka yang berjumlah 12 dan dianggap makshum karena
memiliki otoritas untuk menentukan syariat-syariat ajaran mereka). Oleh karena
itu,Syiah jauh lebih sesat dan jahat dari Ahmadiyah,” tandasnya.
Beliau mengakhiri penyampaiannya dalam
seminar kali ini dengan kembali menegaskan bahwa Syiah adalah sebuah gerakan
politik yang akidahnya disesuaikan dengan kepentingan politik mereka.
Sumber:http://koepas.org/index.php/berita/1018-jika-ahmadiyah-memiliki-1-nabi-palsu-maka-syiah-punya-12-nabi
LPPI : Syiah lebih berbahaya dari
Ahmadiyah
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian
Islam (LPPI) ustadz Amin Jamaludin menyatakan bahwasanya ajaran Syiah
tingkat ancamannya lebih besar dibandingkan ajaran Ahmadiyah di Indonesia.
“Syiah itu lebih berbahaya dari Ahmadiyah
, karena Syiah bicara politik sedangkan Ahmadiyah tidak” kata Ustadz Amin
kepada arrahmah.com, Jakarta, Senin (3/9).
Lanjutnya, karena dalam keyakinan kaum
Syiah kedatangan Imam ke-12 yang dinanti-nantikan Syiah karena dianggap membawa
keadilan bagi mereka, hanya akan datang tatkala syiah sudah mendominasi dunia.
“Menurut keyakinan Syiah, Imam Mahdi al
Muntazhar kembali ketika Syiah sudah menguasai politik seluruh dunia” ujarnya.
Sehingga, menurutnya eksistensi ajaran
syiah sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI .” Karena Syiah termasuk ideologi
makar” tukas peneliti aliran-aliran sesat di Indonesia ini.
Lebih dari itu, Ustadz Amin menjelaskan
dalam sejarah setiap negara yang terdapat syiah disana selalu terganggu
stabilitasnya.
“Syiah ada 15 % saja negara itu tidak
akan aman.. ribut mulu, bagaimana jika sudah 50 : 50” tandasnya.
(bilal/arrahmah.com)
WASPADAI ALIRAN SYIAH DAN AHMADIYAH
Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, Nabi
Muhammad SAW, adalah nama agama yang resmi diberikan oleh Allah SWT di dalam
Alquran. Islam yang dibawa oleh Rasulullah tidak mengajarkan umatnya untuk
mengikuti salah satu golongan madzhab tertentu yang akan datang kemudian
setelah wafatnya Rasulullah. Maksudnya, ajaran Islam tidak mengenal istilah
Syiah, Ahmadiyah, Sunni, maupun lainnya. Islam ya Islam, tidak ada
embel-embelnya. Embel-embel seperti Syiah, Ahmadiyah, Sunni, maupun lainnya
muncul disebabkan oleh keyakinan yang bersandar pada madzhab tertentu. Padahal
masing-masing dari pendiri/pencetus madzhab tersebut adalah manusia biasa yang
pastinya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Sebut saja madzhab Syafi'i,
Maliki, Hambali, Hanafi, Ja'fari, Ismailiyah, Zaidiyah, Khawarij, dan
lain-lain, masing-masing dari mereka memiliki kekurangan dan kelebihan. Jadi,
keyakinan yang hanya mendasarkan pada salah satu madzhab saja justru bisa
menjerumuskan kita pada kesesatan yang nyata. Sebagai manusia yang berakal dan
seiring berkembangnya zaman, seharusnya kita bersikap komprehensif dan tidak
meyakini salah satu madzhab saja, tapi harus bisa mengintegrasikan dan
menginventarisir ajaran-ajaran dari semua madzhab yang ada untuk dijadikan
pedoman keyakinan kita dalam beragama Islam secara benar dan seragam karena
masing-masing madzhab tersebut sudah barang tentu memiliki kekurangan/kesalahan
dan kelebihan/kebenaran.
Seperti diketahui, mayoritas penganut Syiah hanya mendasarkan keyakinannya pada madzhab Ja'fari atau Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam atau Imamiah) dan menolak madzhab-madzhab yang lain. Mereka meyakini bahwa imamah merupakan penunjukan langsung dari Tuhan sebagaimana halnya dengan kenabian. Mereka juga mengklaim sebagai pengikut Ahlul Bait (keluarga nabi) dan hanya mengakui hadits-hadits yang berasal dari Ahlul Bait. Padahal saksi mata kehidupan Rasulullah tidak hanya Ahlul Bait tapi juga banyak kaum muslimin yang bersama-sama dengan beliau pada waktu itu, sehingga seharusnya informasi tentang ajaran Rasulullah tidak hanya berasal dari Ahlul Bait, tapi juga dari siapapun yang menyaksikan kehidupan beliau. Ironisnya, Syiah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Padahal Aisyah, anak Abu Bakar, adalah istri Rasulullah sedangkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sahabat dekat Rasulullah yang tentunya menjadi saksi langsung kehidupan Rasulullah. Penganut Syiah menolak hadits-hadits dari mereka bukan atas dasar rasionalitas tapi semata-mata berdasarkan kebencian. Penolakan ini jelas tidak masuk akal, bagaimana mungkin Aisyah yang menjadi istri Rasulullah yang notabene hidup serumah dengan Rasulullah tapi hadits-hadits darinya ditolak? Seharusnya kita justru menggali informasi sebanyak-banyaknya dari istri-istri dan para sahabat Rasulullah serta kaum muslimin yang semasa hidupnya bersama-sama dengan Rasulullah bukan malah menolaknya karena alasan kebencian atau lainnya. Sebagai akibat dari penolakan-penolakan ini, informasi tentang ajaran Islam yang dihimpun penganut Syiah menjadi sangat sedikit dan praktis hanya terfokus pada informasi dari madzhabnya saja, sehingga pada akhirnya dalam pemahaman beragama Islam menjadi sempit dan menyimpang.
Berbeda dengan Syiah, faham Ahmadiyah menerima hadits-hadits dari berbagai sumber dan madzhab. Sayangnya, Ahmadiyah membanggakan dirinya dengan mengikuti ajaran seseorang yang sangat kontroversial yang mengklaim dirinya sebagai nabi, mujaddid, dan Isa Almasih. Orang itu adalah Mirza Ghulam Ahmad, sang pendiri aliran Ahmadiyah, seorang yang berasal dari Qadian, India. Dia memproklamasikan dirinya sebagai nabi yang konon tidak membawa syariat baru, padahal ajaran-ajarannya dalam kitab Tadzkirah jelas-jelas memuat banyak ajaran baru. Dia juga menyatakan dirinya sebagai penjelmaan Isa Almasih atau Almasih yang dijanjikan sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah dalam sebuah hadits. Para penganut ajaran Mirza Ghulam Ahmad inilah yang kemudian disebut sebagai penganut Ahmadiyah. Di negeri kelahirannya, ajaran Ahmadiyah ditolak dan sulit berkembang karena mendapat banyak tentangan dari umat muslim di sana. Mayoritas ulama di dunia telah sepakat bahwa ajaran Mirza Ghulam Ahmad adalah sesat dan menyesatkan.
Adapun istilah Sunni, semata-mata muncul untuk membedakannya dengan golongan Syiah dan Ahmadiyah. Sunni, yang merupakan golongan mayoritas, menerima semua hadits, informasi, dan referensi dari berbagai sumber secara lebih komprehensif dan adil. Tidak membeda-bedakan atau mengutamakan sumber-sumber tertentu. Perbedaan di dalam Sunni lebih pada masalah penafsiran, bukan pada ajaran madzhab tertentu yang diyakini secara membabi buta tanpa mau mengkonfirmasi dengan sumber-sumber atau madzhab-madzhab yang lainnya. Semua madzhab pasti bersumber pada ajaran Rasulullah meskipun informasi yang sampai boleh jadi keliru, itu hal yang wajar, karena manusia adalah makhluk yang sering lupa dan salah. Oleh karenanya, sudah seharusnyalah umat muslim mengikuti ajaran Rasulullah dari manapun sumbernya, sepanjang sumber-sumber tersebut saling mendukung atau terkait satu dengan yang lainnya dan tidak bertentangan dengan Alquran. Tidak seperti golongan Syiah dan Ahmadiyah yang sangat bangga memakai atribut dan embel-embel Syiah dan Ahmadiyah di mana saja mereka berada (tidak hanya di internet), demi mengedepankan faham yang dianutnya. Setiap tahun di awal bulan Muharram para penganut Syiah merayakan hari Asyura untuk memperingati wafatnya cucu Rasulullah, Hussein bin Ali, dengan tidak sedikit dari mereka yang melukai badannya sendiri yang tentu saja ini merupakan kegiatan melampaui batas yang dilarang dalam Alquran. Di lain pihak, foto Mirza Ghulam Ahmad, sang pendiri Ahmadiyah, tidak hanya dipajang di situs-situs internet Ahmadiyah, tapi juga di masjid-masjid dan rumah-rumah pengikutnya. Akhirnya, tidaklah terlau berlebihan kiranya jika kita harus mengatakan bahwa aliran/ajaran Syiah dan Ahmadiyah adalah sesat dan harus segera ditinggalkan.
Ber-Islam-lah secara universal, hindari meyakini madzhab atau golongan tertentu, cukuplah Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, sebagai satu-satunya suri tauladan bagi umat Islam!
Seperti diketahui, mayoritas penganut Syiah hanya mendasarkan keyakinannya pada madzhab Ja'fari atau Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam atau Imamiah) dan menolak madzhab-madzhab yang lain. Mereka meyakini bahwa imamah merupakan penunjukan langsung dari Tuhan sebagaimana halnya dengan kenabian. Mereka juga mengklaim sebagai pengikut Ahlul Bait (keluarga nabi) dan hanya mengakui hadits-hadits yang berasal dari Ahlul Bait. Padahal saksi mata kehidupan Rasulullah tidak hanya Ahlul Bait tapi juga banyak kaum muslimin yang bersama-sama dengan beliau pada waktu itu, sehingga seharusnya informasi tentang ajaran Rasulullah tidak hanya berasal dari Ahlul Bait, tapi juga dari siapapun yang menyaksikan kehidupan beliau. Ironisnya, Syiah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Padahal Aisyah, anak Abu Bakar, adalah istri Rasulullah sedangkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sahabat dekat Rasulullah yang tentunya menjadi saksi langsung kehidupan Rasulullah. Penganut Syiah menolak hadits-hadits dari mereka bukan atas dasar rasionalitas tapi semata-mata berdasarkan kebencian. Penolakan ini jelas tidak masuk akal, bagaimana mungkin Aisyah yang menjadi istri Rasulullah yang notabene hidup serumah dengan Rasulullah tapi hadits-hadits darinya ditolak? Seharusnya kita justru menggali informasi sebanyak-banyaknya dari istri-istri dan para sahabat Rasulullah serta kaum muslimin yang semasa hidupnya bersama-sama dengan Rasulullah bukan malah menolaknya karena alasan kebencian atau lainnya. Sebagai akibat dari penolakan-penolakan ini, informasi tentang ajaran Islam yang dihimpun penganut Syiah menjadi sangat sedikit dan praktis hanya terfokus pada informasi dari madzhabnya saja, sehingga pada akhirnya dalam pemahaman beragama Islam menjadi sempit dan menyimpang.
Berbeda dengan Syiah, faham Ahmadiyah menerima hadits-hadits dari berbagai sumber dan madzhab. Sayangnya, Ahmadiyah membanggakan dirinya dengan mengikuti ajaran seseorang yang sangat kontroversial yang mengklaim dirinya sebagai nabi, mujaddid, dan Isa Almasih. Orang itu adalah Mirza Ghulam Ahmad, sang pendiri aliran Ahmadiyah, seorang yang berasal dari Qadian, India. Dia memproklamasikan dirinya sebagai nabi yang konon tidak membawa syariat baru, padahal ajaran-ajarannya dalam kitab Tadzkirah jelas-jelas memuat banyak ajaran baru. Dia juga menyatakan dirinya sebagai penjelmaan Isa Almasih atau Almasih yang dijanjikan sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah dalam sebuah hadits. Para penganut ajaran Mirza Ghulam Ahmad inilah yang kemudian disebut sebagai penganut Ahmadiyah. Di negeri kelahirannya, ajaran Ahmadiyah ditolak dan sulit berkembang karena mendapat banyak tentangan dari umat muslim di sana. Mayoritas ulama di dunia telah sepakat bahwa ajaran Mirza Ghulam Ahmad adalah sesat dan menyesatkan.
Adapun istilah Sunni, semata-mata muncul untuk membedakannya dengan golongan Syiah dan Ahmadiyah. Sunni, yang merupakan golongan mayoritas, menerima semua hadits, informasi, dan referensi dari berbagai sumber secara lebih komprehensif dan adil. Tidak membeda-bedakan atau mengutamakan sumber-sumber tertentu. Perbedaan di dalam Sunni lebih pada masalah penafsiran, bukan pada ajaran madzhab tertentu yang diyakini secara membabi buta tanpa mau mengkonfirmasi dengan sumber-sumber atau madzhab-madzhab yang lainnya. Semua madzhab pasti bersumber pada ajaran Rasulullah meskipun informasi yang sampai boleh jadi keliru, itu hal yang wajar, karena manusia adalah makhluk yang sering lupa dan salah. Oleh karenanya, sudah seharusnyalah umat muslim mengikuti ajaran Rasulullah dari manapun sumbernya, sepanjang sumber-sumber tersebut saling mendukung atau terkait satu dengan yang lainnya dan tidak bertentangan dengan Alquran. Tidak seperti golongan Syiah dan Ahmadiyah yang sangat bangga memakai atribut dan embel-embel Syiah dan Ahmadiyah di mana saja mereka berada (tidak hanya di internet), demi mengedepankan faham yang dianutnya. Setiap tahun di awal bulan Muharram para penganut Syiah merayakan hari Asyura untuk memperingati wafatnya cucu Rasulullah, Hussein bin Ali, dengan tidak sedikit dari mereka yang melukai badannya sendiri yang tentu saja ini merupakan kegiatan melampaui batas yang dilarang dalam Alquran. Di lain pihak, foto Mirza Ghulam Ahmad, sang pendiri Ahmadiyah, tidak hanya dipajang di situs-situs internet Ahmadiyah, tapi juga di masjid-masjid dan rumah-rumah pengikutnya. Akhirnya, tidaklah terlau berlebihan kiranya jika kita harus mengatakan bahwa aliran/ajaran Syiah dan Ahmadiyah adalah sesat dan harus segera ditinggalkan.
Ber-Islam-lah secara universal, hindari meyakini madzhab atau golongan tertentu, cukuplah Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, sebagai satu-satunya suri tauladan bagi umat Islam!
Kenapa syi’ah diizinkan mendirikan sekolah tinggi
di
Jakarta?
Syi’ah itu memusuhi Islam dan lebih buruk tipuannya
terhadap Islam dibanding Ahmadiyah. Karena Ahmadiyah, bagi Ummat Islam mudah diketahui
karena mereka memiliki pemimpin yang mengaku nabi, sehingga Ummat Islam faham
bahwa itu nabi palsu, maka jelas sesat. Tetapi Syi’ah hanya mengaku memiliki
imam, sehingga Ummat Islam banyak yang menganggapnya biasa saja, karena memang
dalam Islam, lafal imam itu tidak masalah. Beda dengan nabi palsu. Hanya saja
ternyata yang diklaim sebagai imam dalam syi’ah itu lebih tinggi maqamnya/
kedudukannya dibanding nabi-nabi, bahkan maqamnya tidak dapat dijangkau oleh
malaikat muqarrabin sekalipun. Bahkan imam mereka dianggap maksum, dan
derajatnya melebihi Allah Ta’ala, karena Allah dianggap memiliki sifat bada’
yaitu tadinya tidak tahu, kemudian baru tahu ketika ada kejadian. Sedang imam
syi’ah dianggapnya tahu hal ghaib. Ini jelas amat sesat:
1.Lebih buruk dari nabi palsu tapi tidak dengan
sebutan nabi.
2.Ummat Islam tidak mudah mengerti kesesatannya
karena sebutannya hanya imam, namun sejatinya difungsikan sebagai
orang yang melebihi nabi.
3. Jadi, tipuannya lebih sangat menipu.
Sayangnya, untuk melancarkan tipuan terhadap Ummat
Islam itu, ada pihak-pihak yang ikut nimbrung bersama syi’ah sebagai penipu
Ummat Islam, hingga ada yang member izin didirikannya sekolah tinggi syi’ah di
Jakarta, dan bahkan unsur MUI pun kerjasama dengan lembaga syi’ah di luar
negeri, serta ada yang tertangkap basah punya perjanjian kerjasama dengan
lembaga syi’ah di Iran lalu ketahuan dan tidak mengaku tapi setelah dibawa
buktinya, Said Aqil Siradj ketua umum NU baru tidak dapat berkelit lagi, maka
dibatalkanlah kerjasama dengan aliran syi’ah perusak Islam itu oleh NU.
Berikut ini pantas kita simak:
Diresmikan, Sekolah Tinggi Filsafat Sadra (Filosof
Syi’ah) di Jakarta
§ Dinilai dekat dengan aliran sesat Syi’ah
§ Beberapa pengajarnya lulusan Iran
§ Untuk mengajarkan tentang idiologi adanya
Al Qur’an versi Syi’ah?
§ Mengaku sempat terseok-seok selama
dua tahun akibat kendala perizinan, akhirnya Sekolah Tinggi Filsafat Islam
(STIF) Sadra resmi berdiri tahun ini.
§ Lembaga yang berdiri di bawah naungan Yayasan
Hikmat Al Mustafa Jakarta ini diresmikan oleh Prof. M. Zein, selaku pewakilan
Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kemenag.
§ Dalam pernyataannya, M. Zein sempat
memberikan apresiasi terhadap sekolah filsafat ini. Ia bahka berharap STFI
Sadra dapat menjadi kebanggaan umat Islam dalam mempelajari filsafat, al-Qur’an
dan Hadits.
§ “Rasulullah bersabda ambillah hikmah dar
imanapun asalnya,” ujarnya saat launching di Gedung Sucofindo,
Jakarta Selatan, Kamis, (12/07/2012) kemarin.
§ Acara dihadiri oleh Wakil Menteri Agama,
Prof Dr Nasarudin Umar dan Perwakilan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Prof
M. Zein. Juga dihadiri Dewan Penyantun STFI Sadra, Prof. Umar Shihab, Ketua
STFI Sadra Umar Shahab dan Direktur Mizan Dr Haidar Bagir, dan sejumlah
pembicara beserta undangan.
§ Sementara itu Profesor Ahmad Fazeli,
Ketua Yayasan Hikmat Al Mustafa turut berterimakasih kepada Kementerian Agama
(Kemenag) yang mengeluarkan izin sekolah filsafat ini. Ia berharap smoga STFI
Sadra memberikan sumbangan pemikir bagi perkembangan negeri ini.
§ Beberapa dosen di Sekolah ini di
antaranya Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara, Prof Dr. Abdul Hadi MM, Dr. Haidar
Bagir (Mizan), Dr Umar Shahab, Dr. Muhsin Labib, Dr. Zainal Abidin Bagir
(Center for Religious and Cross-Cultural Studies/CRCS), Dr Donny Gahral Adaian,
Prof. Dr Rosikhon Anwar (Guru Besar Ilmu Al-Quran UIN Sunan Gunung Djati
Bandung) juga Dr. Khalid Walid, alumnus dari Hawzah Ilmiah Qom, Iran.
§ Ahmad Jubaili, Ketua Tim Perumus
Kurikulum dikutip radio Iran, IRIB, mengatakan, kuliah yang disusun
dirancang secara integral, saling terkait. Kampus ini menurutnya merupakan
tempat kajian ilmiah yang merujuk pada Filsafat Mulla Sadra yang mampu
menggabungkan seluruh pendekatan keilmuan, terutama teologi, filsafat dan
Tasawuf.
§ Mulla Shadra mempunyai nama lengkap Shadr
al Din Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Yahya Qawami al Syiraz, seorang filsuf terbesar
mazhab Syiah Imamiyah.
§ Sekolah ini dikembangkan dengan model
boarding (berasrama) yang direncanakan menampung setiap tahun 80 mahasiwa
laki-laki dan perempuan yang direkruit secara ketat dari sekolah terbaik (SMA,
Pesatren) di seluruh Indonesia. Mahasiswa yang lulus seleksi di beri beasiswa
secara penuh selama 7 tahun.
§ Sementara itu, Fahmi Salim, MA, Wakil
Sekjen Majelis (Waskjen) Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, serta Komisi
Pengkajian di MUI Pusat mengatakan, dari bentuknya, lembaga ini dinilai dekat
dengan Syiah.
§ “Karena selama ini, gerakan Syiah masuk
melalui filsafat,” ujarnya kepada hidayatullah.com,
Jumat (13/07/2012) siang.*
§ Rep: Pizaro
§ Red: Cholis Akbar
§ Jum’at, 13 Juli 2012
§ Hidayatullah.com— Berdiri Sekolah
Tinggi Filsafat Islam Pertama, Dinilai “Berbau” Syiah.
§ Beberapa pengajarnya lulusan Iran
§ Menandai peluncuran, STFI Sadra membuka
dua program studi yakni Filsafat Islam dan Ilmu Qur’an dan Tafsir. Pada
angkatan pertama sekolah yang berlokasi di Jalan Pejaten Raya ini menampung 80
mahasiswa baik jalur beasiswa maupun berbayar.
§ Beberapa pengajar dalam sekolah tinggi
filsafat ini adalah lulusan Iran. Di antaranya, Dr. Khalid Walid, alumnus dari
Qom dengan desertasinya “Pandangan Eskatologi Mulla Shadra”. Walid juga Wakil
Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustofa Jakarta. Pengajar lain juga ada Abdullah Beik,
MA, lulusan Qom tahun 1991.
§ Sementara masuk dalam kepengurusan STFI
Sadra, antara lain; Dr Umar Shahab, MA (Ketua Prodi Filsafat Agama STFI Sadra),
Dr. Haidar, MA (Ketua Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir), Dr. Kholid Walid, MA
(Wakil Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustofa Jakarta), Abdullah Beik, MA (Dosen STFI
Sadra Jakarta, tulis arrahmah.com.
§ Untuk mengajarkan tentang idiologi
adanya Al Qur’an versi Syi’ah?
§ STIF Sadra ini ada Dr. Haidar, MA yang
jadi Ketua Prodi –program studi– Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Beberapa waktu lalu
orang itu pernah polemic di Republika, mengenai Syi’ah dan kaitannya dengan
Al-Qur’an.
§ Untuk mengungkap ideology Haidar Baqir
dilihat dari tulisannya, maka berikut ini kami tampilkan tanggapan Dr Arifin
Baderi alumni Jami’ah Islamiyah Madinah.
§ Inilah tanggapan beliau terhadap tulisan
Haidar Baqir.
***
Syi’ah Memusuhi Islam
Di tengah keprihatinan dunia Islam karena Syi’ah di
Iran merusak tempat Ibadah Ummat Islam (Sunni) di Teheran dan imamnya
ditangkap. Bahkan Syi’ah di Iran dalam memusuhi Islam melebihi negeri-negeri
kafir, karena di hampir setiap ibukota negeri kafir pun ada masjid untuk Ummat
Islam (Sunni). Namun di Teheran Ibuktota Iran tidak boleh ada masjid Ummat
Islam (Sunni). Ketika ada tempat ibadah Ummat Islam Sunni maka diserbu.
Pemerintah Iran menyerbu tempat ibadah kaum Muslim
Sunni di Teheran pada hari Ahad lalu (6/2), di mana mereka menyegel rumah dan
menangkap Imam masjid, Syaikh Ubaidullah Musa Zadih.
Kaum Sunni di Iran tidak diizinkan untuk membangun
sebuah masjid di Teheran. (nahimunkar.com,Aparat Iran Segel Tempat Ibadah Kaum
Sunni di Teheran dan Menahan Imam, February 11, 2011 10:44 pm, إغلاق مصلّى لأهل السنة في طهران واعتقال إمام جماعته,http://www.nahimunkar.com/aparat-iran-segel-tempat-ibadah-kaum-sunni-di-teheran-dan-menahan-imam/#more-4202
Yang lebih menyedihkan terutama bagi Ummat Islam
Indonesia, di saat Ummat Islam (Sunni) dimusuhi oleh syi’ah di pusatnya di
dunia yakni Iran, justru oknum MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat berbangga
bekerjasama dengan Iran dalam bidang riset/ penelitian (agama). Surat kabar
yang mewawancarainya (Republika) pun tampak membeberkan dengan lantangnya.
Sebagian wawancara Republika dengan orang MUI sebagai
berikut:
MUI telah mencoba melakukan penandatanganan nota
kesepahaman (MoU) dengan organisasi-organisasi Islam di luar negeri.
Beberapa waktu lalu, kami diundang ke Irak dan telah
menandatangani kerja sama dengan Pusat Kajian Alquran di Irak yang berpusat di
Karbala. Walaupun berbeda mazhab, kita ingin sama-sama sharing untuk
meningkatkan metodologi hafalan Alquran. Kami bertemu dengan tokoh di Irak,
baik Suni maupun Syiah. Bahkan, mereka sangat mengapresiasi kunjungan kita ke
Irak di tengah-tengah situasi kemanan yang menurut berita internasional kurang
kondusif.
Kita ingin menjalin kerja sama dengan umat Islam
walaupun berbeda aliran/mazhab. Kita sadar bahwa musuh-musuh Islam selalu
berupaya melemahkan Islam dengan mengadu domba antara Syiah dan Sunni. Kita tak
mau itu terjadi. Syiah itu tak seperti Ahmadiyah karena Syiah adalah mazhab
yang diakui dunia Islam.
(Pada bagian lain dikemukakan):
MUI juga akan melakukan riset bersama di Iran tentang
peradaban Islam. Mereka bisa melakukan riset mengenai peran MUI dalam
merekatkan ukhuwah Islamiyah dan ormas-ormas Islam di
Indonesia. (Republika, KH Muhyiddin Junaidi MA, Umat Harus Waspadai
Konspirasi Musuh
Minggu, 13 Februari 2011 pukul 11:47:00).
Bagaimana tidak meleknya itu orang MUI padahal Ketua
MUI bidang Hubungan Luar Negeri. Ketika Ummat Islam sedunia prihatin dengan
jahatnya Syi’ah di Iran terhadap Ummat Islam (Sunni), sampai mendirikan masjid
saja dilarang, lalu shalat di rumah-rumah secara berjama’ah juga diserbu lalu
imamnya ditangkap dan tempat ibadahnya disegel, lha kok MUI malah membanggakan
gandeng tangannya dengan Iran yang memusuhi Islam. Bahkan menipu Ummat bahwa
Syi’ah itu madzhab yang diakui dunia Islam. Padahal dunia Islam memahami bahwa
syi’ah itu adalah terhitung induk kesesatan.
Tampaknya akhir-akhir ini isi dan lakon MUI Pusat
sangat mengecewakan bagi Ummat Islam yang masih punya ghirah Islamiyah. Ada
tokoh MUI yang memasukkan dengan sengaja orang dari aliran yang difatwakan
sesat oleh MUI ikut rapat dalam Munas di Pondok Gede Jakarta Januari 2011.
Ada yang memberi sertifikat bahwa satu lembaga training terkemuka –yang telah
difatwakan sesat menyesatkan oleh mufti di Malaysia– adalah sesuai
syari’at. Padahal masyarakat banyak yang tahu bahwa lembaga training itu jelas
banyak menyimpang dari aqidah Islam, memaknai Asmaul Husna semaunya, dan
menafsirkan ayat Al-Qur’an semaunya. Bahkan mengkombinasikan aqidah Islam
dengan ajaran lain (menurut penelitian seorang yang tinggal di Belanda,
berkaitan dengan ajaran sinkretisme NAM –New Age Movement). Namun oleh MUI
dianggap sesuai syari’at.
Masih ditambah lagi dengan oknum MUI yang lain lagi
dan duduk di kursi Ketua MUI, membanggakan kerjasamanya dengan pihak (syi’ah)
Iran yang jelas-jelas memusuhi Islam bahkan melebihi orang-orang negeri kafir.
Bagaimana Syi’ah di Indonesia
Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan
Pengkajian Islam) di Jakarta, sebelum tahun 2000 telah menerbitkan buku tentang
ratusan ulama yang dibantai di Iran zaman kekuasaan Khumeini, dan masjid-masjid
Ahlis Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama Sunni yang
dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan dengan
jelas disertai riwayat singkatnya.
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap
para Ulama Sunni, Masjid-masjid Sunni; bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/
referensi) Sunni pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun anehnya di Indonesia,
perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru menerima
dengan welcome terhadap referensi dari Iran, bahkan Iran telah
memiliki 12 Iranian Corner di perguruan-perguruan tinggi Islam (negeri) dan
Muhammadiyah di Indonesia. Perpustakaan-perpustakan Iran di perguruan tinggi
Islam di Indonesia yang berjumlah 12 temnpat itu alhamdulillah telah
dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian Corner yaitu di UMJ (Universitas
Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena musibah jebolnya tanggul Situ Gintung di
Cierendeu Tangerang Banten, Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir 1430H/ 27 Maret
2009.
Rector UMJ tampak meratapi karena kerugiannya mencapai
9-10 miliar rupiah, di antaranya Iranian Corner itu. Kalau memang dia
sayang-sayang terhadap Islam Sunni, maka barangkali mau mengingat Allah,
mengakui bahwa jelas di antara upayanya itu adalah menyuntikkan kesesatan dan
penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka rector UMJ maupun Muhammadiyah
justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang lagi, apakah tidak besar
madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai Universitas Muhammadiyah
itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan rector UMS Malang, Malik Fajar,
apalagi hanya buku-buku dari Iran, sedang buku-buku dari Israel pun dia terima
sejak kira-kira tahun 1995-an. Hal itu dikemukakan oleh seorang petugas ketika
Menteri Agama yang lalu, dr Tarmidzi Taher, datang ke kampus Universias
Muhammadiyah Malang.
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian
Corner, menurut Majalah HidayatullahApril 2009 adalah: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta (alhamdulillah Iranian
Corner di UMJ ini telah musnah terkena banjir Situ Gintung, red) Universitas
Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad
Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3
Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah (?). Tampaknya
Muhammadiyah ini tidak kapok-kapoknya. Dulu yang menyambut baik kedatangan
aliran sangat sesat, Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau belakangan
mengakui kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan
Ahmadiyah. Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh
generasi belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah
bersama Muslimin yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah dibubarkan.
Bahkan sebagian orang Muhammadiyah tampak bersuara membela. Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang Muhammadiyah dalam kiprahnya,
justru nyerempet-nyerempet hal yang tidak berguna, dan mengandung
masalah. Seperti untuk mengadakan hajat Muktamar Muhammadiyah di Jogjakarta
dibesar-besarkan dengan kesenian kolosal dengan mempercayakan sebagai
supervisinya kepada sutradara yang sedang bermasalah dengan Ummat Islam yakni
Hanung Bramantyo.[1] (lihat
Radar Yogya [ Rabu, 08 April 2009 ]).
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu,
Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural
Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC
itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada
orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut
Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC,di antara
orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah
seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab
(mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari,
pengarang tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem
penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah
keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan
Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang
diundang untuk berkunjung ke Iran,
kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan
Syi’ah dengan Sunni bukan perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu
mereka telah menjilat Iran, padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama
Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di
Indonesia berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang
tertarik ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda
untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada 300-an mahasiswa
Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada 200-an yang pulang ke
Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan
sebagainya. Di antaranya seperti ditulis Majalah Hidayatullah:
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif
menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah,
hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi
di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff yang
mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah
lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di
Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh
Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM
Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43
kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat
provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham
Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan
Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai
Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia. (Majalah
Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
Itu belum kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah
dan bahkan pihak gereja. (lihatnahimunkar.com, Kelompok Sesat Syiah
“Mengaji’ ke Gereja, January 15, 2009 3:51 am admin Artikel). Pada 10
Muharram 1430 H, al-hamdulillah pihak MUI bersama pengurus dan pegiat Masjid
At-Taqwa di Cirebon Jawa Barat bekerjasama dengan Polisi berhasil membatalkan
akan diselenggarakannya haul Imam Husein di Masjid At-Taqwa. Acara haul itu
menghadirkan seorang petinggi NU (Nahdlatul Ulama), Said Agil Siraj. Namun
acara itu tetap diselenggarakan dengan dialihkan ke Keraton Kasepuhan, dan
dikhabarkan, Said Agil Siraj marah-marah dengan adanya pembatalan di Masjid
At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa marah-marah? Padahal, pendiri NU
sendiri, KH Hasyim Asy’ari adalah orang yang tidak mau adanya Haul (peringatan
tahunan orang meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud (Yusuf Hasyim) putera Hasyim
Asy’ari sendiri pernah penulis dengar, mengakui bahwa bapaknya (Hasyim Asy’ari)
memang tidak mau adanya haul. Kok sekarang, generasi belakangan,
justru bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan berbau-bau Syi’ah lagi.
Ini mestinya dari kalangan NU perlu meluruskannya kembali, agar tidak semakin
kebablasan. Yakni bid’ah plus aliran sesat, itu saja Syi’ah ini adalah induk
dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya
dalam membunuhi Ulama Sunni, menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan
membersihkan kitab-kitab rujukan Sunni. Tetapi di Indonesia justru lembaga-lembaga
perguruan tinggi Islam negeri dan Muhammadiyah mendirikan Iranian Corner di 12
tempat, masih pula sebagian tokoh Ormas Islam besar lainnya yang justru
mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus Sunnah ternyata tampak mengais-ngais
proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil sesekali berkilah bahwa ada
tradisi-tradisi NU yang dari Syi’ah.
Apa sebenarnya yang mereka bela?
Semoga Allah menunjuki hamba-hamba-Nya yang ingin
menegakkan agama-Nya yang bersifat memberantas kesesatan, apalagi induk
kesesatan yang membenci kebenaran. Dan semoga Allah menghindarkan Muslimin yang
teguh dari aneka bujukan dan rayuan para penyesat yang kini di Indonesia merasa
mendapatkan angin longgar hingga ada yang duduk di MUI, perguruan tinggi Islam,
ormas-ormas Islam dan lembaga lainnya. (haji).(nahimunkar.com)
[1] Sementara
itu sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung, banyak protes yang ditujukan kepada
dirinya di balik kesuksesan film Ayat-ayat Cinta. Sebagian besar dari
mereka adalah perempuan yang menganggap Hanung pro poligami dan Ayat-ayat
Cintamencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum perempuan. Oleh karena
itu, Hanung pun bergegas membuat film Perempuan Berkalung Sorban.
Nah, melalui film Perempuan Berkalung
Sorban inilah Hanung membayar hutangnya, dengan membuat film yang turut
memperjuangkan tema-tema feminisme yang content-nya sejalan dengan materi
perjuangan para liberalis dan pegiat kesetaraan gender. Dalam bahasa sederhana,
Hanung didukung oleh kalangan pro kesesatan. Jadi, Hanung –kalu berdaya nalar
yang panjang– mestinya faham bila ada ulama yang menyesatkan karyanya.
Film Perempuan Berkalung Sorban dibuat
berdasarkan novel karya Abidah El Khalieqy yang pernah diterbitkan oleh Yayasan
Kesejahteraan Fatayat dan the Ford Foundation. Menurut Indra Yogi, The Ford
Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di Indonesia, Ford
Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudul Gagasan Islam
Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Effendi,
Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan secara bersama antara
Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999. Buku tersebut aslinya
merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran liberal di
kalangan pemikir Indonesia.
Selain itu, menurut Indra Yogi, Ford Foundation
merupakan donatur penting bagi International Center for Islam and Pluralism
(ICIP). Antara lain donasi yang pernah disalurkan Ford Foundation kepada ICIP
adalah berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$ 1,000,000), yang
ditujukan untuk Web-based distance learning courses to enable adolescent
and adult Muslims in poor communities to continue their secular education.
(Kursus jarak jauh melalui situs internet yang memungkinkan orang Islam dewasa
yang berasal dari komunitas miskin untuk melanjutkan pendidikan sekularnya).
Menurut catatan Adian Husaini, ICIP merupakan salah
satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sangat aktif menyebarkan paham
Pluralisme Agama di pondok-pondok pesantren, juga aktif menyebarkan paham
kesetaraan gender. Salah satu tokoh beken dari ICIP adalah Syai’i Anwar.
Jadi, pendukung utama Hanung di dalam membuat
film Perempuan Berkalung Sorban ini adalah mereka yang selama ini
aktif membela-bela kesesatan, antara lain Musdah Mulia. Sebagai aktivis
kesetaraan gender, Musdah tidak setuju dengan seruan boikot yang dikumandangkan
Ali Mustafa Yakub. Karena, menurut Musdah, film Perempuan Berkalung
Sorban justru mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan
mengatasnamakan agama. (nahimunkar.com, February 10, 2009 8:46
pm admin Artikel, Fenomena Sinetron dan Film
Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).
Disalin dari
artikel Hartono Ahmad
Jaiz untuk Abu Abdurrohman