[ IT ] : Interlude of Topics
Tiga
orang menanti sidang dengan kepercayan diri yang sangat. Ketiganya yakin betul
akan diputuskan menjadi penghuni surga.
Tiga orang yang merasa menjadi calon penghuni
surga ini pun tergelak. Mereka yang terdiri dari orang-orang shalih itu justru
berakhir di neraka. Mereka diseret dengan kasar ke dalam api yang membara. Apa
gerangan yang terjadi? Rupanya mereka hanyalah shalih di pandangan manusia,
namun tak mentauhidkan Allah dalam niat amal mereka.
Orang pertama dipanggil menghadap Allah. Ia
merupakan seorang pria yang mati syahid. Si pria mengakui banyaknya nikat yang
diberikan Allah padanya. Allah pun bertanya, “Apa yang telah kau perbuat dengan
berbagai nikmat itu?”
Mujahid itu menjawab, “Saya telah berperang
karena-Mu sehingga saya mati syahid,” ujarnya.
Allah ta’ala pun menyangkalnya, “Kau telah
berdusta. Kau berperang agar namamu disebut manusia sebagai orang yang
pemberani. Dan ternyata kamu telah disebut-sebut demikian,” firmanNya. Mujahid
riya itu pun diseret wajahnya dan dilempar ke jahannam.
Orang kedua pun dipanggil. Ia merupakan seorang
alim ulama yang mengajarkan Alquran pada manusia. Seperti orang pertama, Allah
bertanya hal sama, “Apa yang telah engkau perbuat berbagai nikmat itu?”
Sang ulama menjawab, “Saya telah membaca,
mempelajari dan mengajarkannya Alquran karena Engkau,” ujarnya.
Namun Allah berfirman, “Kamu berdusta. Kau
mempelajari ilmu agar disebut sebagai seorang alim dan kau membaca Alquran agar
kamu disebut sebagai seorang qari,” Allah, mengadili. Sang alim ulama pun
menyusul si mujahid, masuk ke neraka yang apinya menjilat-jilat.
Orang ketiga pun dipanggil. Kali ini ia
merupakan seorang yang sangat dermawan. Sang dermawan dianugerahi Allah harta
yang melimpah. Allah pun menanyakan tangung jawabnya atas nikmat itu, “Apa yang
telah engkau perbuat dengan berbagai nikmatKu” firmanNya.
Sang dermawan menjawab, “Saya tidak pernah
meninggalkan sedeqah dan infaq di jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku
melakukannya semata-mata karena Engkau,” jawabnya.
Dia pun tak jauh beda dengan dua orang sebelumnya.
“Kau berdusta,” firman Allah. “Kau melakukannya karena ingin disebut sebagai
seorang dermawan. Dan begitulah yang dikatakan orang-orang tentang dirimu,”
firmanNya.
Sang dermawan yang riya ini pun diseret dan
dilempar ke neraka, bergabung denan dua temannya yang juga menyimpan sifat riya
di hati.
Di mata manusia, ketiganya merupakan seorang
yang taat beribadah dan diyakini akan menjadi penduduk surga. Namun hanya Allah
yang mengetahui segala isi hati hambaNya. Ketiganya tak pernah mengikhlaskan amalan
untuk Allah, melainkan agar diakui manusia. Mereka pun berakhir di neraka dan
menjadi penghuni pertama neraka.
Kisah pengadilan akhirat tersebut terdapat dalam
hadits Rasulullah dari Abu Hurairah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam
Muslim, An-Nasa-i, Imam Ahmad dan Baihaqy. Kisah yang sama dalam teks hadits
yang berbeda juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim.
Di akhir hadits, Abu Hurairah bahkan membaca
firman Allah yang menjadi hikmah pelajaran atas kisah tersebut. “Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan,” (QS Hud: ayat 15-16).
(Galafath)
Ssstt...Coba Disembunyikan
Saja yang Ini dan Reguk Faedahnya
Coba kita
bersikap jujur dan bertanya pada diri sendiri, “Berapakah amal sholeh kita yang
tersembunyi, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, bahkan istri dan
anak-anak?. Ataukah setiap kali kita beramal sholeh hati dan lidah menjadi
gatal ingin segera menceritakannya kepada orang lain??”.
Sungguh tidaklah mudah menyembunyikan amalan
sholeh, karena sesungguhnya manusia adalah makhluk yang senang untuk dipuji dan
dihormati. Dengan menampakan kebaikan dan amal sholehnya maka orang-orangpun
akan menjadi menghormati, menghargai, dan memujinya.
Faedah menyembunyikan amal sholeh :
* Menyembunyikan amal sholeh lebih menjauhkan
seseorang dari penyakit riyaa dan sum’ah
* Amal sholeh yang tersembunyi pahalanya lebih
besar daripada amal sholeh yang dinampakan
* Amal sholeh yang tersembunyikan bisa
menjadikan seseorang jauh dari penyakit ujub. Karena ia sadar bahwasanya ia
telah berusaha menyembunyikan amalan sholehnya sebagaimana ia telah mati-matian
berusaha untuk menyembunyikan kemaksiatan-kemaksiatan dan keburukannya. Jika
orang-orang tidak mengetahui kebaikannya maka sebagaimana mereka tidak
mengetahui keburukan-keburukannya
Karenanya Salamah bin Diinaar berkata :
اُكْتُمْ مِنْ حَسَنَاتِكَ كَمَا تَكْتُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكَ
“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana
engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu”
* Amal sholeh yang tersembunyikan melatih
seseorang terbiasa hanya mencari muka di hadapan Allah dan tidak memperdulikan
komentar manusia, karena yang terpenting adalah penilaian Allah dan bukan
penilaian manusia
* Menyembunyikan amal sholeh menjadikan
seseorang bahagia, karena meskipun tidak ada orang yang menghormatinya ia akan
merasa bahagia karena Penguasa alam semesta ini mengetahui amal sholehnya.