Perjalanan hidup manusia melalui berbagai fase dan juga
perubahan fisik, mental, dan juga spiritual. Adanya perubahan ini menjadi bukti
nyata bahwa hanya Allah Azza
wa Jalla yang kekal. Dan kalau bukan karena karunia dari-Nya
manusia tidak akan kuasa untuk teguh dalam menetapi sesuatu termasuk agamanya (istiqamah). Karena itu,
dahulu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam senantiasa memohon keteguhan hati
kepada Allah, “Wahai
Dzat Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” Ini
mungkin salah satu hikmah yang dapat kita petik dari kewajiban membaca surat Al
Fatihah pada setiap rakaat shalat. Pada surat ini terdapat permohonan kepada
Allah Azza wa Jalla agar
senantiasa menunjuki kita jalan yang lurus, yaitu jalan kebenaran
Fenomena ini terus melintas dalam pikiran saya, gara-gara saya
membaca pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj di
berbagai media. Said Aqil Siroj mengatakan bahwa ajaran Syiah tidak
sesat dan termasuk Islam seperti halnya Sunni.
Untuk menguatkan klaimnya ini, Said Aqil merujuk
pada kurikulum pendidikan pada almamaternya Universitas Ummu Al Quro di Arab
Saudi. Menurutnya, ”Wahabi yang keras saja menggolongkan Syiah bukan
sesat.”
Pernyataan Said
Aqil ini menyelisihi fakta dan menyesatkan. Sebagai buktinya,
pada Mukaddimah disertasi S3 yang ia tulis semasa ia kuliah di Universitas Ummu
Al Quro, Hal. tha’ (ط) Said Aqil menyatakan, “Telah diketahui bersama bahwa umat
Islam di Indonesia secara politik, ekonomi, sosial, dan ideologi menghadapi
berbagai permasalahan besar. Pada saat yang sama mereka menghadapi musuh yang
senantiasa mengancam mereka. Dimulai dari gerakan kristenisasi, paham
sekuler, kebatinan, dan berbagai sekte sesat, semisal Syiah, Qadiyaniyah
(Ahmadiyyah), Bahaiyah, dan selanjutnya Tasawuf.”
Pernyataan Said Aqil pada awal disertasi S3-nya ini cukup
menggambarkan bagaimana pemahaman yang diajarkan oleh Universitas Ummu Al Qura.
Bukan hanya Syiah yang sesat, bahkan lebih jauh Said Aqil dari hasil
studinya menyimpulkan bahwa paham tasawuf juga menyimpang dari ajaran Islam.
Karena itu pada akhir disertasinya, Said Aqil menyatakan, “Sejatinya ajaran tasawuf dalam hal “al hulul”
(menyatunya Tuhan dengan manusia) berasalkan dari orang-orang Syiah aliran
keras (ekstrim). Aliran ekstrim Syiah meyakini bahwa Tuhan atau bagian dari-Nya
telah menyatu dengan para imam mereka, atau yang mewakili mereka. Dan ideologi
para pengikut sekte Syiah ini berawal dari pengaruh ajaran agama
Nasrani.” (Silatullah
Bil Kaun Fit Tassawuf Al Falsafy oleh Said Aqil Siroj,
2:605-606)
Karena menyadari kesesatan dan mengetahui
gencarnya penyebaran Syiah di Indonesia, maka Said menabuh genderang
peringatan. Itulah yang ia tegaskan pada awal disertasinya, sebagai andilnya
dalam upaya melindungi Umat Islam dari paham yang sesat dan menyesatkan.
Namun, alangkah mengherankan bila kini Said Aqil menelan kembali
ludah dan keringat yang telah ia keluarkan. Hasil penelitiannya selama
bertahun-tahun, kini ia ingkari sendiri dan dengan lantang Said Aqil berada di
garda terdepan pembela Syiah. Mungkinkah kini Said Aqil telah menjadi korban
ancaman besar yang dulu ia kawatirkan mengancam umat Islam di negeri tercinta
ini?
Oleh karena itu, Said heran dengan pernyataan Menteri Agama yang
menilai Syiah adalah ajaran sesat. Dalam kurikulum Al Firqoh Al Islamiyah ajaran
Khawarij, Jabbariyah, Muktazilah, dan Syiah masih dinilai sebagai Islam. “Ulama
Sunni seperti Ibnu Khazm menilai Syiah itu Islam,” katanya.
Meski Syiah dan Sunni (Ahlussunnah) berbeda, lanjut Said, umat
Islam tidak perlu mempertajam perbedaan. “Dalam Sunni saja banyak perbedaan
yang tajam, misalnya penganut Imam Syafi’i dan Hanafi, itu saja berbeda tajam,
apalagi Syiah,” katanya. Fatwa NU mengenai Syiah, Said menambahkan, pernah dikeluarkan
pada 2006 yang menyebutkan Syiah bukan aliran yang sesat. “NU tidak pernah
keras,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Suryadarma yang juga kader Nahdlatul
Ulama, Said menilai hal itu tidak pantas disampaikan. “Yang dikedepankan
harusnya ukhuwah dan toleransi,” katanya. Said berharap Suryadarma Ali meminta
maaf atas pernyataannya itu. “Saya setuju dengan permintaan maaf itu,” katanya.
Said menilai permintaan maaf Suryadarma Ali bertujuan untuk menguatkan
persatuan bangsa. (IRIBIndonesia/Tempo/PH)
Berikut ini
kami lampirkan disertasi Dr. Said Aqil Siroj:
قال أبو محمد وما نعلم أهل قرية أشد سعيا في إفساد الاسلام وكيده
من الرافضة 4/24
ومن المعروف أن المسلمين في إندونيسيا يواجهون مشاكل ضخمة، سياسيا
واقتصاديا واجتماعيا وعقديا، وأمامهم أعداء متربصون بهم، من حركة التنصير
والعلمانية والباطنية والفرق الضالة – الشيعة والقاديانية والبهائية – ثم الصوفية.
صفحة ط من مقدمة رسالته الماجستير
وأما قولهم في دعوى الروافض تبديل القراءات فإن الروافض ليسوا من
المسلمين إنما هي فرق حدث أولها بعد موت النبي صلى الله عليه و سلم بخمس وعشرين
سنة وكان مبدؤها إجابة من خذله الله تعالى لدعوة من كاد الإسلام وهي طائفة تجري
مجرى اليهود والنصارى في الكذب والكفر وهي طوائف أشدهم غلوا يقولون بالهية علي بن
أبي طالب والآلهية جماعة معه وأقلهم غلوا يقولون أن الشمس ردت على علي بن أبي طالب
مرتين فقوم هذا أقل مراتبهم في الكذب أيستشنع منهم كذب يأتون به وكل من يزجره عن
الكذب ديانة أو نزاهة نفس أمكنه أن يكذب ما شاء وكل دعوى بلا برهان فليس يستدل بها
عاقل سواء كانت له أو عليه ونحن أن شاء الله تعالى نأتي بالبرهان الواضح الفاضح
لكذب الروافض فيما افتعلوه من ذلك 2/65
ولا ننسى أن غلاة الشيعة كانوا يستخدمون السحر والطلمسات ويظهرون
للعوام الزهد والتقشف ولبس الصوف ويدعون الكرامات. 1/47
إن التصوف أمر طارئ محدث غريب دخيل على المجتمع الإسلامي، ظهر في القرن الثاني
الهجري. وأول ما ظهر في مدينة الكوفة، مدينة التقت فيها الأديان الوثنية والثقافات
الأجنبية، كما أنها مركز غلاة الشيعة وكانوا يتظاهرون بالتزهد والتقشف ويمارسون
السحر والشعوذة والكيمياء والسيمياء والتنجيم وغيرها من العلوم المعروفة عند
العجم. 2/603.
Ditulis oleh Dr. Arifin Baderi
Disalin dari artikel Ustadz Dr. Arifin Baderi untuk blog Abu Abdurrohman