Muhammadiyah, PERSIS, Al Irsyad,Saudi Arabia,
Ulama Salaf dan 4 Mazhab bagaimana, kalau haji di Makkah dan Madinah ikutin siapa ?
Agama Al-Haq di acak-acak, Ya Allah Rabb
segerakanlah tindakan terbaik dari-Mu
Said Aqil: “Kalau Anti ( tidak ) Tahlilan Maka
Kita Ragukan Pancasilanya”
Jum'at, 28 Agustus 2015 - 06:15 WIB
Sila Pertama dari Pancasila 'Ketuhanan yang
Maha Esa' itu disebut tahlil 'Laaillaha Illallah'
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama
(Ketum PBNU), Dr Said Aqil Siroj mengatakan bahwa Islam Nusantara dalam
kesimpulannya adalah Islam yang mampu melebur dengan budaya, menghargai tradisi
dan warisan nenek moyang yang beragam serta tidak bertentangan dengan syariat
Islam.
“Seperti minuman keras, hubungan bebas dan
makan babi ( risywah/menggunakan uang untuk menghalalkan segala cara/berkolaborasi
dengan kufar menghadapi muslim termasuk ? red.lamurkha ) ,, itu jelas-jelas
yang dilarang syariat Islam. Selain itu, semua diterima oleh Wali Songo, ”
kata
Said Aqil dalam Halaqah Kebangsaan bertema “Pancasila Rumah Kita: Perbedaan
adalah Rahmat” di Aula Gedung PBNU Lantai 8, Jakarta Pusat, Rabu (26/08/2015).
Sementara itu, kata Said, Islam Nusantara dalam
ranah politik sosial akan mengerucut menjadi nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila hakikatnya adalah inti sari dari
Islam Nusantara,” tegas Said.
Ia mengutip perkataan Wakil Gubernur (Wagub)
Jawa Timur, katanya, Sila Pertama dari Pancasila ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ itu
disebut tahlil ‘Laaillaha Illallah’.
Kedua, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
itu artinya semua jamaah dari tahlilan makan bersama lalu pulang membawa berkat
(bingkisan,red) semua.
Ketiga, Persatuan Indonesia artinya di dalam
tahlilan itu jamaah duduk bersama dan seterusnya.
“Walhasil nilai-nilai Pancasila ini ada di
dalam tahlilan,” tegas Said.
“Pokoknya yang tahlilan mantap sekali
Pancasilanya. Kalau anti tahlilan maka kita ragukan Pancasila-nya,” imbuh Said
yang disambut dengan tepuk tangan peserta.
Lebih lanjut lagi, ia mengatakan, Islam
Nusantara mewarnai kehidupan warga Nahdhatul Ulama (NU) dalam kehidupan
sehari-hari sehingga menurutnya tidak perlu dilakukan pendoktrinan bahwa Islam
itu anti terorisme, radikalisme dan lain sebagainya.
Acara ini juga menghadirkan pembicara di luar
Islam, seperti; Romo Edi Purwanto dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI),
Pendeta Albertus Patty dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Biksu
Dutawira Mhastavira dari Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) sebagai
pembicara.*
Aswaja Katanya Toleran, Kenapa Hanya Karena Tidak Ikut
TAHLILAN Kok Diusir Dari Kampungnya?
Tidak Ikut Ritual Tahlilan Di Anggap Murtad
Di
Desa ini, Ikhwan Salafi
Divonis Murtad dan
Diusir dari Kampung
CIREBON – Nasib malang menimpa Yahya Dahlan (23). Warga desa
Sampiran Blok Pelaosan Kabupaten Cirebon ini dipaksa pergi meninggalkan kampung
halamannya lantarandianggap mengikuti ajaran sesat.
“Kami semua ada 9 orang. Karena tidak
mengikuti tahlilan dan marhabanan,warga menilai kami sesat bahkan sudah
dianggap keluar dari Islam,” kata
Yahya saat ditemui di studio Radio Kita Cirebon, Sabtu (22/8/2015).
Dua hari lalu, saat tengah malam, Yahya di gerebek oleh warga
untuk segera meninggalkan desa tempat kelahirannya.
“Tengah malam saat saya sedang tidur didatangin oleh banyak
orang, mereka minta agar
saya dan kawan-kawan yang tidak biasa ikut tahlilan untuk bertaubat atau keluar
dari kampung,” ujarnya.
Dihadapan ratusan warga, Yahya dan beberapa kawan sepengajiannya
disidang dan diminta untuk
membaca kalimat syahadat.
“Saya dianggap sudah keluar Islam, karena itu warga dan kyai
setempat meminta saya masuk Islam kembali dengan mengucapkan syahadat, kalau
tidak mengucapkan syahadat maka saya diminta pergi meninggalkan kampung,”
terangnya.
Dari 9 orang yang dianggap mengikuti ajaran sesat itu, 2
diantaranya menuruti permintaan warga dengan mengucapkan syahadat.
“Yang 2 teman saya mau mengucapkan syahadat, kalau saya tidak,
karena saya merasa muslim,” jelasnya.
Informasi yang beredar pada masyarakat, Yahya dan kawan-kawannya menjadi pengikut
aliran Assunnah. Padahal Assunnah bukanlah sebuah aliran,
melainkan sebuah Yayasan
Islam yang cukup dikenal dalam bidang dakwah dan pendidikan di Kota Cirebon.
“Saya dibilang pengikut aliran assunnah oleh mereka,” tegasnya.
Lari ke Ponpes
Assunnah
Melihat banyaknya tekanan dan intimidasi, Yahya dan
kawan-kawannya pergi meminta pertolongan ke Ponpes Assunnah tempatnya
menghadiri pengajian.
Sekretaris Yayasan Assunnah, Diding Sobarudin, membenarkan bahwa
2 hari lalu Yahya dan kawan-kawannya datang ke lembaganya untuk mencari
perlindungan.
“Iya, mereka datang kesini. Padahal mereka ini anak
muda dan mereka berperilaku baik, tapi warga mengusirnya karena ada perbedaan
pandangan dalam agama,” ujar Diding.
Pihak Yayasan Assunnah sendiri mencoba untuk memediasi masalah
ini dengan mendatangi Polsek
dan mengundang tokoh setempat.
“Kami sudah coba mediasi di Polsek tapi gak ada yang
datang dari pihak warga dan kyai,”terangnya.
Sampai saat ini pihak kepolisian belum menanggapi dengan serius
sehingga akan melaporkan ke Polres.
“Pihak warga masih ngotot mengusir Yahya dan kawan-kawannya, ini
harus lapor ke Polres,” paparnya.
Diding menyebutkan,Yahya dan beberapa kawan di desa tersebut
dikenal baik dan tidak pernah bermasalah dengan warga setempat.
“Mereka ini para pemuda yang baik, gak pernah ada masalah, hanya mereka tidak
mau menghadiri tahlilan. Kepada masyarakat pun bersikap
baik,”tegasnya.
Seperti diketahui, Assunnah adalah Yayasan Islam berlandaskan
Ahlussunnah Waljama’ah sesuai dengan pemahaman Salafussholeh di kota Cirebon
yang telah berdiri sejak tahun 1994. Saat ini menaungi pendidikan formal
jenjang TK,SD,MTS dan MA dengan jumlah siswa 1300 orang. (bms)
sumber
: https://www.facebook.com/pages/Gema-Islam/584264778289580?fref=photo