wiemasen March
30, 2015
HARI Kamis (09/02/2012),
harian Republika, memuat iklan “terselubung” dari Yayasan Muslim
Indonesia Bersatu (YMIB) berjudul ”MELAWAN
POLITIK ADU DOMBA DENGAN PERSATUAN UMAT”. (Artikel ini juga dikutip
situs Syiah, IRIB). Tulisan setengah halaman ini berisi ajakan taqrib (pendekatan)
Sunni-Syiah. Iklan berisi ajakan membangun persatuan ummat,
khususnya antara Muslim Ahlu Sunnah wal-Jamaah dengan pengikut Syiah ini juga
mengutip pernyataan berbagai ulama Sunni, seolah-olah nampak indah. Agar tak
berpotensi menjadi distorsi, berikut kami tulis tujuh catatan penting.
Pertama. Menyatakan
Sunnah Syiah adalah dua mazhab besar
dalam Islam adalah kebohongan publik, sebab faktanya Syiah bukan mazhab seperti
yang dikenal dalam Islam, tapi firqoh/sekte yang suka menyamar
dengan istilah mazhab Ahlul Bait atau mazhab Jakfari, jumlah mereka
pun tak bisa dikatakan besar sebab Cuma 10% dari total 1,6 miliar Muslim dunia.
Kedua. Syiah Imamiyah 12
suka mengklaim dan menyamar dengan sebutan mazhab Jakfari, ini juga
kebohonganpublic. Sebab faktanya, Imam Jakfar as-shodiq tak pernah
mendirikan mazhab fiqih sebagaimana lazimnya sebab beliau tidak
meninggalkan karya tulis fiqih/ushulfiqh/musnad hadits seperti halnya para imam mazhab
arba’ah(Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad). Istilah mazhab Jakfari lebih
tepat disebut mitos. Lagipula perbedaan Sunni Syiah lebih besar bukan pada
perbedaan/ikhtilaf fiqih/furu’iyah, tapi lebih besar pada perbedaanushul/pokok
seperi akidah imamah, tahrif al-Quran, pengkafiran para sahabat dan ummahat
mukminin dll.
Ketiga. Penilaian sesat
tidaknya suatu aliran/sekte itu jelas patokannya harus ditimbang dengan
dalil-dalil al-Quran dan Sunnah Nabi, jika sesuai berarti benar, dan jika
bertentangan berarti salah (sesat). Penilaian itu bukan hak orang perorang,
tapi sudah jelas kriteria dan mekanismenya.
Keempat. Sebelum ada
gerakan taqrib antar mazhab, seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa
semua sekte Syiah, termasuk Zaidiyah (yang moderat sekalipun), dinilai sesat,
apalagi Imamiyah 12 sejak era tabi’in sudah dibilang sesat sampai sekarang. Di
era modern, ulama Sunni yang awalnya mendukung upaya taqrib sepertiHasan
Albanna, dan Syeih Al Azhar Mahmud Syaltut itu berangkat dari husnuzhon dan
terprovokasi oleh isu persatuan Islam melawan musuh bersama, apalagi ulama
Mesir tidak bersinggungan langsung dengan komunitas Syiah, karena memang sudah
lama punah sejak masa Shalahudin al Ayyubi berkuasa dan merubah orientasi Al
Azhar yang tadinya pusat penyebaran Syiah Ismailiyah Rofidhoh menjadi
Sunni 100%.
Namun berbeda dengan
ulama-ulama dan tokoh Al Ikhwan al Muslimun yang tinggal di Suriah
dan Libanon sepertiMusthofa As-Siba’i, Said Hawa dll yang mengetahui
persis sepak terjang kesesatan Syiah Imamiyah sama seperti yang tertera dalam
kitab-kitab Milal Wa Nihal, contoh Musthofa Siba’i kecewa dan marah
besar dengan Syarafudin Abdul Husen Musawi yang mengajak ukhuwah dan
persatuan Sunni-Syiah ternyata setelah itu, dia menulis buku yang menghantam
dan mencaci maki Abu Hurairoh RA sebagai perawi hadist terbanyak. Akhirnya
beliau menolak seruan taqrib karena ibarat orang mengajak salaman
berbaikan, tapi kakinya malah menendang dan mulutnya meludahi kita (Sunni)
dengan menebar kebencian kepada para sahabat Nabi. (Pengalaman beliau ini
ditulis dalam kitab Assunnah Wa Makanatuha Fi Tasyri’ Islami)
Kelima. Terkait fatwa
Syeikh Mahmud Syaltut, ini juga distorsi Syiah. Sebagai fatwa, hal itu tidak
pernah dimuat secara resmi dalam kitab-kitab fatwa Mahmud Syaltut yang dihimpun
oleh Syeih Qaradhawi atas perintah dan supervisi Syeikh Syaltut, tapi sebatas
pernyataan saat diwawancarai soal mazhab Jakfari, di mana beliau
nyatakan boleh beribadah dengan mazhab fiqih Jakfari –bukan akidah
imamiyahnya—yang kemudian ditranskip dan diedarkan luas oleh majalah Risalah
Islam yang menjadi corong organisasi taqrib yang awalnya berbasis di
Kairo.
Ahlusunnah sudah punya
pengalaman pahit dan berulang-ulang dengan gaya distorsi Syiah semacam ini.
Jauh sebelumnya, mereka telah memalsukan kitab Al-Imamah wa Al-Siyasah yang
dinisbatkan kepada Ibnu Qutaybah (tokoh Ahlusunnah) padahal itu sebuah dusta.
Sebab yang menulisnya adalah ulama Syiah yang namanya mirip Ibnu Qutaybah.
Skandal ini sudah lama diungkap oleh para pakar sejarah.
Demikian pula kitab Al-Muraja’at yang
isinya surat menyurat palsu yang dikarang oleh Abdul Husen Syarafudin Musawi
yang kemudian dinisbatkan kepada Syeikh Al-Azhar, Salim al-Bisyri. Skandal ini
juga sudah diungkap oleh para ulama al-Azhar dan para pembantu terdekat Syeikh
Salim. Apalagi hanya sekedar hasil wawancara yang diasosiasikan sebagai fatwa,
ini tentu jadi pertanyaan besar, sebab dalam fatwa Syaltut yang resmi
tentang nikahmut’ah, beliau tegas mengharamkan seperti dalil-dalil Ahlusunnah
dan menegaskan bahwa jika ada agama yang menghalalkan nikah semacam itu maka
mustahil itu bersumber dari Allah Tuhan semesta alam.
Jadi sungguh tidak logis dan
mustahil beliau berfatwa membolehkan mengambil mazhab Jakfari-Syiah Imamiyah
yang artinya sama saja menghalalkan kawin mut’ah yang beliau haramkan.
Keenam. Isu persatuan
umat yang diopinikan Syiah amat lucu dan aneh. Bagaimana Sunni bisa menerima
ajakan persatuan itu sementara fakta buku-buku Syiah yang beredar bicara lain,
banyak berisi hujatan dan fitnah kepada para sahabat dan istri-istri Nabi
Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam. Sebut saja buku “Dialog Sunnah-Syiah”, “40
Masalah Syiah”, “Saqifah dan Kecuali Ali”.
Syiah sering pula
mengopinikan adu-domba yang didalangi Zionis dan Amerika. Perlu dicatat, bahwa
penilaian terhadap kesesatan Syiah dengan segala sektenya, telah ada jauh lebih
dulu sebelum lahirnya Zionisme dan negara Amerika. Jadi, umat tidak bisa ditipu
dengan jargon-jargon semacam itu.
Kejadian di
Sampang adalah bukti otentik bahwa hal itu murni karena
profokasi da’i-da’i Syiah yang menuduh al-Qur’an palsu dan mencaci maki
sahabat dan istri Nabi, sehingga menimbulkan kemarahan warga Sampang yang
dikenal taat beragama dan penganut Sunni-NU.
Ketujuh. Di sisi lain,
pihak Syiah juga selalu menggiring opini bahwa politik adu domba antara
Sunni-Syiah adalah selalu Wahabi di belakangnya. Opini seperti itu terlalu
kerdil dan terlampau menyederhankan persoalan. Sebab penentang Syiah bukanlah
cuma Wahabi, tapi seluruh ulama 4 mazhab, ulama Asy’ariyah dalam teologi, ulama
Sufiyah seperti; Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab “Al-Ghunyah” yang
mengkritik habis sekte Syiah, mulai dari ujung Barat seperti Ibnu Hazm
(Andalusi) sampai paling Timur, Abulhasan Annadawi (India). Juga telah
mengkritik Syiah tak kalah kerasnya di Indonesia dan yang paling keras
menyesatkan Syiah adalah pendiri Nahdatul Ulama (NU), Hadratus Syekh Hasyim
Asyari dalam berbagai kitab yang beliau tulis (Muqadimah Qanun Asasi, Risalah
Ahlisunnah wal Jamaah, Risalah fi Ta’akkud al-Akhdz bil Mazahib al-Arba’ah dlll)
bahkan juga dari pemuka Habaib Ahlul Bait di Indonesia seperti
Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (1906-1969, lahir di Surabaya dan
dimakamkan di Komplek Al-Hawi Jakarta) menulis kitab “Ar-Ra’at Al-Ghamidhoh fi
Naqdh Kalam Ar-Rofidhoh”.Habib Salim bahkan mengkafirkan Syiah Rofidhoh karena
telah dianggap mencaci para khulafa’ rasyidin di dalam kitab tsb (h.7-8 dan
11), padahal jelas Habib Salim bukan pengikut Wahabi tapi Sunni-Syafi’i seperti
layaknya ulama-ualam hadramaut.
Meski kita Ahlussunah berbeda
dengan Syiah dalam banyak hal, tapi bisa bekerjasama dalam hal-hal keduniaan,
dengan catatan tidak memanfaatkan kerjasama dan hubungan itu dengan upaya tasyi’ (melakukan
Syiahisasi) terhadap penganut Sunni di Indonesia. Yang juga lebih penting,
sudah tak ada lagi buku-buku bernuansa caci-maki dan fitnah terhadap sahabat
dan Ahlul Bayt (istri Nabi).
Jika hal ini terus dilakukan,
bukan tidak mungkin, di lapangan akan melahirkan resistensi mayoritas Sunni di
kemudian hari. Ini penting untuk dicatat, sebab jika tidak, maka benarlah
ucapan Al-Fadhl bin ‘Abbas r.a.
Jangan kalian harap kami akan
muliakan kalian sementara kalian menghina kami, Juga jangan berharap kami
menahan diri dari kalian sementara kalian terus menyakiti kami. Allah lah yang
Maha Tahu bahwa kami tidak mencintai dan tidak mencela kalian, jika kalian
tidak mencintai kami….!
Semoga Allah menunjuki kita
ke jalan yang lurus dan benar, amiin.
Sumber: Hidayatullah
Penulis adalah Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda
Indonesia (MIUMI)
ROL Republika Disebut Media ‘Berbau’ Syiah