Permisalan tentang para
penyeru persatuan kaum muslimin secara umum tanpa memperhatikan kelurusan
akidah dan manhaj mereka.
Berkata asy-Syaikh al-Allamah
Muhammad Aman al-Jaami rahimahullah: “Permisalan mereka seperti seorang
yang masuk ke dalam suatu pasar yang penuh berjubel manusia padanya,
lelaki maupun wanita, dengan tujuan mengajak mereka untuk shalat. Diapun
mulai menyeru: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah membangun
untuk kalian satu masjid yang sangat luas, cukup untuk menampung
kalian semua. Maka marilah bersama-sama kita melaksanakan shalat padanya,
jangan sampai ada yang tertinggal. Silahkan kalian datang dalam kondisi
kalian masing-masing. Bagi yang masih punya wudhu’ silahkan
dengan wudhu’nya, bagi yang berhadats silahkan datang dengan
hadatsnya, bagi yang junub silahkan dengan janabahnya, bahkan wanita haidh
dan nifas pun silahkan datang ke masjid, karena kami tidak akan menolak
seorangpun. Seruan kami ini berlaku bagi kalian semua secara umum. Dan seluruh
kita adalah saudara, sesama muslim. Tidak perlu sikap kaku, (harus begini harus
begitu sebelum shalat). Sikap kaku seperti itu hanya akan memecah belah barisan
shaf kaum muslimin!
Disaat dia berteriak-teriak
dengan igauannya yang tidak karuan tersebut tiba-tiba dia dikejutkan oleh
keberadaan seorang penyeru (lainnya) sekaligus seorang pemberi nasehat dari
kalangan orang-orang yang diberi pemahaman dalam agama.
Sang Pemberi nasehat ini
berkata kepada orang-orang (yang berada di pasar tersebut) : “Saudara-saudaraku
kaum muslimin, telah tiba waktu shalat. Bangkitlah kalian. Ambillah air wudhu’,
kemudian shalatlah dengan shalat yang kalian diseru padanya”.
Sang Penyeru pertama
mendengarkan (seruan sang Penasehat ini) dengan tercengang. Dia pun mulai
memikirkan cara bagaimana menghadapi sang Penyeru (kedua) ini. Dia merenung
sambil memikirkan. Kemudian dia berteriak dengan kesetanan, sembari
mengucapkan: “Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, janganlah kalian dengarkan
ucapan orang ini. Buatlah kegaduhan agar kalian mengalahkan suaranya, suara
orang yang ekstrim ini, serta membungkamnya! “..dan seterusnya dari
teriakan keputusasaannya.
Wahai para pembaca sekalian,
saya sumpah kalian atas nama Allah, siapakah diantara dua penyeru di pasar
tersebut yang berada dalam kebenaran?
Salah satu dari penyeru
tersebut mengajak manusia agar menjalankan shalat dengan berwudhu’ dan
dengan bersuci secara sempurna, menjelaskan kepada manusia bahwa bersuci
(baik dari hadats besar maupun kecil) merupakan syarat sahnya shalat. Dan
sungguh, dia telah memberikan nasehat.
Adapun penyeru
yang lain, dia berusaha memberikan gambaran kepada manusia bahwa
yang paling pokok adalah bagaimana bisa mengumpulkan manusia dalam satu
wadah yang luas dibawah satu predikat yaitu sama-sama sebagai kaum
muslimin, menjalankan shalat sesuai kondisi masing-masing, sembari
berargumentasi: “Kita dilarang dari memberat-beratkan diri. Agama ini mudah.
Allah tidak menjadikan bagi kita dalam agama kita ini kesulitan. Mudahkanlah,
jangan dipersulit. Berikan kabar-kabar gembira, jangan bikin lari “..dan
seterusnya
Aku serahkan jawabannya
kepada para pembaca”.
Selesai ucapan beliau.
Dinukil dari kutaib: “al-Hukmu ‘alasy Syai’ Far’un ‘an Tashawwurihi”. Hal
72-73, cetakan Darul Minhaj
Mengambil pelajaran dari
permisalan yang beliau sampaikan.
Membuat permisalan dalam
rangka mendekatkan pemahaman merupakan metode pengajaran yang sangat baik. Hal
ini dicontohkan oleh Allah didalam al-Quran dan juga Rasulullah didalam
sunnah beliau.
Setiap pembaca dari
permisalan yang dibuat oleh asy-Syaikh al-Jaami tersebut pasti sepakat
bahwa penyeru kedua-lah yang berada dalam kebenaran.
Beliau menyontohkan dalam
permisalan ini sisi ibadah, yakni shalat. Hal ini berlaku pula pada sisi ibadah
yang lain, seperti puasa, zakat, haji dan yang lainnya. Karena pada
prinsipnya pesan yang hendak beliau sampaikan bukan pada sisi jenis ibadahnya,
akan tetapi penggambaran dari suatu permasalahan. Dengan penggambaran
tersebut setiap orang akan mudah memahami perkara lain yang serupa,
dimana tanpa adanya penggambaran ini akan sulit untuk memahaminya (baca:
menentukan mana yang benar mana yang salah)
Perkara-perkara lain
yang serupa, contohnya:
Ada seorang penyeru mengatakan: “Wahai seluruh kaum muslimin.., marilah kita
bersatu.., jangan bercerai berai. Bukankah Tuhan kita satu.., kitab kita
satu.., nabi kita satu.., dan agama kita satu. Marilah bergabung bersama
kami.., sunninya, syiahnya, shufinya, jihadinya, mu’tazilahnya, qadariyahnya,
jabriyahnya…dan seterusnya”.
Penyeru lain mengatakan:
“Wahai kaum muslimin, marilah kita bersatu dalam agama Allah ini, jangan kita
berpecah belah. Persatuan diatas islam yang lurus”.
Kemudian sang penyeru kedua
ini menjelaskan kepada umat, seperti apa islam yang lurus tersebut.
Wajibnya berpegang dengan alQuran dan Sunnah dengan pemahaman Salaful
Ummah. Memperingatkan dari berbagai penyimpangan agama. Memberitakan bahwa kaum
muslimin akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan
yang selamat. Dan mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah…dan
seterusnya. Menjelaskan prinsip-prinsip ahlus sunnah dengan metode al-ardh wa
ar-radd, dimulai dengan yang terpenting dan yang terpenting
berikutnya. Menjelaskan tauhid serta para pelakunya (al-‘ardh) dan bahaya
syirik serta para pelakunya (ar-radd). Menjelaskan Sunnah dan para pelakunya
(al-‘ardh) dan bahaya bid’ah dan para pelakunya (ar-radd). Menjelaskan ketaatan
dan para pelakunya (al-‘ardh) dan bahaya kemaksiyatan dan para pelakunya
(ar-radd).
Sang penyeru pertama
mendengarkannya dengan penuh kerisauan. Orang ini akan membawa kepada perpecahan.
Diapun merenung sambil memikirkan, langkah apa yang mesti dilakukan
untuk menghalangi manusia dari ajakan penyeru kedua. Sontak dia berkata
dengan lantangnya: “Wahai kaum muslimin, jangan kalian dengarkan
ucapannya. Buatlah kegaduhan agar kalian mengalahkan suaranya, suara orang
yang ekstrim ini. Dia tidak menghendaki kepada kalian kecuali
perpecahan”…dan seterusnya.
Masuk dalam kelompok penyeru
pertama adalah:
~ Orang yang meneriakkan: “Marilah kita saling tolong menolong pada apa
yang kita sepakati dan saling memberi udzur pada apa yang kita
berselisih”. Masuk didalamnya perselisihan masalah akidah dan manhaj.
~ Orang yang berkata: “Semuanya baik.. walaupun shufi .. itu masih
shufi kita, syi’ah..itu masih syi’ah kita, khawarij.. itu masih khawarij
kita..” dan seterusnya. Semuanya dirangkul dalam satu wadah.. tong sampah.
~ Orang yang berbicara: “Dalam perkara tandhim (organisasi) kita bisa
belajar kepada ikhwanul muslimin. Dalam perkara hikmah dakwah kita bisa belajar
kepada jamaah tabligh. Dalam akidah kita bisa belajar kepada salafy..”.
~ Orang yang berucap: “Ya.., kalo mau menyebutkan kesalahan
seseorang, supaya adil.., harus juga menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Siapa
orang yang tidak punya salah..”. Masuk didalamnya kebaikan ahlul bid’ah.
Itulah manhaj muwazanah, entah diistilahkan dengan harus adil, inshof atau
yang semisalnya.
~ Orang yang berkata: “Ayo.., ngaji kesini saja.., disini tidak ada
tahdzir-tahdziran.. adem..ayem..tentrem..mak nyes. Kalo disana.., panas..
gerah.. orang-orangnya ekstrim. Sedikit-sedikit tahdzir..”. Meskipun
yang ditahdzir adalah ikhwanul muslimin, hizbut tahrir, sururiyyun,
haddadiyyun, hajuriyyun dan segala macam hizbiyyun.
~ Orang yang mengatakan: “Dakwah kita adalah dakwah silmiyyah ..
damai.. kita diatas nikmah wahai saudaraku.. jangan ada perang, pedang,
senjata. Orang yang menyeru kepada jihad dengan senjata, tidaklah
menghendaki kepada kita kecuali kehancuran”. Meskipun yang menyeru itu
adalah para ulama kibar dan yang diperangi adalah orang-orang kafir
yang memerangi kaum muslimin di negri mereka.
Jiwa itu ibarat tentara
tentara yang dikerahkan. Maka siapa yang saling mengenal akan akur, dan
siapa yang tidak saling kenal akan liar. Maka jangan heran apabila
sebentar lagi antum lihat mereka berjejer rapi dalam satu barisan, karena
sesungguhnya burung itu akan senantiasa hinggap pada yang sejenisnya.
Maka dari itu.., wahai
saudaraku.., jangan engkau merasa ragu.. tetapilah selalu.. bimbingan ulama
kibar-mu.
Camkanlah selalu ucapan
Fudhail bin Iyadh:
عليك بطرق الهدى ولا يضرك قلة السالكين وإياك والطرق الضلالة ولا تغتر بكثرة الهالكين
“Wajib atasmu
untuk selalu berpegang dengan jalan-jalan hidayah, tidak akan
memadharatimu sedikitnya orang yang menempuh. Dan hati-hatilah kamu dari
jalan-jalan kesesatan, jangan engkau terpedaya dengan banyaknya orang
yang binasa”.
Juga ucapan al-Auza’i:
عليك بآثار من سلف وان رفضك الناس وإياك وآراء الرجال وان زخرفوه لك بالقول
“Wajib atasmu
untuk berpegang dengan atsar salaf walaupun manusia menolakmu. Dan
hati-hatilah kamu dari pendapat-pendapat orang, meskipun mereka
menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah”.
Wallahu a’lam
**Faidah dari al Ustadz
Syafi’i Al-Idrus hafizhahullah
Apakah Persatuan Dalam Islam Itu Adalah Menyatukan
Semua Kelompok Dengan Akidah Warna-Warni?.. Bukan,. Itu Persatuan
Ala Yahudi..
PERSATUAN YANG DIPERTUHANKAN
Adalah kenyataan pahit yang tidak bisa
dipungkiri jika umat islam pada
zaman ini telah berpecah belah dan terkotak-kotak,setiap
kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.
Padahal Allah ‘Azza wa Jalla dan Rosul-Nya
memerintahkan kita untuk membuang perpecahan, dan bersatu padu diatas tali-Nya
ﻭَﺍﻋْﺘَﺼِﻤُﻮْﺍ ﺑِﺤَﺒﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻤِﻴْﻌًﺎ ﻭَﻻَ ﺗَﻔَﺮَّﻗُﻮْﺍ
“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai “. (QS
Ali Imran : 103).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
” Allah memerintahkan untuk bersatu dan
melarang berpecah belah. Banyak hadits yang melarang berpecah belah dan
menyuruh bersatu sebagaimana dalam sahih Muslim, Nabi Sallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :” Sesungguhnya Allah rela untuk kalian tiga perkara
…..(diantaranya disebutkan) : dan agar kalian berpegang dengan tali Allah dan
tidak berpecah belah “. (Tafsir Ibnu Katsir 1/397).
Allah Ta’ala juga menyebutkan bahwa
perpecahan adalah sifat orang yang tidak mendapat rahmatNya. Firman Allah
ta’ala :
ﻭَﻻَ ﻳَﺰَﺍﻟُﻮﻥَ ﻣُﺨْﺘَﻠِﻔِﻴْﻦَ ﺇِﻻَّ ﻣَﻦْ ﺭَﺣِﻢَ ﺭَﺑُّﻚَ
“ Dan mereka senantiasa berselisih kecuali
orang yang Allah rahmati…”. (Hud : 118-119).
Abu Muhammad bin Hazm berkata :
” Allah mengecualikan orang yang dirahmati
dari himpunan orang-orang yang berselisih “. (Al Ihkam 5/66).
Imam
Malik berkata :
”
orang-orang yang dirahmati tidak akan berpecah belah “. (idem).
Syeikhul islam Ibnu Taimiyah berkata :
” Allah mengabarkan bahwa orang yang
diberikan rahmat tidak akan berpecah belah, mereka adalah pengikut para nabi
baik perkataan maupun perbuatan, mereka adalah ahli Al Qur’an dan hadits dari
umat ini, barang siapa yang menyalahi mereka akan hilang rahmat tersebut
darinya sesuai dengan kadar penyimpangannya “. (Majmu’ fatawa 4/25).
Firman Allah Ta’ala :
ﻭَﻻَ ﺗَﻜُﻮْﻧُﻮْﺍ ﻛَﺎﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺗَﻔَﺮَّﻗُﻮْﺍ ﻭَﺍﺧْﺘَﻠَﻔُﻮْﺍ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ ﻣَﺎ ﺟَﺎﺀَﻫُﻢُ ﺍﻟْﺒَﻴِّﻨَﺎﺕُ ﻭَﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﻋَﻈِﻴْﻢٌ
“ Janganlah kamu seperti orang-orang yang
berpecah belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan. Dan bagi
mereka adzab yang pedih “. (Ali Imran : 105).
Al Muzany rahimahullah berkata :
” Allah
mencela perpecahan, dan
memerintahkan untuk kembali kepada al qur’an dan sunnah, kalaulah perpecahan
itu termasuk dari agamaNya tentu Dia tak akan mencelanya, kalaulah perselisihan
itu termasuk dari hukumNya, tentu Allah tidak menyuruh untuk kembali kepada Al
Qur’an dan sunnah “. (Jami’ bayanil ‘ilmi wa fadllihi 2/910).
Dalil – dalil tersebut diatas sudah cukup
menunjukkan bahwa islam mencela dan membenci
perpecahan serta menganjurkan persatuan.
Hadits tentang perpecahan umat.
Mungkin diantara kita ada yang
bertanya-tanya :” Bukankah Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa umat
islam ini akan berpecah belah ?”
Jawabannya adalah ; tidak ada bedanya
antara perpecahan dengan maksiat, maksudnya bahwaAllah menghendaki adanya
maksiat tapi bukan untuk dilaksanakan tapi untuk dijauhi,Nabi
juga mengabarkan bahwa nanti akan datang suatu zaman dimana arak akan dinamai
dengan bukan nama sebenarnya, hal tersebut tidak menunjukkan bolehnya perbuatan
tersebut, demikian pula perpecahan. Nabi
mengabarkan bahwa umat ini akan berpecah belah, akan tetapi hal tersebut tidak
menunjukkan boleh dilakukan.
Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah berkata
:
” Allah Ta’ala telah menyatakan bahwa
perpecahan bukan dari sisiNya, maknanya bahwa Allah tidak meridloinya, tapi
Allah menghendaki keberadaanya hanya sebatas iradah kauniyyah saja, sama
seperti Allah menghendaki adanya kekufuran dan seluruh maksiat “. (Al Ihkam
5/64).
Makna
persatuan.
Sebagian kaum muslimin memandang
persatuan sebagai sesuatu yang harus dikedepankan dari mengingkari bid’ah yang
mereka anggap parsial, sehingga akibatnya bid’ah
didiamkan dan semakin merajalela, sedangkan sunnah menjadi semakin redup,maka
perlu kiranya kita sedikit mengupas seputar persatuan.
Persatuan
dalam pandangan islam tidaklah
sama dengan persatuan ala demokrasi yang
lebih mementingkan persatuan badan dan tidak memperhatikan keyakinan, demokrasi
memandang bahwa jumlah mayoritaslah yang harus dijadikan pegangan, walaupun ternyata
pendapat mayoritas tersebut berseberangan dengan al qur’an dan sunnah, pemahaman
inilah yang banyak menghinggapi pemikiran kaum muslimin, sehingga
orang yang tidak mau mengikuti mayoritas dianggap telah memecah belah umat.
Untuk memahami makna persatuan, perlu kita
melihat beberapa pertanyaan berikut :
Diatas
apa kita bersatu ?
Untuk
tujuan apa kita bersatu ?
Dan apa tolak ukur persatuan ?
Untuk menjawab pertanyaan pertama, cobalah
kita renungkan ayat berikut ini :
ﻭَ ﺃَﻥَّ ﻫَﺬَﺍ ﺻِﺮَﺍﻃِﻲْ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻴْﻤًﺎ ﻓَﺎﺗَّﺒِﻌُﻮْﻩُ ﻭَﻻَ ﺗَﺘَّﺒِﻌُﻮْﺍ ﺍﻟﺴُّﺒُﻞَ ﻓَﺘَﻔَﺮَّﻕَ ﺑِﻜُﻢْ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴْﻠِﻪِ
“ Dan
inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah dan jangan kamu ikuti
jalan-jalan lainnya,niscaya (jalan-jalan lain tersebut)
memecah belah kalian dari jalannya…”. (Al An’am : 153).
Dalam sebuah hadits sahih Rosulullah
Sallallahu ‘alaihi wasallam membuat garis lurus dan bersabda :
” ini adalah jalan yang lurus “.
Kemudian beliau membuat
garis-garis disamping
kiri dan kanannya dan bersabda :
” ini adalah jalan-jalan lainnya, disetiap jalan
itu ada setan yang menyeru kepadanya “.
Kemudian beliau membaca ayat tadi diatas.
(Muttafaq ‘alaihi dari hadits Ibnu Mas’ud).
Imam Mujahid seorang ahli tafsir di zaman
Tabi’in menerangkan bahwa yang dimaksud dengan jalan-jalan lainnya adalah
bid’ah dan Syubhat (tafsir Ibnu Katsir).
Ayat ini sangat jelas menyatakan bahwa persatuan haruslah diatas
satu jalan, yaitu
jalan yang lurus. Dan jalan yang lurus itu
adalah jalan Rosulullah dan para sahabatnya,sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadits hasan ketika Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam
mengabarkan bahwa umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan, satu masuk
surga dan yang lainnya masuk neraka, beliau menjelaskan tentang satu golongan
yang selamat tersebut yaitu :” apa-apa yang dipegang olehku dan para
sahabatku pada hari ini “.
Jadi persatuan dalam islam maknanya bersatu diatas jalan
Rosulullah dan para sahabatnya dan perpecahan maknanya
berpecah dari jalan tersebut. Maka
siapa saja yang berjalan diatas jalan yang lurus yaitu jalannya Rosulullah dan
para sahabatnya maka ia telah bersatu padu walaupun jumlahnya sedikit, dan
siapa saja yang menyimpang dari jalan tersebut dan mengikuti jalan-jalan
lainnya maka ia telah berpecah belah walaupun jumlahnya banyak.
Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata :
” Al
Jama’ah adalah
al haq (kebenaran) walaupun engkau satu orang “.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman :
ﻭَﺍﻋْﺘَﺼِﻤُﻮْﺍ ﺑِﺤَﺒﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺟَﻤِﻴْﻌًﺎ ﻭَﻻَ ﺗَﻔَﺮَّﻗُﻮْﺍ
“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai “. (QS Ali Imran : 103).
Dalam ayat ini, Allah menyuruh kita untuk
bersatu memegang talinya sedangkan Tali Allah adalah agamaNya, dan agama Allah
adalah yang Allah turunkan kepada RosulNya di dalam Al Qur’an dan Sunnah,
kemudian Allah melarang kita bercerai
berai, hal ini menunjukkan bahwa orang yang tidak
mau mengikuti agamaNya sesuai dengan yang diturunkan kepada rosulNya berarti ia
telah bercerai berai.
Tujuan
persatuan dan tolok ukurnya
Setelah kita menjawab pertanyaan pertama,
maka mudah untuk menjawab pertanyaan selanjutnya, yaitu untuk tujuan apa kita bersatu
dan apa tolak ukurnya ?
Jawabannya yaitu untuk meninggikan agama Allah
dengan cara berpegang kepadanya,bukan meninggikan
madzhab anu, partai anu, kiyai atau ustadz fulan karena
hal itu hanya akan mencerai beraikan kaum muslimin dan menjadi terkotak-kotak,
dan inilah yang dimaksud ayat :
ﻭَﻻَ ﺗَﻜُﻮْﻧُﻮْﺍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦَ ﻣِﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻓَﺮَّﻗُﻮْﺍ ﺩِﻳْﻨَﻬُﻢْ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﺷِﻴَﻌًﺎ ﻛُﻞُّ ﺣِﺰْﺏٍ ﺑِﻤَﺎ ﻟَﺪَﻳْﻬِﻢْ ﻓَﺮِﺣُﻮْﻥَ
“ Dan janganlah kalian seperti orang-orang
musyrikin. (yaitu) orang-orang yang memecah belah agama mereka sedangkan mereka
berkelompok-kelompok setiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada
mereka “. (Ar-Rum : 31-32).
Di dalam At Tafsiirul muyassar (hal 407)
diterangkan makna ayat tersebut :” (maksudnya)janganlah kalian
seperti kaum musyrikin, ahli bid’ah dan pengekor hawa nafsu yang merubah-rubah
agama, mereka mengambil sebagian agama dan
meninggalkan sebagian lainnya karena mengikuti hawa nafsu, sehingga merekapun
berkelompok-kelompok (hizbiy) karena mengikuti dan membela tokoh dan pendapat
kelompok mereka, sebagian mereka membantu sebagian lainnya didalam kebatilan…”.
Dari sinipun kita dapat mengetahui bahwa tolak ukur persatuan adalah
al qur’an, sunnah dan pemahaman sahabat bukan pendapat mayoritas, sebagaimana
firman Allah Ta’ala :
ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲْ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺮُﺩُّﻭْﻩُ ﺇِﻟﻰَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝِ
“ Jika kalian berselisih dalam suatu
perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan RosulNya…(An Nisa : 59).
Kalaulah pendapat terbanyak itu merupakan
tolak ukur dalam perselisihan tentu Allah tidak akan menyuruh untuk kembali
kepada al qur’an dan sunnah.
Adapun hadits yang sering didengungkan
oleh sebagian orang
ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟﺴَّﻮَﺍﺩِ ﺍﻷَﻋْﻈَﻢِ “ Hendaklah kamu berpegang kepada assawadul a’dzom “.
Ia adalah hadits yang lemah menurut para
ahli hadits, semua jalannya tidak lepas dari kelemahan, kalaupun dikatakan
shohih maka yang dimaksud assawadul a’dzom dalam hadits tersebut adalah al haq
dan pelakunya sebagaimana yang dikatakan oleh imam Al Barbahari dalam kitab
syarhussunnah yaitu para shohabat,tabi’in dan tabi’uttabi’in karena kebenaran
pada zaman itu mayoritas jumlahnya.
Banyaknya pengikut bukan bukti kebenaran
Seringkali kita tertipu dengan jumlah
banyak, sehingga banyak manusia menganggap bahwa banyaknya pengikut merupakan
bukti kebenaran, padahal opini tersebut telah dibantah oleh Al Qur’an dalam
ayat-ayat yang banyak, diantaranya firman Allah Ta’ala :
ﻭَ ِﺇْﻥ ﺗُﻄِﻊْ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﻳُﻀِﻠُّﻮْﻙَ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ
“ Dan jika kamu menuruti
kebanyakan orang di
muka bumi Ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan Allah “. (Al An’am : 116).
Ayat ini begitu jelas menyatakan bahwa
banyaknya jumlah bukan standar dalam menilai sebuah kebenaran. Lebih jelas lagi
disebutkan dalam sebuah hadits yang sahih Rasulullah saw Bersabda :
” diperlihatkan kepadaku umat-umat pada
hari kiamat, maka aku melihat ada nabi yang diikuti suatu kaum, ada nabi yang
diikuti seorang atau dua orang dan ada nabi yang tidak mempunyai pengikut sama
sekali…(HR Bukhary dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas).
Dalam hadits tersebut diceritakan adanya
nabi yang pengikutnya seorang atau dua orang saja bahkan ada nabi yang tidak
punya pengikut sama sekali, tentu tidak boleh seorang muslimpun mengatakan
bahwa nabi tersebut salah karena pengikutnya sedikit !!
Oleh karena itu Syeikh Muhammad At Tamimiy
menyatakan bahwa menilai kebenaran dengan jumlah terbanyak adalah salah satu
perkara jahiliyyah (masail jahiliyyah no 5).
Persatuan ala yahudi.
Dalam surat Al Hasyr : 14 disebutkan :
ﺗَﺤْﺴَﺒُﻬُﻢْ ﺟَﻤِﻴْﻌًﺎ ﻭَﻗُﻠُﻮْﺑُﻬُﻢْ ﺷَﺘَّﻰ
“ Kamu kira mereka (yahudi) itu bersatu
padu padahal hati mereka
bercerai berai “.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang
yahudi badannya bersatu padu tapi hatinya bercerai berai. Maka persatuan yang
hanya mengutamakan kesatuan badan dan tidak peduli terhadap kesatuan aqidah
adalah menyerupai persatuan yahudi, karena aqidah tempatnya adalah hati.
Maka persatuan tidak boleh dijadikan
alasan untuk tidak menerangkan aqidah yang benar dari aqidah yang batil. Bahkan
persatuan tersebut sama saja menghancurkan sebuah pondasi islam yang sangat
penting yaitu amar ma’ruf nahi mungkar.
Menjelaskan kesalahan adalah wajib.
Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa
apabila kita menjelaskan kesalahan suatu
kelompok atau seseorang sama saja memecah belah umat. Padahal kemashlahatan
menyelamatkan umat dari bahaya pemikiran sesat lebih besar, karena
jika kebatilan itu dibiarkan maka akan semakin samarlah kebenaran kepada
manusia.
Ibnu Taimiyah berkata :
” para nabi terlindung dari diam untuk
mengingkari kesalahan, berbeda dengan ulama. Oleh karena itu selayaknya bahkan
wajib hukumnya menerangkan kebenaran yang wajib diikuti, walaupun konskwensinya
harus menerangkan kesalahan ulama “. (Majmu’ fatawa 19/123).
Maka jika anda mendengar seseorang menjelaskan
tentang kesesatan suatu jama’ah atau individu, tentunya dengan
bukti-bukti akurat dan ilmiyyah, janganlah
menggapnya sebagai pemecah belah umat, karena telah kita ketahui tadi bahwa justru kesesatanlah yang memecah
belah umat dari jalan yang lurus.
Perselisihan yang terjadi akibat bantahan
lebih ringan dari pada tersebarnya bid’ah dan kesalahan.
Imam Asy Syathiby ketika membantah
sebagian ahli bid’ah berkata :
” orang-orang seperti mereka haruslah
disebut dan diingkari, karena kerusakan (bid’ah) mereka terhadap kaum muslimin
lebih besar dari kerusakan menyebut (nama) mereka…”. (Al I’tisham 2/229).
Kaidah fiqih pun menguatkan hal itu yaitu
:” apabila bertemu dua kerusakan maka diambil yang paling ringan dari keduanya
“.
Maksudnya perselisihan yang terjadi akibat
bantahan lebih ringan kerusakannya dari tersebarnya kesesatan orang tersebut.
tapi kita harus tetap berpegang kepada adab islami
dalam menjelaskan kesalahan orang seperti menjauhi kata-kata kasar dan sikap
arogan.
Peringatan …!!!
Ada sebagian orang yang mempunyai pemahaman yang
harus diluruskan, yaitu
ketika kita menyebutkan kesesatan seseorang atau sebuah kelompok berarti kita telah
memastikannya sebagai ahli neraka. Ini
adalah dugaan yang sangat jauh dari ilmu, karena
diantarakeyakinan
ahlussunnah bahwa tidak boleh kita memastikan seorangpun dari ahli kiblat
sebagai penduduk api neraka kecuali dengan dalil dari al qur’an dan hadits.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam
majmu’ fatawa (4/484) :
” Nash-nash ancaman bersifat umum, maka tidak boleh kita
memastikan seseorang sebagai penduduk api neraka, karena
boleh jadi ada penghalang yang kuat seperti taubat, atau kebaikan yang dapat
menghapus kesalahan, atau mushibah yang menimpanya, atau syafa’at yang diterima
untuknya atau yang lainnya “.
Harus engkau bedakan antara memvonis orang sesat dengan vonis sebagai
ahli neraka,karena yang pertama adalah vonis di dunia
yang bersandarkan pada sesuatu yang tampak, sedangkan yang kedua adalah vonis
di akhirat yang merupakan hak tunggal bagi Allah saja.
Permisalan yang indah
Dalam sebuah hadits Nabi Salallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
ﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻓِﻲ ﺗَﻮَﺍﺩِّﻫِﻢْ ﻭَ ﺗَﻌَﺎﻃُﻔِﻬِﻢْ ﻛَﻤَﺜَﻞِ ﺍﻟﺠَﺴَﺪِ ﺇِﺫَﺍ ﺍﺷْﺘَﻜﻰَ ﻣِﻨْﻪُ ﻋُﻀْﻮٌ ﺗًَﺪَﺍﻋَﻰ ﺳَﺎﺋِﺮُ ﺍﻟﺠَﺴَﺪِ .
“ Permisalan kaum mukminin dalam cinta dan
kasih sayang mereka bagaikan satu jasad, apabila salah satu anggota merasa
sakit, maka seluruh badan merasakannya “. (HR Muslim).
Bid’ah dan kesesatan adalah penyakit yang menimpa umat ini, kita
harus merasa sakit bila ada orang melakukannya, tentu dengan mencari obatnya
yang mujarab yaitu sunnah.
Nabi menyebutkan “ dalam cinta dan kasih
sayang” seseorang dikatakan sayang kepada saudaranya adalah bila ia
menginginkan untuknya kebaikan bagi dunia dan akhiratnya.
Maka bila kita
melihat seseorang hendak jatuh kedalam jurang tentulah kita tidak boleh membiarkanya, tapi kita selamatkan dia. sebaliknya
bila anda diam dan membiarkannya jatuh kedalam jurang berarti anda telah
berbuat zalim dan kehilangan kasih sayang.
Kemaksiatan baik berupa syirik, bid’ah,
khurofat dan lain-lain dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam api neraka, bila
kita biarkan pelakunya tanpa diberi nasehat berarti kita telah kehilangan kasih
sayang kepada saudara kita sesama muslim.
Bagai
bangunan yang kokoh
Dalam hadits lain, nabi Sallallahu ‘alaihi
wa sallam memisalkan persatuan umat islam bak sebuah bangunan kokoh yang saling
menguatkan satu sama lainnya (HR Bukhary & Muslim).
Sebuah bangunan tentu harus
mempunyai pondasi yang kuat, dan
pondasi itu adalah aqidah yang benar. Tiang bangunan tersebut adalah amar
ma’ruf nahi mungkar, karena bila kemungkaran dibiarkan merajalela akan robohlah
bangunan itu. Dan atapnya adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.
Akan tetapi ada seorang da’i yang memahami
hadits itu dengan pemahaman yang aneh, katanya bangunan itu terdiri dari batu,
semen, pasir maka bila direkatkan akan membentuk sebuah bangunan yang kokoh,
batu itu ia ibaratkan kelompok keras, semen kelompok lembut dan pasir bagaikan kelompok
tengah-tengah, kalau semua kelompok itu semuanya
direkatkan tentu akan menjadi sebuah bangunan yang kokoh.
Kita katakan, sungguh benar apa yang bapak
katakan, akan tetapi merekatkan kelompok-kelompok yang ada dalam tubuh umat
islam dengan apa ??
Apakah dengan cara mendiamkan
penyimpangan-penyimpangan yang ada ataukah dengan cara saling menasehati dan
rujuk kepada kebenaran ?
Bila
masing-masing kelompok mau kembali kepada Al qur’an dan sunnah sesuai dengan
pemahaman salaful ummah tentu bangunan itu akan sangat kuat merekat.Adapun kita biarkan kesyirikan, khurofat dan tahayyul
merajalela, perdukunan, bid’ah dan maksiat berkuasa maka tidak akan dapat
mengokohkan bangunan itu selama-lamanya bahkan akan membuatnya hancur
berkeping-keping.
Dosa penyebab perpecahan.
Rasululah Sallallahu ‘alaihi wa salam
bersabda :
ﻣَﺎ ﺗَﻮَﺍﺩَّ ﺍﺛﻨَﺎﻥِ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﻪِ ﺛُﻢَّ ﻳُﻔَﺮَّﻕُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺇﻻَّ ﺑِﺬَﻧْﺐٍ ﻳُﺤْﺪِﺛُﻪُ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ .
“ Tidaklah dua orang yang tadinya saling
mencintai karena Allah kemudian berpisah kecualidisebabkan oleh
dosa yang dilakukan oleh salah satunya “. (HR
Bukhary dalam kitab adabul mufrad dari hadits Anas, sahih).
Imam Qatadah berkata :
” Ahli rahmat Allah adalah ahli persatuan
walaupun rumah dan badannya berjauhan, dan ahli maksiat adalah ahli perpecahan
walaupun rumah dan badan mereka berkumpul “. (Jami’ al bayan 12/85 karya Ath
Thabary).
Jadi
untuk mewujudkan persatuan hendaknya kita jauhi
sebab utama perpecahan yaitu dosa, yang
paling besar adalah syirik, lalu bid’ah
kemudian maksiat.
Artikel terkait :
Persatuan yang dipertuhankan , Apa Sih Definisi
Persatuan Yang BENAR?
Apa Sih Penyebab Utama Perpecahan Umat
Islam Ini??
Larangan Bercerai Berai Dan Bagaimana Langkah-Langkah
Menuju Persatuan Umat?