Pertanyaan kedua, apabila
Tuhan itu ada, lalu sejak kapan keberadaan-Nya? Jawabannya, Tuhan itu bersifat
qidam, keberadaan-Nya tanpa permulaan. Mengenai sifat qidam ini, umat Islam sepakat,
bahwa wujudnya Tuhan tanpa permulaan, baik Ahlussunnah, Mu’tazilah, Syiah dan
Wahabi. Hanya saja, dalam ajaran
Hasyawiyah (yang diikuti Wahabi), sejak masa Ibnu Taimiyah, menolak penggunaan
istilah qidam bagi Allah, dan menganggapnya bid’ah yang sesat, dengan alasan
istilah qidam bagi Allah tidak ada dalam al-Qu’an dan hadits. ( ????? ) Padahal penetapan sifat Qidam tersebut didasarkan
pada dalil ijma’ ulama salaf. Oleh karena itu, para ulama sebelum Ibnu
Taimiyah, termasuk Hasyawiyah sendiri menerima istilah Qidam bagi Allah.(
?????? )
Di beberapa mata pelajaran keagamaan, disana kami mendapatkan sifat Qidam bagi
Allah. Apa yang dimaksud dengan sifat qidam tersebut dan apakah benar ia
termasuk dari sifat – sifat Allah? (Hamba Allah)
Jawab:
Dalam kamus – kamus Arab kata Qidam adalah lawan kata dari baru, yang bermakna;
yang dahulu (lama). (Lihat Lisanul Arab 5/3552, Qamus Al – Muhith 3/506,
Mukhtar Ash-Shihhah hal. 525, dan lainnya).
Sedang definisi Qidam untuk sifat Allah menurut
ahli kalam adalah “Bahwa Allah Ta’ala tidak ada awal untuk keberadaannya dan IA
tidak didahului dengan ketidak-adaan, adalah Allah ada dan tidak ada sesuatupun
selain diri-Nya, kemudian IA menciptakan makhluk” [Iqtinash Al-Awaly Min
Iqtishad Al-Ghazali, oleh DR. Muhammad Rabi’ Jauhari hal. 73].
• Kata Qidam / Qadim dalam Al – Qur’an dan
Sunnah
Ada empat tempat penyebutan kata Qadim dalam Al – Qur’an yaitu dalam surat (Qs.
Yusuf: 95, Yasin: 39, Al – Ahqaf:11, dan Asy – Syu’ara:75 dsn 76). Lafadh Qadim
yang ada pada empat tempat tersebut menunjukkan pada sifat bagi makhluk, yaitu:
(Kekeliruan yang dahulu, sebagai bentuk tandan yang tua, dusta yang lama, dan
nenek moyangmu yang dahulu).
Sedang didalam hadits disebutkan bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam apabila masuk masjid beliau berdoa:
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
(Artinya): “Aku berlindung kepada Allah yang
Maha Agung, dengan wajah – Nya yang mulia dan dengan kekuasaannya yang Qadim
(terdahulu) dari syaithan yang terkutuk”. [HR. Abu Dawud, lihat Shahih
Al-Jami’ no.4591]. Lafadh Qadim pada hadits ini menunjukkan pada sifat
bagi kekuasaan Allah.
• Manhaj Ahlus Sunnah dalam menetapkan nama –
nama dan sifat Allah
Manhaj (metode) Ahlus Sunnah dalam menetapkan nama – nama Allah (Asmaul Husna)
dan sifat – sifat – Nya adalah menetapkan nama – nama dan sifat – sifat yang
telah ditetapkan oleh Allah subhânahu wa ta’ala untuk diri–Nya atau yang
ditetapkan oleh Rasul–Nya shallallâhu ‘alaihi wa sallam, tanpa mengubah, tanpa
meragukan, tanpa mempertanyakan, dan tanpa membuat permisalan.
Intinya, nama–nama Allah dan sifat–Nya adalah bersifat taufiqi. Tidak ada ruang
untuk berpendapat atau ber–ijtihad di dalamnya. (Untuk mengetahui manhaj ahlus
sunnah dalam asma’ dan sifat ini lihat “Aqidah At- Tauhid” oleh DR. Shalih Bin
Fauzan hal. 63).
• Qidam, sifat dari sifat – sifat Allah?
Tidak terdapat di dalam ayat Al – Qur’an bahwa Allah menamai atau mensifati
diri – Nya dengan Qadim atau Qidam. Begitu juga tidak terdapat di dalam sunnah
bahwa Rasulullah Saw menetapkan sifat Qidam Allah Ta’ala. Jika kita konsisten
dengan metode ahlus sunnah dalam menetapkan nama – nama dan sifat Allah seperti
yang kami sebutkan di atas maka secara tegas kita katakan bahwa Qidam bukanlah
nama atau sifat dari Allah subhânahu wa ta’ala.
Al – Qadi Ibnu Abi Al – Izz Al – Hanafy dalam Syarh Aqidah ath – Thahawiyah
berkata: “Para ahli kalam telah memasukkan kata Al – Qidam didalam nama – nama
Allah, padahal ia bukanlah nama dari nama – nama Allah…”
Ar – Raghib Al – Ashfahany dalam kitabnya Al – Mufradat berkata: “Tidak
terdapat satu kata pun dari Al – Qur’an maupun atsar yang shahih yang
menunjukkan bahwa Qadim itu adalah sifat Allah, para ahli kalam menggunakan dan
mensifatkan Allah dengan hal itu”.
• Allah adalah Al – Awwal (yang awal)
Untuk menunjukkan bahwa Allah tidak didahului oleh apapun, yang keberadaannya
tidak ada permulaannya maka Allah memperkenalkan diri – Nya kepada kita bahwa
Dia adalah Al – Awwal (bukan dengan Qidam). Allah ta’ala berfirman:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: Dialah yang awal dan yang akhir yang
Zhahir dan yang Bathin dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S: Al –
Hadid: 3).
Al – Khatthabi berkata: “Al – Awwal berarti yang mendahului segala sesuatu,
yang ada dan sudah ada sebelum adanya makhluk, yang karena itulah Dia berhak
menyandang predikat pertama karena keberadan – Nya itu, yang tidak didahului
dan dibarengi oleh apapun.” [Sya’n ad – Du’a:87].
• Al – Awwal serupa dengan Qidam?
Akan muncul sebuah pertanyaan: Bukankah istilah Al – Awwal ada keserupaan
dengan istilah Qidam. Lalu mengapa kata Qidam tidak ditetapkan saja sebagai
sifat dari sifat – sifat Allah? Jawabnya: yang pertama, karena kita konsisten
dengan manhaj Ahlus sunnah. Yang kedua, jika benar sifat Al – Awwal serupa
dengan Qidam (padahal keduanya memang ada perbedaan, seperti yang dinyatakan
oleh Abu Al – Izz Al – Hanafy) maka tetap ia tidak dapat digunakan untuk
menetapkan nama atau sifat Allah. Al – Khatthabi berkata: “Analogi tidak
berlaku terhadap nama – nama Allah, dalam pengertian, menyejajarkan sesuatu
dengan sejenisnya, dengan pertimbangan aturan bahasa dan logika kalimatnya”.
[Sya’n ad – Du’a: 111].
• Kesimpulan
Qidam bukanlah salah satu dari sifat – sifat Allah, wallahu a’lam.
Abu Halbas Muhammad Ayyub
DukuhDempok Wuluhan, Jember