Ahad, 20 September 2015 - 05:43 WIB
Gelar Syeikhu Islam biasanya
diberikan oleh beberapa ulama kepada seorang ulama atas ketinggian ilmunya. Ada
beberapa kriteria untuk dapat menyandangnya
Ibnu Taimiyah dikenal
ketinggian ilmunya. Di usia 19 tahun sudah berfatwa. Menguasai ushul dan furu’,
seorang hafidz, faqih dan juga mufassir
TIDAK sembarang ulama
yang memperoleh gelar Syeikhul Islam. Ulama yang memiliki ketinggian ilmu saja
yang pantas menyandangnya.
Gelar Syeikhul Islam biasanya
diberikan oleh beberapa ulama kepada seorang ulama atas ketinggian ilmunya. Ada
beberapa kriteria untuk dapat menyandangnya.
Ibnu Nashiruddin, dalam kitab Radd
al-Wafir,mencatat beberapa kriteria tersebut. Pertama,seorang tokoh yang
paham al-Qur’an dan as-Sunnah dengan perbedaan qira’ah dan asbab
an-nuzul-nya. Kedua, menguasai bahasa Arab secara sempurna. Ketiga, menguasai
masalahushul (pokok) dan furu’ (cabang) dalam Islam. Juga, ia
adalah ulama yang menjaga ibadahnya, tawadhu, dan tak menganggap diri manusia
maksum.
Walhasil, tak banyak ulama
yang menyandang gelar tersebut. Berikut ulama yang bergelar Syeikhu Islam.
1. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
Pemilik nama lengkapnya
Asy-Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ibnu
Qudamah al-Hanbali al-Maqdisi ini lahir di Nablusi, dekat Baitul Maqdis,
Palestina, pada 541 Hijriah. Usia 10 tahun, ia sudah menghafal al-Qur`an.
Menginjak usia 20 tahun, Ibnu
Qudamah, pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu kepada beberapa ulama, antara
lain: Abu Zur’ah bin Thahir, Ahmad bin Muqarib, dan ulama perempuan Khadijah
an-Nahrawaniyah. Merasa belum puas, ia lanjutkan perjalanan menuntut ilmu pada
ulama di Damaskus dan Makkah.
Beberapa ulama, seperti
Hafidz Dziya’ al-Maqdisi dan Hafidz al-Mizzi mengakui gelar Syeikhu Islam
pantas melekat pada Ibnu Qudamah al-Maqdisi.
Semasa hidupnya, Ibnu Qudamah
telah menelurkan berbagai karya. Di antara nya al- Mughni (fiqih), al-
I’tiqad (aqidah), ar- Raudhah, dan al-Burhan. Selain
itu ia menulis biografi para ulama yang telah menjadi gurunya.
Ibnu Qudamah wafat pada hari
Sabtu, bertepatan dengan hari Ied pada 620 Hijriah.
2. Izzudin bin Abdissalam
Izzudin, lahir tahun 577
hijriyah. Ia berguru pada ulama ternama, seperti Hafidz Ibnu Asakir dan Saif
al-Amidi.
Ia adalah ulama yang berani
berkata haq di hadapan penguasa. Sikap beraninya ini membuat beberapa penguasa
Mesir di waktu itu tidak mampu menentangnya, termasuk ketika Izzudin meminta
agar mereka menyiapkan pasukan untuk menghadapi pasukan Tatar di Syam.
Beberapa karya yang pernah
ditulisnya adalah al-Qawa’id al-Kubra, Majaz al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an,
Muhtashar Shahih Muslim, dan Al Fatawa al-Mishriyah.
Itulah makanya, Tajuddin
as-Subki, Ibnu al-Imad, Tilmitsani, dan Imam as-Suyuthi memberikan gelar
Syeikhu Islam kepada Izzudin. Ia wafat tahun 660 H dan dimakamkan di Cairo,
Mesir.
3. Imam Nawawi
Lahir di Nawa, sebuah desa
yang berada di Propinsi Dar’an Suriah pada 631 H. Keluarganya sangat menghargai
ilmu dien.
Di tahun 649 hijriyah, ia
melakukan perjalanan ke Damaskus, Syria untuk mempelajari kitab Tanbih dan
al-Muhadzab. Kitab rujukan dalam madzhab Syafi’i itu berhasil ia lahap dalam
tempo 4,5 bulan. Dalam sehari ia menghadiri 12 majelis ilmu dalam berbagai macam
disiplin ilmu.
Beliau juga termasuk ulama
yang produktif, beberapa karya beliau antara lain, Syarah Shahih Muslim,
Syarah Muhadzab, dan Riyadh as-Shalihin.
Banyak ulama yang mengakui
Imam Nawawi sebagai Syeikhu Islam. Di antaranya, Tajuddin As Subki
dalam Thabaqat-nya, Imam Sakhawi dalam al-Ihtimam, serta Syaikh Abdul Ghani
Daqqar dalam karyanyaImam an-Nawawi Syeikhu Islam wa al-Muslimin. Beliau
wafat pada tahun 676 H dan dikebumikan di Nawa.
4. Taqiyuddin Ibnu Daqiq
al-Ied
Lahir pada 625 hijriyah,
berasal dari keluarga terpandang. Melalui ayahnya, Abu Hasan Ali bin Wahab yang
juga seorang ulama ia mendalami fikih mazhab Syafi’i. Ia juga mempelajari hal
yang sama kepada murid ayahnya, Al Baha’ al-Qufthi. Sedangkan, ilmu bahasa Arab
ia berguru kepada Muhammad bin Fadh al-Mursi.
Semangatnya dalam menuntut
ilmu begitu kuat. Taqiyuddin terbang ke Cairo dan berguru kepada Izzudin bin
Abdissalam.
Ia pernah mengajar di Dar
al-Hadits, Qahira. Banyak ulama yang mengakui ketinggian ilmunya. Al Adfawi
pernah berkata, ”Tidak ragu lagi bahwa ia adalah seorang mujtahid, tak
ada yang menyanggah, kecuali orang-orang yang keras kepala.”
Karya yang telah dihasilkan,
di antaranya Ihkam al-Ahkam, Syarh Umdah al-Ahkam, al-Iqtirah (Musthalah
Hadits), dan Syarh Muqadimah Mathruzi(ushul fikih).
Beberapa ulama telah
menyebutnya sebagai Syeikhu Islam, antara lain Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat-nya,
Imam ad-Dzahabi dalamTadzkirah al-Huffadz, dan Ibnu Hajar al-Haitami
al-Maki. Taqiyuddin wafat pada 716 H.
5. Taqiyuddin Ibnu Taimiyah
Setelah pasukan Tatar
menguasai Harran (kini berada di Turki), ia yang lahir di tahun 661 hijriyah,
diajak ayahnya hijrah ke Damaskus. Di sana ia berguru kepada beberapa ulama,
salah satunya Ibnu Abdu al-Qawi at-Thufi.
Penguasaan terhadap ilmu
tidak diragukan lagi, selain menguasai masalah ushul dan furu’, ia
juga seorang hafidz, faqih, dan mufassir. Tak heran pada
umur 19 tahun beliau sudah berfatwa.
Guru dari Ibnu Qayim
al-Jauziyah, dan Ibnu Katsir ini pernah membuat karya yang cukup fenomenal, Majmu’ah
al- Fatawa, Jawab As Shahih, Iqtidha’ Sirath al-Mustaqim, dan Qawa’id
Nuraniyah.
Para ulama yang menjulukinya
sebagai Syeikhul Islam antara lain, Imam Dzahabi, Ibnu Qayim al-Jauziyah, dan
Hafidz al-Mizzi.
Ibnu Taimiyah Wafat pada 20
Dzulhijjah 728 H, ketika beliau dalam penjara Qal’ah Dimasyq yang disaksikan
oleh salah seorang muridnya Ibnu Qayyim.
6. Taqiyuddin as-Subki
As Subki lahir di tahun 683
hijriyah. Ayahnya, Zainuddin adalah sekaligus gurunya itu adalah seorang hakim.
Ia diboyong orang tuanya ke Mesir, untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti
Hafidz Dimyathi dan Syeikhu Islam Ibnu Daqiq al-Ied.
Para ulama semasanya, seperti
Al Baji, Ibnu Rif’ah, dan Dimyathi menjulukinya dengan Imam Muhaditsin,
Imam Fuqaha, dan Imam Ushuliyin. Tajuddin as-Subki dan Hafidz
al-Mizzi pun memberikan gelarSyeikhul Islam.
Beberapa karyanya antara
lain, Tafsir Durar an-Nadzim, Al Ibhaj Syarh Minhaj, dan Majmu’
Syarh al-Muhadzab.
Jasad as-Subki, yang wafat
pada tahun 756 di Cairo ini diiringi ribuan umat Islam. Ada yang mengatakan
bahwa tidak ada yang bisa menandingi jumlah petakziyah Imam Ahmad bin Hanbal,
kecuali jumlah petakziyah as-Subki.
7. Ibnu Hajar al-Atsqalani
Ia lahir dalam keadaan yatim
pada tahun 733 hijriyah di Mesir. Di usia 9 tahun, beliau sudah mempu menghafal
al-Qur’an, hafal al-’Umdah(kumpulan Hadits-Hadits hukum), Alfiyah
Hadits Iraqi (ilmu Hadits).
Imam Syaukani menyebutkan
bahwa guru-guru Ibnu Hajar adalah para pakar di bidang masing-masing, antara
lain: Hafidz al-Iraqi (ahli Hadits), Ibnu Mulaqqin (ulama terbanyak berkarya),
dan Al Bulqini (ahli fikih). Ia pun telah melakukan perjalanan ke Hijaz, Yaman,
Syam, dan Makkah untuk mecari ilmu.
Guru dari Imam Sakhawi dan
Imam Suyuthi ini menghasilkan karya fenomenal Fathul-Bari, dalam
waktu 25 tahun. Juga beberapa buku yang berhubungan dengan kedudukan periwayat
Hadits, seperti Lisan al-Mizan dan Tahdzib at- Tahdzib.
Ulama yang menggelarinya
dengan Syeikhu Islam adalah Imam as Suyuthi. Imam Sakhawi pun mengarang buku
khusus yang berjudulJawahir ad Dhurar fi Tarjamah Syaikh al Islam Ibnu Hajar. Beliau
wafat tahun 852 H di Mesir.*