Mereka adalah para murabithun
(orang yang selalu berjaga-jaga) dalam perang. Bahkan duduk-duduk saja di
negeri Ribath pasti sudah dijamin oleh Allah
Coba kita renungkan, jika
kondisi Muslimah di Indonesia dihadapkan dengan situasi perang di Palestina.
Dapatkah kita menerka, apa yang akan terjadi?
MENDENGAR nama Gaza atau
Palestina, dalam pikiran semua orang akan terbesit perang, kekerasan dan
kematian.
Bagi masyarakat yang hidup di
negara yang aman, nyaman, tentram, dan bebas melakukan apapun tanpa ketakutan
yang berlebih (seperti kita di di sini), tentu mendengar negeri Palestina
sekian lamanya, akan merasakan sesuatu yang tidak terbahasakan.
Sebagaian bahkan mencela
dengan mengatakan,“Lihatlah Timur Tengah, di sana tak berhenti konflik, di
sini, Indonesia contoh Islam damai!”
Seolah-olah jika kita damai,
negeri ini terbaik. Benarkah kita ini negeri terbaik wabil khusus sebagai
negeri yang paling di ridhoi Allah Subhanahu Wata’ala?
Apa yang membedakan kita
dengan Palestina? Yang membedakan kita dengan Palestina adalah mereka sudah
diberi jaminan dan dijanjikan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai tempat yang
diberkahi dan dimuliakan.
Pertama; Hanya tiga
masjid yang boleh diziarahi oleh Nabi. Salah satuanya al-Aqsha
Masjid Al-Aqsha disebutkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadits :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَ
Artinya : “Tidak
dikerahkan melakukan suatu perjalanan kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjid
Al-Haram (di Makkah), dan Masjidku (Masjid An-Nabawi di Madinah), dan Masjid
Al-Aqsha (di Palestina)”. (HR: Bukhari dan Muslim)
Kedua, Dajjal tak mampu
menyentuh Baitul Baqdis
Dalam banyak riwayat hadits
disebutkan, Si mata satu Dajjal tidak mampu memasuki Baitul Maqdis (Masjidil
Aqsha);
وإنه سيظهر على الأرض كلها إلا الحرم وبيت المقدس ) رواه أحمد ، وصححه ابن خزيمة 2 / 327 وابن حبان 7 / 102 ) .
“…Bahwasanya (Dajjal) akan
muncul di muka bumi semuanya kecuali di Masjidil Haram dan Baitul Maqdis”. (HR.
Ahmad, dishahikan Ibnu Khuzaimah: 2/327 dan Ibnu Hibban: 7/102)
Dajjal terbunuh didekat
Baitul Maqdis, oleh Nabi Isa bin Maryam –alaihis salam, sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits: “Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di pintu “Ludd”. (HR.
Muslim 2937 dari hadits an Nuwas bin Sam’an)
Ketiga, Palestina (dan
Negeri Syam) diberkahi
Baitul Maqdis sudah
dinyatakan dalam al Qur’an sebagai tempat yang diberkahi
سبحان الذي أسرى بعبده ليلاً من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى الذي باركنا حوله (سورة الإسراء: 1)
“Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya”. (QS. Al Isra’: 1)
Masjidil Aqsa yang merupakan
bangunan suci umat Islam, tempat Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam melakukan Isra Mi’raj, masjid yang menjadi kiblat pertama umat Islam
sebelum Allah memerintahkan pemindahan kiblat ke Baitullah.
Bagi masyarakat umum yang
normal seperti kita akan bertanya? Apa enaknya hidup di negeri perang?
Mengapa tidak sekalian pindah
saja?
Itu bukan karena mereka tidak
mau hidup damai. Tetapi karena hidup di sana (di Palestina) dengan di sini,
memiliki kadar jaminan yang berbeda di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala.
Apa yang dilakukan para
Muslimah Palestina melempar batu, membawa bom molotov melawan para penjajah
Zionis, dalam rangka menjaga kemuliaan agama Islam dan wibawa umat Islam
sedunia. Hatta, harta dan nyawa taruhannya.
Mereka adalah para murabithun (orang
yang selalu berjaga-jaga) dalam perang. Bahkan duduk-duduk saja di negeri Ribath pasti
sudah dijamin oleh Allah, itu berbeda dengan di tempat ini.
Karena itu, seorang ulama
Palestina, Syeikh Hamid Al Bitawi pernah mengeluarkan fatwa sebelum beliau
ditangkap oleh Israel , yang menegaskan tentang haramnya hijrah dari Palestina.
“Tidak diperbolehkan kepada
pemuda Palestina, meninggalakan negeri ini dalam rangka mencari penghidupan, di
masa-masa seperti ini. Karena meninggalkan negeri dalam kedaan ini dilarang
secara syar’i”. Fatwa larangan tersebut merujuk kapada firman Allah Ta’ala pada
surat Al Anfal:15 yang bermakna, ”Hai orang-orang yang beriman, apa bila kamu
sekalian bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka
janganlah kamu membelakangi mereka.”
Bahkan dalam hadits
disebutkan;
Dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Berjaga-jaga sehari di medan perang di jalan Allah adalah lebih baik dari
dunia dan seluruh isinya.”(HR. Bukhari no. 2892)
SEDIANYA umat Muslim di
seluruh dunia patut malu. Sebab rakyat Palestina telah berjasa demi kehormatan umat
Islam sedunia. Mereka rela menumpahkan darah dan meregang nyawa demi menjaga
Masjid al-Aqsha, kiblat pertama umat Islam.
Padahal, semestinya umat
Muslim di seluruh jagat raya (termasuk kita para Muslimah di Indonesia),
berkewajiban sama dengan mereka, menjaga Masjidi al-Aqsha tercinta.
Sekian lamanya perang
berkecamuk, sekian banyaknya darah yang tumpah, nyawa yang syahid, namun tidak
habis juga perlawanan dari rakyat Palestina.
Sepertinya pasokan tenaga,
jiwa, dan senjata, terus menerus ada. Bantuan Allah tentu tidak ada habisnya.
Subhaanallah.
Tumbuhkan Anak-anak kita
Pertanyaannya, mengapa
dijajah puluhan tahun, selalu tumbuh dari mereka pribadi-pribadi tangguh?
Mereka tumbuh menjadi anak-anak yang kuat, pemberani?
Pertama, tumbuh dengan
Al-Quran
Sebagaimana diketahui, di
Palestina (khususnya di Gaza), semua orang berusaha menghafalkan Al-Quran. Ada
tradisi di Gaza di mana malu jika ada keluarganya tidak hafal Al-Quran. Gaza
banyak melahirkan ribuanhafidz Qur’an.
Faktor lingkungan memberikan
dukungan besar bagi anak untuk bisa sempurna dalam menghafal al-Qur’an.
Namun, peran ibu sangat besar
kedudukannya dalam hal mengasuh dan mendidikan untuk menanamkan nilai moral dan
spiritual pada anak-anaknya.
Janganlah sebut keadaan
konflik di negara mereka sebagai alasan. Sebab ribuan hafidz dan hafidzah lahir
di Palestina bahkan di usia yang sangat muda, 1,5 tahun!
Apa yang dilakukan oleh
banyak anak di negara-negara aman seperti kita? Sempatkah menghafal Al-Quran?
Atau sempatkah membaca saja? Mampukah anak-anak kita menghafalkan hadits-hadits
dan do’a?
Para wanita Gaza dan
Palestina, mereka berlomba-lomba mendidik anaknya untuk menghafal al-Quran
sedari dini sebab mereka percaya bahwa keimanan dan hafalan Al-Qur’an sajalah
yang dapat menolong mereka.
Al-Quran dapat menjadi
syafaat bagi mereka beserta keluarga. Mereka yakin bahwa apa yang mereka
lakukan itu dapat membantu mereka menjadi pemenang.
Ya, hari ini memang mereka
belum dimenangkan Allah. Itu adalah bagian dari takdir yang diinginkan Allah
subhanahu Wata’ala. Tapi mereka telah tumbuh menjadi pribadi yang tidak pernah
takut. Bahkan dengan senjata seadanya, hanya melemparkan batu.
Lihatlah kejadian-kejadian
paling mutakhir, dalam sepuluh hari terakhir ini. Sungguh tidak masuk akal dari
segi alat, wanita dan anak -anak Palestina hanya berbekal batu, melawan
tank-tank Zionis-Israel dengan senjata yang hebat, bantuan Amerika Serikat.
Keberanian anak-anak
Palestina itu sebagian besar mereka dapatkan dari al-Quran. Dan itulah yang
ditakuti oleh penjajah Zionis.
Kedua, gila belajar
Palestina sudah dijajah oleh
Zionis Yahudi sejak puluhan tahun lamanya. Apakah sekolah-sekolah lantas bubar?
Apakah perguruan tinggi ditutup? Jawaban tidak!
Sekolah dan perguruan tinggi
memang harus diliburkan jika kondisi sedang darurat. Anak-anak masih belajar,
hatta, melewati pos-pos militer yang digaja ketat oleh tentara Zionis.
Perang tidak memutuskan
semangat belajar mereka. Di manapun, kapanpun. Senjata-senjata musuh tak
membuat anak-anak Palestina berhati ciut.
Sepertinya 24 jam mereka
sibuk belajar. Tak ada waktu untuk bermain, berjalan-jalan, nongkrong,
menggosip, memperhatikan fashion artis. Bahkan fashion diri mereka
saja tidak mereka perhatikan. Bedakan dengan di tempat kita. Di mana-mana sibuk selfie.
Lihatlah kondisi remaja
wanita kita. Coba kita renungkan, jika kondisi Muslimah di Indonesia dihadapkan
dengan situasi perang di Palestina. Dapatkah kita menerka, apa yang akan
terjadi?
Lantas masih perlukah kita
bertanya, apa yang membuat mereka seperti itu? Masih perlukah kita bertanya
seperti apa para ibu yang mendidik mereka? Wallaahu a’lam.*/Rizky N. Dyah,
seorang guru, tinggal di Melak Kutai Barat
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Syekh
Raid Shalah: “Hanya Dua Pilihan, Hidup Mulia Atau Mati Syahid!”
Intifada al-Quds
Kamis, 15 Oktober 2015 - 08:00 WIB
Perlawanan ini wajib
dilakukan sebagai pertanggung jawaban di hadapan rakyat Palestina, bangsa Arab
dan umat Islam sedunia
Kaum Muslimin di Baitul
Maqdis (al-Quds)dan Tepi Barat bangkit melawan penjajah. Mereka bergerak
sporadis tanpa komando dari organisasi Fatah, HAMAS, atau oOrganisasi keislaman
lainnnya di Palestina.
“Intifada ini tidak
direncakan oleh pihak tertentu. Rekyat Baitul Maqdis bangkit dengan
sendirinya,” terang Ketua Gerakan Islam di wilayah 48, Syekh Raid Shalah kepada
Al-Jazeera, Rabu (14/10/2015).
Menurutnya, sebab perlawanan
rakyat Baitul Maqdis dengan segala macam bentuknya itu adalah penjajahan Zionis
sendiri.
Berbagai kezoliman yang
dilakukan Zionis terhadap rakyat Baitul Maqdis di Masjid Al-Qsha, di Rumah, di
Jalan Raya, dan semua tempat. Siang dan malam. Juga dilakukan terhadap semua
orang, desawa dan anak-anak, lelaki bahkan wanita, ujarnya.
“Dengan seluruh kejahatan
itu, Zionis dengan bodoh nya hendak memaksa rakyat Baitul Maqdis meninggalkan
negeri mereka. Oleh karenanya rakyat Baitul Maqdis sadar, mereka hanya punya
dua pilihan sulit; Hidup mulia di negeri mereka yang diberkahi. Atau bangkit
melawan dan mati sebagai syuhada!” katanya lagi.
Pria yang dijuluki “Syeikhul
Aqsha” ini mengatakan akan terus melawan hinggal Masjidil Aqsha terbebas dari
para penjajah. Tak peduli dirinya dipenjara atau mati dalam keadaan mulia
“Jikapun besok saya diseret
ke penjara Zionis Israel. Saya katakan tanpa ragu, penjara hanya bayaran
termurah yang dapat kami berikan untuk Kemerdekaan Al Quds dan Masjid Al-Aqsha
yang diberkahi,” katanya melalui Video Call kepada Al Jazeera, Rabu
(14/10/2015). [Baca: Syeikh Raid
Shalah: “Dengan Nyawa dan Darah, Kami Merdekakan Al-Aqsha”]
Menurutnya, hal ini wajib
dilakukan sebagai pertanggung jawaban di hadapan rakyat Palestina, bangsa Arab,
dan umat Islam seluruhnya.
“Intifada ketiga ini
mempunyai ciri khas dari Intifada sebelumnya. Pada Intifada kali ini, rakyat
Baitul Maqdis sadar betul bahwa mereka berada pada arena pertempuran yang
panjang. Gelora ini tidak akan padam. Makin keras perlawanan Zionis. Makin
keras pula perlawanan rakyat Baitul Maqdis. Karena Zinois lah yang memulai
semau ini sejak hari pertama mereka Menjajah Palestina!” Pungkasnya.*/M Rizqy U