Saturday, October 17, 2015

Perempuan Suriah

Oleh Fathi Yazid Attamimi
Relawan Kemanusiaan Indonesia di Suriah
(Ada yang angkat lagi status ini, Jadi gapapa ya saya posting ulang? Siapa tau jadi manfaat buat kita semua)

Bulan Syawal ni rupanya beneran dimanfaatkan pemuda dan pemudi Suriah buat tabuh gendang pukul kencring rayakan pernikahan. Mulai hari pertama Ied sampai tadi sore berpuluh atau mungkin beratus kali saya liat pasangan-pasangan manten baru berjalan-jalan di pasar dan kota-kota baik kecil maupun besar. Pemandangan ini bikin Abu Waled dan dr. Sarju mendadak asma, Pegang dada nyesek sambil nyanyi sakitnya tu disini. Saya juga benernya gitu, Malah lebih parah, Tapi saya ga berani aja bilang disini, Soalnya istri saya pasti baca..

Hehehehe...

Dari semua perempuan, 80% nya mengenakan cadar dan abaya hitam. Sekira 10% nya kerudungan pasmina warna-warni tapi tetap berabaya hitam. Sisanya ada yang masih agak nekat berpakaian macam akhwat haraki di Indonesia, Atau malah macam nantang betul dengan celana jeans ketat meski sampai pahanya tertutup baju panjang.

Dan masyaAllah hebatnya Suriah setelah revolusi, Pakaian macam akhwat haraki yang di kita itu udah sopan banget, Disini masih kena razia tim hisbah alias Pol PP nya mujahidin. Suriah pasca revolusi memang agak mendebarkan semangat keIslamannya.

Dari sekian sample kekayaan bentuk wajah, Sepertinya Suriah merupakan tempat dimana India, Eropa, Dan Arab bertemu. Mata biru, Rambut merah menyala, Tulang besar, Postur standar Asia, Juga kulit putih susu biasa banget dijumpai. Ga heran liat wajah-wajah pria setampan saya, Eh maksudnya setampan artis Bule atau India, Lagi manggul beras di pasar. Ga sampe tuh mereka jadi artis. Ga macam kita yang dengar lidah cadel dikit, Mesti langsung ditawari casting.

Soal ayu jangan tanya, Kalo di Indonesia mata nt sepet biasa liatin artis bermake up tebal, Datang aja kemari, InsyaAllah mata minus atau plus langsung sembuh !

Gimana enggak? Laki-lakinya aja banyak yang saking nggantengnya jadi lebih cantik dari perempuan Indonesia. Sukur Alhamdulillah nya, Disini kita muka Asia dianggap eksotis, macam Trenggiling atau kuda laut yang unyu-unyu, jadi pasaran masih bisa nego lah...

Riuh ramai manten baru ini ga saya sia-siakan, Berbekal sedikit insting detektif alias usil bin kepo, Saya investigasi belasan pasangan Suriah, Dari yang masih kinyis-kinyis sampai yang udah bau amis. Beberapa malu-malu bercerita, Sisanya semangat betul macam mau ditayangkan di Al-Jazeera aje !

Kesimpulan saya, Cara cinta bersemi dan manusia berkembang biak di Suriah berbeda dengan Indonesia. Ngelahirin dan bikinnya sih sama aja dimana-mana, Cuma cara mereka mengekspresikan dan berumah tangganya itu yang unik buat saya.

Di Suriah, Perempuan betul-betul diposisikan penjaga gawang, Pemegang pintu rumah, Baby sitter sepenuh hati, Ibu rumah tangga sepenuhnya, Pahlawan sejati di balik kesuksesan suami, Bahkan bisa dibilang tanpa mereka setiap orang laki disini bakal lumpuh nyungsep nungging-nungging nangis-nangis segimanapun garangnya itu muka.

Orang laki disini sama sekali ga pegang pintu dapur, Tempat menaruh gula dimana aja mereka buta. Kata beberapa bapak, Udah biasa itu teh rasa garam kalau perempuan lagi keluar rumah lalu datang tetamu. Bukan ga mau tau, Tapi memang perempuan Suriah memandang bahwa dapur dan seisi rumah adalah medan jihad ! Ya, Saya ga lebay, Mereka bilang sendiri MEDAN JIHAD !

"Pokoknya nt yang namanya laki fokus aja sama urusan luar halaman, Lalu sudahnya kembali lah ke rumah, Kami menunggu dengan karpet merah dan seember air hangat buat mandi !"

Makanya perempuan sini agak aneh liat saya dan tim Indonesia menimang-nimang anak atau bayi. Jangan pula berani masuk dapur perempuan Suriah, Kita akan dianggap sebagai penjajah yang menginvasi kedaulatan negara.

Jadilah di Suriah tercipta kondisi hitam putih antara laki dan perempuan. Ga ada wilayah abu-abu pembagian tanggung jawab, Semuanya jelas sejelas-jelasnya. Orang perempuan bertanggung jawab penuh kedaulatan rumah tangga termasuk urusan kebahagian suami. Sedangkan apa yang dilakukan suami di luar, Mereka melambai ke kamera. Mau kita makan batu gigit sepatu pun mereka ga mau tau. Maka di Suriah sini rumah adalah tempat kembali dari segala yang meresahkan diluar sana.

Selain itu izzah dan rasa malu perempuan demikian besar. Mungkin para liberalis dan sekuleris akan menulisnya sebagai bentuk inferioritas perempuan dan superioritas lelaki yang bertentangan dengan feminisme atau HAM, Tapi jelas sekali kalau rasa malu berdasar fitrah saliimah lah yang membuat perempuan Suriah menyingkir jauh ketika berpapasan dengan lelaki. Dan entah terbalik atau gimana, Yang ghaddul bashar bukannya lelaki tapi perempuan. Mereka akan menyingkir sambil menunduk-nunduk ketika berpapasan. Sedang para pria menegapkan badan meluruskan pandangan jauh ke depan, Gagah dan kokoh, Ga pake lirak-lirik jelalatan kesana kemari macam gatel itu mata

Sikap diatas adalah perwujudan paling nyata dari apa yang terjadi terkait penempatan perempuan Suriah, Yaitu di bawah suami dan orang laki. Mereka makan setelah orang laki selesai makan, Menunggu suami depan pintu kamar mandi dengan selembar handuk kecil, Dan tidak menghidangkan makanan yang sama dua kali dalam sehari, Pasti beda antara lauk pauk pagi dan sore.

Dengan segala pengorbanan perempuan, Ganjaran yang mereka dapat adalah penjagaan seratus persen terhadap hak dan izzahnya. Disini ada tiga hal yang ga bisa dibuat becandaan : Allah, Rasul-Nya, Dan para istri. Urusannya pasti antara rumah sakit atau kuburan lah !

Selain itu para istri ga pernah dibuat pusing oleh kerjaan suami. Aib besar atau tanda kelemahan kalau sampai suami curhat beratnya hidup diluar sana. Pokoknya setoran berapapun yang diterima itu sudah rejeki suami, Silakan diolah jadi apapun, Mulai pampres sampai uang SPP anak sekolah.

Hasilnya adalah para perempuan yang punya harga diri tinggi, Dan para lelaki yang memuliakannya setinggi langit.

Saya ga tau juga apa ini bener atau salah, Yang jelas banyak dari kisah diatas sesuai anjuran hadits shahih dan syariat Islam. Sisanya mungkin sebab budaya dan kondisi geografis atau geopolitik.

Wallahu a'lam, Silakan ambil yang baik, Buang yang buruk.