Oleh Fathi Yazid Attamimi
Relawan Kemanusiaan Indonesia
di Suriah
(Ada yang angkat lagi status ini, Jadi gapapa ya saya posting ulang? Siapa tau
jadi manfaat buat kita semua)
Bulan Syawal ni rupanya
beneran dimanfaatkan pemuda dan pemudi Suriah buat tabuh gendang pukul kencring
rayakan pernikahan. Mulai hari pertama Ied sampai tadi sore berpuluh atau
mungkin beratus kali saya liat pasangan-pasangan manten baru berjalan-jalan di
pasar dan kota-kota baik kecil maupun besar. Pemandangan ini bikin Abu Waled
dan dr. Sarju mendadak asma, Pegang dada nyesek sambil nyanyi sakitnya tu
disini. Saya juga benernya gitu, Malah lebih parah, Tapi saya ga berani aja
bilang disini, Soalnya istri saya pasti baca..
Hehehehe...
Dari semua perempuan, 80% nya
mengenakan cadar dan abaya hitam. Sekira 10% nya kerudungan pasmina warna-warni
tapi tetap berabaya hitam. Sisanya ada yang masih agak nekat berpakaian macam
akhwat haraki di Indonesia, Atau malah macam nantang betul dengan celana jeans
ketat meski sampai pahanya tertutup baju panjang.
Dan masyaAllah hebatnya
Suriah setelah revolusi, Pakaian macam akhwat haraki yang di kita itu udah
sopan banget, Disini masih kena razia tim hisbah alias Pol PP nya mujahidin.
Suriah pasca revolusi memang agak mendebarkan semangat keIslamannya.
Dari sekian sample kekayaan
bentuk wajah, Sepertinya Suriah merupakan tempat dimana India, Eropa, Dan Arab
bertemu. Mata biru, Rambut merah menyala, Tulang besar, Postur standar Asia,
Juga kulit putih susu biasa banget dijumpai. Ga heran liat wajah-wajah pria
setampan saya, Eh maksudnya setampan artis Bule atau India, Lagi manggul beras
di pasar. Ga sampe tuh mereka jadi artis. Ga macam kita yang dengar lidah cadel
dikit, Mesti langsung ditawari casting.
Soal ayu jangan tanya, Kalo
di Indonesia mata nt sepet biasa liatin artis bermake up tebal, Datang aja
kemari, InsyaAllah mata minus atau plus langsung sembuh !
Gimana enggak? Laki-lakinya
aja banyak yang saking nggantengnya jadi lebih cantik dari perempuan Indonesia.
Sukur Alhamdulillah nya, Disini kita muka Asia dianggap eksotis, macam
Trenggiling atau kuda laut yang unyu-unyu, jadi pasaran masih bisa nego lah...
Riuh ramai manten baru ini ga
saya sia-siakan, Berbekal sedikit insting detektif alias usil bin kepo, Saya
investigasi belasan pasangan Suriah, Dari yang masih kinyis-kinyis sampai yang
udah bau amis. Beberapa malu-malu bercerita, Sisanya semangat betul macam mau
ditayangkan di Al-Jazeera aje !
Kesimpulan saya, Cara cinta
bersemi dan manusia berkembang biak di Suriah berbeda dengan Indonesia.
Ngelahirin dan bikinnya sih sama aja dimana-mana, Cuma cara mereka
mengekspresikan dan berumah tangganya itu yang unik buat saya.
Di Suriah, Perempuan betul-betul
diposisikan penjaga gawang, Pemegang pintu rumah, Baby sitter sepenuh hati, Ibu
rumah tangga sepenuhnya, Pahlawan sejati di balik kesuksesan suami, Bahkan bisa
dibilang tanpa mereka setiap orang laki disini bakal lumpuh nyungsep
nungging-nungging nangis-nangis segimanapun garangnya itu muka.
Orang laki disini sama sekali
ga pegang pintu dapur, Tempat menaruh gula dimana aja mereka buta. Kata
beberapa bapak, Udah biasa itu teh rasa garam kalau perempuan lagi keluar rumah
lalu datang tetamu. Bukan ga mau tau, Tapi memang perempuan Suriah memandang
bahwa dapur dan seisi rumah adalah medan jihad ! Ya, Saya ga lebay, Mereka
bilang sendiri MEDAN JIHAD !
"Pokoknya nt yang
namanya laki fokus aja sama urusan luar halaman, Lalu sudahnya kembali lah ke
rumah, Kami menunggu dengan karpet merah dan seember air hangat buat mandi
!"
Makanya perempuan sini agak
aneh liat saya dan tim Indonesia menimang-nimang anak atau bayi. Jangan pula
berani masuk dapur perempuan Suriah, Kita akan dianggap sebagai penjajah yang menginvasi
kedaulatan negara.
Jadilah di Suriah tercipta
kondisi hitam putih antara laki dan perempuan. Ga ada wilayah abu-abu pembagian
tanggung jawab, Semuanya jelas sejelas-jelasnya. Orang perempuan bertanggung
jawab penuh kedaulatan rumah tangga termasuk urusan kebahagian suami. Sedangkan
apa yang dilakukan suami di luar, Mereka melambai ke kamera. Mau kita makan
batu gigit sepatu pun mereka ga mau tau. Maka di Suriah sini rumah adalah
tempat kembali dari segala yang meresahkan diluar sana.
Selain itu izzah dan rasa
malu perempuan demikian besar. Mungkin para liberalis dan sekuleris akan
menulisnya sebagai bentuk inferioritas perempuan dan superioritas lelaki yang
bertentangan dengan feminisme atau HAM, Tapi jelas sekali kalau rasa malu
berdasar fitrah saliimah lah yang membuat perempuan Suriah menyingkir jauh
ketika berpapasan dengan lelaki. Dan entah terbalik atau gimana, Yang ghaddul
bashar bukannya lelaki tapi perempuan. Mereka akan menyingkir sambil
menunduk-nunduk ketika berpapasan. Sedang para pria menegapkan badan meluruskan
pandangan jauh ke depan, Gagah dan kokoh, Ga pake lirak-lirik jelalatan kesana
kemari macam gatel itu mata
Sikap diatas adalah
perwujudan paling nyata dari apa yang terjadi terkait penempatan perempuan
Suriah, Yaitu di bawah suami dan orang laki. Mereka makan setelah orang laki
selesai makan, Menunggu suami depan pintu kamar mandi dengan selembar handuk
kecil, Dan tidak menghidangkan makanan yang sama dua kali dalam sehari, Pasti
beda antara lauk pauk pagi dan sore.
Dengan segala pengorbanan
perempuan, Ganjaran yang mereka dapat adalah penjagaan seratus persen terhadap
hak dan izzahnya. Disini ada tiga hal yang ga bisa dibuat becandaan : Allah,
Rasul-Nya, Dan para istri. Urusannya pasti antara rumah sakit atau kuburan lah
!
Selain itu para istri ga
pernah dibuat pusing oleh kerjaan suami. Aib besar atau tanda kelemahan kalau
sampai suami curhat beratnya hidup diluar sana. Pokoknya setoran berapapun yang
diterima itu sudah rejeki suami, Silakan diolah jadi apapun, Mulai pampres
sampai uang SPP anak sekolah.
Hasilnya adalah para
perempuan yang punya harga diri tinggi, Dan para lelaki yang memuliakannya
setinggi langit.
Saya ga tau juga apa ini
bener atau salah, Yang jelas banyak dari kisah diatas sesuai anjuran hadits
shahih dan syariat Islam. Sisanya mungkin sebab budaya dan kondisi geografis
atau geopolitik.
Wallahu a'lam, Silakan ambil
yang baik, Buang yang buruk.